BENTUK DAN MAKSUD PELANGGARAN MAKSIM KESOPANAN DALAM KONFLIK L AGENT 212 KARYA RAOUL CAUVIN.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Putut Pranita

08204241009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JULI 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

v

FAMILY “Father And Mother I Love You”

Allah is my Lord, Islam is my life,

Qur’an is my guide, Prophet

Muhammad is my role model, and

Heaven is my goal! Amin

(@Olla_Ramlan)


(6)

vi

Karya ini saya persembahkan kepada

Babe dan Ibu yang senantiasa memberikan dukungan dan

selalu mendoakan saya dalam berbagai macam hal.

Mbak Wiwin dan Mas Pateh yang selalu memberikan

semangat dan doa kepada saya dalam mengerjakan karya

ilmiah ini.

Ganis, Athar dan Qisya, keponakan yang kerjaanya selalu

mengganggu.

Teman-teman seperjuangan Mamak Nisa, Kiyem,

Bundaru, Arik, Dendeng, dan Titen yang selalu


(7)

vii

Puji dan syukur senantiasa saya haturkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, akhirnya saya mampu untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Bentuk dan Maksud Pelanggaran Maksim Kesopanan dalam Komik L’Agent 212 karya Raoul Cauvin” untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya menyampaikan ucapan terima kasih secara tulus dan ikhlas kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis yang telah berkenan memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada saya dalam menyusun skripsi ini.

2. Ibu Dra. N. Nastiti Utami, M. Hum selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan nasehat.

3. Ibu Indraningsih, M. Hum selaku penasehat akademik yang selalu memberikan semangat kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak / Ibu dosen jurusan pendidikan bahasa prancis yang telah memberikan banyak ilmu.

5. Mb Anggi selaku admin jurusan pendidikan bahasa Prancis yang selalu memberikan arahan serta senyuman manis.

6. Teman-teman seperjuangan Nisa, Kiki, Anis, Arik, Dheni, dan Titen yang selalu berjuang bersama, bercanda, disaat mengerjakan skripsi ini.

7. Gatot, Adit, Ratna, Sendy, Ajik, Niki, dan Deni yang selalu mendengarkan curhatan, keluh kesah yang terkadang tidak penting.


(8)

8. Seluruh teman-teman angkatan 2008 yang memberikan banyak kenangan, senyuman dan semangat.

Serta pihak-pihak lain atas bantuannya sehingga skripsi ini dapat selesai disusun. Hanya ucapan terima kasih yang dapat saya ucapkan semoga Allah SWT membalasnya.

Yogyakarta, 28 Mei 2014 Penulis,


(9)

xi

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

ABSTRAK... xvi

EXTRAIT... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Pengertian Pragmatik ... 8

B. Komponen Tutur... 10

C. Maksim Kesopanan... 12

a. Maksim Kebijaksanan... 13


(10)

c. Maksim Kemurahan... 15

d. Maksim Kerendahan Hati ... 16

e. Maksim Kecocokan ... 16

f. Maksim Kesimpatian ... 17

D. Pelanggaran Maksim Kesopanan ... 18

a. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan ... 18

b. Pelanggaran Maksim Penerimaan... 19

c. Pelanggaran Maksim Kemurahan ... 20

d. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati... 21

e. Pelanggaran Maksim Kecocokan ... 21

f. Pelanggaran Maksim Kesimpatian ... 22

E. Teori Implikatur ... 23

F. Kriteria Pelanggaran Maksim Kesopanan ... 24

G. Pengertian Komik ... 25

a. Komik... 25

b. L’Agent 212... 26

H. Penelitian yang Relevan ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Subjek dan Objek Penelitian ... 29

B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 29

C. Metode dan Teknik Analisis Data... 32

D. Validitas dan Reliabilitas .. ... 35

BAB IV BENTUK DAN MAKSUD PELANGGARAN MAKSIM KESOPANAN DALAM KOMIKL’AGENT 212... 37

1. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan ... 38

a. Bercanda ... 38


(11)

