Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB I

Bab Satu
Pendahuluan

Peranan Industri dan Industri Logam dalam Pembangunan Ekonomi
Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan
karena pertumbuhan sektor industri akan memacu dan mengangkat
pembangunan sektor-sektor lain seperti sektor pertanian dan sektor jasa.
Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor
pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor
jasa akan berkembang dengan adanya industrialisasi, dengan berdirinya
lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan
yang akan mendukung laju pertumbuhan industri. Industri sangat
berperan dalam perkembangan struktural pada perekonomian. Tolok ukur
dalam pengembangan industri antara lain : sumbangan sektor produksi
(manufakturing) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah tenaga
kerja yang terserap di sektor industri, dan sumbangan komoditi industri

1

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster


terhadap ekspor barang dan jasa.
Kontribusi sektor industri manufaktur/ pengolahan di Indonesia
sejak tahun 1993 mempunyai skor terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar
21,10 % dan tahun 2008 sumbangannya sebesar 26,79 %. Sumbangan
terbesar pada industri manufaktur/ pengolahan adalah industri makanan
dan minuman sebesar 2,5 %, industri tekstil barang kulit dan alas kaki
2,1 %, industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 2,9 % dan
sumbangan yang terkecil adalah dari industri logam sebesar 0,6%.
Pada tahun 2010 sumbangan industri manufaktur Jawa Tengah
terhadap PDRB mencapai angka 32,83 % atau hampir sepertiga dari
jumlah total PDRB Jawa Tengah. Sektor industri manufaktur merupakan
penyumbang terbesar dari PDRB di Jawa Tengah. Dalam struktur industri
manufaktur, industri makanan, minuman dan tembakau merupakan
penyumbang PDRB terbesar dari industri manufaktur dan diikuti oleh
industri tekstil, barang kulit dan alas kaki serta barang kayu dan hasil
hutan lainnya. Sedangkan untuk logam dasar besi dan baja merupakan
penyumbang nilai terkecil dari PDRB industri manufaktur yaitu 0,29 %.
Meskipun industri pengolahan logam di Jawa Tengah menyumbang
prosentasi terendah terhadap PDRB ( 0,29 %), namun industri pengolahan
logam di Jawa Tengah merupakan industri dasar yang menunjang seluruh

kegiatan industri di Jawa Tengah. Hampir tidak ada industri yang tidak
memerlukan logam, sehingga industri logam merupakan industri inti yang
keberadaannya menjadi dasar pembangunan berbagai kelompok industri
lainnya (industri berbasis agro, industri hasil hutan, industri berteknologi
tinggi dan industri perdesaan).

2

Pendahuluan

Tabel 1.1
Sub Industri Pengolahan Non Migas Menurut Produk Domestik Bruto Jawa
Tengah Berdasar Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2008-2010 (Juta Rupiah)
Sub Industri
Manufaktur
Makanan Minuman dan
Tembakau
Tekstil, Barang Kulit &
Alas Kaki

Barang Kayu dan Hasil
Hutan Lain
Kertas dan Barang
Cetakan
Pupuk, Kimia & Barang
dari Karet
Semen dan Barang Lain
bukan Logam
Sub Industri
Manufaktur

2008

%

2009

%

2010


%

25,438,442.55

56.98

27,019,449.53

57.46

29,027,384.45

57.31

7,601,693.50

17.03

7,751,742.20


16.48

8,288,465.70

16.36

5,259,769.07

11.78

5,669,812.29

12.06

6,168,285.82

12.18

639,442.16


1.43

665,309.94

1.41

682,306.80

1.35

2,620,658.33

5.87

2,691,156.87

5.72

3,053,411.09


6.03

1,341,947.55

3.01

1,431,783.77

3.04

1,519,549.86

3.00

2008

%

2009


%

2010

%

Logam Dasar Besi dan
Baja

131,923.50

0.30

139,802.25

0.30

148,028.52


0.29

Alat Angkut, Mesin &
Peralatan

1,431,142.68

3.21

1,468,511.49

3.12

1,570,557.24

3.10

183,020.51

0.41


186,497.73

0.40

191,067.90

0.38

44,648,039.85

100.00

47,024,066.07

100.00

50,649,057.38

100.00


Barang Lainnya
Jumlah

Sumber : BPS, PDRB Jawa Tengah 2010

Pada tahun 2009 jumlah industri logam di Jawa Tengah sebanyak
13.227 unit dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 66.193 orang
dengan nilai produksi sebesar Rp.124,502 milyar. Secara garis besar,
industri logam tersebut terdiri dari industri pengecoran logam fero (besi
dan baja) dan industri pengecoran logam non fero (alumunium, kuningan
3

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

dan tembaga). Industri logam di Jawa Tengah tersebar di beberapa
kabupaten, seperti: Kabupaten Tegal, Klaten, Boyolali, Purbalingga,
Pati, Temanggung dan Semarang. Produksi industri logam Jawa Tengah
umumnya masih belum mampu bersaing karena desain dan kualitasnya
relatif rendah. Oleh karenanya industri logam perlu didorong dan
ditumbuh kembangkan agar produk logam asal Jawa Tengah mempunyai
daya saing dan akses pasar yang lebih luas (Sudrajat, 2010) .
Pertumbuhan industri pengolahan logam di Jawa Tengah pada
tahun 2005 sebesar 0,075 pada tahun 2006 turun menjadi 0,046, pada
tahun 2007 meningkat pertumbuhannya menjadi 0,054 dan tahun 2008
menurun menjadi 0.035. Pada tahun 2009 meningkat pertumbuhannya
menjadi 0,060 dan tahun 2010 menurun menjadi 0,059.
Tabel 1.2
Kontribusi dan Pertumbuhan Industri Pengolahan Logam
di Jawa Tengah Tahun 2004 – 2010
Tahun

