Mungkinkah Amien Rais
Mungkinkah Amien Rais
Membuka Muktamar Sebagai Presiden?
Pertanyaan dalam judul di atas seolah-olah gege mongso, tetapi tidak
mustahil jika Allah menghendaki hal ini akan terjadi. Muktamar
Muhammadiyah yang berlangsung di Malang tahun 2005 nanti akan dibuka
mantan Ketua PP Muhammadiyah yang saat itu telah menjadi Presiden. Jika
benar Malang akan jadi sejarah, tidak saja pada soal Teknologi Informasi yang
akan diterapkan secara total tetapi juga dari acara pembukaan Muktamarnya
pertama kali dibuka oleh Presiden dari kader murni Muhammadiyah.
Memang selama ini, seolah-olah Muhammadiyah telah pernah menduduki
jabatan Presiden tetapi sebetulnya belum pernah. Presiden Soekarno,
Presiden Pertama RI memang pernah menjadi guru dan pengurus
Muhammadiyah di Bengkulu dan amat kagum dengan pengajian yang
disampaikan oleh KHA Dahlan di Peneleh Surabaya tetapi sebetulnya ia lebih
dikenal sebagai Presiden dari kubu nasionalis.
Presiden Soeharto, Presiden Kedua RI ini memang mengaku pernah dididik di
Muhammadiyah. Namun demikian ia dikenal sebagai Presiden dari kalangan
Militer. Demikian pula Habibie yang lebih dekat dengan Muhammadiyah lebih
dikenal sebagai Presiden dari kalangan Teknokrat. Juga Megawati yang
mengaku keluarga Muhammadiyah, karena dari kakek hingga ibunya adalah
orang Muhammadiyah juga lebih dikenal sebagai Presiden dari kalangan
Nasionalis sebagaimana ayahnya Presiden Soekarno. Jadi berbeda dengan
Presiden Gus Dur yang benar-benar orang NU, sebetulnya, sebagaimana
ungkap Prof Dr HM Amien Rais, orang Muhammadiyah yang betul-betul
tumbuh dari budaya dan struktural Muhammadiyah memang belum pernah
ada. Lalu apakah pemilihan Presiden yang akan datang sudah giliran orang
Muhammadiyah, itu tentu butuh perjuangan orang Muhammadiyah
bekerjasama dengan komponen bangsa yang lain.
Kalaulah akhirnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama-sama KetuaKetua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah pada awal Februari lalu
memutuskan untuk mendukung sepenuhnya langkah Prof Dr HM Amien
Rais selaku kader terbaik dan mantan Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah serta tokoh reformasi untuk memperjuangan
kelanjutan reformasi dan penyelamatan bangsa dalam pemilihan
Presiden pada Pemilu 2004 (butir pertama pada keputusan
mengenai Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden) itu hanyalah langkah
awal bagi Muhammadiyah untuk memperjuangkan kadernya untuk menjadi
Presiden. Langkah itu tidak ada artinya jika tidak disambut langkah-langkah
lain bersama warga dan simpatisannya.
Kenapa begitu? Karena untuk menjadi Presiden butuh partai yang
mencalonkannya. Partai tersebut harus mempunyai suara yang signifikan.
Karenanya tidaklah salah jika PP Muhammadiyah bersama Ketua-Ketua
Wilayah Muhammadiyah itu juga meminta warga Muhammadiyah untuk
Memilih calon-calon anggota legislative dan partai yang memberi
peluang bagi terpilihnya kader terbaik Muhammadiyah dalam
pemilihan Presiden pada Pemilu 2004.( butir kedua pada keputusan
tentang pemilihan anggota legislative). Lalu partai apakah yang
memungkinkan itu, para pembaca yang bijak tentu sudah dapat
membacanya dengan bijak dan bisa mengajak orang lain untuk memilih
partai tersebut.
Jika ini benar-benar menjadi langkah bersama, maka harapan sejumlah warga
dan pimpinan Muhammadiyah di Malang Raya saat ditemui oleh Suara
Muhammadiyah beberapa waktu yang lalu betul-betul akan tercapai.
Muktamar menjelang satu abad Muhammadiyah itu akan benar-benar dibuka
oleh Presiden yang betul-betul kader Muhammadiyah. Muktamar Malang
menjadi Muktamar yang bersejarah. Tetapi jika tidak disambut langkah
bersama maka kesempatan yang sudah ada di depan mata ini akan hilang.
Karenanya, kapan lagi jika tidak sekarang kita warga, simpatisan dan
pimpinan Muhammadiyah menyamakan langkah bersama. Waktu sudah
semakin dekat, sukses dan tidaknya tergantung pemilihan legislative, sukses
dan tidaknya tergantung bagaimana kita melangkah dan memanfaatkan
waktu. Siapkah Kita? Waallahu Alam Bi Showab. (Lutfi Effendi).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004
Membuka Muktamar Sebagai Presiden?