c. Mengintimidasi ... 42

d. Mengejek... 44

2. Pelanggaran Maksim Penerimaan ... 46

a. Menggertak ... 47

b. Memberikan Informasi... 49

3. Pelanggaran Maksim Kemurahan ... 51

a. Mencari Perhatian ... 52

b. Tidak Terima... 54

4. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati ... 56

a. Meyombongkan Diri ... 57

5. Pelanggaran Maksim Kecocokan ... 58

a. Menolak... 58

b. Memberikan Informasi... 61

c. Tidak Percaya ... 63

6. Pelanggaran Maksim Kesimpatian ... 65

a. Mengejek ... 65

b. Rasa Ketidakpedulian... 67

BAB V PENUTUP ... 70

A. Simpulan ... 70

B. Implikasi ... 71

C. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 76

RÉSUMÉ ... 77


(12)

xiv

Tabel 1: contoh tabel data pelanggaran maksim kesopanan ...31

Tabel 2: tabel data pelanggaran maksim kebijaksanaan ...92

Tabel 3: tabel pelanggara maksim penerimaan...103

Tabel 4: tabel pelanggaran maksim kemurahan...120

Tabel 5: tabel pelanggaran maksim kerendahan hati ...125

Tabel 6: tabel pelanggaran maksim kecocokan ...134


(13)

xv

Gambar 1: Albert sedang memberitahu Arthur... 3

Gambar 2: Arthur sedang bercira dengan Urbain ... 4

Gambar 3: Spirou mengemudikan mobilnya dengan kebut-kebutan...11

Gambar 4: Arthur sedang makan malam dengan istrinya Louise...33

Gambar 5: Arthur sedang berbicara dengan rekannya...38

Gambar 6: Arthur sedang berbicara dengan seseorang...40

Gambar 7: Arthur sedang berunding dengan Albert...42

Gambar 8: Arthur sedang berkomunikasi dengan teman-temanya...44

Gambar 9: Arthur sedang memberi peringatan kepada seorang kakek...47

Gambar 10: Arthur sedang diperiksa oleh dokter ...50

Gambar 11: Athur terlihat sedang mengobrol dengan tahanan...52

Gambar 12: Arthur sedang mengobrol dengan Louise ...54

Gambar 13: Arthur sedang mengobrol dengan Urbain...56

Gambar 14: Arthur terlihat memberi peringatan kepadaun vieil homme...59

Gambar 15: Arthur sedang berbicara dengan rekannya...61

Gambar 16: Albert sedang memberitahu Arthur...63

Gambar 17: Albert melambaikan tangan pada rekannya ...66

Gambar 18:L’infirmièresedang berbicara kepada Arthur dan Albert ...68


(14)

xvi

Oleh Putut Pranita NIM 08204241009

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan maksud pelanggaran maksim kesopanan dalam 5 seri komik L’Agent 212 karya Raoul Cauvin, yang terdiri atas L’Agent 212 pas de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile, danL’Agent 212 24h sur 24.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah semua dialog yang ada dalam komik L’Agent 212.Objek penelitian adalah pelanggaran maksim kesopanan.Data dalam penelitian ini adalah kata dan kalimat yang mengandung pelanggaran maksim kesopanan. Data diperoleh dengan metode simak yang dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap. Metode yang digunakan untuk menganalisis bentuk pelanggaran maksim kesopanan adalah metode padan pragmatis dengan teknik dasar pilah unsur penentu. Sementara maksud dari pelanggaran maksim kesopanan dianalisis dengan menggunakan metode padan referensial. Keabsahan data ditentukan dengan menggunakan validitas pragmatik dan reliabilitas denganexpert-jugement.

Hasil penelitian menunjukkan adanya 6 jenis pelanggaran maksim kesopanan, yaitu (1) pelanggaran maksim kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk bercanda, mempermainkan, mengintimidasi, dan mengejek; (2) pelanggaran maksim penerimaan yang dimaksudkan untuk menggertak dan memberikan informasi; (3) pelanggaran maksim kemurahan yang dimaksudkan untuk mencari perhatian dan menyatakan rasa tidak terima; (4) pelanggaran maksim kerendahan hati untuk menyombongkan diri; (5) pelanggaran maksim kecocokan untuk menolak, memberikan informasi dan menunjukkan rasa ketidakpercayaan; serta (6) pelanggaran maksim kesimpatian untuk mengejek dan menunjukkan rasa ketidakpedulian.