Volume

Pertumbuhan

2004

107618.08

-

2005

115669.69

0.075

2006

120944.26

0.046

2007

127523.18

0.054

2008

131923.50

0.035

2009

139802.25

0.060

2010

148028.52

0.059

Sumber : BPS, PDRB Jawa Tengah 2010

Salah satu pusat pertumbuhan industri logam di Jawa tengah adalah
di Kabupaten Klaten yaitu tepatnya Desa Tagelrejo, Desa Ngawongggo dan
4

Pendahuluan

Desa Batur yang berlokasi di Kecamatan Ceper. Produk yang dihasilkan
antara lain komponen mesin, rem kereta api, pipa besi dan pagar besi.
Klaster cor logam Ceper sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda,
bahkan menurut sejarah berdirinya ini sudah ada sejak jaman kerajaan
Mataram. Pada jaman penjajahan Belanda, pelaku usaha cor logam sudah
mengerjakan pengecoran untuk perlengkapan pabrik gula. Pada jaman
penjajahan Jepang, para pelaku cor logam disuruh membuat granat dan
peralatan lainnya untuk perang. Setelah kemerdekaan, klaster ini mulai
semakin tumbuh sejak adanya campur tangan Pemerintah Pusat pada
tahun 1973 melalui Departemen Perindustrian. Bantuan yang paling
besar yang diberikan adalah dalam bentuk bantuan peralatan dan modal
yang diserahkan kepada Koperasi Batur Jaya sebagai koperasi produksi.
Keberadaan koperasi akan mendorong pelaku usaha untuk bekerjasama
meningkatkan produksinya.
Pada tahun 1990-an Ceper pernah dimahkotai sebagai

daerah

pengecoran logam di Indonesia karena saat itu jumlah industrinya
mencapai lebih dari 325 industri, bahkan kapasitas terpasang mencapai
150.000 ton atau sekitar 40% kapasitas nasional (Baharuddin, 2010).
Teknologi pengecoran yang selama ini diandalkan adalah tungkik1) dan
kupola1) yaitu alat peleburan tradisional berbahan bakar kokas2). Teknologi
tersebut telah dikembangkan secara turun temurun, sehingga memiliki
karakteristik pemanfaatan yang spesiik serta sangat sesuai dengan kultur
masyarakat setempat. Tetapi ketika krisis ekonomi global tahun 1998
melanda dunia dan harga bahan bakar terus melonjak, banyak pengusaha
pengecoran terpaksa menghentikan usahanya. Disamping permasalahan
1
2

Tungkik dan kupola adalah tungku pembakaran yang menggunakan bahan bakar kokas, Tungkik lebih tradisional daripada kupola.
Kokas adalah arang dari batubara

5

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

bahan bakar kokas dan cor logam, pasokan energi listrik yang cenderung
naik juga berdampak pada pengusaha yang beralih dari tungkik dan kupola
ke tanur induksi yang berbahan bakar listrik.
Pada tahun 2009 jumlah perusahaan pengecoran di Klaten ada
sebanyak 295 usaha, dengan jumlah tenaga kerja 4.822 orang (Klaten
Dalam Angka, 2009). Adapun daftar industri pengolahan di Klaten, dapat
dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3
Jumlah Unit Usaha Menurut Bidang Usaha Indutri Logam,
Mesin Kimia dan Aneka Tahun 2009

01

Pengecoran logam

295

Jumlah tenaga kerja
(orang)
4.872

02
03
04
05
06

Pandai besi
Rekayasa Teknik Bengkel
Percetakan, penerbitan dan foto copy
Farmasi, kimia produk
Kapas Kecantikan

294
0
0
0
30

985
0
0
0
225

07

Vulkanisir ban, tambal ban

0

0

08

Pembuatan Arang

15

60

09

Gerabah

390

1.175

10

Barang dari Bebatuan

8

34

11

Tegel, Produksi dan Semen

0

0

12
13

Bata Merah
Genteng

1.073
842

3.900
4.258

14

Keramik

19

62

15

Perbaikan benang/ tali temali

160

825

No.

Bidang Usaha Industri

Sumber : Klaten dalam Angka (2009)

6

Jumlah Usaha (Unit)

Pendahuluan

Namun industri yang banyak menjadi tulang punggung warga
setempat kini semakin terpuruk dan satu persatu gulung tikar. Pengrajin
besi cor banyak yang menghentikan operasinya karena permintaan dari
pelanggan menurun dan mahalnya bahan baku (untuk besi cor) dan bahan
bakar (kokas dan batu bara) (Kompas, 14 Maret 2008). Kondisi tersebut
memicu munculnya persaingan yang semakin tinggi diantara sesama
pengrajin yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya tingkat kerja
sama dan kepercayaan antar pengusaha (DISPERINDAG, 2002).
Menurut informasi dari PEMDA Klaten, saat ini jumlah usaha yang
masih berproduksi secara aktif tinggal 80 unit usaha saja (25%), 144 unit
usaha (45%) berproduksi di bawah normal dan 96 unit usaha (30%) sudah
tutup/mati.
Pada umumnya industri yang sudah mati menghentikan produksi
di pabriknya sendiri karena sudah tidak eisien lagi dengan menggunakan
dapur tungkik. Mereka yang beralih menggunakan dapur kupola pada
umumnya masih dapat bertahan. Usaha mereka tetap jalan dengan cara
men-subkontrakan ke industri yang sudah menggunakan dapur induksi
(Suara Merdeka, 2008).
Pentingnya Klaster Dalam Pertumbuhan Industri
Pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN CHINA FREE TRADE
AGREEMENT (ACFTA), yang dimulai 1 Januari 2010, memunculkan dua
pandangan yaitu pandangan optimis dan pesimis. Pandangan optimis
melihatnya sebagai peluang pasar yang besar. Pandangan yang pesimis
mengkuatirkan bahwa industri nasional akan hancur karena pasar
domestik akan dibanjiri dengan produk China yang terkenal murah.

