panduan seminar ekowisata widyagama

(1)

BUKU PANDUAN

SEMI NAR NASI ONAL EKOWI SATA

Peran Kepemimpinan dan I novasi Penduduk Lokal

dalam Pengembangan Ekowisata

Universitas Widyagama Malang

12 Nopember 2013

Diselenggarakan oleh

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

UCAPAN TERI MA KASI H

Atas terselenggaranya kegiatan Seminar Nasional Ekowisata dengan tema Peran Kepemimpinan dan I novasi Penduduk Lokal dalam Pengembangan Ekowisata ini, ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada:

1. Direktur Jendral Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik I ndonesia 2. Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Kementerian Kehutanan Republik I ndonesia 3. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional Republik I ndonesia 4. Bupati Malang

5. Ketua Yayasan Pembina Pendidikan I ndonesia Widyagama Malang

6. Rektor Universitas Widyagama Malang

7. Direktur Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang 8. Kepala Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 9. Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri

10. Pimpinan Bank Jatim Cabang Batu 11. Bapak H. Sambari Halim Radianto 12. Pimpinan Radar Malang

13. Pembina Masyarakat Ekowisata Rajegwesi Banyuwangi 14. Presiden Komisaris PT Tiga Mulia Abadi

15. Pimpinan Koperasi Desa Wisata Candirejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang

16. Pimpinan De’ Wiga Regency 17. Pimpinan PT. Agiya Kenyar

Semoga bantuan dan partisipasi yang telah diberikan mendapat balasan berlimpah dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa dan kegiatan ini membawa manfaat bagi kita semuanya.


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua

Salam Ekowisata

Yth. Rektor Universitas Widyagama Malang

Yth. Direktur Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang Yth. Para Keynote Speaker, pemateri utama dan pemakalah Para undangan dan peserta seminar yang kami hormati

Pertama-tama puji syukur kami panjatkan ke hadlirat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas ijin Nya maka Seminar Nasional Ekowisata ini dapat diselenggarakan.

Sumber daya alam dan lingkungan, merupakan satu kekayaan budaya nusantara yang memiliki nilai ekonomi manakala kita mampu mengolah dan mengelolanya secara kreatif dengan kemampuan entrepreneur. Mengelola obyek wisata yang berasal dari sumber daya alam dan lingkungan secara profesional dan terlatih identik dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat karena di dalamnya terdapat upaya mempertahankan warisan budaya, pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan tersebut.

Seminar ini bertujuan untuk memperoleh pengalaman empirik tentang peran kepemimpinan dan inovasi penduduk lokal dalam pengembangan jasa ekowisata. Dengan pengalaman empirik ini diharapkan dapat disusun dan dikembangkan strategi kepemimpinan dan inovasi penduduk lokal dalam pengembangan jasa ekowisata. Melalui seminar ini dapat disebarluaskan informasi kepada berbagai pihak dari berbagai bidang ilmu sehingga dapat terjalin sinergi guna meningkatkan kuantitas dan kualitas pengelolaan lingkungan hidup dalam kemasan ekowisata.

Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah di I ndonesia, antara lain Pekanbaru, Denpasar, Palu dan masih banyak lagi. Adalah suatu kehormatan besar bagi kami menjadi tuan rumah bagi tamu-tamu yang telah hadir dari tempat-tempat yang cukup jauh tersebut. Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para peserta seminar.

Makalah yang kami terima kami akui tidak banyak. Kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita bersama bagaimana ke depan dapat meningkatkan animo masyarakat luas terhadap ekowisata ini sehingga muncul banyak tulisan, gagasan dan hasil penelitian yang akan memperkaya khasanah pengembangan ekowisata di tanah air.

Kami laporkan pula bahwa mengawali kegiatan Seminar Nasional ini telah pula diadakan pameran foto wisata yang diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat bahwa Nusantara kita ini memiliki banyak sekali obyek wisata, yang sudah dikelola dengan baik maupun yang masih perawan tetapi memiliki sisi eksotisme yang cukup menjual.

Kami mengucapkan terima kasih yang tak berhingga kepada para keynote speaker dan nara sumber yang telah hadir memenuhi undangan kami. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada pendukung kegiatan ini, yaitu Bank Jatim Cabang Batu, Radar Malang dan partisipan lain yang memberikan support dalam kegiatan ini. Tak lupa kepada segenap panitia yang telah bekerja keras mempersiapkan penyelenggaraan kegiatan ini.

Kami sudah berupaya maksimal mengemas kegiatan Seminar Nasional Ekowisata ini sedemikian rupa, namun manakala masih ditemukan hal yang kurang berkenan, maka atas nama penyelenggara, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga kegiatan ini membawa manfaat bagi kita sekalian.

Akhir kata, semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah Nya kepada kita sekalian.

Wassalamu’ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Malang, 11 Nopember 2013 Panitia Seminar Nasional Ekowisata

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Ttd

Dr. I r. Rita Hanafie, MP NI P. 196202051989032002


(3)

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANI AN

UNI VERSI TAS WI DYAGAMA MALANG

Assalamu’ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yth. Ketua Yayasan Pembinan Pendidikan I ndionesia Widyagama Malang

Yth. Rektor Universitas Widyagama Malang beserta jajarannya Para Pembicara Seminar Nasional Ekowisata

Para Dekan di Lingkungan Universitas Widyagama Malang Para peserta dan undangan sekalian yang berbahagia

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya kepada kita sekalian sehingga kita bisa bertemu di tempat ini.

Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberi pernerahan kepada ummatnya.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Pada hari ini, Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang menyelenggarakan salah satu kegiatan akademik yaitu Seminar Nasional Ekowisata. Kegiatan ini merupakan wujud kepedulian perguruan tinggi khususnya Universitas Widyagama Malang terhadap masyarakat dan pemerintah.

Melalui kegiatan ini diharapkan lahir konsep-konsep atau pemikiran dari para peserta seminar bagaimana cara melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya melalui ekowisata. Saat ini banyak potensi-potensi ekowisata di masyarakat yang belum dioptimalkan karena ketidakmampuan masyarakat membaca peluang dan bagaimana memanfaatkan peluang itu bagi kesejahteraannya. Oleh karena itu, besar harapan kami, melalui forum ini akan dihasilkan suatu rekomendasi yang bisa dijadikan rujukan untuk peningkatan ekowisata di indonesia.

Hadirin sekalian yang kami hormati,

Seminar ini melibatkan berbagai elemen diantaranya perguruan tinggi, instansi pemerintah dan swasta yang terkait dengan ekowisata, lembaga swadaya masyarakat dan para pemerhati serta praktisi ekowisata yang ada di I ndonesia. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/ I bu atas kehadiran

dan partisipasinya dalam kegiatan seminar ini. Mudah-mudahan partisipasi tersebut menjadi amal Bapak/ I bu sekalian kepada masyarakat dan bangsa ini.

Kami juga menyampaikan teriam kasih kepada semua pihak yang telah membantu bagi terselenggaranya kegiatan ini. Kepada seluruh panitia yang telah menyiapkan acara ini sehingga bisa terselenggara dengan baik. Kepada Yayasan Pembina Pendidikan I ndonesia Widyagama Malang dan Rektor Universitas Widyagama Malang beserta jajarannya yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Kepada Pimpinan Bank Jatim Cabang Batu, Pimpinan Radar Malang dan Pimpinan De’ Wiga, kami menyampaikan terima kasih atas dukungannya pada acara ini. Khusus kepada Bapak Prof. Dr. I r. I wan Nugroho, MS sebagai dosen Fakultas Pertanian, kami menyampaikan terima kasih atas semua bantuannya sehingga acara ini bisa terlaksana.

Saya atas nama pimpinan fakultas dan seluruh sivitas akadermika mohon maaf apabila dalam persiapan, penyambutan dan selama pelaksanaan seminar ini ada kekurangan disana sini dan kurang berkenan di hati Bapak/ I bu sekalian.

Wassalamu’ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Malang, 11 Nopember 2013 Dekan Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang ttd


(4)

SAMBUTAN REKTOR

UNI VERSI TAS WI DYAGAMA MALANG

Assalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera

Salam Ekowisata

Marilah kita panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kasih sayang, nikmat dan karuniaNya sehingga hari ini bisa hadir bersama dalam keadaan sehat wal afiat. Saya menyampaikan selamat datang di Universitas Widyagama Malang khususnya kepada Bapak Bupati, pembicara dan peserta seminar.

Hari ini adalah hari yang istimewa bagi Universitas Widyagama Malang. Hari ini kami dan panitia dapat menyelenggarakan kegiatan akademik berskala nasional, yang bertemakan pengembangan ekowisata. Kegiatan akademik ini yang memiliki poin tinggi dalam penyelenggaraan mutu Universitas, Fakultas dan Program Studi. Yang lebih membanggakan tentu adalah partisipasi yang tinggi dari pemateri, penulis naskah dan peserta yang hadir pada hari ini.

Sebagai perkenalan, saya sampaikan bahwa Universitas Widyagama Malang sudah dirintis pendiriannya sejak tahun 1971. Lembaga ini didirikan oleh Yayasan Pembina Pendidikan I ndonesia Widyagama Malang, yang saat ini diketuai oleh Prof. HA Mukthie Fadjar, SH, MS. Beliau adalah mantan hakim konstitusi pada MKRI (jabatan terakhir sebagai Wakil Ketua MKRI ). Pada awal berdirinya, lembaga ini masih berbentuk Akademi Bank, kemudian berubah menjadi Sekolah Tinggi I lmu Ekonomi. Pada tahun 1985, lembaga ini resmi berbentuk Universitas dengan empat Fakultas, yakni Ekonomi, Hukum, Pertanian dan Teknik. Saat ini Universitas Widyagama Malang memiliki 14 program studi baik Diploma, Sarjana maupun Magister.

Sejalan dengan perkembangan waktu, Universitas Widyagama terus mengembangkan potensi dan kompetensinya. Universitas ini memiliki identitas sebagai Universitas Riset dan Kewirausahaan. Produk ilmiah dari identitas itu sudah terbukti melalui luaran akademik para dosen, mahasiswa, atau kelembagaan. Seminar pada hari ini adalah salah satu proses dan luaran kompetensi para dosen khususnya di bidang ekowisata. Universitas ini sudah

memiliki kompetensi dalam keilmuan ekowisata. Matakuliah Ekowisata diberikan pada program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, sejak tahun 2003.

Seminar pada hari ini memiliki harapan besar bukan hanya untuk menyajikan konsep dan pengetahuan umum, tetapi juga menemukan kebutuhan-kebutuhan riil penduduk lokal dalam pengembangan jasa ekowisata. Kita semua sepakat bahwa ekowisata dapat menjadi alternatif bagi pembangunan ekonomi di desa, sekaligus untuk konservasi budaya dan lingkungan. Petani perlu menguasai ketrampilan ekowisata, punya kemampuan kewirausahaan ekowisata, memiliki jiwa kepemimpinan, dan mengorganisasikannya agar memberi manfaat kesejahteraan. Semua pihak perlu mendorong hal tersebut agar penduduk lokal atau petani menjadi berdaya sebagai pelaku Jasa ekowisata.

Saya mengucapkan selamat berseminar kepada seluruh peserta. Universitas mengucapkan terimakasih kepada panitia, dan Dekan Fakultas Pertanian atas kerja keras dan kesungguhannya sehingga acara ini berjalan lancar. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada sponsor yang telah mendukung acara ini.

Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan, melindungi dan membimbing langkah kita semuanya. Amin

Billahit taufik wal hidayah

Wassalamu’ alaikum warohmatullohi wabarokatuh


(5)

SUSUNAN ACARA

JAM KEGI ATAN/ ACARA PELAKSANA

08.00 – 08.30 Registrasi Kesekretariatan

08.30 – 08.45 Pembukaan

- Sambutan Dekan Fakultas Pertanian

- Sambutan Rektor Universitas Widyagama Malang

- Sambutan Bupati Malang - Do’ a

MC

Dr. I r. Moh. Su’ i, MP

Prof. Dr. I r. I wan Nugroho, MS H. Rendra Kresna Zulkarnain, SH, MH 08.45 – 10.00 Pembicara Kunci

- Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata, Kemenparekraf

- Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan, PHKA, Kemenhut

Frans Teguh

Dr. I r. Bambang Supriyanto, MSc

10.00 – 10.15 Coffe Break Panitia Konsumsi

10.15 – 12.00 Pembicara I : Akademisi/ Peneliti

- Dr. I r. Ayu Dewi Utari (Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)

- Prof. Dr. I r. I wan Nugroho, MS (Universitas Widyagama Malang)

- Dr. Luchman Hakim, MAgrSc (Universitas Brawijaya)

- Penulis call for paper

Moderator: Dr. Fatkhurohman, SH, MH

12.00 – 13.00 I shoma

13.00 - 15.30 Pembicara I I : Praktisi

- Tatak Sariawan - Ketua Koperasi Candirejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang

- I r. Wahyu Candra Kirana -Pembina MER (Masyarakat Ekowisata Rajegwesi), Taman Nasional Meru Betiri

- Tri Andri Marjanto (Presiden Komisaris PT Tiga Mulia Abadi)

- Penulis call for paper

Moderator: Dra. Wiwin Purnomowati, MM

15.30 – 15.45 Penutup/ selesai MC

DAFTAR I SI

UCAPAN TERI MA KASI H i

KATA PENGANTAR ii

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANI AN UNI VERSI TAS WI DYAGAMA MALANG

iv

SAMBUTAN REKTOR vi

SUSUNAN ACARA viii

DAFTAR I SI ix

PERAN KEPEMI MPI NAN DAN I NOVASI DALAM

PENGEMBANGAN KEWI RAUSAHAAN EKOWI SATA BERBASI S PENDUDUK LOKAL. I wan Nugroho dan Purnawan D Negara

1

I NOVASI PENGEMBANGAN DESTI NASI WI SATA. Luchman Hakim

22

PERAN KEPEMI MPI NAN DAN I NOVASI DALAM

PENGEMBANGAN PERKREDI TAN BERBASI S KELEMBAGAAN KASUS SUBAK GUAMA TABANAN BALI . Anak Agung Ngurah Bagus Kamandalu dan I Gusti Komang Dana Arsana

30

PERAN KEPEMI MPI NAN DAN I NOVASI LOKAL DALAM PENGEMBANGAN EKOWI SATA: Studi Kasus Desa

Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Rukavina Baksh

31

KAJI AN PENGEMBANGAN EKOWI SATA BAHARI TANJUNG ENU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESI SI R Yulianti Kalaba, Lien Damayanti, James Walalangi dan Erny Sirappa

32

PERANAN TEKNOLOGI UNTUK MEMAJUKAN KELEMBAGAAN SUBAK BERBASI S EKOWI SATA DI TABANAN BALI . I Gusti Komang Dana Arsana dan I Wayan Alit Artha Wiguna

33

MEMASARKAN EKOWI SATA BANYUWANGI YANG

BERORI ENTASI WI SATA ALAM, PRODUK KHAS DAN ETNI S OSI NG BANYUWANGI , JAWA TI MUR. I smini

34


(6)

KRAKSAAN – PROBOLI NGGO DENGAN KONSEP EKOWI SATA. M Nelza Mulki I qbal

FESTI VAL BUDAYA LEMBAH BALI EM SEBAGAI AJANG PROMOSI UNTUK MENI NGKATKAN WI SATAWAN DI KABUPATEN JAYAWI JAYA PAPUA. Erinus Mosip

36

BALI DAN PAPUA DI GARI S DEPAN GLOBAL: REFLEKSI EKOLOGI DAN PARI WI SATA. I Ngurah Suryawan

37

FUNGSI I ZI N DALAM PNGENDALI AN PENGEMBANGAN EKOWI SATA DI DAERAH. Fatkhurohman

38

KONTRI BUSI I LMU TAKSONOMI DALAM PENGEMBANGAN EKOWI SATA DI I NDONESI A. Nurul Chairiyah

39

PENERAPAN TEKNOLOGI I NFORMASI UNTUK MENUNJANG PARI WI SATA. Hidayat Bambang S

40

PENGEMBANGAN WI SATA SECARA BERKELANJUTAN BERBASI S KELEMBAGAAN DI GUGUS PULA SAPEKEN. Romadhon A

41

STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WI SATA DALAM

KERANGKA KONSEP AGROPOLI TAN MENUJU SUSTAI NABLE DEVELOPMENT & ENVI RONMENT. Rikawanto Eko M

42

KARAKTERI STI K PENGUNJUNG WANAWI SATA HUTAN KERA NEPA SAMPANG PASCA TERBUKANYA AKSE JEMBATAN SURAMADU. I hsannudin

43

KONSEP SMART CI TY MENDUKUNG PENGEMBANGAN PARI WI SATA KOTA MALANG. Wiwin Purnomowati

44

PENGARUH KUALI TAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DAN I MPLI KASI NYA PADA PENI NGKATAN KUNJUNGAN WI SATA (Studi Empirik pada Obyek Wisata di kota Batu). Wahju Wulandari dan Dharmayanti Prihandini

45

MENGGAGAS PAKET EKOWI SATA KOTA MALANG SEBAGAI SALAH SATU MEDI A PEMBELAJARAN BAGI MASYARAKAT. Kun Aniroh M Gunadi

46

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN ANTI GEMUK SEBAGAI DAYA TARI K WI SATAWAN. Sukamto

47

PENGELOLAAN DESA WI SATA SEHAT DALAM RANGKA PELESTARI AN KERAGAMAN HAYATI GULMA BI OFARMAKA.

48

Untung Sugiarti dan Rikawanto Eko M

PENUMBUHAN WI RAUSAHA BARU I NDUSTRI MAKANAN DAN MI NUMAN BERBAHAN BAKU PANGAN LOKAL SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN PARI WI SATA DAERAH. Rita Hanafie

49

KONTRI BUSI PENDAPATAN BUDI DAYA TERPADU DI LAHAN KERI NG DATARAN RENDAH BERI KLI M KERI NG TI ANYAR TI MUR KARANGASEM BALI . I Gusti Komang Dana Arsana

50

WI SATA KULI NER SEBAGAI PENUNJANG DESA EKOWI SATA. Enny Sumaryati

51

ANALI SI S STRATEGI S POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI KAWASAN PESI SI R REJEGWESI BANYUWANGI DALAM PENGEMBANGAN MODEL EKOWI SATA. Hasan Zayadi dan Luchman Hakim

52

PENGEMBANGAN DESA WI SATA DI I NDONESI A BERBASI S SI STEM PERTANI AN ORGANI K. Ririen Prihandarini

53

Naskah lengkap disajikan dalam

Prosiding Seminar Nasional Ekowisata,

ISBN 978-602-14594-0-9


(7)

PERAN KEPEMI MPI NAN DAN I NOVASI

DALAM PENGEMBANGAN KEWI RAUSAHAAN EKOWI SATA

BERBASI S PENDUDUK LOKAL

I w an Nugroho dan Purnaw an D Negara

Program Studi Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Widyagama Malang

Program Studi I lmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Widyagama Malang

E-mail: iwanuwg@widyagama.ac.id

ABSTRAK

Kepemimpinan dan inovasi memberikan pengaruh signifikan dalam pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata berbasis penduduk lokal. Kepemimpinan dan inovasi dapat mengawal visi konservasi, dan meningkatkan partisipasi penduduk lokal, serta mengembangkannya untuk memberikan nilai tambah ekowisata. Hasil studi penulis menunjukkan bahwa kepemimpinan di desa Ngadas belum berfungsi optimal memotivasi pembentukan organisasi ekowisata. Kepemimpinan belum menjamin tercapainya visi konservasi dan kesejaht eraan. Sementara itu, kepemimpinan di Rajegwesi mampu menjalankan visi dan misi konservasi lingkungan. Kepemimpinan dalam organisasi MER menghasilkan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan inovasi ekowisata. Fenomena kepemimpinan ekowisata di desa Candirejo berfungsi optimal. Jasa ekowisata Candirejo dikelola oleh masyarakat secara mandiri dalam manajemen koperasi dan mampu menyajikan produk dan jasa ekowisata yang inovatif dan berkualitas, serta menarik jumlah pengunjung yang signifikan, khususnya wisatawan asing. Hal ini dapat memperkaya studi pengelolaan ekowisata. Selama ini, pengelolaan ekowisata senantiasa dihubungkan dengan standar pengelolaan oleh taman nasional. Ekowisata Candirejo termasuk yang dipandang berhasil sekalipun berada di luar pengelolaan taman nasional. I mplementasi peran kepemimpinan dan inovasi dalam pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata dinyatakan melalui strategi sebagai berikut: (i) produksi dan partisipasi, dengan penekanan kepada iI dentifikasi produk dan jasa, produk unggulan, inovasi produk, manajemen produk, dan social entrepreneur; (ii) promosi dan kerjasama, menekankan kepada segmentasi pasar, kerjasama (networking), dan pengembangan media promosi; (iii) pendidikan konservasi, dengan fokus kepada interpretasi, komunikasi, dan kemasan program (budidaya, mengolah, memperingati);

(iv) manajemen dan organisasi, yakni dengan pembentukan dan penguatan organisasi, keterlibatan DMO, dan inovasi kegiatan.

Kata kunci: kepemimpinan, inovasi, ekowisata, penduduk lokal, Ngadas, Bromo, Meru Betiri, Candirejo

PENDAHULUAN

Ekowisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/ usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (Wood, 2002).

Sektor ekowisata mengalami perkembangan signifikan di berbagai belahan dunia (Horton, 2009). Peningkatan kemampuan kewirausahaan jasa ekowisata menjadi kunci bagi partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal. Penduduk lokal perlu proses pembelajaran agar menguasai kewirausahaan ekowisata (Juma and Timmer, 2003). Dengan demikian, usaha ekowisata dapat dimaknai serupa seperti halnya usaha tani yang dapat memberi pekerjaan dan penghidupan, serta menghasilkan pendapatan dan kesejahteraan (Nugroho, 2007). Hasil penelitian penulis (Nugroho, Negara dan Nugroho, 2009) memperlihatkan bahwa fenomena kewirausahaan sosial adalah komponen penting lahirnya kewirausahaan ekowisata. Usaha ekowisata juga menunjukkan kelayakan ekonomi lebih tinggi dibanding usaha tani (Purnomowati, Nugroho dan Negara, 2012).

