PEMANFAATAN POTENSI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PKMP-3-13-1

PEMANFAATAN POTENSI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(Elais guineensis Jacq) SEBAGAI BAHAN DASAR C-AKTIF
UNTUK ADSORPSI LOGAM PERAK DALAM LARUTAN
Winda Rahmalia, Fitria Yulistira, Janiar Ningrum, Mahwar Qurbaniah, Muhammad
Ismadi
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tanjungpura, Pontianak

ABSTRAK
Perak (Ag) merupakan salah satu jenis logam berat yang pada batas-batas
tertentu bersifat polutan bagi lingkungan. Setiap tahunnya industri fotografi
membuang sekitar150.000 kg Ag ke perairan. Salah satu teknik rekoveri logam
Ag yang relatif murah, proses relatif sederhana, mempunyai efektivitas dan
efisiensi tinggi dan dapat diregenerasi adalah adsorpsi menggunakan C-aktif.
Pada penelitian ini telah dilakukan preparasi C-aktif dari bahan dasar tandan
kosong (tankos) kelapa sawit. Pemanfaatan tankos sebagai C-aktif dapat
meningkatkan nilai ekonomis limbah industri kelapa sawit sekaligus alternatif
pengurangan konsentrasi logam berat di lingkungan perairan. Preparasi C-aktif
dari tankos kelapa sawit dilakukan dengan cara karbonisasi pada temperatur

o
700 C. Aktivasi dilakukan menggunakan larutan ZnCl2 50% selama 48 jam,
o
ditanur pada temperatur 700 C selama 1 jam, dicuci dan dikeringkan pada
0
105 C.. Karakterisasi C-aktif dilakukan dengan metode SEM dan penentuan luas
permukaan spesifik adsorben. Karakterisasi adsorpsi C-aktif terhadap ion Ag(I)
dilakukan dengan mengkaji parameter kapasitas dan laju adsorpsi. Penentuan
kapasitas didasarkan pada isoterm adsorpsi Langmuir sedangkan konsntanta laju
adsorpsi ditentukan berdasarkan persamaan kinetika L-H yang dimodifikasi oleh
Santosa (2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi Ag(I) pada C-aktif
hasil penelitian mengikuti dengan baik model isoterm adsorpsi Langmuir dengan
-4
harga kapasitas adsorpsi sebesar 2,8583 x 10 mol/g. Kajian kinetika adsorpsi
Kata kunci: C-aktif , tankos kelapa sawit, adsorpsi, perak
PENDAHULUAN
Kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan permasalahan
lingkungan yang dihadapi oleh hampir semua bangsa di dunia saat ini. Persoalan
spesifik logam berat di lingkungan terutama karena keberadaannya di alam yang
semakin meningkat sehingga bersifat toksik terhadap tanah, air dan udara, serta

akumulasinya sampai pada rantai makanan yang membawa dampak buruk bagi
sistem metabolisme makhluk hidup. Proses industri dan urbanisasi memegang
peranan penting terhadap peningkatan kontaminasi tersebut. Suatu organisme
akan kronis apabila produk yang dikonsumsi mengandung logam berat (Nora et
al. 1998, Sarkar 2000).
Pencemaran logam berat perak (Ag) dalam bentuk ion logamnya jarang
terjadi, tapi perak sering dijumpai dalam bentuk mineral atau berasosiasi dengan
unsur lain di lingkungan seperti sulfida atau bergabung dengan sulfida logam
lainnya terutama logam timbal (Pb), tembaga (Cu), besi (Fe) dan emas (Au).

PKMP-3-13-2

Perak juga mudah membentuk senyawa dengan unsur stibium (Sb), arsen
(As), selenium (Se) dan terium (Te). Perak dalam batas-batas tertentu digolongkan
sebagai polutan karena bersifat sangat toksik terhadap flora dan fauna air.
Sebagian besar Ag yang masuk ke ekosistem lingkungan perairan berasal dari
industri fotografi, limbah pertambangan dan elektroplating. Diperkirakan
150.000 kg Ag masuk ke lingkungan perairan tiap tahunnya berasal dari industri
fotografi (Suhendrayatna 2001, Achmad 2004).
Pencegahan terhadap semakin meluasnya bahaya pencemaran perak dapat