7

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

Kekuatiran tersebut cukup beralasan karena data statistik Kementrian
Perdagangan RI akhir-akhir ini menunjukan deisit sebesar 3,6 milliar AS
(Kompas, Senin 18 Januari 2010).
Menurut hasil pemetaan world economic forum (2011), daya saing
Indonesia menduduki urutan ke 46 dari 142 negara, masih di bawah
Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam dan Thailand. Kondisi ini tentunya
memerlukan kerja keras untuk meningkatkan tingkat competitiveness
Indonesia agar dapat menyirnakan anggapan yang pesimis terhadap
masuknya Indonesia dalam ACFTA.
Dalam ekonomi global modern, kemakmuran ekonomi suatu negara
akan sangat ditentukan oleh tingkat produktivitasnya. Produktivitas
merupakan basis dari daya saing, sehingga sangat tergantung pada
bagaimana cara bersaing suatu negara dengan negara lainnya, melalui
operasi industri dan strategi yang dilakukan. Paradigma produktivitas telah
mengubah sumber-sumber kemakmuran ekonomi suatu negara, yang
dahulu sangat tergantung pada sumber daya alam yang dimiliki, sebagai
keunggulan komparatif, menjadi sangat tergantung pada produktivitas
sebagai keunggulan kompetitif.
Dalam bukunya he Competitive Advantage of Nation, Porter (1998)
menyatakan bahwa produktivitas industri dapat ditingkatkan melalui
klasterisasi lokasi industri. Dengan perkataan lain, lokasi industri dalam
suatu klaster dapat menciptakan produktivitas. Teori ini kemudian menjadi
dasar sebagai teori klaster. Model diamond dari Porter (1998) seperti pada
gambar 1.1, menggambarkan bahwa ada empat faktor utama yang saling
berkaitan dalam klaster yang menentukan daya saing usaha yaitu: kondisi
faktor produksi internal, kondisi permintaan sistem industri pendukung dan
industri yang terkait, strategi dan struktur usaha dan persaingan.
8

Pendahuluan

Strategi dan struktur
usaha dan pesaing

Kondisi
Permintaan

Faktor produksi
internal (input)

Sistim industri pendukung
dan Industri yang terkait

Gambar 1.1.
Diamond Model Cluster dalam buku
he Competitive Advantages of Nations, Porter (1990)

Model tersebut menggambarkan bahwa pendekatan klaster penting
dalam peningkatan daya saing industri (khususnya UMKM), karena
melalui pendekatan klaster maka akan dapat diciptakan peningkatan daya
saing industri melalui adanya pertalian diantara industri dengan lembaga
terkait yang ada dalam pemusatan geograis. Pendekatan klaster dapat
memaksimalkan external economies yang muncul dari pemusatan geograis.
Dengan lokasi yang berdekatan maka akan dapat diciptakan penguatan
kapasitas kolektif klaster (JICA, 2004). Ada 3 (tiga) tipe klaster industri
yang umumnya berada di negara berkembang. Pertama, dari aglomerasi
dasar menuju bentuk “distrik satelit” (satelite districts), kedua, mengarah
pada “distrik pusat dan jari-jari” (hub and spoke) yang dicirikan dengan
peranan perusahaan besar sebagai lokomotif, dan ketiga, menuju kearah
perkembangan klaster unggul yang juga dikenal dengan istilah “distrik
Italia ketiga“ (hird Italy) (Knorringa, 1999).
Klaster mempunyai manfaat karena menciptakan eisiensi kolektif
melalui kerjasama kegiatan sejenis (Schmitz, 2002). Kerjasama tersebut
9

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

dapat terjadi misalnya dalam hal pembelian bahan baku, pemasaran,
produk bersama, dan atau dalam memanfaatkan jasa-jasa pihak ketiga.
Selain itu, pembentukan klaster juga bermanfaat untuk menekan biaya
transaksi dan meningkatkan kewirausahaan karena adanya proses saling
tukar informasi, saling membandingkan pekerjaan dan sebagainya. Suatu
klaster yang lengkap juga akan membentuk spesialisasi produk dan rantai
nilai (value chain) antar perusahaan dengan berbagai skala, dan antar
industri, sehingga memiliki efek nilai tambah dan produktivitasnya
semakin meningkat.
Mayoritas klaster di Indonesia terdiri dari usaha mikro, kecil dan
menengah yang memiliki ciri-ciri antara lain: memproduksi barangbarang untuk pasar lokal dan domestik dan menggunakan tenaga kerja
keluarga, atau hanya pada saat-saat tertentu menggunakan tenaga kerja
luar yang dibayar (Sandee, 2002). Sayangnya, menurut Wejland (1999),
banyak juga klaster yang didominasi oleh industri mikro kondisinya
“sedang tidur”. Beberapa klaster di Indonesia bahkan menunjukkan
kondisi yang tidak mampu bersaing dalam ACFTA dan mengalami
penurunan sebagai akibat persaingan dengan produk China. Diantara
klaster yang menunjukkan penurunan tersebut adalah klaster logam di
Jawa Tengah (DISPERINDAG, 2002).
Klaster logam di Jawa Tengah sebenarnya masih termasuk ke dalam
“distrik satelit” (DISPERINDAG, 2002) dan belum mengarah pada hub and
spoke. Tipe ini dicirikan dengan kurangnya kerjasama dengan pihak-pihak
eksternal dan pada umumnya mengalami kompetisi yang tidak sehat dalam
berbisnis. Disamping itu, karena pada umumnya lebih mengarah kepada
diversiikasi, maka sulit untuk melakukan spesialisasi dan dikembangkan
ke arah klaster yang lebih dewasa (JICA, 2004).
10

Pendahuluan

Perkembangan klaster pada umumnya, termasuk klaster logam,
tidak terlepas dari adanya tahapan-tahapan pengembangan yang memiliki
kecenderungan untuk berulang dalam siklusnya. Tahapan perkembangan
klaster dimulai dari embrio/aglomerasi, tumbuh, dewasa dan kemudian berujung pada
transformasi yang bisa berupa pembentukan klaster baru ataupun penurunan.