(15)

xiv

CAUVIN

Par Putut Pranita NIM 08204241009

EXTRAIT

Cette recherche a pour but de décrire les formes et les intentions des écarts de maxime de la politesse de cinq séries de Bande Dessinée L’Agent 212 par Raoul Cauvin, ce sont : L’Agent 212 pas de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile, dan L’Agent 212 24h sur 24.

Cette recherche utilise l’approche descriptive-qualitative. Le sujet de cette recherche est tous les dialogues dans la BD L’Agent 212. L’objet est l’écart de maxime de la politesse. Les données sont les mots et des phrases qui contiennent l’écart de maxime de la politesse. Les données sont recueillies en appliquant la méthode lire attentivement et la technique SBLC (la technique d’observasion mon participante). On utilise la méthode d’identité pragmatique pour analyser les formes des écarts de maxime de la politesse, en appliquant la technique de segmentation immédiale. Tandis que les intentions des écarts de la maxime de politesse ont été analysées en utilisant la méthode d’équivalence référentielle. La validité est fondée de la validité pragmatique et la fidélité est examinée par la technique jugement d’expertis.

Le résultat de cette recherche montre qu’il existe 6 écarts de maxime de la politesse à savoir: (1) l’écart de la maxime de tact ayant les intentions d’exprimer la plaisanterie, d’exprimer le mépris, d’exprimer l’intimidation, et d’exprimer la moquerie; (2) l’écart de la maxime de réception ayant les intentions d’exprimer la menace et d’informer; (3) l’écart de la maxime de modestie ayant les intentions à la recherche d’attention et l’expression de l’indignation; (4) l’écart de la maxime d’approbation ayant l’intention de se vanter (5) l’écart de la maxime de l’accord ayant les intentions d’exprimer le refus, d’exprimer le doute, et d’informer; et (6) l’écart de la maxime de sympathie ayant les intentions d’exprimer la moquerie et d’exprimer l’indifférence.


(16)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bahasa sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi juga digunakan sebagai sarana untuk penghibur atau hiburan. Selain itu, berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas - aktivitas sosial yang lainnya, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya (Wijana dan Rohmadi, 2010 : 43). Dalam kehidupan bermasyarakat, sebenarnya manusia juga dapat menggunakan alat komunikasi lain selain bahasa, namun tampaknya bahasa adalah alat komunikasi yang paling baik dibandingkan dengan alat komunikasi yang lain.

Salah satu fungsi bahasa yang diungkapkan di atas adalah sebagai alat komunikasi. Menurut Chaer (2004:47) dan Wijana dan Rohmadi, (2010: 43) dalam setiap komunikasi, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung dan dapat diasumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya. Hal ini ditujukkan supaya penutur dan lawan tutur memperoleh kejelasan dalam menangkap informasi yang disampaikan oleh penutur sehingga, komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan berharap lawan bicaranya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu.


(17)

Agar komunikasi berjalan dengan lancar, penutur dan lawan tutur harus mematuhi beberapa prinsip-prinsip berkomunikasi, salah satunya adalah prinsip kesopanan. Leech dan Wijana (via Nadar, 2009: 29) menyebutkan bahwa dalam suatu interaksi antara para pelaku terdapat prinsip lain selain prinsip kerjasama, yaitu prinsip kesopanan. Kesopanan sendiri merupakan peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan cara sesorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip kesopanan mempunyai sejumlah maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian.

Leech (via Nadar, 2009: 28) berpendapat bahwa dalam suatu masyarakat, peran sopan santun sangat penting. Dengan adanya kesopansantunan masyarakat bisa berkomunikasi dengan baik dan berjalan dengan lancar. Namun menurut Chaer (2004: 19) suatu proses komunikasi memang sering kali tidak dapat berjalan dengan mulus karena adanya gangguan atau hambatan. Tiadanya kesadaran dari salah satu pihak partisipan, merupakan suatu hambatan dari sebuah komunikasi yang lancar. Kesopanan dilakukan untuk mendapat respon positif dari mitra tutur, tetapi terkadang tidak semua respon itu bersifat positif.