diupayakan melalui pengurangan atau reduksi kadar perak di perairan.
Perkembangan teknologi rekoveri logam berat terkini diarahkan untuk
memanfaatkan bahan baku yang berpotensi sebagai limbah di lingkungan melalui
teknik adsorpsi.
Adsorpsi merupakan fenomena yang melibatkan interaksi fisik, kimia dan
gaya elektrostatik antara adsorbat dengan adsorben pada permukaan adsorben.
Gaya tarik-menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis gaya yaitu
gaya fisika dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkan adsorpsi fisika
(physisorption) dan adsorpsi kimia (chemisorption). Dalam adsorpsi fisika,
molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan dengan ikatan yang lemah.
Adsorpsi ini bersifat reversibel sehingga molekul-molekul yang teradsorpsi
mudah dilepaskan kembali dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi
zat terlarut. Panas adsorpsi yang menyertai adsorpsi fisika adalah rendah yaitu
sekitar 10 kJ/mol dan lebih rendah dari panas adsorpsi kimia. Sedangkan pada
adsorpsi kimia melibatkan ikatan koordinasi sebagai hasil penggunaan elektron
secara bersama oleh adsorben dan adsorbat. Panas adsorpsi yang dihasilkan tinggi
yaitu dalam rentang 10-100 kJ/mol (Oscik 1983, Gregg dan Sing 1982). Adsorpsi
memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan metode lainnya,
diantaranya memerlukan biaya yang relatif murah, prosesnya relatif sederhana,
efektivitas dan efisiensinya tinggi dan adsorbennya dapat dipergunakan ulang

(regenerasi).
Jenis adsorben yang paling tua dan banyak dikembangkan untuk adsorpsi
logam berat adalah karbon aktif (C-aktif). Karbon aktif dapat dipreparasi dari
berbagai bahan dasar, diantaranya dari tempurung kelapa, gambut, kayu pohonpohonan dan lain sebagainya. Salah satu jenis bahan yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan dasar C-aktif adalah tankos kelapa sawit.
Tankos merupakan salah satu limbah padat yang berasal dari proses
pengolahan industri kelapa sawit. Tankos kelapa sawit yang tidak tertangani
menyebabkan bau busuk dan menjadi tempat bersarangnya serangga lalat
sehingga dianggap sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan dan
menyebarkan bibit penyakit (Anonim 2005). Tankos kelapa sawit yang
merupakan 23 persen dari tandan buah segar mengandung bahan lignoselulosa
sebesar 55-60 % berat kering. Dengan produksi puncak kelapa sawit per hektar
sebesar 20-24 ton tandan buah segar per tahun, berarti akan menghasilkan 2,5-3,3
ton bahan lignoselulosa. Material lignoselulosa diketahui memiliki kemampuan
menyerap logam berat karena mengendung gugus-gugus aktif seperti –OH dan –
COOH (Richana et al. 2004, Han 1999). Hasil penelitian Islam dan Dahlan (2000)
menunjukkan bahwa kandungan lignoselulosa yang tinggi pada suatu bahan
memungkinkannya dipreparasi menjadi C-aktif.

PKMP-3-13-3


Pemanfaatan limbah tankos yang biasa dilakukan adalah sebagai bahan
briket arang tankos sawit, kompos tankos sawit dan pupuk. Selain itu, tankos juga
dapat diolah menghasilkan serat kuat yang bisa dipakai untuk berbagai hal. Serat
dari tankos sawit ini bisa berupa serat berkaret sebagai bahan pengisi matras dan
jok mobil, polipot (pot kecil untuk bibit), papan ukuran kecil, sampai dengan
bahan pengepak industri (Muladi 2001, Saraswati 1994).
Sepanjang penelusuran yang telah dilakukan, sampai saat ini belum
ditemukan referensi dan hasil penelitian yang mengkaji kemampuan tankos kelapa
sawit sebagai bahan dasar C-aktif untuk adsorpsi logam berat Ag(I) yang sangat
berbahaya bagi ekosistem perairan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini bertujuan untuk mempreprasi
C-aktif dari bahan dasar tankos
kelapa sawit dan mengkaji pemanfaatannya sebagai adsorben untuk logam Ag(I)
dengan mengkarakterisasi parameter kapasitas dan laju adsorpsi.
Hasil penelitian ini kemudian diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah mengenai pemanfaatan potensi bahan yang bersifat limbah padat di
lingkungan (khususnya tankos kelapa sawit) sebagai bahan dasar C-aktif untuk
adsorpsi logam Ag sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah industri
kelapa sawit sekaligus mengurangi konsentrasi polutan Ag dalam sistem perairan.