Karakter jasa ekowisata adalah klaster (cluster) (Fodor and Sitanyi, 2008a; 2008b) yang senantiasa menempatkan penduduk lokal dalam posisi kurang menguntungkan (Lash and Austin, 2003). Klaster ekowisata merupakan organisasi ekowisata (Prieto, Gilmore and Osiri, 2009) yang diperankan penduduk lokal, lembaga swadaya masyarakat, pelaku swasta, taman nasional dan pemerintah untuk menghasilkan kewirausahaan ekowisata. Klaster ekowisata harus diorganisasikan secara cermat untuk menghasilkan pemberdayaan khususnya penduduk lokal (Scheyvens, 1999). Pengembangan ekowisata sering berhadapan dengan isyu politik lokal, distribusi kesejahteraan dan partisipasi (Horton, 2009). I syu ini sangat mendasar karena pengembangan ekowisata lebih banyak diinisiasi dan diperankan oleh penduduk luar wilayah atau bahkan oran asing. Ketidakmampuan organisasi mengakibatkan konflik antara penduduk lokal dengan penduduk luar wilayah, yang berujung kepada ancaman kerusakan lingkungan ekowisata dan menurunnya kesejahteraan dan kemiskinan.

Peningkatan kewirausahaan ditentukan oleh empat domain yakni lingkungan, tim atau kepemimpinan, peluang dan mekanisme organisasi


(8)

(Coglisera and Brigham, 2004). Kewirausahaan akan melahirkan keunggulan wilayah (Drabenstott, 2006) apabila diperkuat dengan kepemimpinan dan inovasi untuk mengorganisasikan jasa ekowisata. Menurut Prieto, Gilmore and Osiri (2009), kepemimpinan menjalankan berbagai kewajiban organisasi dan menyusun prioritas strategis dalam konservasi lingkungan. Kepemimpinan mengembangkan visi (konservasi) lingkungan untuk diimplementasikan ke dalam pengawasan ekologi dan perlindungan sumberdaya. Kepemimpinan yang didukung inovasi berperan untuk menggali potensi lokal, berupa inisiatif dan partisipasi dalam rangka mengkontribusi program -program lokal (bottom-up innovation) dalam aspek lingkungan dan sosial budaya (Fodor and Sitanyi, 2008a). I novasi diperlukan untuk memelihara kluster ekowisata agar mendistribusikan aliran manfaat kepada penduduk lokal maupun pengunjung dari anasir-anasir perilaku pasar yang mengancam konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (Raufflet, Berranger and Gouin, 2008).

Praktek dan cerita sukses pengembangan kewirausahaan ekowisata dapat mengambil teladan dari Desa Candirejo, kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang. Hasil penelitian penulis (Nugroho dan Negara, 2012; 2013) memperlihatkan bahwa kepemimpinan dan inovasi di desa Candirejo terbukti cukup berhasil mengembangkan jasa usaha dan melahirkan kewirausahaan ekowisata. Desa ini menjual lingkungan dan budaya jawa dan ‘ Borobudur’ . Jasa ekowisata dikelola oleh masyarakat secara mandiri melalui koperasi. Model koperasi dan mekanisme organisasi di dalamnya mendukung berfungsinya kepemimpinan, dan sebaliknya memperkuat fungsi koperasi. I novasi dan kreasi ragam jasa layanan menunjukkan kerjasama seluruh pihak sehingga mampu menjalankan visi dan misi organisasi untuk mencapai tujuannya, yakni kesejahteraan serta konservasi lingkungan dan budaya. Kunjungan wisatawan manca negara maupun domestik meningkat dengan waktu, mencapai sekitar 3695 orang pada tahun 2011 (Koperasi Desa Candirejo, 2012). Kepemimpinan lebih jauh mampu (i) mengendalikan mutu jasa layanan ekowisata; (ii) mengembangkan komunikasi dan partisipasi; dan (iii) mengembangkan inovasi ekowisata mencakup teknologi, kelembagaan, produk dan jasa ekowisata dan penunjangnya.

Cerita sukses ini sudah barang tentu harus disebarkan dan dinikmati oleh desa-desa lainnya. Dengan demikian, petani atau penduduk lokal memiliki pilihan dan ragam produksi tidak hanya dari usaha tani, ikan atau ternak, tetapi juga berasal dari usaha jasa wisata maupun penunjang wisata lainnya. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan insentif untuk mengkonservasi sistem produksi pertanian, nilai-nilai tradisi dan budaya serta kelestarian lingkungan.

Tulisan ini bertujuan untuk menelaah peran kepemimpinan dan inovasi dalam pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata berbasis penduduk lokal, dan merumuskan strategi pengembangan ekowisata.

Kelembagaan Ekow isata

Mengacu kepada UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ( UU KSAHE), kawasan konservasi merupakan kawasan dengan sumber daya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan dengan memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayatinya. Konsep dan implementasi ekowisata tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kawasan konservasi (protected area). Jasa ekowisata dianggap sebagai salah satu pintu masuk, sebagai suatu pendekatan ekonomi, yang menelaah dan mengkaji manfaat sumberdaya alam dan lingkungan dalam kaidah-kaidah konservasi. Jasa ekowisata adalah sektor riil terdepan yang mengemas jasa lingkungan dan budaya sehingga menghasilkan manfaat bagi banyak kepentingan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (Nugroho, 2007).

Tabel 1. Kaw asan Taman Nasional di I ndonesia

Jaw a

1. Karimunjawa 5. Gunung Gede Pangrangoa

9. Alas Purwo

2. Bromo Tengger Semeru

6. Gunung Halimun 10. Gunung Merapi

3. Meru Betiri 7. Kep Seribu 11. Gunung Merbabu 4. Baluran 8. Ujung Kulonb 12. Gunung Ciremai

Sumatera

1. Gunung Leusera b 5. Bukit Duabelas 9. Way Kambas 2. Siberuta 6. Berbakc 10. Batang Gadis 3. Kerinci Seblatb 7. Sembilang 11.Tesso Nilo 4. Bukit Tigapuluh 8. Bukit Barisan Selatanb

Kalimantan

1. Gunung Palung 4. Bukit Baka-Bukit Raya 7. Kayan Mentarang 2. Danau Sentarumc 5. Tanjung Putinga 8. Sebangau 3. Betung Kerihun 6. Kutai

Sulaw esi

1. Bunaken 4. Taka Bonerate 7. Kepulauan Togean 2. Bogani Nani

Wartabone

5. Rawa Aopa Watumohai 8. Bantimurung -Bulusaraung 3. Lore Lindua 6. Wakatobi

Bali dan Nusa Tenggara

1. Bali Barat 3. Komodoa b 5. Laiwangi Wanggameti 2. Gunung Rinjani 4. Manupeu Tanah Daru 6. Kelimutu

Maluku dan Papua

1. Manusela 3. Teluk Cendrawasih 5. Wasur 2. Aketajawe - Lolobata 4. Lorentzb

Keterangan:aCagar Biosfer,b World Heritage Sites,c Ramsar Sites Sumber: Departemen Kehutanan (2006)


(9)

Kementerian Kehutanan bertanggung jawab untuk mengelola kawasan konservasi di I ndonesia, mencakup kurang lebih 375 situs dengan luasan lebih dari 21 juta hektar, setara 8.5 persen dari luas daratan. Angka ini masih dibawah ambang 10 persen dari komitmen I ndonesia dalam Biodiversity Action Plan. Pengelolaan TN merupakan komponen konservasi I ndonesia yang terbesar dan secara kelembagaan telah dikembangkan dengan baik. Hingga kini, telah ditetapkan lima puluh taman nasional di seluruh penjuru Nusantara (Tabel 1). Taman nasional tersebut menjadi dasar dari berbagai usaha konservasi keanekaragaman hayati dalam skala nasional maupun internasional (Rothberg, 1999).

Pengembangan jasa ekowisata dalam tingkat pengelolaan oleh taman nasional di I ndonesia telah berkembang. Struktur dan fungsi taman nasional memperlihatkan kompetensi yang makin baik sebagai berikut:

1. Memiliki struktur kelembagaan pengelolaan ekosistem, yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan, dan ketrampilan melengkapi jasa pariwisata secara umum

2. Memiliki standar dan prosedur sesuai dengan baku mutu pengelolaan lingkungan, keamanan dan kenyamanan

3. Memberi peluang kerjasama internasional, partisipasi pengelolaan oleh operator/ swasta, dan pengembangan promosi.

4. Merupakan kawasan konservasi yang dekat dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal, kelembagaan desa, dan dapat memandu pengembangan kelembagaan serta kearifan lokal (intellectual raw material) yang memberikan manfaat signifikan dalam konservasi dan kesejahteraan.

Aktivitas jasa ekowisata di luar wilayah taman nasional juga dapat dikembangkan. Wilayah tujuan ekowisata tersebut biasanya memiliki karakteristik konservasi yang kuat baik dari aspek kehidupan sosial maupun lingkungannya. Kearifan, pengalaman dan nilai-nilai budaya menyatu dengan lingkungan untuk mendukung kehidupan ekonomi. Wilayah tujuan ekowisata itu dapat menjadi bagian dari ekosistem pesisir, lautan, atau daratan; di sekitar kawasan konservasi, desa atau wilayah yang memiliki nilai-nilai khas yang harus diwariskan untuk generasi mendatang. Dalam RPJMN (2010-2014), pengembangan ekowisata di sepanjang wilayah selatan pulau Jawa telah menjadi pilihan dalam arahan percepatan pembangunan perdesaan di dalam kerangka membangun keseimbangan ekonomi wilayah Jawa Bali.

Pengembangan ekowisata di luar wilayah taman nasional banyak dikembangkan oleh organisasi masyarakat atau perorangan yang memiliki kompetensi dalam ekowisata. Mereka ini biasanya memiliki pengetahuan ekowisata, informasi pasar, modal dan potensi wilayah tujuan ekowisata.

Baik secara individual, maupun membentuk jaringan dengan LSM, atau perguruan tinggi, mereka mampu membangun saluran informasi kepada pengunjung melalui berbagai media. Mereka kemudian mendapat sambutan positif dari penduduk lokal melalui manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan, sehingga seluruh stakeholder ekowisata bersama-sama bertanggungjawab memastikan sustainability sumberdaya ekowisata (Nugroho, 2011).

Saat ini, rencana pengembangan pariwisata (termasuk ekowisata) mengacu Peraturan Pemerintah (PP) 50 tahun 2010 tentang Rencana I nduk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 - 2025. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai leading sector telah menetapkan 50 Destinasi Pariwisata Nasional (DPN ), dimana 15 DPN dipromosikan melalui program Destination Management Organization (DMO) dalam periode 2010 hingga 2014, yakni Sabang, Toba, Kota Tua, Pangandaran, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Batur, Rinjani, Flores, Tanjung Puting, Derawan, Toraja, Bunaken, Wakatobi, dan Raja Ampat. DMO adalah konsep manajemen tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi, yang terpadu dengan peran serta masyarakat, asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi

masyarakat di destinasi pariwisata (dikutip dari

http: / / www.dmoindonesia.com).

Pemerintah juga menjalankan PNPM Mandiri pariwisata untuk desa wisata dengan kriteria: (i) keunikan dan atraksi wisata lingkungan atau budaya, (ii) dukungan akomodasi, homestay, ruang interaksi masyarakat dengan wisatawan/ tamu, dan (iii) jumlah kunjungan wisatawan yang signifikan. Pemerintah akan mengembangkan 967 desa wisata di seluruh I ndonesia pada tahun 2012, dengan bantuan dana sebesar 150 juta rupiah per desa (Antara News, 25 September 2012). Program -program tersebut memiliki dampak signifikan memperkuat pengem bangan wisata di desa. Pengembangan homestay ekowisata dikembangkan melalui program PNPM Mandiri (Peraturan Menteri Kehutanan No P. 16/ Menhut -I -I / 2011) dikaitkan program Model Desa Konservasi (MDK). MDK diarahkan kepada masyarakat miskin, berupa pemanfaatan jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu. Program ini diimplementasikan secara fleksibel sesuai kondisi lapangan, misalnya bantuan teknologi biogas untuk mengurangi konsumsi kayu bakar; pembinaan organisasi ekowisata, dan bantuan pembangunan dan peningkatan kualitas homestay.