Gambar 1.2. Tahapan Perkembangan Klaster
Sumber: Waelbroek-Rocha dalam Anderson, (2004)

Dari pengalaman Rocha dalam Anderson (2004), tahap awal
perkembangan klaster dimulai dengan adanya unit-unit usaha yang
beraglomerasi akibat dari pemanfaatkan keuntungan pemusatan usaha,
yaitu keuntungan kolektif dari infrastruktur, pengumpulan pekerja, image
lokasi, pemasaran dan penyediaan input. Tahap ini disebut sebagai tahap
aglomerasi usaha. Dengan adanya kedekatan tempat usaha, masing-masing
usaha yang memiliki keterkaitan komponen produksinya akan memulai
hubungan komplementer satu sama lain. Tahapan ini dikenal sebagai awal
mulai tumbuhnya klaster sesungguhnya, karena adanya indikasi pertalian
usaha satu sama lain.
Pertalian usaha ini terus berkembang dan menghubungkan

11

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

keseluruhan unit-unit usaha dalam satu wilayah klaster. Tahapan ini
dikenal sebagai tahap pembangunan atau pengembangan klaster usaha.
Pertalian usaha yang menguntungkan selanjutnya mendorong timbulnya
unit-unit usaha baru pada wilayah klaster tersebut, yang selanjutnya
semakin melengkapi unit-unit usaha yang ada. Tahapan ini dikenal sebagai
tahap perkembangan klaster yang sudah matang. Pada tahap ini juga mulai
ditandai dengan kejenuhan usaha yang ada.
Apabila kondisi permintaan tidak bertambah, dapat menyebabkan
degradasi unit-unit yang ada sehingga akhirnya usaha kelompok-kelompok
kecil di dalam klaster terjadi pemisahan kelompok terspesialisasi dan
membentuk kelompok klaster baru dengan produk yang lebih khusus.
Kondisi seperti ini disebut tahapan transformasi dan selanjutnya kelompok
kecil pertalian usaha ini dapat kembali pada tahap awal pembentukan klaster.
Faktor – Faktor yang Berpengaruh dan Keberadaan Modal Sosial Dalam
Pengembangan Klaster
Pembentukan klaster dianggap penting karena seringkali usaha
yang dilakukan secara individu tidak efektif dibandingkan dengan usaha
kelompok seperti halnya dalam klaster. Faktor yang mempengaruhi
pengembangan klaster antara lain adalah : 1) kemampuan memenuhi
kebutuhan pasar, 2) interaksi dalam kelompok untuk kerjasama produksi,
3) institusi bersama, dan 4) kemauan investasi (FPESD,2005). Mudrajad
Kuncoro dan Supomo (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
perkembangan klaster adalah keaktifan berpromosi, teknologi, jumlah
tenaga kerja, umur. Djamhari (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor

12

Pendahuluan

yang mempengaruhi daya hidup klaster adalah inovasi teknologi, modal
sumber daya manusia dan kewirausahaan, infrastruktur isik, keberadaan
perusahaan besar, akses ke pembiayaan usaha, layanan jasa spesialis, akses
terhadap pasar dan informasi pasar, akses terhadap pendukung bisnis,
persaingan, komunikasi, kepemimpinan, serta jejaring kemitraan.
Jejaring kemitraan dilandasi oleh rasa saling melengkapi, saling
memperkuat, dan saling membutuhkan, yang dikenal sebagai modal sosial.
Modal sosial dibentuk oleh faktor perilaku: kemauan dan kebiasaan untuk
bekerjasama, berkelompok, dan kemauan berkomitmen pada tujuan
bersama jangka panjang (Sri Lestari, 2006). Modal sosial merupakan
variabel yang signiikan untuk UKM dan klaster secara mikro karena
dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan, berdasarkan
kepercayaan, kredibilitas, reputasi dan pertukaran informasi secara
pribadi yang dapat berkontribusi bagi UKM.
Dalam siklus perkembangan klaster, masing-masing tahapan akan
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ada 7 faktor yang mempengaruhi
perkembangan

klaster.

Salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi

perkembangan klaster tersebut adalah aspek modal sosial (Andersoon,
2004). Studi JICA (2004) juga menegaskan bahwa keberadaan modal sosial
yang berupa kepercayaan timbal balik diantara anggota-anggota klaster
akan memberikan pengaruh pada keempat kuadran model Berlian Porter.
Sejalan dengan pengaruh modal sosial pada ke empat kuadran
Berlian Porter tersebut, maka modal sosial akan mengalami dinamika
seiring dengan kondisi ekonomi yang mempengaruhi setiap tahapan
perkembangan klaster. Untuk melihat peranan modal sosial pada tahapan
awal perkembangan klaster sampai dengan pada tahapan transformasi
dibutuhkan penelitian pada klaster yang sudah lama tumbuh dan saat ini
13

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

mengalami penurunan. Sesuai dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah,
banyak klaster logam yang berdasarkan sejarahnya sudah tumbuh cukup
lama dan saat ini, karena permasalahan ekonomi berupa kesulitan bahan
baku, pasar maupun kondisi perekonomian, klaster logam banyak yang
mengalami penurunan ataupun menuju ke arah transformasi.
Modal sosial klaster merupakan ikatan internal dan menjembatani
pihak berkepentingan (stakeholders) eksternal. Modal sosial pada dasarnya
terkait erat dengan hubungan antara individu, norma dan kepercayaan
yang memudahkan koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Bentuk dari keberadaan modal sosial tersebut adalah adanya kepercayaan,
networking, relasi sosial dan relasi ekonomi. Relasi sosial akan memungkinkan
para wirausaha dapat melakukan, memelihara dan memperluas akses
terhadap sumber-sumber ekonomi serta menggunakan sumber ekonomi
tersebut untuk meningkatkan produktivitasnya. Pengembangan modal
sosial merupakan salah satu alternatif dalam menyiasati pemenuhan
kebutuhan sehari-hari (Masdin, 2002). Saling ketidak percayaan didalam
klaster akan memecah keberadaan klaster sehingga akan mencegah proses
pembentukan modal sosial.
Ada tiga aliran tentang pemikiran modal sosial yang berbeda,
yaitu 1) Bourdieu (1986) dengan marxisme lebih menitik beratkan pada
soal ketimpangan akses terhadap sumber daya dan dipertahankannya
kekuasaan,2) Coleman (1988) lebih menekankan gagasannya pada individu
yang bertindak secara rasional dalam rangka mengejar kepentingannya
sendiri,3)Putman(1993)

mewarisi dan mengembangkan gagasannya

tentang asosiasi aktivitas warga sebagai dasar bagi integrasi sosial dan
kemakmuran.
Konsep modal sosial pertama kali dikemukaan oleh Coleman dalam
14