METODE PENDEKATAN
Jadwal penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan April- Juni 2006 di
Laboratorium Kimia Program Studi Kimia FMIPA Universitas Tanjungpura.
Karakterisasi C-aktif dengan metode SEM dan penentuan luas permukaan spesifik
adsorben dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika Bandung. Analisis
konsentrasi logam Ag secara spektrofotometri serapan atom dilakukan di
Laboratorium SUCOFINDO dan BARISTAND Pontianak.
Alat dan bahan
Selain peralatan gelas standar, dalam penelitian ini digunakan peralatan
khusus antara lain ayakan 100 mesh, desikator, neraca analitik, oven, shaker,
Spektrofotometer Serapan Atom Perkin Elmer model 3110 dan tanur.
Bahan dasar tankos kelapa sawit diambil dari limbah PT. Sime Indo Agro Bukit
Ajong Crude Palm Oil Mill Sanggau, Kalimantan Barat. Bahan-bahan kimia yang
digunakan mempunyai kualitas p.a antara lain AgNO3, HCl, NaOH dan ZnCl2,
akuades serta akuabides.
Cara kerja penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Preparasi
C-aktif dari tankos kelapa sawit (2), Karakterisasi C-aktif hasil preparasi, dan (3)
Karakterisasi adsorpsi ion logam Ag(I) pada C-aktif hasil preparasi

Preparasi C-aktif dari tankos kelapa sawit
Sampel tankos kering dicuci dengan akuades, dikeringkan pada sinar
matahari selama
6 hari kemudian disimpan dalam kantung plastik sebelum
digunakan lebih lanjut. Preparasi C-aktif dilakukan mengadopsi metode Rahman
dan Saad (2003) dengan cara karbonisaasi sampel tankos kelapa sawit dalam tanur

PKMP-3-13-4

o

pada suhu 700 C selama 1 jam. Setelah itu ditentukan selisih berat sebelum
pemanasan dan sesudah pemanasan. Sampel kemudian diayak dengan ayakan 100
mesh sehingga diperoleh keseragaman bentuk. Proses aktivasi dilakukan dengan
cara merendam sampel hasil karbonisasi ke dalam larutan ZnCl2 50% selama 2
o
hari. Setelah didekantasi, sampel ditanur pada suhu 700 C selama 1 jam, dicuci
o
dengan HCl dan akuabides serta dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama
1 hari.

Karakterisasi C-aktif hasil preparasi
Karakterisasi C-aktif hasil preparasi dilakukan dengan cara mengamati
struktur morfologi permukaan dengan metode SEM dan membandingkan luas
permukaan spesifik karbon yang belum diaktivasi dan setelah diaktivasi.
Karakterisasi adsorpsi ion logam Ag(I) pada C-aktif hasil preparasi
Penentuan kapasitas adsorpsi : Sebanyak 0,1 gram adsorben hasil preparasi
diinteraksikan dengan masing-masing 50 mL larutan Ag (I) dengan cara dikocok
selama 90 menit. Variasi konsentrasi yang digunakan adalah 6, 10, 20, 30, 40, 60,
70 dan 100 mg/L. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan konsentrasi ion Ag(I)
dalam filtrat diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom.
Penentuan laju adsorpsi : Sebanyak 0,1 gram adsorben hasil preparasi
diinteraksikan dengan 50 mL larutan Ag (I), 100 mg/L dengan cara dikocok.
Variasi waktu yang digunakan adalah 2, 4, 8, 10, 15, 40, 90 dan 120 menit.
Selanjutnya dilakukan penyaringan dan konsentrasi ion Ag(I) dalam filtrat diukur
menggunakan spektrofotometer serapan atom.
Analisis dan interpretasi data
Penentuan kapasitas adsorpsi Ag(I) dilakukan berdasarkan persamaan isoterm
adsorpsi Langmuir dan Freundlich kemudian dibandingkan nilai koefisien
lineritasnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui kecenderungan jenis adsorpsi
yang terjadi (lebih mengikuti persamaan isoterm adsorpsi Langmuir atau