Pemerintah daerah juga telah memiliki panduan pengembangan ekowisata dilandasi prinsip-prinsip (Permendagri No 33 Tahun 2009


(10)

Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, Pasal 2): (i) kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata; (ii) konservasi; (iii) ekonomis; (iv) edukasi; (v) kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (vi) partisipasi masyarakat dan (vii) menampung kearifan lokal (Nugroho, 2010).

Kew irausahaan Ekow isata

Entrepreneur adalah orang yang mengadopsi suatu ide ke dalam suatu praktek bisnis atau menghasilkan produk (Juma and Timmer, 2003). Kemampuan seorang enterpreneur sedemikian penting di wilayah tujuan ekowisata karena ia dapat menjembatani beragam kepentingan stakeholder, dan menyelesaikan permasalahan dalam kebersamaan dan keberlanjutan manfaat. Kewirausahaan dapat diukur melalui kreatifitas dan inovasi. Kreatifitas adalah memikirkan sesuatu hal yang baru, sementara inovasi adalah membuat sesuatu yang baru. Uraian ini menjelaskan peranfaktor individudalam kewirausahaan.

Konsep kewirausahaan ekowisata lahir dari tantangan mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan dilandasi dengan tata nilai masyarakat. Kerangka teori yang mendasari pengembangan kewirausahaan antara lain (i) model ekologi Murphy (Murphy’ s Ecological Model), yang menekankan kepada pertisipasi, keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat; (ii) teori keterlibatan sosial (Community Attachment Theory), yang menjelaskan pengaruh, kontribusi, dan keterlibatan masyarakat; dan (iii) teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory), yang menjelaskan hubungan di antara komponen masyarakat dalam mengembangkan kesejahteraan (Kumar, Gill dan Kunasekaran (2012).

Faktor sosial menjadi komponen penting pengembangan kewirausahaan ekowisata. Menurut Juma and Timmer (2003), pembelajaran sosial (social learning) menjadi bagian penting dimana individu-individu memahami kewirausahaan. Melalui proses pembelajaran partisipatif terjadi proses transfer pengetahuan sehingga melahirkan distribusi manfaat dan kebersamaan pandangan di dalam masyarakat. Menurut CRE (2003), faktor sosial mencerminkan iklim kewirausahaan masyarakat dan dapat menjadi ukuran potensial kewirausahaan individu.

Konsep kew irausahaan pemerintah berhubungan dengan berkembangnya fungsi layanan pemerintah mengikuti kaidah dan cara berpikir bisnis swasta. Pola pikir entrepreneur dipelopori oleh pimpinan birokrasi untuk menghasilkan perubahan sistem birokrasi yang mendukung kreativitas, inovasi, efektivitas, efisiensi, profesionalitas, dan berorientasi pada kepuasan pelanggan (masyarakat). Pada posisi ini, kewirausahaan pemerintah merupakan metamorfosis dari kewirausahaan

sosial, dimana pemerintahan yang menempatkan pelayanan prima kepada masyarakat danentrepreneur.

Kewirausahaan pemerintah, atau lebih spesifik wirausaha birokrat, tidak berarti membentuk pebisnis di lingkungan pemerintahan, atau menjadikan pemda sebagai perusahaan yang mengambil untung dari masyarakat. Namun seorang birokrat harus mampu berinovasi melahirkan inovasi kelembagaan antara lain melaluicapacity building dan perubahan dari cara berpikir birokratik ke entrepreneur. I novasi kelembagaan dikembangkan untuk memfasilitasi pertumbuhan investasi dan lahirnya entrepreneur, misalnya bantuan teknis dan manajemen, dan networking dengan supplier atau pasar (Kumar, Gill dan Kunasekaran, 2012).

Penulis telah melakukan penelitian untuk mengukur uji kewirausahaan individu, sosial dan pemerintah di wilayah TN BTS (Nugroho, Negara, Nugroho, 2009) (Tabel 2). Secara keseluruhan rata-rata uji kewirausahaan individu adalah 35.84. Kewirausahaan individu tertinggi ditemukan di desa Cemorolawang (= 38.21), diikuti Ranupane (= 36.00) dan Ngadas (= 34.45). Menurut CRE (2003), responden di tiga desa tersebut tergolong berjiwa entrepreneur (dalam kisaran 30 hingga 39).

Tabel 2. Nilai Skor Uji Kew irausahaan I ndividu, Sosial dan Pemerintah

Wilayah Kewirausahaan

I ndividu Kewirausahaan Sosial

Kewirausahaan Pemerintah Cemorolawan

g 38.21 13.69 17.34

Ngadas 34.45 13.90 14.36

Ranupane 36.00 15.56 15.31

Total Wilayah 35.84 14.61 15.33

Sumber: Nugroho, Negara dan Nugroho (2009) Keterangan skor:

Uji kew irausahaan individu: skor: 0 hingga 9 = Tidak berjiwa entrepreneur; 10 hingga 19 = Sedikit berjiwa entrepreneur; 20 hingga 29 = Sebagian berjiwa entrepreneur; 30 hingga 39 = berjiwa entrepreneur; 40 hingga 50 = Sangat berjiwa entrepreneur

Uji kew irausahaan sosial atau pemerintah: skor: 0 hingga 5 = Tidak mendukung; 6 hingga 10 = Netral; 11 hingga 15 = Setengah mendukung; 16 hingga 20

= Mendukung; 21 hingga 25 = Sangat mendukung

Sementara itu, rata-rata skor uji kewirausahaan sosial sebesar 14.61. kewirausahaan sosial tertinggi ditemukan di desa Ranupane (= 15.56), diikuti Ngadas (= 13.90) dan Cemorolawang (= 13.69). Menurut CRE (2003), responden di tiga desa tergolong setengah


(11)

mendukung berkembangnya kewirausahaan (kisaran 11 hingga kurang dari 16).

Rata-rata skor uji kewirausahaan pemerintah di tiga desa adalah 15.33. Kewirausahaan pemerintah tertinggi ditemukan di desa Cemorolawang (= 17.34), diikuti Ranupane (= 15.31) dan Ngadas (= 14.36). Menurut CRE (2003), responden di desa Cemorolawang mempersepsikan pemerintah mendukung berkembangnya kewirausahaan (kisaran 16 hingga kurang dari 21), sementara di desa Ranupane dan Ngadas, responden mempersepsikan pemerintah setengah mendukung berkembangnya kewirausahaan (kisaran 11 hingga kurang dari 16). Penelitian juga menghasilkan model struktural kewirausahaan seperti disajikan dalam Gambar 1. Model menunjukkan bahwa kewirausahaan individu dapat diukur dari kewirausahaan sosial dan karakter individu. Hal ini adalah petunjuk awal identifikasi hubungan antara komponen kewirausahaan individu dan kewirausahaan secara umum.

Pengaruh kewirausahaan pemerintah terhadap kewirausahaan individu dapat dijembatani variabel antara kewirausahaan sosial, karakteristik individu dan pengalaman, masing-masing dengan kumulatif koefisien regresi 1.125, 1.005 dan 0.014. Hasil tersebut menunj ukkan bahwa kewirausahaan sosial menjadi jembatan paling kuat bagi pengaruh kewirausahaan pemerintah terhadap kewirausahaan individu, dimana dalam hubungan pengaruh langsung tidak signifikan. Dengan demikian,

penelitian ini mampu membuktikan bahwa pengembangan

kewirausahaan sosial adalah syarat perlu bagi pemerintah untuk mengembangkan kewirausahaan individu jasa ekowisata. Lebih penting dari itu, kewirausahaan pemerintah menjadi modal awal mengawalinya

Gambar 1. Struktur Kew irausahaan ( Nugroho, Negara, dan Nugroho, 2009)

Kewirausahaan Kewirausahaan

Kewirausahaan

Pemerintah Karakteristik

Pengalaman

I ncome 0.476

0.529

0.313 0.812

2.012

0.255

0.083 -0.334

untuk membangun trust kepada masyarakat dan pelaku ekonomi ekowisata.

Pengaruh variabel antara karakteristik individu dalam hubungan kewirausahaan pemerintah terhadap kewirausahaan individu, maupun pengalaman terhadap kewirausahaan individu; memperlihatkan besaran singnifikan. I mplementasi spesifik hubungan ini, sesuai dengan variabel yang diamati, pemerintah berperan dalam pembangunan pendidikan sebagai media untuk mengembangkan kewirausahaan individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan, akan memperbaiki cara berpikir dan pengetahuan sehingga terjadi pembelajaran berwirausaha.

Penelitian penulis (Purnomowati, Nugroho dan Negara, 2012) melengkapi deskripsi kewirausahaan.Penelitian menghasilkan kinerja dan kapasitas penduduk lokal dalam aktivitas ekonomi riil usaha tani atau ekowisata. Analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa pekerjaan petani maupun pekerjaan campuran (usaha tani atau ekowisata) layak dijalankan, namun pekerjaan campuran memberikan benefit lebih tinggi dibanding pekerjaan petani, masing-masing dengan NPV 53.84 dan 7.76 juta rupiah, serta BCR 1.3775 dan 1.0866. Sementara hasil analisis kecenderungan pilihan usaha menunjukkan bahwapeubah fasilitas (kepemilikan motor atau mobil), pengalaman (bekerja di luar kota atau mengikuti pelatihan) dan skor kewirausahaan memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kecenderungan pilihan usaha campuran atau ekowisata, masing-masing dengan koefisien sebesar 1.1522, 1.6928 dan 0.15599. Ketiga variabel menjadi sumber inspirasi penduduk masuk ke dalam proses pembelajaran kewirausahaan, sehingga ter bentuk perilaku produktif dalam jasa ekowisata.

Kepemimpinan dan I novasi

Kebutuhan akan kepemimpinan dalam jasa ekowisata sangat penting (WES, 2002). Organisasi cluster ekowisata perlu diperkuat dengan kepemimpinan untuk menjalankan visi, misi dan strategi dalam konservasi lingkungan (Prieto, Gilmore and Osiri, 2009). Penulis mengidentifikasi peran kepemimpinan dan inovasi di tiga tujuan ekowisata, yakni desa Ngadas (TNBTS), Rajegwesi (TNMB) dan Candirejo (Jawa Tengah) (Nugroho dan Negara, 2012; 2013a, 2013b). Produk dan jasa ekowisata disajikan pada Tabel 3.

Kepemimpinan dalam pengembangan jasa ekowisata di desa Ngadas diperankan oleh tiga komponen. Pertama, Kepala Desa yang menjalankan aktifitas pemerintahan formal, melaksanakan tugas-tugas pemerintahan lokal dan menurunkan kebijakan di atasnya. Kedua, dukun yang memimpin dan menjalankan kegiatan tradisi budaya, serta fungsi-fungsi kelembagaan tradisional dan kehidupan Tengger. Pemimpin informal ini menjalankan fungsi koordinasi dan konsultasi untuk kehidupan keseharian, dan menyelesaikan masalah dalam adat Tengger.


(12)

Ketiga, para pelaku atau entrepreneur lokal (bahkan dari luar Ngadas) yang menjalankan usaha dan mengembangkan ekowisata. Entrepreneur tersebut secara nyata mengerjakan dan berusaha jasa ekowisata di Ngadas. Mereka ini terdiri pemilik homestay, pemandu, atau penyedia jasa transportasi.