Pendahuluan

Portes, (2000) yang mendeinisikan modal sosial sebagai aspek dari struktur
hubungan antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilainilai baru. Sedangkan Putnam (1993) menyebutkan bahwa modal sosial
sama seperti modal isik dan modal manusia, yang dapat menjembatani
terciptanya kerjasama dalam komunitas yang saling menguntungkan.
Aspek-aspek modal sosial adalah kepercayaan (trust), norma (norm) dan
jaringan (network). Keberadaan aspek-aspek modal sosial yang baik akan
dapat meningkatkan eisiensi dari masyarakat.
Modal sosial memiliki kontribusi penting dalam pembangunan,
khususnya pembangunan yang berkelanjutan. Pada awal proses
pembangunan berkelanjutan, faktor-faktor yang dipertimbangkan
baru terbatas pada natural capital, physical atau produced capital dan human
capital. Kemudian disadari bahwa keberadaan ketiga capital tersebut baru
menjelaskan kondisi keseluruhan proses pertumbuhan ekonomi secara
parsial. Satu mata rantai yang dianggap hilang (the missing link) adalah social
capital (Grootaert, 1997).
Istilah “capital” atau modal selama ini lebih banyak dikenal dalam
kegiatan ekonomi. Pengertian ini membawa bias dalam pemaknaan modal
sosial. Dalam pengertian yang mendasar, menurut kalangan ekonomi,
modal sosial berperan dalam mekanisme alokasi sumber daya. Modal sosial
menjadi dasar bagi orang yang bekerjasama untuk suatu tujuan bersama
dalam kelompok atau organisasi (Syahyuti, 2008). Contoh manfaat
ekonomi dari keberadaan modal sosial di dalam klaster diantaranya adalah
adanya tindakan kolektif untuk memperluas pasar, membuat design baru,
pengadaan bahan baku, pendanaan, pengembangan fasilitas R&D, yang
akhirnya secara menyeluruh akan mengurangi biaya transaksi. Modal
sosial sifatnya tidak statis tetapi dinamis.
15

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

Keberadaan modal sosial yang tinggi akan berdampak pada
keuntungan jangka panjang. Misalnya dalam hal trust, kehidupan
ekonomi sangat bergantung pada ikatan moral kepercayaan sosial yang
akan memperlancar transaksi, memberdayakan kreatiitas perorangan
dan menjadi alasan bagi perlunya aksi kolektif. Ia merupakan ikatan tidak
terucap dan tidak tertulis.
Pada masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi, antara lain dapat
dilihat dari rendahnya angka kriminal dan sedikitnya jumlah kebjakan
formal. Namun jika modal sosial rendah, dan sosial norms-nya sedikit, maka
kerjasama antar orang hanya dapat berlangsung di bawah sistem hukum
dan regulasi yang bersifat formal. Modal sosial yang tinggi hanya akan
tercipta bila ada sikap resiprositas yang tinggi. Artinya interaksi bukan
semata-mata hanya sebagai suatu pertukaran yang penuh perhitungan tapi
kombinasi antara sifat altruis jangka pendek dengan harapan keuntungan
dalam jangka panjang (Syahyuti, 2008). Modal sosial barulah bernilai
ekonomi kalau dapat membantu individu dalam kelompok, misalnya,
untuk mengakses sumber-sumber keuangan, mendapatkan informasi,
menemukan pekerjaan, merintis usaha dan meminimalkan biaya transaksi
(Tonkiss, 2000).
Komponen-komponen modal sosial seharusnya dimanfaatkan
secara maksimal oleh individu pelaku usaha di dalam klaster, sebagai
contoh jaringan sosial dimanfaatkan oleh individu pelaku usaha untuk
mendapatkan pasar, pengetahuan, kerjasama dan bantuan alat, modal
dan lainnya. Sedangkan kepercayaan dimanfaatkan oleh individu untuk
membangun komitmen dengan pihak lain dalam rangka mempertahankan
kerjasama yang sudah terjalin.
Ada 2 (dua) pendapat tentang dimana posisi modal sosial. Menurut
16

Pendahuluan

pendapat pertama, modal sosial melekat pada jaringan hubungan sosial. Hal
ini terlihat dari kepemilikan informasi, rasa percaya, saling mendukung.
Sementara pendapat lain meyakini bahwa modal sosial juga dapat dilihat
sebagai karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada diri individu
yang terlibat dalam interaksi sosial. Dengan kata lain, modal sosial tidak
berada dalam jaringan namun pada individu-individunya. Oleh karena
itu dalam penelitian ini akan dilihat modal sosial pada jaringan klaster
dalam berbagai tahapan perkembangan klaster, serta bagaimana individuindividu memanfaatkan modal sosial tersebut untuk pengembangan
usahanya.
Bazan dan Schmitz (1997) di Brazil membuktikan bahwa keberadaan
modal sosial sangat berpengaruh pada performa ekonomi masyarakat
Brazil. Bagi Schmitz, dengan pendekatan historis, hubungan antara modal
sosial dengan performa ekonomi bukanlah hubungan satu arah. Ada
tidaknya modal sosial dipengaruhi oleh struktur sosial dalam masyarakat
yang dapat berpengaruh positif maupun negatif. Schmitz menegaskan
bahwa modal sosial tidak dipengaruhi oleh

perkembangan ekonomi

tetapi dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada di masyarakat.
Menurut Hasbullah (2006), keberadaan dan dinamika modal sosial
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksernal. Faktor eksternal
yang paling banyak berpengaruh adalah intervensi pemerintah, meskipun
banyak pihak menyatakan bahwa tidak mudah mempromosikan ikatan
modal sosial melalui intervensi kebjakan. Namun demikian, Field
(2003), menegaskan bahwa kebjakan eksternal (pemerintah) tetap masih
diperlukan untuk merancang dukungan dari modal sosial. Beberapa
contoh kebjakan dan program di Inggris, sebagai contoh, juga berwujud

