Amien Rais Tokoh Multikultural Indonesia

Amien Rais Tokoh Multikultural
Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan dengan 17.500 buah pulau yang terserak
diantara 3200 mil lautan. Di antara beribu pulau itu ada 5 pulau besar yakni
Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Jawa serta beberapa gugusan
pulau kecil seperti Ambon dan Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur. Dari kondisi ini sangat jelas betapa beragamnya budaya,
suku, bahasa dan bahkan termasuk agama penduduk Indonesia.
Penduduk Indonesia kini, menurut Lies Marcoes Natsir, berjumlah lebih dari
210 juta, mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun begitu Indonesia
bukanlah negara Islam, setidaknya ada 4 agama lain di luar Islam secara
formal diakui hak-haknya oleh negara. Hindu hanya dianut oleh kurang dari 2
persen, mereka sebagian besar berada di Bali dan di ujung Timur Pulau Jawa
(Pegunungan Tengger). Kurang lebih 8 persen penduduk Indonesia beragama
Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Penganut Protestan kebanyakan
menyebar di Papua, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Maluku Tengah dan
Tenggara serta Timor. Sementara Katolik kebanyakan menetap di Nusa
Tenggara Timur terutama Pulau Flores, Kepulauan Kei di Maluku dan Jawa,
terutama Jawa Tengah. Orang-orang Cina yang kebanyakan menganut agama
Budha dan Kong Hu Cu atau Taoisme menetap di kota-kota besar selain
sedikit di pedalaman Kalimantan.

Dari segi etnis, menurut Lies Marcoes, Indonesia setidaknya dihuni oleh lebih
dari 300 etnik. Suku Jawa merupakan etnik mayoritas berjumlah lebih dari
separuh penduduk Indonesia dengan bahasa ibu mereka Jawa. Selebihnya
adalah suku Melayu berbahasa Melayu yang kemudian menjadi cikal bakal
bahasa Indonesia, suku Sunda berbahasa Sunda dan menetap di Jawa Barat,
suku Madura berbahasa Madura. Di luar itu ada beberapa etnis grup yang
lebih kecil namun penting untuk disebutkan seperti Bali di Pulau Bali, Batak,
Minang dan Aceh (Sumatera), Dayak dan Banjar (Kalimantan) Papua, Dani
(Papua), Bugis, Makassar dan Toraja (Sulawesi).
Dalam hal Multikultarisme di dunia Islam, menurut Ketua Lembaga
Pemberdayaan Buruh Tani dan Nelayan PP Muhammadiyah Dr Moeslim
Abdurrahman, mengenal istilah Islam Inklusif. Salah satu tokohnya adalah
Prof Dr HM Amien Rais. Tokoh lain adalah Prof Dr Nurcholish Madjid,
Djalaluddin Rakhmat, AM Syaefuddin dan Kuntowijoyo.

Mereka di akhir tahun 80-an mengeluarkan tulisan-tulisannya tentang
pemikiran Islam. Pada tahun 1987, Amien Rais mengeluarkan bukunya
Cakrawala Islam di Indonesia. Demikian pula pada tahun yang sama,
Norcholish Madjid mengeluarkan bukunya Islam, Kemodernan dan
Keindonesiaan. Kemudian disusul tahun 1988, Djalaluddin Rakhmat

mengeluarkan bukunya Islam Alternatif dan tahun 1989 AM Syaefuddin
dengan bukunya Desekularisasi Islam, dan tahun 1991 Kuntowidjaja
mengeluarkan buku Paradigma Islam.
Pikiran-pikiran mereka yang tertuang dalam buku-buku tersebut, menurut
Moeslim Abdurrahman, bisa disebut sebagai tonggak dari Islam Inklusif di
Indonesia sebagaimana yang berkembang saat ini. Tokoh lain yang
berpengaruh dalam wacana Islam Inklusif tetapi tidak menulis buku adalah
Abdulrahman Wahid.
Ada yang menarik, bahwa kalau kita membaca pikiran-pikiran itu, hampir
tidak ada yang tidak mendasarkan paham inklusifitas Islam itu tanpa
mengaitkan dengan dasar-dasar keyakinan Tauhid. Hal ini disebabkan karena
Tauhid merupakan suatu doktrin yang paling esensial bagi agama Islam yang
tidak bisa ditawar. Dengan tauhid, mereka yakin bahwa Islam tidak bisa
kompromi dengan bentuk penghambaan dalam bentuk apapun, kecuali
kepada monoteistiknya Tuhan. Implikasinya, keyakinan tauhid dalam Islam
juga merupakan konsistensi bahwa tidak boleh terjadi adanya penindasan
dalam bentuk apapun, sampai-sampai oleh Amien Rais telah dibangun istilah
Tauhid Sosial, sebuah cita-cita yang memesankan bahwa Islam adalah agama
emasipatoris. Islam tidak bisa menerima bentuk ketimpangan sosial dan
Islam harus memperjuangkan keadilan sosial yang merupakan ekspresi

secara sosial tentang komitmen terhadap ajaran tauhid itu.
Islam bisa memahami multikulturalisme bangsa ini, karena yang Maha
Tunggal hanyalah Allah SWT.Karenanya, sebetulnya umat beragama lain tak
perlu kawatir dengan Islam. Islam tak akan memaksa pemeluk agama lain
untuk memeluk agama Islam. Sebagaimana doktrin Islam mengajarkan
demikian. Waallahu ‘alam bishowab. (eff).

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004