Tabel 3. Produk dan Jasa Ekow isata di TN Meru Betiri dan Bromo Tengger Semeru dan Candirejo

No Produk dan jasa

TN Bromo Tengger

Semeru TN Meru Betiri Desa Candirejo

1 Pemandangan dan atraksi lingkungan dan budaya

flora dan fauna; lautan pasir, pengamatan matahari terbit; savana, ranu pane, ranu kumbolo, ranu regulo, air terjun (trisulo dan coban pelangi); budaya Tengger, upacara kasodo dan karo

flora dan fauna; Gunung Meru Betiri, pantai Sukamade, Teluk Meru, Teluk Hijau, Teluk Permisan, Teluk Damai; habitat dan pembiakan penyu di pantai Sukamade, Pantai Rajegwesi

Bukit menoreh, watu kendil, kali progo, tempuran, Borobudur, tradisi budaya Jawa seperti Nyadran, Sedekah Bumi, upacara Jumat kliwon, kesenian lokal seperti jathilan, kubrosiswo 2 Manfaat

lansekap

pendakian gunung Semeru, Bromo, Widodaren, Batok, offroad, trekking lautan pasir, trekking savana, para layang

Menjelajahi hutan di sekitar Teluk Hijau. trekking Nanggelan-Bandealit (3 hari), trekking Bande Alit-Sukamade (3 hari), panjat tebing, wisata bahari, kampung nelayan tradisionil

trekking bukit menoreh, rafting , lembah Borobudur,

3 Akomodasi dan fasilitas layanan pendukung

hotel,homestay, restoran, pondok wisata di Ngadisari dan Ranu pane, camping ground

Pondok wisata dan wisma peneliti, menara pandang, camping ground, dilayani MER (Masyarakat Ekowisata Rajegwesi)

homestay, kantor koperasi desa wisata Candirejo

4 Peralatan dan perlengkapan

Pemandu wisata, Sewa kuda, motor ojek, jip offroad

Pemandu wisata, motor jagawana

Pemandu wisata, DVT (dockart village tour), sepeda gunung, 5 Pendidikan dan

ketrampilan

Penelitian kearifan lokal, Penelitian pembiakan penyu, ekspedisi harimau jawa

Pelatihan memasak tradisionil Jawa, berlatih gamelan

6 Penghargaan Tidak ada secara formal Tidak ada secara formal Kalpataru perintis lingkungan tahun 2009

Sumber: Nugroho dan Negara (2013b), klasifikasi berdasarkan Manurung (2002)

Secara umum, fungsi kepemimpinan dari para figur berjalan positif sesuai dengan kewenangannya. Mereka menjalankan fungsinya secara harmoni mendukung kehidupan Tengger mewujudkan kedamaian, saling menghormati dan toleransi menerima budaya lain dari setiap pengunjung. Namun demikian, mereka perlu menunjukkan pengaruh yang positif (Coglisera and Brigham, 2004) agar mampu memberikan ruang bagi terbentuknya model pengelolaan ekowisata. Kepala Desa atau dukun sudah memiliki pandangan atau visi konservasi tentang kehidupan masyarakat. Sementara di antara pelaku ekowisata masih menunjukkan perihal ekonomi pragmatis dan transaksional, yang kurang mendukung visi konservasi.

Organisasi pengelolaan ekowisata di desa Ngadas belum terkoordinasi dengan baik. Layanan ekowisata masih menghadapi masalah pada tingkat produksi, dan penduduk belum siap menyediakan layanan yang baik. Hal ini memerlukan energi besar untuk mengorganisasikannya, dan membutuhkan kepemimpinan yang kuat, agar berdampak kepada kesejahteraan. Saat ini sudah terbangun pos (tiket) masuk TNBTS di desa Ngadas, sekaligus retribusi untuk desa Ngadas, namun masih belum berfungsi selayaknya visitor center.

I novasi kelembagaan untuk mengelola jasa ekowisata menjadi kebutuhan penting di desa Ngadas. Melalui kelembagaan itu dapat didiskusikan dan dirumuskan secara sistematik inovasi produk dan jasa ekowisata. Pihak TNBTS memiliki posisi penting dengan berbagai kompetensi yang dimilikinya. TNBTS dapat memberi solusi model pengelolaan ekowisata sebagaimana pengalaman di TNMB menjalankan program model desa konservasi (MDK). Dengan tidak ada organisasi pengelolaan ekowisata di Ngadas, inovasi berjalan sporadis atau lebih banyak diperankan secara individual oleh pelaku ekowisata, termasuk pelaku dari luar wilayah(Horton, 2009).

Kepemimpinan dalam jasa ekowisatadi Rajegw esidiperankan oleh dua komponen. Pertama, pihak TNMB yang secara langsung menjalankan manajemen kawasan konservasi sebagaimana peraturan perundangan. Kedua, para pelaku jasa ekowisata yang tergabung dalam MER. Pelaku jasa ekowisata ini adalah pemilik homestay, pemandu, atau penyedia jasa transportasi. Kedua komponen ini berjalan sangat kondusif dalam koordinasi yang sangat intensif. I nisiatif masih lebih banyak diperankan oleh petugas TNMB yang kebetulan memiliki ‘ pengaruh’ baik terhadap anggota MER. Petugas ini mampu berkomunikasi sangat baik dengan pemuda desa dan menjadi motivator untuk pengembangan ekowisata, menjalankan fungsi kepemimpinan (Coglisera and Brigham, 2004). Petugas ini menjadi real leader MER, yang mendinamisasi seluruh aktivitas MER atau kehadiran wisatawan. Dalam banyak hal, dimana MER belum mampu beroperasi, petugas TNMB mengambil alih layanan kepada wisatawan secara langsung, misalnya menyediakan mobil jeepoffroad menuju Sukamade.

Kepemimpinan yang diperankan oleh petugas TNMB sangat signifikan menghadirkan visi dan misi MER. Peran ini berjalan karena sesuai dengan fungsi TNMB, khususnya menjalankan program MDK yang merupakan program prioritas Kementerian Kehutanan mendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri (Peraturan Menteri Kehutanan No P. 16/ Menhut -I I / 2011). Pengaruh positif ini menghasilkan pemberdayaan dan pembelajaran kewirausahaan MER (Scheyvens, 1999) hingga memperoleh kesejahteraan yang nyata, melalui peningkatan pendapatan.


(13)

I novasi ekowisata dalam konteks MER masih memiliki ruang yang luas untuk dikembangkan, mencakup kelembagaan, teknologi, produk dan jasa ekowisata dan penunjangnya. Karakter pengunjung ke TNMB sangatlah spesifik, serius, dan pecinta lingkungan. Sebagai misal, mereka pergi ke Sukamade dengan t ujuan untuk menyaksikan pembiakan penyu. Mereka memerlukan waktu sedikitnya dua hari dan semalam, dengan biaya yang tidak sedikit. Pengorbanan wisatawan ini perlu dikompensasi dengan berbagai inovasi yang memberikan pengalaman mengesankan kepada pengunjung.

Tabel 4. Kepemimpinan dan I novasi dalam Jasa Ekow isata di Desa Ngadas, Rajegw esi dan Candirejo

Peranan Aspek Ngadas Rajegw esi Candirejo

Leadership Leaderyang berpengaruh Kurang signifikan, diperankan oleh pelaku ekowisata Signifikan, diperankan oleh petugas TNMB dan pelaku ekowisata

Signifikan, diperankan oleh Kepala desa, Koperasi dan pelaku ekowisata Penguasaan substansi Kurang signifikan, secara alamiah, oleh pelaku ekowisata Signifikan, sistematik, oleh petugas TNMB Signifikan, sistematik, oleh Koperasi Dampak Pembelajaran Kurang signifikan, secara alamiah Signifikan, sistematik, oleh petugas TNMB Signifikan, sistematik, oleh Koperasi Pengambilan keputusan

Belum signifikan Signifikan, membentuk MER

Signifikan,

membentuk Koperasi sejak 2003

Pengendalian Tidak Signifikan Belum signifikan Sangat signifikan Komunikasi

dan partisipasi

Belum signifikan Signifikan, komunikasi dalam layanan ekowisata Signifikan, komunikasi dalam musyawarah Desa, organisasi Koperasi dan dalam layanan ekowisata

I novasi

Kelembagaan Tidak ada, baru ada pos masuk, belum terkelola Terorganisasi dalam MER, dalam pembinaan MER Terorganisasi dalam Koperasi Produk dan jasa

Tidak ada, secara alamiah, belum dikelola Terorganisasi dalam MER Terorganisasi dalam Koperasi

Sumber Nugroho dan Negara (2012; 2013a, 2013b)

Mereka sekarang sudah mampu menawarkan program paket sehari untuk menikmati obyek wisata di sekitar Rajegwesi atau TNMB. MER juga menyelenggarakan festifal kuliner dan tour de Rajegwesi (pada tanggal 26 hingga 27 Oktober 2013). I ni adalah pengalaman yang luar

biasa, karena dapat mengorganisasikan kegiatan yang sama sekali baru. Bagaimanapun juga penduduk lokal masih berkarakter nelayan atau petani. Mereka melakukan perubahan cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang lebih melayani dan berkarakter jasa.

Kepemimpinan di dalam jasa ekowisata di dalam tiga wilayah yang dipelajari menunjukkan kinerja yang berbeda. Kepemimpinan di desa Ngadas menyajikan pengaruh yang kurang signifikan dibanding di Rajegwesi (Tabel 4).

Leadership di dalam jasa ekowisata Candirejo sudah berkembang. Model koperasi dan mekanisme organisasi di dalamnya mendukung berfungsinya leadership, dan sebaliknya leadership dapat menstimulasi perkembangan koperasi dan jasa ekowisata. Profil leader kepala desa membuktikan bahwa inisiatifnya mampu diserap dan dipahami oleh warganya. Profil ketua koperasi juga merupakan leader yang memiliki pengaruh yang positif di dalam masyarakat dan anggota koperasi.

I novasi ekowisata Candirejo masih memiliki ruang yang luas untuk dikembangkan, mencakup teknologi, kelembagaan, produk dan jasa ekowisata dan penunjangnya. Karakter pengunjung ke Candirejo pada dasarnya adalah peminat budaya Jawa, yang kebanyakan dari mancanegara. Tujuan utama para wisatawan itu adalah Yogyakarta atau candi Borobudur. Koperasi telah memiliki jejaring dengan biro-biro perjalanan terutama di Yogyakarta untuk menghadirkan wisatawan ke Candirejo. Karena itu, Candirejo harus mampu menyediakan paket wisata yang khas, dengan kemasan yang menarik dan layanan yang baik. Berbagai inovasi dapat dibangun misalnya, homestay yang bersih, kuliner, atau aktivitas-tradisi budaya. Koperasi ekowisata Candirejo berupaya mengembangkan inovasi dalam berbagai kegiatan (Tabel 3) .