17

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

dalam bentuk dukungan terhadap sektor usaha.
Dalam hubungannya dengan perkembangan klaster, Isham, Kelly
dan Ramaswany (2002), menegaskan bahwa peranan fungsi kunci dari
hubungan modal sosial disebabkan (sebagian besar) oleh kemampuan
negara untuk mengelola sumber daya, gagasan dan informasi dari lembaga
formal diluar komunitas. Disamping dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal, peranan modal sosial dalam klaster juga dipengaruhi oleh
dinamika perkembangan klaster itu sendiri.
Perumusan Masalah
Dalam pandangan tentang modal sosial ada tiga aliran dimana modal
sosial dapat dimanfatkan yaitu 1)Modal sosial dapat dimanfaatkan untuk
penguasaan sumber daya

dan untuk mempertahankan kekuasaan,2)

di sisi lain modal sosial dapat dimanfaatkan individu untuk mengejar
kepentingan individunya,3) dan modal sosial dapat dimanfaatkan oleh
asosiasi suatu kelompok untuk kemakmuran
Apabila dilihat dari sisi peranannya modal sosial sangat berpengaruh
pada performa ekonomi masyarakat. Namun seperti apa yang diungkapkan
oleh Schmitz, hubungan antara modal sosial dengan performa ekonomi
bukanlah hubungan satu arah. Ada tidaknya modal sosial dipengaruhi oleh
struktur sosial dalam masyarakat yang dapat berpengaruh positif maupun
negatif. Schmitz menegaskan bahwa modal sosial tidak dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi tetapi dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada
di masyarakat.
Keberadaan dan dinamika modal sosial dipengaruhi oleh faktor

18

Pendahuluan

internal dan faktor ekternal. Faktor eksternal yang paling banyak
berpengaruh adalah intervensi pemerintah. Disamping dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal, peranan modal sosial dalam klaster juga
dipengaruhi oleh dinamika perkembangan klaster itu sendiri.
Pendapat tentang peranan dan pemanfaatan modal sosial menjadi
suatu perdebatan, hal ini dikarenakan variabel yang digunakan dalam
penelitian, tempat / lokasi dan pendekatan penelitian yang berbeda
dimana perilaku masyarakat maupun perilaku organisasinya berbeda pula.
Berdasarkan pada berbagai pendapat tentang modal sosial dan
pendapat tentang keberadaan dari modal sosial yang dipengaruhi oleh
dinamika perkembangangan klaster, seperti yang terjadi pada klaster cor
logam, maka peneliti ingin meneliti tentang peranan dan pemanfaatan
modal sosial dalam pengembangan klaster, yang merupakan studi pada
klaster cor logam di Ceper, Kabupaten Klaten-Jawa Tengah. Agar penelitian
ini terfokus, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah kondisi klaster cor logam di Ceper Kabupaten Klaten?
2. Bagaimana keberadaan modal sosial pada klaster cor logam di Ceper,
Kabupaten Klaten?
3. Bagaimana pembentukan modal sosial, baik melalui lembaga formal
maupun non formal dalam perkembangan klaster cor logam CeperKlaten ?
4. Bagaimana pemanfaatan modal sosial oleh individu pengusaha cor
logam Ceper-Klaten bagi pengembangan usahanya?
5. Bagaimana upaya yang dilakukan bagi peningkatan modal sosial di
klaster cor logam Ceper Klaten ?

19

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian
Mendasarkan pada latar belakang penelitian tersebut, maka alasan
pemilihan klaster cor logam Ceper sebagai lokasi penelitian “Peranan
dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster Studi pada
Klaster Cor Logam Ceper - Klaten Jawa Tengah” dengan pertimbangan
bahwa industri cor logam di Ceper merupakan industri logam tertua di
Jawa Tengah yang sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram, diteruskan
masa penjajahan Hindia Belanda sampai saat ini. Sebagaimana Porter
yang mendiinisikan klaster sebagai kelompok usaha sejenis dengan lokasi
berdekatan secara administrasi dan didukung oleh multi stakeholder
maka industri Ceper dengan kelengkapan value chain-nya dari pemasok,
produsen, pembeli, pusat pendidikan, koperasi dan lain-lain sesuai dengan
konsep klaster Porter.
Dilihat dari sejarah perkembangannya klaster cor logam Ceper
mengalami daur hidup klaster mulai dari awal pertumbuhan/embrio,
tumbuh, dan dewasa, penurunan dan transformasi, sehingga menarik untuk
dilakukan penelitian tentang perkembangan klaster. Berdasarkan sejarah
perkembangan klaster tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan
cor logam Ceper sebagaian besar didominasi oleh sistem kekeluargaan
yang diwariskan secara turun temurun. Hal tersebut menjadikan nilai
kebersamaan dan kepercayaan diantara pelaku usaha yang merupakan
instrumen modal sosial relatif cukup tinggi. Namun klaster tersebut selain
pernah mengalami tumbuh menuju dewasa juga mengalami masa-masa
transformasi. Untuk itulah maka perlu dilakukan penelitian tentang
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