Freundlich).
Isoterm adsorpsi Freundlich dirumuskan dalam bentuk persamaan:
1/n
m=kC
(1)
log m = log k + 1/n log C
(2)
dimana m adalah jumlah gram teradsorpsi per gram adsorben, C adalah
konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan, k dan 1/n adalah tetapan. Dengan
mengukur m sebagai fungsi C maka nilai n dan k akan ditentukan dari slop dan
intersepnya.
Sedangkan isoterm adsorpsi Langmuir dinyatakan dalam suatu bentuk persamaan
linear yang dituliskan sebagai berikut :

PKMP-3-13-5

C
m

=


1
bK

+

C
b

(3)

dimana m adalah jumlah logam yang teradsorpsi per gram adsorben pada
konsentrasi C, K adalah konstanta kesetimbangan (afinitas adsorpsi), C adalah
konsentrasi ion logam yang teradsorpsi pada kondisi kesetimbangan (kapasitas
adsorpsi maksimum). Plot C/m terhadap C akan diperoleh garis lurus sehingga
konstanta kesetimbangan K dan kapasitas adsorpsi maksimum b dapat ditentukan
dari slop dan intersep.
Model kinetika Santosa (2001) (hasil modifikasi dari model kinetika
Langmuir-Hinshelwood) digunakan untuk menentukan konstanta laju adsorpsi
dalam suatu bentuk persamaan sebagai berikut :


ln (C0 / CA)
CA

+ K =

k1t
CA

dimana C0 adalah konsentrasi awal adsorbat, CA adalah konsentrasi akhir adsorbat,
K adalah koefisien kesetimbangan, k1 adalah kinetika adsorpsi dan t adalah waktu.
Dengan membuat kurva linier ln (C0/CA) / CA versus t / CA, sehingga mendapatkan
slop yang merupakan harga k1 dan intersep yang merupakan harga K. Melalui
harga k1 dapat dinyatakan laju adsorpsi secara kuantitatif (Yoshida et al. 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik C-aktif
Karbon aktif dipreparasi melalui tahap karbonisasi dan aktivasi
berdasarkan prosedur yang telah dilakukan oleh Rahman dan Saad (2003).
Menurut Oscik (1983) karbonisasi adalah proses untuk menghasilkan karbon dari
o
suatu bahan dasar melalui pemanasan pada temperatur 600-700 C, sedangkan
aktivasi adalah proses untuk membuka pori melalui reaksi antara karbon dengan
agen pengaktif sehingga dihasilkan luas permukaan yang tinggi dan ukuran pori
yang besar. Pada penelitian ini agen pengaktif yang digunakan adalah ZnCl2.
o
Pemanasan dilakukan pada suhu 700 C dalam tanur yang kemudian dilanjutkan
pencucian dengan HCl dan akuabides.
Pada proses karbonisasi masih dihasilkan karbon dengan pori-pori yang
kecil dan berkerut. Menurut Rahman dan Saad (2003) yang melakukan preparasi
C-aktif dari biji buah jambu, proses karbonisasi menghasilkan produk
dekomposisi bahan-bahan penyusun organik yang dapat menutupi pori-pori
sampel sehingga luas permukaan spesifik relatif rendah. Aktivasi menggunakan
larutan ZnCl2 memungkinkan garam tersebut untuk melakukan penetrasi ke dalam
sampel dan secara efektif mampu menghilangkan produk dekomposisi yang
dihasilkan selama proses karbonisasi. Proses pemanasan berikutnya akan
membuka pori-pori karbon yang tertutup sehingga dihasilkan luas permukaan
yang relatif lebih tinggi (C-aktif). Tahap pencucian dengan HCl merupakan tahap
yang penting karena dengan HCl menyebabkan terjadinya dekationisasi yaitu
n+
keluarnya kation-kation (M ) dalam kerangka menjadi kation-kation non
kerangka (Heraldy et al. 2004), sebagaimana diketahui bahwa selain mengandung
lignin dan selulosa, tankos kelapa sawit juga mengandung kation-kation logam
+
+
2+
3+
seperti K , Na , Mg dan Al .
Selain membandingkan luas permukaan spesifik karbon sebelum dan
sesudah diaktivasi, karakterisasi adsorben hasil preparasi dilakukan dengan
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui

(4)

karakteristik morfologi permukaan dari karbon. Menurut Rightor et al. (1991),
SEM dapat digunakan untuk mempelajari tekstur, topografi dan gambaran optis
permukaan dari C-aktif. Gambar morfologi permukaan
C-aktif hasil preparasi
dengan menggunakan ZnCl2 menurut Steve dan Tull (2000) disajikan pada
gambar 1 sedangkan gambar morfologi permukaan C-aktif hasil preparasi dalam
penelitian ini belum dapat ditampilkan karena masih menunggu hasil analisis dari
Bandung (Pusat Penelitian Fisika LIPI).