Tabel 5. Perkembangan Kinerja Usaha dan Pengunjung Koperasi Candirejo Tahun Kinerja Usaha ( juta rupiah) Pengunjung ( orang)

Pendapatan Pengeluaran SHU Domestik Asing Jumlah

2003 18.45 16.89 1.56 1071 43 1114

2004 40.85 37.77 3.08 1057 61 1118

2005 71.27 65.89 5.38 432 611 1043

2006 112.40 106.97 5.44 912 644 1556

2007 185.72 179.38 6.34 973 1056 2029

2008 193.83 185.53 7.45 1449 1424 2873

2009 202.29 192.16 10.14 1282 1796 3078

2010 239.12 224.64 14.49 1077 1872 2949

2011 340.55 320.89 17.10 632 3063 3695

Jumlah 1404 .49 1330 .12 70 .97 8885 10570 19455 Sumber: RAT Koperasi tahun 2011 (Koperasi Desa Candirejo, 2012)

Koperasi ekowisata Candirejo beranggotakan 56 orang terdiri kelompok pelaku usaha homestay (20), pemandu wisata (7 orang), kesenian (jatilan, dayakan, kobra, wulan sunu/ selawatan, karawitan),


(14)

agro (pepaya, rambutan, dll), rafting, outbond dan dokar/ andong (10 pemilik andong). Jasa yang dilayani meliputi wisata alam, wisata agro, seni budaya, rafting, outbond dan simpan pinjam. Selama sembilan tahun sejak berdirinya, perkembangan usaha meningkat signifikan mengikuti jumlah pengunjung (Tabel 5). Pada tahun 2011, jumlah sisa hasil usaha mencapai 71 juta rupiah, dengan dominasi pengunjung dari manca negara.

Kinerja ekowisata Candirejo hampir sama dengan Organisasi koperasi "Tnunan" di Taiwan (Tang and Tang, 2010), yang mampu memadukan nilai-nilai tradisional "Gaga" dengan manajemen ala corporate. Koperasi membangun fasilitas penginapan, restorant dan pertokoan, dan membagi tugas kepada seluruh anggota berdasarkan kesepakatan yang diarahkan oleh pemimpin koperasi. Anggota koperasi dapat memperoleh manfaat, antara lain upah (sesuai tugasnya), asuransi kesehatan, subsidi pendidikan, jaminan kematian, bantuan pernikahan atau bantuan emergensi lainnya. Koperasi ekowisata Candirejo sudah mampu menampilkan kinerja finansial dan non finansial yang memuaskan sebagaimana de Waal (2012).

Strategi Pengembangan

Peran kepemimpinan dan inovasi dapat diimplementasi untuk menyusun strategi pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata. Razzaq, et al. (2012) mengidentifikasi bahwa pemberdayaan masyarakat adalah komponen penting partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata. Pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh kepemimpinan dan organisasi lokal dalam memainkan jasa wisata. Peran leadership dan inovasi dalam pemberdayaan dapat dilihat dalam aspek (i) produksi dan partisipasi, (ii) promosi dan kerjasama, (iii) pendidikan konservasi, dan (iv) manajemen dan organisasi.

Kondisi pengelolaan ekowisata di desa Candirejo (Tabel 6) dapat menjadi acuan pengembangan ekowisata. Sebagaimana diakui pengurus MER, mereka telah melakukan studi banding dan banyak mencontoh model pengelolaan ekowisata Candirejo. Candirejo juga diakui sebagai model desa ekowisata secara nasional1. Koperasi ekowisata Candirejo menjalankan fungsinya (kepemimpinan dan inovasi) secara baik dalam berbagai kegiatan. Sementara, ekowisata di Rajegwesi (dengan derajad permasalahan 8) menempati posisi sedang, dan masih memerlukan penguatan, fokus dan pengembangan. Adapun ekowisata di Ngadas, dengan derajad permasalahan 11, perlu bekerja keras dalam berbagai bidang untuk menjadi desa ekowisata yang maju.

1

Diungkapkan oleh Ary Suhandi, ketua Indonesia Ecotourism Network (Indecon) dalam suatu sarasehan ekowisata di Kaliandra, Prigen pada tahun 2007.

Tabel 6. I syu Pokok dan Permasalahan dalam Pengembangan jasa Ekow isata di TN Meru Betiri dan Bromo Tengger Semeru dan Candirejo

NoAspek

kegiatan I syu pokok dan permasalahan

Derajad Permasalahan* ) Desa

Candi-rejo

TN Bromo Tengger

Semeru

TN Meru Betiri 1 Produksi dan

partisipasi

I dentifikasi produk dan jasa, produk unggulan, inovasi produk,

manajemen produk, social entrepreneur

1 3 2

2 Promosi dan kerjasama

Segmentasi pasar, kerjasama (networking), media promosi

1 2 3

3 Pendidikan I nterpretasi, komunikasi, kemasan program (budidaya, mengolah,

memperingati)

1 3 1

4 Manajemen dan organisasi

Pembentukan dan penguatan organisasi, DMO, inovasi kegiatan

1 3 2

Jumlah 4 11 8

* ) ukuran kualitatif derajad permasalahan, 1= rendah, 2= sedang, 3= berat Sumber: Nugroho dan Negara (2013b)

Strategi umum pengembangan kewirausahaan ekowisata dapat disusun sebagai berikut:

a. Produksi dan partisipasi. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya antara lain:

i. I dentifikasi produk dan jasa, yakni menemukan produk budaya dan lingkungan yang memerlukan perhatian untuk dikonservasi ii. Produk unggulan, yakni menganalisis dan menetapkan produk

budaya dan lingkungan unggulan yang unik, menonjol, untuk dikonservasi yang memuat unsur pendidikan.

iii. I novasi produk, yakni menganalisis dan menemukan produk budaya dan lingkungan unggulan yang baru, untuk mendukung konservasi dari produk-produk yang sudah ada sebelumnya iv. Manajemen produk, yakni melaksanakan pengelolaan produk

budaya dan lingkungan dengan standar tertentu untuk menjamin konservasi

v. Social entrepreneur, yakni mengembangkan kepemimpinan lokal jasa ekowisata, untuk menjalankan fungsi wirausaha sosial (sebagaicorporate dan institusi) dan memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan produk budaya dan lingkungan secara berkelanjutan

b.Promosi dan kerjasama. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya antara lain:


(15)

i. Segmentasi pasar, yakni mengembangkan dan memfokuskan minat wisatawan, menggali karakteristik wisatawan agar menghasilkan pengalaman berwisata yang memuaskan.

ii. Kerjasama (networking), yakni mengembangkan kerjasama promosi dengan pemerintah, biro perjalanan, taman nasional, perguruan tinggi, atau masyarakat.

iii. Media promosi, yakni mengembangkan media prom osi yang lebih luas, antara lain media cetak, digital, internet, radio atau televisi. c. Pendidikan konservasi. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui

upaya-upaya antara lain:

i. I nterpretasi, yakni mengembangkan interpretasi secara akademik untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

ii. Komunikasi, yakni mengembangkan pelatihan kualitas berkomunikasi, etiket, bahasa asing, dan keramah tamahan. iii. Kemasan program, yakni mengembangkan kemasan program

yang memuat pendidikan konservasi, antara lain budidaya, mengolah, memperingati momentum tradisi atau siklus alam tertentu.

d.Manajemen dan organisasi. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya antara lain:

i. Pembentukan dan penguatan organisasi, yakni melaksanakan pembentukan organisasi ekowisata sesuai dengan kemampuan dan karakteristik penduduk lokal.

ii. DMO, yakni melaksanakan pengelolaan organisasi berdasarkan konsepsi DMO atau berintegrasi dengan DMO terdekat atau taman nasional.

iii. I novasi kegiatan, yakni mengembangkan kegiatan baru atau mengorganisasikan momentum baru, untuk meningkatkan pengalaman dan menciptakan pencitraan jasa ekowisata.

PENUTUP

Peran kepemimpinan dan inovasi menunjukkan pengaruh signifikan dalam pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata berbasis penduduk lokal. Kepemimpinan dan inovasi dapat mengawal visi konservasi, dan meningkatkan partisipasi penduduk lokal, serta mengembangkannya untuk memberikan nilai tambah ekowisata. Kepemimpinan yang didukung inovasi berperan untuk menggali potensi lokal dan memelihara ekowisata untuk senantiasa memberikan aliran manfaat kepada penduduk lokal.

Dari wilayah penelitian yang dipelajari, peran kepemimpinan dan inovasi jasa ekowisata menunjukkan kinerja yang berbeda. Kepemimpinan di desa Ngadas belum berfungsi optimal memotivasi

pembentukan organisasi ekowisata. Kepemimpinan belum menjamin tercapainya visi konservasi dan kesejahteraan penduduk Ngadas.

Di Rajegwesi, kepemimpinan mampu mengidentifikasi substasi, menjalankan visi dan misi konservasi lingkungan. Kepemimpinan tersebut telah berfungsi menginisiasi pembentukan MER dan menghasilkan pemberdayaan masyarakat dalam jasa ekowisata. Sekalipun peran petugas TNMB masih dominan, namun dengan pembelajaran ekowisata dan fungsi-fungsi MER diharapkan dapat menghasilkan pelaku-pelaku yang mandiri mengembangkan inovasi ekowisata.

Fenomena kepemimpinan ekowisata di desa Candirejo berfungsi optimal. Kepemimpinan mampu menjalankan visi konservasi diikuti partisipasi penduduk lokal. Jasa ekowisata Candirejo dikelola oleh masyarakat secara mandiri dalam manajemen ‘ koperasi’ mampu menyajikan produk dan jasa ekowisata yang inovatif dan berkualitas, serta menarik jumlah pengunjung yang signifikan, khususnya wisatawan asing. Hal ini dapat memperkaya studi pengelolaan ekowisata. Selama ini, pengelolaan ekowisata senantiasa dihubungkan dengan standar pengelolaan oleh taman nasional. Ekowisata Candirejo termasuk yang dipandang berhasil sekalipun berada di luar pengelolaan taman nasional.

I mplementasi peran kepemimpinan dan inovasi dalam pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata dinyatakan melalui strategi sebagai berikut: (i) produksi dan partisipasi, dengan penekanan kepada iI dentifikasi produk dan jasa, produk unggulan, inovasi produk, manajemen produk, dan social entrepreneur; (ii) promosi dan kerjasama, menekankan kepada segmentasi pasar, kerjasama (networking), dan pengembangan media promosi; (iii) pendidikan konservasi, dengan fokus kepada interpretasi, komunikasi, dan kemasan program (budidaya, mengolah, memperingati); (iv) manajemen dan organisasi, yakni denganpembentukan dan penguatan organisasi, keterlibatan DMO, dan inovasi kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

Coglisera, C. C. and Brigham, K. H. 2004. The intersection of leadership and entrepreneurship: Mutual lessons to be learned. The Leadership Quarterly 15: 771–799.

CRE (Centre for Rural EntrepreneurshiP). 2003. Entrepreneurship Quick Test: tools for energizing entrepreneurship. www.ruraleship.org

de Waal, A. A. 2012. Characteristics of High Performance Organisations. Business Management and Strategy. 3(1): 14-31.

Drabenstott, M. 2006. Rethingking faderal policy for regional economic development. Economic Review, first quarter: 115-142


(16)

Fodor, A. and Sitanyi, L. 2008a. Clusters And I nnovation I n Ecotourism Development. I nterdisciplinary Management Research. 4: 93-109. Fodor, A. and Sitanyi, L. 2008b. The Relationship between ecotourism

clusters and innovation milieu in the region of South-Eastern Europe. Annales Universitatis Apulensis Series Oeconomica, 2(10): 1-14 . Horton, L. R. 2009. Buying Up Nature: Economic and Social I mpacts of

Costa Rica’ s Ecotourism Boom. Latin American Perspectives, I ssue 166, 36(3): 93-107

Juma, C. and Timmer, V. 2003. "Social Learning and Entrepreneurship: A Framework for Analyzing the Equator I nitiative and the 2002 Equator Prize Finalists." Working paper of 5 December

Koperasi Desa Candirejo. 2012. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Koperasi Desa Wisata Candirejo. Tahun Buku 2011. Koperasi Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. 21p. Kumar, R , S. S. Gill dan P. Kunasekaran 2012. Tourism as a Poverty

Eradication Tool for Rural Areas in Selangor, Malaysia. Global Journal of Human Social Science. 12(7): 21-26

Lash, G. Y. B. and Austin, A. D.. 2003. Rural Ecotourism Assessment Program (REAP) A Guide to Community Assessment of Ecotourism As a Tool for Sustainable Development. EplerWood I nternational. 86p. Manurung. 2002. Ecotourism in I ndonesia. I n: Hundloe, T (ed.).