20

Pendahuluan

dengan Studi Kasus Klaster Cor Logam Ceper Klaten Jawa Tengah.
Tujuan Penelitian
Harapan peneliti adalah dengan melihat aspek modal sosial pada
klaster cor logam, peneliti dapat merumuskan teori tentang peranan
dan pemanfaatan modal sosial sepanjang kehidupan klaster cor logam.
Penelitian ini mengacu kepada penelitian sebelumnya tentang modal
sosial pada kasus industri sepatu di Brazil (Bazan and Schmitz, 1997)
yang menyatakan bahwa unsur lembaga yang berfungsi mendorong
ekonomi klaster justru melemahkan keberadaan social capital itu sendiri,
karena ekspor naik mengakibatkan pertentangan yang berdampak pada
penurunan social capital. Schmitz menjelaskan pula bahwa social capital lebih
banyak dipengaruhi oleh struktur sosial baik internal maupun eksternal.
Sejalan dengan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mempelajari kondisi klaster cor logam Ceper dari awal pertumbuhan/
embrio, tumbuh dan dewasa, penurunan dan transformasi.
2. Menggambarkan kondisi dan keberadaan modal sosial di klaster cor
logam Ceper pada masa perkembangan klaster, terdiri dari tahapan
awal pembentukan/embrio, tahapan tumbuh dan dewasa serta tahapan
penurunan dan transformasi.
3. Merumuskan kerangka teoritis tentang peranan modal sosial dalam
perkembangan klaster.
4. Melakukan analisis terhadap proses pembentukan modal sosial, baik
melalui lembaga formal maupun non formal dalam perkembangan

21

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

klaster cor logam.
5. Melakukan analisis terhadap pemanfaatan modal sosial oleh individu
pengusaha dalam pengembangan usahanya.
6. Melakukan analisis terhadap upaya yang harus dilakukan bagi
peningkatan modal sosial.
Kerangka Pemikiran
Dalam merumuskan teori yang berhubungan dengan peranan modal
sosial dan pemanfaatan modal sosial perlu melihat dua sub konsep yaitu
peran modal sosial dan pemanfaatan modal sosial dalam pengembangan
klaster.
Dalam peranannya modal sosial tidak lepas dari perkembangan
klaster, sehingga dalam setiap tahapan pertumbuhan klaster, yang dimulai
dari tahapan awal pertumbuhan/embrio, tahapan tumbuh dan dewasa serta
tahapan penurunan dan transformasi perlu dianalisa tentang bagaimana
perkembangan klaster tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan baik dari sisi peluang karena potensi ekonomi, fasilitasi
pemerintah, pertumbuhan ekonomi maupun perkembangan teknologi.
Demikian pula pada setiap tahapan tersebut yang juga mencerminkan
dinamika perkembangan klaster perlu juga diketahui tentang bagaimana
kondisi dari modal sosial, khususnya proses pembentukan modal sosial,
bentuk modal sosial yang terjadi, jaringan sosial yang terjadi

sampai

bagaimana pengaruh pemerintah, ekonomi makro dan teknologi
mempengaruhi dalam pengembangan modal sosial. Untuk mengetahui
tentang pemanfaatan modal sosial dalam pengembangan usaha perlu
dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu bagaimana pembentukan modal sosial,
22

Pendahuluan

pemanfaatan modal sosial dan upaya upaya untuk meningkatkan modal
sosial.
Pembentukan modal sosial di dalam klaster cor logam Ceper
ditelusuri melalui kelembagaan formal maupun informal. Pembentukan
melalui kelembagaan formal seperti halnya koperasi, pola kerja sama,
sub kontrak maupun pola kemitraan plasma-inti. Sedangkan melalui
kelembagaan non formal pembentukan modal sosial diciptakan melalui
keluarga (misalnya perusahaan keluarga) maupun pertemuan sosial.
Modal sosial seperti halnya pengertian modal lainnya yaitu sebagai
sarana untuk pengembangan usaha. Bentuk modal sosial yang digunakan
dalam pengembangan usaha diantaranya seperti jaringan, kepercayaan,
ketaatan terhadap norma, kepedulian terhadap sesama maupun kepedulian
terhadap organisasi/ lembaga.
Dalam jaringan dimanfaatkan untuk pengembangan usaha, perlu
dilihat bentuk-bentuk dari jaringan yang ada, bagaimana jaringan tersebut
dibentuk maupun dipelihara secara baik. Modal sosial kepercayaan, perlu
dilihat bagaimana kepercayaan terhadap sesama pelaku, kepercayaan
terhadap organisasi, kepercayaan terhadap pemerintah selama dalam
perkembangan klaster cor logam Ceper. Demikian pula perlu ditelusuri
bagaimana ketaatan terhadap norma agama maupun adat istiadat serta
kepedulian terhadap sesama dan keterlibatan dalam organisasi yang
digunakan dalam kegiatan untuk pengembangan usaha dari para individu
pengusaha di dalam klaster.
Proses pembentukan modal sosial dan pemanfaatannya untuk
pengembangan klaster cor logam Ceper perlu dieksploitir bagaimana
usaha-usaha yang dilakukan dalam peningkatan modal sosial, baik melalui

23

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

kelembagaan formal maupun non formal, melalui fasilitasi pemerintah
serta faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi seperti halnya faktor
pertumbuhan ekonomi maupun perubahan teknologi. Kerangka pemikiran
tersebut secara sistimatis dapat dilihat pada gambar 1.3.
Peranan dan Pemanfaatan 
Modal Sosial Pada 
Perkembangan Klaster 

Pemanfaatan Modal 
Sosial 

Peran Modal  
Sosial 

Kondisi Bisnis  
dan Teknologi 
Klaster

Kondisi 
 Modal Sosial

Tahapan awal 
pertumbuhan 
( Embrio) 