Gambar 1. Karbon aktif hasil SEM menurut Steve dan Tull (2000)
Karakteristik adsorpsi Ag(I) pada C-aktif hasil preprasi
Kapasitas adsorpsi Ag(I). Kapasitas adsorpsi merupakan suatu parameter
yang menunjukkan kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi adsorbat. Kapasitas
adsorpsi dapat ditentukan melalui suatu persamaan isoterm adsorpsi, yang
menggambarkan hubungan antara zat teradsorpsi dalam sejumlah tertentu berat
adsorben dalam proses kesetimbangan yang berlangsung pada temperatur konstan.
Adsorpsi secara kimia terjadi karena interaksi antara situs aktif adsorben dengan
adsorbat melibatkan ikatan kimia. Interaksi kimia hanya terjadi pada lapisan
penyerapan tunggal (monolayer adsorption) permukaan dinding sel adsorben
(Oscik, 1982). Shaw (1983) mengatakan bahwa jumlah keadaan maksimum yang
ada menunjukkan jumlah lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan
adsorben. Jika keadaan maksimum berjumlah satu, maka adsorpsi tersebut
mengikuti pola lapisan tunggal (monolayer), sedangkan jika keadaan maksimum
lebih dari satu, maka adsorpsi mengikuti pola lapisan banyak (multilayer). Kurva
isoterm adsorpsi Langmuir Ag(I) pada C-aktif hasil penelitian ditunjukkan
melalui gambar 2.
0 ,0 0 0 3

C te rads orps i (m
ol/g)

0 ,0 0 0 2 5
0 ,0 0 0 2
0 ,0 0 0 1 5
0 ,0 0 0 1
0 ,0 0 0 0 5
0
0

0 ,0 0 0 1

0 ,0 0 0 2

0 ,0 0 0 3

0 ,0 0 0 4

0 ,0 0 0 5

C e q ( m o l/L )

Gambar 2. Kurva isoterm adsorpsi Ag(I) pada C-aktif hasil preparasi

Dari gambar 2 terlihat bahwa kenaikan konsentrasi Ag(I) dalam
kesetimbangan diikuti dengan meningkatnya jumlah Ag(I) teradsorpsi hingga
tercapai kondisi relatif konstan. Namun pada kenaikan konsentrasi Ag(I), kurva
hasil penelitian masih menunjukkan peningkatan jumlah teradsorpsi meskipun
relatif kecil, mengindikasikan bahwa kondisi kesetimbangan belum tercapai. Pada
kondisi kesetimbangan, situs adsorpsi telah jenuh dengan adsorbat sehingga
kenaikan konsentrasi relatif tidak akan meningkatkan jumlah ion logam
teradsorpsi.
Penerapan model isoterm adsorpsi Langmuir memperlihatkan adanya
hubungan linear antara Ceq/m dengan Ceq, seperti ditunjukkan melalui persamaan
(3). Perbandingan kurva linear menurut model isoterm adsorpsi Langmuir dan
Freundlich ditunjukkan melalui gambar 3(a) dan 3(b)

1,4
Ceq/m (g/L)

1,2
1

1,8

y = 3498,6x +
0,1203
2

R =
0,9797

log Cx (m g/g)

1,6

0,8
0,6
0,4
0,2
0

y = 0,4271x + 0,8561
R2 = 0,623

1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

0
0,0001
0,0005

0,0002

0,0003

0,0004

Ceq (mol/L)

Gambar 3(a) Isoterm adsorpsi Langmuir

-0,5

0

0,5
1
log Ca (mg/L)