Meskipun demikian, seseorang yang melakukan komunikasi tidak selamanya akan mematuhi prinsip-prinsip komunikasi yang baik. Adakalanya mereka tidak sengaja atau tidak sadar telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip komunikasi tersebut sehingga menimbulkan suatu tujuan atau


(18)

maksud tertentu. Perhatikan contoh pelanggaran yang terjadi pada salah satu komik prancis berikut ini :

Gambar 1 Albert sedang memberitahu Arthur

Konteks: Albert (P1) dan Athur (P2) mendapat tugas untuk berjaga bersama, tiba-tiba radar P2 berbunyi karena dikiranya ada sebuah kendaraan yang lajunya melebihi batas, tetapi ternyata adalah seorang peternak yang sedang menggiring sapinya.

P1 : “Laisse tomber, Arthur! A mon avis, ce radar est détraque!” “ Sudahlah, Arthur! Menurutku radar mu sudah rusak!” P2 :“Qu’est-ce qui te fait croire ça?”

“ Apa yang membuatmu berfikir demikian?”

Pada tuturan di atas, tampak P2 tidak mendengarkan P1 yang telah mengingatkan tentang radarnya. Bukannya berterimakasih, tetapi P2 justru mengatakan “Qu’est-ce qui te fait croire ça?”. Pada tuturan P2 tersebut tampak terjadi pelanggaran maksim kecocokan, karena mengabaikan peringatan P1 yang sudah memberitahukan bahwa radarnya telah salah mengakap signal. Berdasarkan dialog yang terjadi, radar P2 berbunyi karena menangkap signal kecepatan yang melebihi batas dan tenyata itu adalah seorang peternak yang sedang menggiring sapinya yang sedang berlari.


(19)

Selain pelanggaran maksim kecocokan, komik ini juga menyajikan pelanggaran terhadap maksim yang lain. Perhatikan contoh berikut ini :

Gambar 2 Arthur sedang bercira dengan Urbain

Konteks: P1 (Arthur) dan P2 (Urbain) sedang membicarakan tentang kejadian kecelakaan yang diselidiki oleh P2 (Urbain). Kemudian P1 memuji kepintaran yang dimilik oleh rekannya tersebut.

P1:“Urbain, qu’est-ce que tu fais dans la police? Tu es trop intelligent pour être ici..”

“Urbain, mengapa kau kerja di kepolisian? Kau terlalu pintar untuk bekerja di sini…”

P2:“C’est gentil, ce que tu dis là! Vois-tu, au milieu des universitaires, je serais passé inaperçu, tandis qu’ici o je me remarque.Allez salut! Il faut que je me taille!”

“Ah biasa saja, Apa yang kau katakan! Kalau di antara lulusan sarjana, tidak ada yang memperhatikan aku, tapi di sini aku diperhatikan.Sudah dulu ya, aku harus pergi!”

P1:“Salut!”

“Sampai jumpa!”

Pada tuturan di atas, tampak P2 (Urbain) memaksimalkan kerendahan hati yang ditekankan pada kalimat “Vois-tu, au milieu des universitiares, je serrais passé inaperçu, tandis qu’ici on me remarque”. Kesan ini yang


(20)

memunculkan adanya pelanggaran maksim kerendahan hati yang dilakukan oleh P2 karena telah menonjolkan kemampuan yang dia miliki. Hal tersebut bertentangan dengan maksim kesopanan yang harus ditaati.

Beberapa contoh di atas merupakan sebagian dari wujud pelanggaran maksim kesopanan yang terdapat dalam komikL’Agent 212. 24 seri komik ini ditulis oleh Raoul Cauvindan digambar oleh Daniel Kox. Komik ini terbit di majalahRobbedoes/Spirousejak tahun 1975.L’Agent 212saat ini adalah salah satu dari seri komik terlaris dalam bahasa Prancis. Tokoh dalam komik L’Agent 212 yang sering muncul dalam cerita ini adalahL’Agent 212(Arthur Delfouille), Le commissaire (Raoul Lebrun), L’Agent 213 (Albert), dan La Femme d’Arthur Delfouille(Louise Delfouille).

Dalam komik L’Agent 212 terdapat beberapa pelanggaran maksim kesopanan yang menimbulkan kelucuan dan humor bagi pembacanya. Hal ini tidak disadari oleh penulis, sehingga kelucuan dan humor yang terdapat dalam komikL’Agent 212yang layak untuk diteliti lebih lanjut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah berikut ini.