Pembentukan 
Modal Sosial

Pemanfaatan 
Modal Sosial 

Kelembagaan 
Formal 

Jaringan 

Kelembagaan 
Non Formal 

Tahapan Tumbuh 
dan Dewasa  

Kepercayaan 
Ketaatan
thd norma 
Kepedulian 
Thd Sesama 

Tahapan penurunan 
Dan Transformasi 

Upaya 
Peningkatan 
Modal Sosial
Kelembagaan
Formal dan Non
Formal
Fasilitasi
Pemerintah 
Kondisi yg 
mempengaruhi 
Modal Sosial

Keterlibatan 
Dlm Organisasi 
Temuan Teori 
Peranan Modal Sosial dan 
Pemanfaatan Modal Sosial
Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran

Sistematika Penulisan

Desertasi ini ditulis dalam 10 (sepuluh) bab, dimana secara
ringkas dapat diuraikan sebagai berikut : Bab I, berisikan ulasan singkat
24

Pendahuluan

perkembangan industri logam nasional maupun Jawa Tengah, tentang daya
saing Indonesia ditengah persaingan ACFTA dan pentingnya peningkatan
produktivitas untuk meningkatkan daya saing melalui pendekatan
pengembangan klaster. Dalam bab ini juga diuraikan tentang peranan dari
keberadaan modal sosial dalam pengembangan klaster, khususnya klaster
cor logam Ceper, yang semua ini merupakan latar belakang pentingnya
melihat peranan dan pemanfaatan modal sosial pada pengembangan
klaster. Tentang rumusan masalah, tujuan penelitian dan juga kerangka
penelitian termasuk dalam bab ini.
Dalam Bab II, berisi kajian teoritis klaster dan teori modal sosial.
Kajian teori klaster dimulai dari beberapa pengertian klaster, aktivitas
yang terjadi didalam klaster serta perkembangan dari klaster dan tipologi
dari pengembangan klaster. Sedang kajian teori modal sosial dimulai dari
beberapa pengertian modal sosial secara lebih menyeluruh sampai pada
peranan modal dalam perkembangan klaster. Kajian teori ini diharapkan
sebagai dasar atau landasan teori dalam menganalisis peranan dan
pemanfaatan modal sosial pada suatu klaster.
Bab III tentang metodologi penelitian, berisikan

pendekatan

penelitian perkembangan (development research) yang bersifat lintas seksional
(cross sectional) yang digunakan dalam penelitian dan juga tahapan-tahapan
dalam pelaksanaan penelitian, yang dimulai dari persiapan, pengumpulan
data sampai pada tahapan analisa data, dan akhirnya hasil penelitian
disampaikan dalam bentuk diskripsi naratif (narrative description).
Dalam Bab IV berisikan tentang proil klaster cor logam Ceper,
mulai dari uraian letak geograis, bahan baku yang digunakan dan jenis
industri sampai dengan pengembangan teknologi yang digunakan. Dalam
bab ini juga di uraikan pihak-pihak yang terkait serta permasalahan25

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

permasalahan yang ada di dalam klaster.
Adapun Bab V tentang perkembangan klaster cor logam, berisikan
perkembangan Klaster cor logam dimulai dari pertumbuhan/embrio
klaster, tahap tumbuh dan dewasa serta penurunan dan transformasi. Pada
tahap awal klaster tumbuh, perkembangan klaster dipilahkan menjadi
3 (tiga) yaitu jaman kolonial Belanda, jaman pendudukan Jepang dan
jaman kemerdekaan, dimana pada masing-masing perubahan jaman dan
perubahan peluang ekonomi telah menyebabkan perkembangan klaster
cor logam. Dalam tahap klaster tumbuh dan dewasa diuraikan bagaimana
klaster memulai mengembangkan network ke luar, yang pada mulanya
difasilitasi pemerintah. Klaster mengalami penurunan dan transformasi
yang diakibatkan adanya krisis ekonomi pada akhir 1990an. Dalam bab ini
pula diuraikan tentang perkembangan teknologi klaster cor logam Ceper.
Bab VI berisi uraian tentang perkembangan modal sosial yang hidup
dalam klaster cor logam Ceper. Untuk melihat perkembangan modal sosial
yang terjadi dipilah menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu tahap klaster awal
pertumbuhan/embrio, tahap tumbuh dan dewasa serta tahap penurunan
dan transformasi. Pada perkembangan setiap tahapan tidak lepas dari
masalah budaya yang hidup, hubungan kekeluargaan antar pengusaha
dan relasi pengusaha dengan pihak-pihak di luar klaster seperti halnya
pemerintah dan para pabrikan diluar klaster. Demikian pula faktorfaktor eksternal lainnya seperti peraturan-peraturan pemerintah maupun
kondisi ekonomi yang terjadi.
Bab VII berisikan tentang pembentukan modal sosial baik melalui
lembaga formal, seperti halnya koperasi, pola sub kontrak serta kemitraan
dan pembentukan modal sosial melalui lembaga non formal, seperti
halnya melalui hubungan keluarga maupun melalui pertemuan sosial.
26

Sedang Bab VIII berisi tentang pemanfaatan modal sosial oleh individu
pengusaha dalam pengembangan usahanya. Dalam bab ini diuraikan
bagaimana individu memanfaatkan modal sosial, diantaranya membangun
jaringan, membangun kepercayaan baik terhadap sesama pelaku usaha,
konsumen maupun penyedia bahan baku, serta meningkatkan ketaatan
terhadap norma, kepedulian terhadap sesama, keterlibatan dalam organisasi,
yang semuanya ini dalam rangka pengembangan usahanya.
Adapun Bab IX berisi tentang upaya peningkatan modal sosial, baik
yang dilakukan melalui kelembagaan formal maupun informal, melalui
fasilitasi pemerintah maupun faktor kondisi eksternal seperti pertumbuhan
ekonomi maupun perubahan teknologi.
Bab X berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan atas penulisan
desertasi, implikasi teori, implikasi kebjakan kontribusi dan saran penelitian
selanjutnya.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB II

1 2 72

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB III

0 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB V

0 2 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB VI

0 1 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB VII

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB IX

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah D 902005007 BAB X

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster : Studi pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Jawa Tengah

0 0 3