Pertanyaan dalam judul di atas seolah-olah gege mongso, tetapi tidak
mustahil jika Allah menghendaki hal ini akan terjadi. Muktamar
Muhammadiyah yang berlangsung di Malang tahun 2005 nanti akan dibuka
mantan Ketua PP Muhammadiyah yang saat itu telah menjadi Presiden. Jika
benar Malang akan jadi sejarah, tidak saja pada soal Teknologi Informasi yang
akan diterapkan secara total tetapi juga dari acara pembukaan Muktamarnya
pertama kali dibuka oleh Presiden dari kader murni Muhammadiyah.
Memang selama ini, seolah-olah Muhammadiyah telah pernah menduduki
jabatan Presiden tetapi sebetulnya belum pernah. Presiden Soekarno,
Presiden Pertama RI memang pernah menjadi guru dan pengurus
Muhammadiyah di Bengkulu dan amat kagum dengan pengajian yang
disampaikan oleh KHA Dahlan di Peneleh Surabaya tetapi sebetulnya ia lebih
dikenal sebagai Presiden dari kubu nasionalis.
Presiden Soeharto, Presiden Kedua RI ini memang mengaku pernah dididik di
Muhammadiyah. Namun demikian ia dikenal sebagai Presiden dari kalangan
Militer. Demikian pula Habibie yang lebih dekat dengan Muhammadiyah lebih
dikenal sebagai Presiden dari kalangan Teknokrat. Juga Megawati yang
mengaku keluarga Muhammadiyah, karena dari kakek hingga ibunya adalah
orang Muhammadiyah juga lebih dikenal sebagai Presiden dari kalangan
Nasionalis sebagaimana ayahnya Presiden Soekarno. Jadi berbeda dengan
Presiden Gus Dur yang benar-benar orang NU, sebetulnya, sebagaimana
ungkap Prof Dr HM Amien Rais, orang Muhammadiyah yang betul-betul
tumbuh dari budaya dan struktural Muhammadiyah memang belum pernah
ada. Lalu apakah pemilihan Presiden yang akan datang sudah giliran orang
Muhammadiyah, itu tentu butuh perjuangan orang Muhammadiyah
bekerjasama dengan komponen bangsa yang lain.
Kalaulah akhirnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama-sama KetuaKetua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah pada awal Februari lalu
memutuskan untuk mendukung sepenuhnya langkah Prof Dr HM Amien
Rais selaku kader terbaik dan mantan Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah serta tokoh reformasi untuk memperjuangan
kelanjutan reformasi dan penyelamatan bangsa dalam pemilihan
Presiden pada Pemilu 2004 (butir pertama pada keputusan
mengenai Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden) itu hanyalah langkah
awal bagi Muhammadiyah untuk memperjuangkan kadernya untuk menjadi
Presiden. Langkah itu tidak ada artinya jika tidak disambut langkah-langkah
lain bersama warga dan simpatisannya.
Kenapa begitu? Karena untuk menjadi Presiden butuh partai yang
mencalonkannya. Partai tersebut harus mempunyai suara yang signifikan.
Karenanya tidaklah salah jika PP Muhammadiyah bersama Ketua-Ketua
Wilayah Muhammadiyah itu juga meminta warga Muhammadiyah untuk
Memilih calon-calon anggota legislative dan partai yang memberi
peluang bagi terpilihnya kader terbaik Muhammadiyah dalam
pemilihan Presiden pada Pemilu 2004.( butir kedua pada keputusan
tentang pemilihan anggota legislative). Lalu partai apakah yang
memungkinkan itu, para pembaca yang bijak tentu sudah dapat
membacanya dengan bijak dan bisa mengajak orang lain untuk memilih
partai tersebut.
Jika ini benar-benar menjadi langkah bersama, maka harapan sejumlah warga
dan pimpinan Muhammadiyah di Malang Raya saat ditemui oleh Suara
Muhammadiyah beberapa waktu yang lalu betul-betul akan tercapai.
Muktamar menjelang satu abad Muhammadiyah itu akan benar-benar dibuka
oleh Presiden yang betul-betul kader Muhammadiyah. Muktamar Malang
menjadi Muktamar yang bersejarah. Tetapi jika tidak disambut langkah
bersama maka kesempatan yang sudah ada di depan mata ini akan hilang.
Karenanya, kapan lagi jika tidak sekarang kita warga, simpatisan dan
pimpinan Muhammadiyah menyamakan langkah bersama. Waktu sudah
semakin dekat, sukses dan tidaknya tergantung pemilihan legislative, sukses
dan tidaknya tergantung bagaimana kita melangkah dan memanfaatkan
waktu. Siapkah Kita? Waallahu Alam Bi Showab. (Lutfi Effendi).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004