1. Terdapat pelanggaran maksim kesopanan dalam komikL’Agent 212. 2. Ada maksud di balik pelanggaran maksim kesopanan dalam komik


(21)

3. Faktor- faktor yang menjadi penyebab pelanggaran maksim kesopanan dalam komikL’Agent 212.

4. Dampak dari pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212.

5. Fungsi dari pelanggaran maksim kesopanan dalam komikL’Agent 212. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian dari identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada:

1. bentuk pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212 karya.

2. maksud di balik pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212.

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212?

2. Apa maksud dibalik pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212?


(22)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran maksim kesopanan dalam komik

L’Agent 212.

2. Mendeskripsikan maksud di balik pelanggaran maksim kesopanan dalam komikL’Agent 212.

F. Manfaat Penelitian

Mendeskripsikan bagaimana pelanggaran maksim kesopanan yang terdapat dalam komik L’Agent 212. Serta hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi tentang pelanggaran maksim kesopanan bagi mahasiswa, selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kualitas berbahasa seseorang dilihat dari aspek kesantunan berbahasanya.


(23)

8

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pragmatik

Menurut Leech (via Oka, 2011:8) pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungan dengan situasi-situasi ujaran (Speech Situation), ini berarti bahwa untuk menganalisis makna melalui pendekatan pragmatik diperlukan situasi tutur yang menjadi konteks tuturan. Sedangkan Jucker (via Dardjawidjojo, 2005:26) mengatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah makna dan terikat dengan konteks. Oleh karena itu apa yang dikaji dalam pragmatik merujuk kepada kajian makna dalam interaksi antara seorang penutur dengan penutur yang lain.

Cruse (melalui Cummings, 2007:2) menyatakan bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik. Penggunaannya muncul secara alamiah dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.

Mey (melalui Nadar, 2009:4) juga berpendapat bahwa pragmatik adalah kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya. Parker (dalam Nadar, 2009:4) berpendapat bahwa pragmatik adalah the study of how language is used for communication (kajian tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkonumikasi). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pragmatik tidak mempelajari tentang


(24)

stuktur bahasa secara internal melainkan secara eksternal. Wijana dan Rohmadi (2010: 4) mempunyai pendapat yang sama bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari stuktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Singkatnya dapat disimpulkan bahwa pragmatik mempelajari tentang makna yang dipengaruhi oleh hal-hal yang terjadi di luar bahasa atau komunikasi.

Levinson (via Tarigan, 1986:33) berpendapat bahwa pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa. Dengan kata lain pengertian pragmatik adalah pembelajaran mengenai kemampuan pemakaian bahasa yang menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Selain itu pragmatik dapat juga dikatakan sebagai telaah umum mengenai bagaiamana caranya konteks mempengaruhi peserta tuturan. Percakapan yang dapat terjadi secara efektif dan jelas apabila sesuai dengan konteks percakapan yang berlangsung pada sebuah tuturan, sehingga dengan konteks situasi pembicaraan, pembacapun dapat memahami apakah percakapan tersebut efekif, hidup, dan wajar. Konteks dalam pragmatik berarti semua latar belajar (background knowledge) yang dimiliki oleh si penutur dan lawan tutur untuk menafsirkan makna dan tuturan (Wijana, 1996:11). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengamati pemakaian bahasa dalam situasi yang kongkret dan mengkaji sebuah makna sesuai dengan konteks penggunaan.


(25)

B. Komponen Tutur

Dalam setiap proses komunikasi selalu ditemukan dengan adanya peristiwa tutur dan tindak tutur dalam situasi tutur. Salah satu komponen dalam tindak tutur yaitu situasi tutur (acte de langange). Menurut Hymes (melalui Rohali, 2007:93) ada delapan komponen tutur yang disingkat menjadi akronim PARLANT yaitu:

a. Participants (Penutur dan mitra tutur), yaitu para peserta tutur, antar siapa pembicaraan berlangsung, bagaimana status sosial para penutur dan sebagainya.

b. Acte(Bentuk isi ujaran),mengacu pada bentuk dan isi ujaran, misalnya pilihan kata yang digunakan, hubungan antara apa yang diucapkan dengan topik pembicaraan, pembicaraan pribadi, umum, dalam pesta dan sebagainya.

c. Raison (Tujuan tutur), merujuk pada maksud dan tujuan tuturan. Misalnya bahasa yang digunakan oleh orang yang bertujuan untuk meminta akan berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk menyuruh, mengharap, atau mengusir.

d. Locale (Tempat dan situasi), merujuk pada tempat berlangsungnya tuturan. Tempat yang resmi akan menggunakan bahasa yang resmi pula, sementara tempat tuturan yang tidak resmi, seperti pasar akan digunakan tuturan yang tidak resmi pula.