1,5

2

Gambar 3(b) Isoterm adsorpsi Freundlich

Perbandingan data perhitungan parameter adsorpsi Ag(I) pada C-aktif
hasil penelitian menggunakan model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich
ditunjukkan melalui tabel 1.
Tabel 1. Parameter adsorpsi Ag(I) pada C-aktif menggunakan model isoterm
adsorpsi Langmuir dan Freundlich
Model Isoterm Adsorpsi
Parameter Adsorpsi
Nilai Hasil Perhitungan
-4
Langmuir
2,8583 x 10
b (mol/g)
-1
K (kmol/L)
237,5297
E (kJ/mol)
30,8733
2
0,9797
R
n
Freundlich
K (mg/g) (L/mg)
0,4271
7,1796
1/n
2
0,6230
R
Dari tabel 1 terlihat bahwa adsorpsi Ag(I) pada C-aktif hasil penelitian
lebih mengikuti model isoterm adsorpsi Langmuir, dibuktikan dengan harga
2
koefisien korelasi (R ) yang jauh lebih tinggi dibandingkan model Freundlich.
Berdasarkan model isoterm Langmuir, harga kapasitas maksimum adsorpsi Ag(I)
-4
pada C-aktif adalah sebesar 2,8583 x 10 mol/g membuktikan bahwa C-aktif yang

dipreparasi dari tankos kelapa sawit mempunyai kemampuan yang cukup baik
untuk adsorpsi ion logam Ag(I).
Penerapan persamaan isotermal Langmuir juga dapat dikembangkan untuk
mengetahui harga konstanta kesetimbangan adsorpsi (K), sebagai dasar
perhitungan untuk menentukan energi yang terlibat dalam proses adsorpsi
menurut persamaan E = RT ln K. Besarnya energi adsorpsi dapat digunakan untuk
mengetahui apakah suatu proses adsorpsi mengikuti proses adsorpsi kimia atau
adsorpsi fisika. Menurut Adamson (1990), batas minimal energi adsorpsi kimia
adalah 20,92 kJ/mol, sehingga proses adsorpsi Ag(I) pada penelitian ini
diindikasikan mengikuti proses adsorpsi kimia.
Laju adsorpsi Ag(I). Salah satu parameter yang mempengaruhi proses
adsorpsi adalah waktu kontak. Waktu kontak yang diperlukan untuk mencapai
kesetimbangan adsorpsi digunakan sebagai ukuran untuk menentukan laju
adsorpsi. Semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan,
semakin tinggi laju reaksi. Kesetimbangan adsorpsi tercapai apabila penambahan
waktu kontak tidak lagi menambah jumlah logam yang teradsorpsi pada adsorben.
Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi Ag(I) oleh
C-aktif hasil penelitian
ditunjukkan melalui gambar 4.
58

Cx (mol/L)

56
54
52
50
48
46
0

50

100

150

t (menit)

Gambar 4. Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi Ag(I) pada C-aktif
Dari gambar 4 ditunjukkan bahwa adsorpsi Ag(I) berlangsung sangat cepat
pada menit-menit pertama dan terus meningkat dengan bertambahnya waktu
kontak. Setelah proses adsorpsi berlangsung selama 90 menit, jumlah Ag(I) yang
teradsorpsi pada adsorben
C-aktif cenderung konstan dan tidak terjadi
penambahan jumlah yang berarti. Kondisi ini menunjukkan telah tercapai
kesetimbangan antara ion logam yang teradsorpsi dengan yang terdesorpsi dalam
larutan.
Penentuan konstanta laju adsorpsi dilakukan berdasarkan kinetika
Langmuir-Hinshelwood yang dimodifikasi oleh Santosa (2001) seperti
ditunjukkan melalui persamaan (4). Kurva linearitas kinetika adsorpsi ditunjukkan
melalui gambar 5.

1.6

y = 0.0224x + 0.2609

1.4

R = 0.9748

2

ln(Co/Ca)/C
a

1.2
1

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

10

20

30

40

50

60

t/Ca (menit L/mol)

Gambar 5 Kurva linearitas persamaan kinetika adsorpsi Ag(I) pada C-aktif
Perhitungan menggunakan model kinetika Langmuir-Hinshelwood yang
dimodifikasi oleh Santosa (2001) menghasilkan harga konstanta laju adsorpsi (k1)
-2
-1
ion Ag(I) pada
C-aktif sebesar 2,2400 x 10 menit .
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tankos kelapa sawit merupakan bahan yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai bahan dasar C-aktif
2. Kapasitas adsorpsi Ag(I) pada C-aktif yang dipreparasi dari bahan dasar
tankos kelapa sawit dan agen pengaktif ZnCl2, mengikuti dengan baik model
isoterm adsorpsi Langmuir dengan harga kapasitas adsorpsi sebesar 2,8583 x
-4
10 mol/g.
3. Penerapan model kinetika Langmuir-Hinshelwood yang dimodifikasi oleh
Santosa menghasilkan harga konstanta laju adsorpsi Ag(I) pada C-aktif
-2
-1
sebesar 2,2400 x 10 menit