Linking Green Productivity to Ecotourism : Experiences in the Asia-Pacific Region. Asian Productivity Organization (APO), Tokyo, Japan. 98-103

Nugroho, I and Purnawan D. Negara. 2013a. The Role of Leadership and I nnovation in Ecotourism Services Activity in Candirejo Village, Borobudur, Central Java, I ndonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology, I ssue 0079, July 2013. 1178-1182 Nugroho, I dan Negara, P. D. 2012. Peran Sistem I novasi dan

Kepemimpinan dalam Pengembangan Kewirausahaan Jasa Ekowisata Berbasis Penduduk Lokal. Laporan Penelitian Strategis Nasional tahun 2012. DP2M Dikti, Jakarta. [ Tidak dipublikasi]

Nugroho, I dan Negara, P. D. 2013b. Peran Sistem I novasi dan Kepemimpinan dalam Pengembangan Kewirausahaan Jasa Ekowisata Berbasis Penduduk Lokal. Laporan Penelitian Strategis Nasional tahun 2013. DP2M Dikti, Jakarta. [ Tidak dipublikasi)

Nugroho, I . 2007. Ekowisata: Sektor Riil Pendukung Pembangunan Berkelanjutan. Majalah Perencanaan Pembangunan-BAPPENAS Jakarta. Edisi 2 tahun ke XI I (Januari-Maret): 44-57.

Nugroho, I . 2010. Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah. Jurnal Pembangunan Daerah. Kementerian Dalam Negeri RI , Jakarta. Edisi 01 tahun 2010. 65-76.

Nugroho, I . 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p.

Nugroho, I ., Negara, P. D. dan Nugroho, Y. A. 2009. Karakteristik Kewirausahaan Penduduk Lokal Pada Jasa Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Social Economic of Agriculture and Agribusiness (SOCA) Journal, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Denpasar. 9(3): 342-346.

Prieto, L.C., Gilmore, J. and Osiri, J. K. 2009. Environmental Leadership Development: A Framework for Designing and Evaluating a Training Program. European Journal of Social Sciences. 9(4): 586-593 Purnomowati, W., Nugroho, I dan Negara, P. D. 2012. Entrepreneurship

Ability on Ecotourism Services of Local People in Bromo Tengger Semeru National Park, Malang Regency, East Java, I ndonesia. 11th I nternational Entrepreneurship Forum (11th I EF) Conference Entrepreneurship and Sustainability: From Lifestyles to I nnovative Enterprises in Creative and Sustainable Environments. 3-6 September 2012, Kuala Lumpur, Malaysia. Conference Proceedings. Volume 2. 458-473.

Raufflet, E., A. Berranger, A. and Gouin, J. F. 2008. I nnovation in business-community partnerships: evaluating the impact of local enterprise and global investment models on poverty, bio-diversity and development. Corporate Governance. 8(4): 546-556

Razzaq, A. R. A., M. Z. Mustafa, A. Suradin, R. Hassan, A. Hamzah and Z. Khalifah. 2012. Community Capacity Building for Sustainable Tourism Development: Experience from Miso Walai Homestay. Business and Management Review Vol. 2(5) pp. 10 – 19 July, 2012. Rothberg, D. 1999. Enhanced and Alternative Financing Mechanisms

Strengthening National Park Management in I ndonesia. NRMP USAI D, Jakarta

Scheyvens, R. 1999. Ecotourism and the empowerment of local communities. Tourism Management 20: 245-249.

Tang, C. P and S. Y. Tang. 2010. I nstitutional Adaptation and Community-Based Conservation of Natural Resources: The Cases of the Tao and Atayal in Taiwan. Human Ecol (2010) 38: 101-111 WES (World Ecotourism Summit). 2002. Québec Declaration on

Ecotourism. WES in the Framework of the UN I nternational Year of Ecotourism, the United Nations Environment Programme (UNEP) and


(1)

KARAKTERI STI K PENGUNJUNG WANAWI SATA HUTAN KERA

NEPA SAMPANG PASCA TERBUKANYA AKSES JEMBATAN

SURAMADU

I hsannudin

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

Madura

E-mail:

ihsannudin@yahoo.com

ABSTRAK

Hutan selain memiliki fungsi produksi dan konservasi juga

memiliki fungsi rekreasi atau yang dinamakan wanawisata. Madura

memiliki hutan seluas 47.121,20 hektar dan memiliki potensi untuk

pengembangan wanawisata salah satunya adalah Hutan Kera Nepa.

Setelah terbukanya akses Madura melalui adanya Jembatan

Suramadu memberikan pintu yang lebih lebar untuk pengembangan

dunia pariwisata. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui

Wanawisata Hutan Kera Nepa, (2) untuk mengetahui karakteristik

pengunjung wanawisata Hutan Kera Nepa, dan (3) untuk

mengetahui tipologi pengunjung wanawisata Hutan Kera Nepa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Wanawisata Hutan Kera Nepa telah

memiliki unsur dasar Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang

atraktif (natural, cultural

dan sintetik). Karakteristik pengunjungnya

dapat digolongkan pada usia muda yang menyukai tantangan dan

rasa ingin tahu yang besar. Tipologi pengunjungnya masuk dalam

kategori

Allocentris.

Kata kunci

:

Wanawisata Kera Nepa, Madura

KONSEP SMART CI TY MENDUKUNG PENGEMBANGAN

PARI WI SATA KOTA MALANG

Wiw in Purnomow ati

Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang

E-mail:

anisa_iwin@yahoo.com

ABSTRAK

Kompleksitas pembangunan yang dihadapi Kota Malang saat ini membutuhkan sebuah percepatan pembangunan yaitu ekonomi pintar (smart economy), mobilitas pintar (smart mobility), lingkungan pintar (smart environment), masyarakat pintar (smart people), kehidupan cerdas (smart living) dan pemerintahan pintar (smart governance). Keenam unsur ini merupakan dimensi dari smart city. Dari arah pembangunan jangka panjang Kota Malang nampak bahwa pemerintah telah mempersiapkan SDM dan I ptek untuk mewujudkan Kota Malang sebagai smart city (kota pintar), namun pengertian smart city yang diimplementasikan Kota Malang lebih menitikberatkan pada pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, berarti konsep ini lebih tepat disebut sebagai digital city. Beberapa program sebagai perwujudan Kota Malang sebagai smart city, yaitu: peluncuran 65 area hot spot, pelatihan jardiknas dan bimtek electronic mail oleh Dinas Pendidikan, gerakan Malang Go Open Source, Malang Cyberpark di alun-alun Kota Malang dan penerapan E-Government dalam meningkatkan pelayanan publik. Semua program tersebut lebih tepat dikatakan sebagai program-program untuk mewujudkan Malang Kota Digital (digital city). Program-program yang bisa dilakukan untuk mewujudkan Malang Smart City antara lain adalah pemberdayaan masyarakat termasuk UMKM dan koperasi, penyediaan sarana dan prasarana transportasi dan infrastruktur yang memadai, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemenuhan RTH 30% dan lain-lain. I mplementasi dimensi-dimensi dari smart city ini bisa mendukung pengembangan pariwisata Kota Malang.

Kata kunci:

Smart economy, smart environment, smart people, smart governance, smart mobility


(2)

PENGARUH KUALI TAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN

KONSUMEN DAN I MPLI KASI NYA PADA PENI NGKATAN

KUNJUNGAN WI SATA ( Studi Empirik pada Obyek Wisata di

Kota Batu)

Wahju Wulandari

Dharmayanti Prihandini

Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang

E-mail:

ndari.sodik@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas

pelayanan terhadap kepuasan konsumen dan implikasinya terhadap

peningkatan pengunjung wisata.

Jenis penelitian adalah Studi

Kasus (Case Study)

pada

obyek

wisata

Kota

Batu.

Teknik

pengambilan sampel menggunakan

accidental sampling,dimana

jumlah pengunjung tidak dapat ditentukan secara pasti pada suatu

obyek wisata.

Penentuan jumlah sampel mempergunakan rumus

Slovin. Obyek wisata dipilih sebanyak lima obyek wisata yaitu: Batu

Night Spectacular (BNS), Cangar, Jatim Park I dan I I , Kusumo Argo,

Selecta. Metode Analisis menggunakan pendekatan Deskriptif dan

Analisis Jalur (

Path Analysis). Uji I nstrumen Penelitian dilakukan

untuk memastikan kesahihan dan kehandalan instrumen penelitian.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh

terhadap kepuasan pelanggan sebesar 0,633,

dan

jumlah

kunjungan sebesar 0,286. Hasil lainnya menunjukkan bahwa

kepuasan pelanggan

berpengaruh

terhadap jumlah kunjungan

sebesar 0,339. Sementara

kualitas pelayanan berpengaruh tidak

langsung dari terhadap jumlah kunjungan melalui variabel antara

kepuasan pelanggan.

Kata kunci

:

kualitas pelayanan, kepuasan konsumen, pariwisata,

pengunjung wisata

MENGGAGAS PAKET EKOWI SATA KOTA MALANG

SEBAGAI SALAH SATU MEDI A PEMBELAJARAN BAGI

MASYARAKAT

Kun Aniroh M Gunadi

Program Diploma I V Pariwisata Universitas Merdeka Malang

E-mail:

kun.aniroh@gmail.com

ABSTRAK

Kota Malang sejak lama dikenal sebagai kota yang sejuk dan

dan indah sehingga menjadi daya tarik wisata. Kota Malang juga

memiliki kekhasan sebagai kota sejarah. Pengunjung atau

wisatawan umumnya menghabiskan waktu satu sampai dua hari

untuk menikmati obyek-obyek wisata di Malang. Namun demikian,

potensi daya tarik wisata tersebut menunjukkan kecenderungan

menurun karena beberapa hal, antara lain kurang tersedianya

paket-paket wisata Kota Malang, lemahnya promosi paket wisata

Kota Malang, dan berkurangnya fasilitas dan tidak terpeliharanya

trotoar atau fasilitas pejalan kaki. Hasil penelitian Ridianto (2013)

menunjukkan bahwa paket yang dijual di Kota Malang adalah paket

wisata ke

luar daerah atau keluar negeri. Hal ini dapat

mengakibatkan penurunan tingkat kunjungan wisata ke Kota

Malang. Beberapa solusi yang ditawarkan antara lain penawaran

paket

wisata

di

sekolah-sekolah,

pengenalan

obyek-obyek

ekowisata, dan penguatan citra Malang sebagai kota pendidikan dan

pariwisata.