(26)

e. Agents (Alat yang digunakan), mengacu pada jalur informasi yang digunakan misalnya bahasa lisan, tertulis, telegraf, telepon, dan sebagainya.

f. Normes (Norma-norma), mengacu pada norma- norma yang berlaku dalam masyarakat pengguna bahasa itu. Norma- norma tersebut menjadi pengikat kaidah kebahasaan penuturnya.

g. Ton (Nada dan intonasi), merujuk pada cara, nada, dan semangat dimana pesan itu disampaikan, apakah dengan senang hati, amarah, canda dan sebagainya.

h. Type (jenis bentuk ujaran), merujuk pada jenis bentuk penyampaian pesan, misalnya berupa prosa, puisi, pidato, dan sebagainya.

Berikut merupakan contoh penggunaan PARLANT:

Gambar 3 Spirou mengemudikan mobilnya dengan kebut-kebutan

Fantasio : “Tu es fou , non? Tu vas nous romper le cou, avec tes gamineries!”

“Kau gila ya? Leherku bisa patah gara-gara kekanak-kanakanmu itu!”

Spirou : “Oh là lààà! Tu deviens grincheux, dans ces bureaux!... Il était temps que je t’en sorte..”


(27)

“Ya ammppuunn! Kau jadi pemarah setelah bekerja di kantor! Sekarang waktunya bersantai…”

(franquin, 1969:6)

Pada gambar 3, Fantasio dan Spirou adalah Participants. Saat itu, mereka baru saja pulang dari bekerja dengan mengendarai mobil milik Spirou. Dia mengendarai mobilnya dengan kebut-kebutan sehingga membuat Fantasio marah (Acte). Kemarahan itu dilakukan oleh Fantasio agar Spirou lebih berhati-hati dalam mengendarai mobilnya (Raison). Tuturan tersebut berlangsung di dalam mobil (Locale) yang disampaikan oleh Fantasio secara lisan (Agent) sebagai bentuk nasehat bagi Spirou (Normes). Tuturan “Tu es fou, non?” disampaikan oleh Fantasio dengan rasa marah dan takut (Ton&Type).

C. Maksim Kesopanan

Melakukan sebuah komunikasi tidak selamanya selalu berkaitan dengan masalah yang bersifat tekstual, ada kalanya sering berhubungan dengan persoalan yang bersifat interpersonal. Menurut Wijana dan Rohmadi (2010:53) sebagai retorika interpersonal pragmatik membutuhkan maksim lain selain maksim kerjasama, yaitu maksim kesopanan. Maksud dari maksim kesopanan adalah untuk menanggulangi hal-hal yang tidak atau sukar diterangkan dengan maksim kerjasama. Dengan kata lain, untuk melengkapi agar suatu komunikasi dapat berjalan dengan lancar tidak selamanya hanya


(28)

menggunakan maksim kerjasama tetapi adakalanya menggunakan maksim kesopanan.

Pengertian maksim kesopanan dapat dikatakan sebagai separangkat aturan yang bersifat sosial, estetis, dan moral yang diikuti manusia dalam percakapan atau tindak tutur. Menurut Wijana dan Rohmadi ( 2010:53) maksim kesopanan terbagi atas enam maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian. Prinsip kesopanan berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri secara konvensional adalah penutur dan orang lain adalah lawan tutur. Adapun maksim kesopanan tersebut seluruhnya meliputi enam maksim yaitu:

1. Maksim Kebijaksanaan

Maksim ini menggariskan setiap peserta tuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Rasa sakit hati dalam sebuah pertuturan juga dapat diminimalisir dengan maksim ini. Perhatikan contoh (1) berikut.