DAFTAR PUSTAKA
Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: ANDI.
th
Adamson AW. 1990. Physical Chemistry of Surfaces, 5 (ed). New Tork: John
Willey and Sons. Inc.
Anonim
2005.
http://64.233.167.104/search?q=cache:AJ48Rss0qo8J:
www.cargill.com/
worldwide/br_indonesia.pdf+tandan+kosong+kelapa+sawit&hl=en&lr=l
ang_id&ie=UTF-8. 26 Juli 2005.
nd
Gregg SJ, Sing KSW. 1982. Adsorption, Surface Area and Porosity. 2 (ed),
New York: Academic Press.
Haraldy E, Pronoto, Prowida D. 2004. Studi karakterisasi dan aktivasi alofan alam
serta aplikasinya sebagai adsorben logam Zn menggunakan metode kolom.
Alchemy 3(1): 32-42.

Islam M, Dahlan I. 2000. Productivity and nutritive values of different fractions of
oil palm (Elaeis guineensis) from Asian Australasian Journal of Animal
Sciences. [print] August 13(8): 1113-1120. Malaysia: Department of
Animal Science. Universiti Putra Malaysia. 43400 UPM. Serdang.
Selangor DE.
Lynam MM, Kilduf JE, Weber WJ. 1995. Adsorption of p-nitrophenol from dilute
aqueous solution. J Chem Educ 10(2): 80-84.
Han JS. 1999. Stormwater Filtration of Toxic Heavy Metal Ions Using
Lignocellulosic Materials Selection Process, Fiberization, Chemical
Modification and Mat Formation. USA: Departement of Agriculture.
Forest Service. Forest Product Laboratory. Madison. Wisconsin.
Muladi S. 2001. Pemanfaatan Abaca (Batang Pisang Hutan), Tandan Kosong
Sawit, Eceng Gondok dan Batang Kenaf sebagai Bahan Baku Industri
Kertas Uang, Kertas Koran, Tisue, Karton, Kardus, Papan Partikel dan
MDF. Samarinda: Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman.
Nora FY, Tam, Yuk SW, Craig GS. 1998. Removal of Copper by Free and
Immobilized Microalgae, Chlorella vulgaris, In: Water Treatment with
Algae. Yuk-Shan and Nora F. Y. Tam (eds), Springer-Verlag and Landes
Bioscience.
Oscik J. 1983. Adsorption. England: Ellis Horwood Ltd. Chicester.
Rahman IA, Saad B. 2003. Utilization of Guava Seeds as a Source of Activated
Carbon for Removal of Methylene Blue from Aqueous Solution. Malay J
of Chem Vol 5 (1):008-014
Richana N, Lestina P, Irawadi T. 2004. Karakterisasi Lignoselulosa dari Limbah
Tanaman Pangan dan Pemanfaatannya untuk Pertumbuhan Bakteri RXA
III-5 Penghasil Xilanase. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat 23: 112.
Santosa SJ. 2001. Adsorption Kinetics of Cd(II) by Humic Acid. Prosiding
Seminar Nasional Kimia IX, Jurusan Kimia Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Saraswati 1994. Limbah Kelapa Sawit Untuk Pulp. http://www.hamline.edu/
apakabar/basisdata/1994/11/10/0016.html. 26 Juli 2005.
Sarkar D, Essington ME, Misra KC. 2000. Adsorption of Mercury (II) by
Kaolinite. Soil Sci Society Am J 64: 117.
Steve K, Tull E. 2000. Activated Carbon. New York: Werner Books.
Suhendrayatna 2001. Heavy Metal Bioremoval by Microorganisms : A Literature
Study. Japan: Department of Applied Chemistry and Chemical
Angineering. Faculty of Engineering. Kagoshima University 1-21-40
Korimoto. Kagoshima 890-0065.
Yoshida H, Kishimoto N, Katoka T. 1994. Adsorption of StrongAcid on
Polyaminated Highly Porous Chitosan: Equilibria. Department of
Chemical Engineering. University of Osaka Prefecture 11. Gakuen-Cho.
Sakar 593 (33): 854-859.