(3)

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN ANTI GEMUK

SEBAGAI DAYA TARI K WI SATAWAN

Sukamto

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

E-mail:

sukamuwg@yahoo.com

ABSTRAK

Pola konsumsi makan pada sebagian besar masyarakat

cenderung untuk

over nutrition. Gejala tersebut mendorong

timbulnya

over weight

(kegemukan) dan obesitas sehingga memicu

munculnya berbagai penyakit degeneratif hipertensi, stroke,

kanker, maupun jantung koroner. Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) mencatat bahwa pada tahun 2005 secara global ada sekitar

1,6 miliar orang dewasa yang kelebihan berat badan atau

overweight

dan 400 juta diantaranya dikategorikan obesitas. Oleh

karena itu penggunaan produk pangan yang berhubungan dengan

pengendalian obesitas tersebut semakin besar. Daerah wisata

merupakan salah satu sarana untuk mensosialisasikan sekaligus

ajang promosi produk-produk pangan anti gemuk. Produk-produk

tersebut diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan

yang berkunjung.

Kata kunci

:

pangan, obesitas, wisata

PENGELOLAAN DESA WI SATA SEHAT DALAM RANGKA

PELESTARI AN KERAGAMAN HAYATI GULMA BI OFARMAKA

Untung Sugiarti

* )

Rikaw anto Eko M.

* * )

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Fakultas Pertanian Tribhuwana Malang

E-mail:

untungsugiarti@yahoo.co.id

Abstrak

I ndonesia memiliki potensi plasma nutfah tumbuhan berkhasiat

obat (Biofarmaka). Menurut Taslim (2004), I ndonesia memiliki

sekitar 7.000 spesies tumbuhan berkhasiat obat, atau 90% jumlah

spesies sejenis di Asia. Potensi tersebut merupakan kekayaan

budaya bangsa I ndonesia yang perlu dipelihara dan dilestarikan.

Tanaman obat menjadi populer dalam kesehatan dan pengobatan.

Beberapa tertentu dapat dibuat ramuan jamu untuk dim inum

maupun untuk bagian luar tubuh. Potensi tanaman obat dapat

menjadi alternatif daya tarik desa wisata. Hal ini lebih jauh dapat

melahirkan konsep Desa Wisata Sehat Terpadu (DWST). DWST

adalah desa yang memberikan nuansa alam hijauan obat, memiliki

pengolahan ramuan jamu, outlet konsumsi jamu, dan pelatihan

tentang jamu tradisional bagi wisatawan. Beberapa aspek penting

pengembangan DWST antara lain, aspek penyelamatan plasma

nutfah,

proses

pengolahan

jamu

yang

benar,

kesehatan

masyarakat, dan peluang kesempatan kerja.


(4)

PENUMBUHAN WI RAUSAHA BARU I NDUSTRI MAKANAN

DAN MI NUMAN BERBAHAN BAKU PANGAN LOKAL SEBAGAI

PENDUKUNG PENGEMBANGAN PARI WI SATA DAERAH

Rita Hanafie

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

E-mail:

ritauwg@yahoo.co.id

ABSTRAK

Wirausaha merupakan salah satu jalan keluar untuk mengatasi

pengangguran dan kemiskinan, terutama di wilayah pedesaan.

Banyaknya potensi wisata alam di wilayah pedesaan menjadi daya

tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Wisata alam yang menjanjikan akan makin diminati manakala

masyarakat

setempat

mampu

menyuguhkan

wisata

kuliner

berbahan baku pangan lokal yang khas. Makanan khas ini bisa

menjadi salah satu daya tarik wisata tersendiri manakala dikelola

secara serius. Hasil pendampingan yang dilakukan di beberapa

kota/ kabupaten di Jawa Timur menyebutkan bahwa penumbuhan

wirausaha baru berbasis industri makanan dan minuman, khususnya

berbahan baku pangan lokal mengalami kendala antara lain

lemahnya motivasi masyarakat, kuatnya citra PNS,

lemahnya

permodalan. Permasalahan utama yang ada adalah pemasaran.

Tumbuhnya wirausaha baru industri makanan dan minuman

berbahan baku pangan lokal akan menjadi bagian dari daya tarik

wisatawan yang pada akhirnya menimbulkan geliat pertumbuhan

perekonomian masyarakat apabila pemerintah melalui dinas-dinas

terkait mampu memberikan jaminan pasar bagi mereka.

Kata kunci

:

wirausaha baru, makanan dan minuman, pangan lokal

KONTRI BUSI PENDAPATAN BUDI DAYA TERPADU

DI LAHAN KERI NG DATARAN RENDAH BERI KLI M KERI NG

TI ANYAR TI MUR KARANGASEM BALI

I Gusti Komang Dana Arsana

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Bali

E-mail:

igkomangdana@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mempelajari potensi budidaya tanaman secara terpadu. Penelitian dilaksanakan di Desa Tianyar Timur, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan lahan adalah berupa tegalan dengan kebanyakan status hak milik. Jenis tanah merupakan bekas letusan Gunung Agung dengan tekstur dominan pasir berdebu, mempunyai sifat porositas dan tingkat erosi yang sangat tinggi. Ternak merupakan salah satu aset produktif yang dimiliki petani. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga, khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Pendapatan rata-rata petani responden adalah Rp. 3.536.499,60 per tahun, terdiri sekitar Rp. 2.249.739,60 dari kegiatanon farm, Rp. 769.462,80 dari non farm dan sekitar Rp.517.297,30 dari off farm. Pendapatan usahatani yang berasal dari tanaman tahunan sebesar Rp. 746.062,77, terdiri dari jambu mete dan lontar masing-masing yaitu Rp. 217.983,24 dan Rp.188.567,57, diikuti dengan kelapa Rp. 121.102,70, pisang Rp. 101.830,88, pepaya Rp. 72.056,76 dan mangga Rp. 44.521,62. Pendapatan per tahun on farm dari subsektor peternakan sebesar Rp. 978.243,20, dikontribusi ternak sapi sebesar Rp. 616.216,20 (63% ), babi Rp. 304.054,10 (31% ) dan ayam buras sebesar Rp. 57.972,90 (6% ). Secara umum teknik budidaya dan pasca panen belum optimal. Untuk itu introduksi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian tepat guna sangat tepat untuk diimplementasikan untuk meningkatkan pendapatan petani.

Kata kunci:

pendapatan, budidaya, terpadu, lahan kering dataran rendah iklim kering


(5)

WI SATA KULI NER MAKANAN TRADI SI ONAL SEBAGAI

PENUNJANG DESA EKOWI SATA

Enny Sumaryati

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

E-mail: Enny.dosenuwg@yahoo.co.id

ABSTRAK

Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan

sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya

untuk

dijadikan

sebagai

sumber

pendapatan

yang

berkesinambungan. Penyelenggaraan ekowisata pada dasarnya

dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keasliaan alam dan

lingkungan, memelihara keaslian adat istiadat, kebiasaan hidup

atau

the way of life,

menjaga kelestarian flora dan fauna, serta

melestarikan lingkungan hidup sehingga alam ( Sukma, 2009 ).

Ekowisata adalah konsep yang dapat memberikan keuntungan bagi

masyarakat. Konsep besarnya adalah proses interaksi dan saling

belajar antara masyarakat lokal dan wisatawan. Masyarakat lokal

membuat kerajinan lokal untuk dijadikan cinderamata, memasak

makanan tradisional setempat untuk disajikan pada wisatawan,

menyediakan kamar bagi tempat menginap, mengajarkan budaya

dan kearifan lokal, sekaligus belajar pada wisatawan yang datang

tentang

hal-hal

baru.

Kehadiran

wisatawan

(khususnya

ekowisatawan) ke tempat -tempat yang masih alami itu memberikan

peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan

alternatif dengan menjadi pemandu wisata, membuka homestay,

pondok ekowisata (ecolodge)

, wisata kuliner yang berkaitan dengan

ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau

meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal, baik secara materiil,

spirituil, kulturil maupun intelektual. Wisata kuliner makanan

tradisional khas desa dengan melihat dan belajar cara pembuatan

kue tradisional bisa dijadikan daya tarik bagi wisatawan sehingga

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Kata kunci

:

Wisata kuliner, makanan tradisional, budaya,

pendapatan masyarakat lokal

ANALI SI S STRATEGI S POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI

KAWASAN PESI SI R REJEGWESI BANYUWANGI DALAM

PENGEMBANGAN MODEL EKOWI SATA

Hasan Zayadi

1)

Luchman Hakim

2) 1)

Biologi FMI PA Universitas I slam Malang

2)

Biologi FMI PA Universitas Braw ijaya Malang

E- mail:

hasanzayadi84@gmail.com

ABSTRAK

Pengembangan wilayah pesisir dapat dikembangkan menjadi

model ekowisata. Karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut

untuk mengetahui potensi wisata di kawasan pesisir Rajegwesi.

Metode yang dilakukan

adalah

observasi

kelapangan

secara

langsung untuk mendapatkan gambaran kondisi geografis, potensi

sumber daya (baik manusia maupun alam) di pesisir, dan potensi

atraksi wisata yang terdapat di pesisir Rajegwesi. Data yang

didapatkan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis SWOT.

Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) di Rajegwesi,

antara lain keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya

tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan

budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Strategi pengembangan ODTWA meliputi 8 (delapan) aspek, yaitu :

aspek-aspek perencanaan, kelembagaan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, pengusahaan, pemasaran, peran serta masyarakat,

penelitian dan pengembangan. Peluang usaha yang dapat

dikembangkan di kawasan pesisir Rajegwesi, antara lain: produk

unggulan (seperti tracking, outbound, mendaki gunung, keragaman

flora fauna, dan lain sebagainya), pengembangan atraksi seni dan

budaya, peningkatan pasar domestik, diversifikasi produk wisata

yang

optimal,

SDA

yang

optimal,

optimalisasi

pemasaran,

sinergisitas para stakeholder, meningkatnya iklim investasi dan

mendapatkan keuntungan berkelanjutan.

Kata kunci

:

Model ekowisata, Pesisir, Wisata Alam,

Keanekaragamanhayati


(6)

PENGEMBANGAN DESA WI SATA DI I NDONESI A BERBASI S

SI STEM PERTANI AN ORGANI K

Ririen Prihandarini

Sekjen MAPORI NA (Masyarakat Pertanian Organik I ndonesia)

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

ririenprihandarini@yahoo.co.id

ABSTRAK

Desa wisata merupakan integrasi antara atraksi, akomodasi

dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur

kehidupan masyarakat beserta tata cara dan tradisi setempat.

Ketertarikan masyarakat akan kehidupan sosial budaya di pedesaan

merupakan daya tarik tersendiri bagi pengembangan desa wisata.

Aktivitas kehidupan sehari hari dengan budaya tradisional

yang unik merupakan obyek yang menarik bagi masyarakat

perkotaan (wisatawan domestik) dan wisatawan manca negara.

Obyek unik di pedesaan bisa mereka lihat, tulis maupun teliti. Hal

ini merupakan awal terjadinya wisata di pedesaan. Potensi alam

yang indah, kesejukan udara, gemericik air terjun, laut yang

beraneka ragam taman laut merupakan berkembangnya desa

wisata. Namun demikian aktivitas masyarakat seperti pembuatan

barang seni (patung, gerabah, tenun, songket, bordir maupun

produk tradisonal lainnya) juga membuat daya tarik bagi

wisatawan. Kehidupan di desa dengan aktivitas Pertanian

merupakan keunikan yang menarik juga bagi para wisatawan untuk

mempelajari dan

menikmatinya, khususnya

pertanian alami

(organik). Sistem Pertanian Organik menghasilkan produk pangan

organik yang sehat dan lezat.

Beberapa daerah di I ndonesia telah

mengembangkan wisata yang berbasis Pertanian Organik, antara

lain Bedugul, Kintamani di Bali, Yogjakarta, Muara Bungo Jambi,

Malang dan daerah lainnya.