(1) Arthur :“Merci encore, Madame Pirotte! Vous êtes très gentille! Ce n’est pas tous les jours qu’on offre un marc de champagne à un agent de police..”


(29)

“Terimakasih banyak, Bu Pirotte! Anda baik sekali! Jarang sekali ada yang menawarkan sampanye kepada seorang agen polisi..”

Madame Pirotte :“Mais non! C’est moi qui vous remercie! Vous m’avez rendu un grand service!”

“Tidak! Harusnya aku yang berterimakasih kepada anda! Anda sudah banyak sekali membantuku!” (L’Agent 212 seri 1 hal 15)

Di dalam tuturan (1) di atas, pemaksimalan keuntungan bagi pihak mitra tutur tampak sekali pada tuturan Madame Pirotte, yakni “Mais non! C’est moi qui vous remercie! Vous m’avez rendu un grand service!”. Tuturan semacam itu dapat ditemukan ketika seseorang mengucapkan terima kasih kepada mitra tuturnya yang telah banyak membantu. Hal tersebut dilakukan untuk memberi penghargaan atau menghormati mitra tuturnya.

2. Maksim Penerimaan

Maksim penerimaan mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, sekecil mungkin dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Biasanya dikemukakan ketika mengucapkan terima kasih, selamat, pemintaan maaf, penghormatan, dan sebagainya. Perhatikan contoh (2) berikut.

(2) Titeuf :“Tiens Papa, Je te laisse le fauteuil…..”

“ Silahkan Papa, aku berikan tempat duduk untuk Papa…”

Papa :“ ?..Comme tu es gentil Titeuf.” “ ?..Betapa baiknya kamu, Titeuf.” (Titeuf seri 5 hal 19)


(30)

Dari tuturan yang disampaikan oleh Titeuf di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan tempat duduk untuk papanya, ini dilakukan sebagai bentuk pengabdian seorang anak kepada ayahnya.

3. Maksim Kemurahan

Maksim kemurahan menuntut setiap peserta tuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar peserta tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tetapi dalam maksim ini, diharapkan para peserta tutur bisa berlaku sopan terhadap orang lain dan juga mengungkapkan perasaan atau menyatakan pendapat dengan berperilaku lebih sopan. Untuk memperjelasnya, lihat tuturan (3) berikut.

(3) Le Professeur A :“Monsieur, j’ai commencé pour la première classe de Business English” “Pak, tadi saya sudah memulai kelas pertama

Business English”

Le Professeur B : “Ah oui, je l’ai bien entendu. Vous êtes très bien.”

“Wah, tadi anda terdengar sangat baik.!” Pemberitahuan yang disampaikan oleh dosen A terhadap dosen B pada tuturan di atas, ditanggapi dengan sangat baik oleh B bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan tehadap dosen A.


(31)

4. Maksim Kerendahan Hati

Bila maksim kemurahan berpusat pada orang lain, maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim kerendahan hati menuntut setiap peserta tutur untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada orang lain dan meminimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri. Untuk memperjelasnya, lihat tuturan (4) berikut.

(4) A : “Ton sac est très cher, n’est-ce pas?” “ Bukannya tasmu sangat mahal?”

B : “Non, ca coûte seulement 15 mille rupiah.” “ Tidak, harganya hanya Rp 15.000,00”

Tuturan (4) mematuhi maksim kesopanan karena jawaban B memaksimalkan ketidakhormatan pada orang lain dan meminimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri.

5. Maksim Kecocokan

Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan dalam bertutur kata dan saling bersikap santun satu dengan yang lainnya. Lihat tuturan (5) – (7) berikut.

(5) A :“Sa robe est jolie, non?” “Roknya sangat baguskan?” B:“Non, sa robe n’est pas jolie.”

“Nggak, roknya dia tidak bagus.” (6) A :“Sa robe est jolie, non?”


(32)

“ Roknya sangat baguskan?” B :“Ah, Oui.”

“Ah, Ya.”

(7) A :“Sa robe est jolie, non?” “ Roknya sangat baguskan?”

B :“Oui, mais c’est trop grande pour elle.” “ Ya, tapi itu terlalu besar buat dia.”

Jawaban B pada (5) terasa kurang sopan karena melanggar maksim kecocokan yang menggariskan agar penutur dan lawan tutur sedapat mungkin memaksimalkan kecocokan di antara mereka. Apabila B setuju dengan pernyataan yang diungkapkan oleh A, sebaiknya B memaksimal kesejutujan di antara mereka, seperti terlihat tuturan (6). Bila tidak menyetujui pendapat A, untuk meminimalkan rasa ketidakcocokkan agar jawaban B terasa sopan, seperti terlihat pada tuturan B dalam tuturan (7).

6. Maksim Kesimpatian

Maksim kesimpatian ini mengharuskan setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. Jika lawan tutur mendapatkan kesusahan, atau musibah penutur layak turut berduka, atau mengutarakan rasa belasungkawa sebagai tanda kesimpatian. Untuk memperjelasnya berikut tuturan (8).

(8) A :“Hier, son père est mort.”

“ Kemarin, Ayahnya meninggal.” B :“Je lui ai exprimé mon condoléance.”


(33)

Tuturan (8) mematuhi maksim kesimpatian karena tokoh B memaksimalkan rasa simpati kepada temannya yang baru saja kehilangan ayahnya.

Dari apa yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa ada 4 maksim yang berhubungan dengan keuntungan atau kerugian diri sendiri dan orang lain. Sementara itu 2 maksim yang tersisa merupakan maksim yang berhubungan dengan penilaian buruk, baik penutur terhadap dirinya sendiri atau kepada orang lain.

D. Pelanggaran Maksim Kesopanan

Wijana (2004:77) berpendapat bahwa berbicara secara wajar berbeda hakikatnya dengan berbicara dalam rangka menciptakan suatu humor atau kelucuan. Untuk menciptakan efek lucu atau humor dalam suatu percakapan, justru penggunaan maksim kerjasama dan maksim kesopanan itulah yang menjadi sasaran penyimpangan, seperti yang akan diuraikan dalam pembahasan pelanggaran maksim kesopanan berikut ini.

1. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan

Maksim kebijaksanaan menggariskan agar para peserta tindak tutur meminimalkan kerugian orang lain. Di dalam komik, wacana kartun sering terlihat fenomena seorang tokoh kartun tidak malu-malu mengajukan tuturan yang bertendensi merugikan orang lain. Perhatikan wacana (9) berikut ini.

(9) Juan Corto: “J’espère vous voir chez moi, avec votre splendid voiture.”


(34)

“Kuharap kalian bisa datang kerumahku, dengan membawa mobil mewahmu itu”

Spirou :“Currieux oiseau!” “Orang aneh!”

(Spirou et FantasioSeriLes Pirates du Silence,hal19)

Pada wacana (9) kalimat yang diucapkan oleh Juan Corto sangat tidak pantas diungkapkan kepada Spirou, karena ia telah memaksimalkan kerugian lawan bicaranya dan Juan Corto lebih berharap untuk melihat mobil mewah yang dimiliki oleh Spirou.

2. Pelanggaran Maksim Penerimaan

Maksim penerimaan mengharuskan setiap peserta percakapan memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, sekecil mungkin dan meminimalkan keuntngan bagi diri sendiri. Maksim ini mewajibkan setiap peserta percakapan untuk menghindari mengatakan yang tidak mengenakkan mengenai orang lain. Dalam usaha menyimpangkan maksim ini, para kartunis kerap sekali memaksimalkan ketidakhormatan terhadap orang lain, seperti contoh (10) berikut ini.

(10) Pengendara Sepeda :“Fous Furieux! Écraseur!”

“Dasar orang gila! Setan jalanan!” Fantasio :“Le sauvage! La bruit épaisse! Le

prate de la route!”

“Brengsek! Pemua kekacauan! Pembajak jalanan!!”


(35)

Dalam wacana (10) Fantasio tidak sewajarnya secara frontal mengumpat kepada lawan bicaranya. Untuk menjaga hubungan yang harmonis antara penutur dan lawan tutur, hendaknya B harus lebih sopan dan menghormati kepada seorang pengendara sepeda yang sama-sama menggunakan jalan.

3. Pelanggaran Maksim Kemurahan

Bila maksim kebijaksanaan berpusat pada orang lain, maksim kemurahan berpusat pada diri sendiri. Di dalam wacana kartun, penyimpangan ini dilakukan dengan menciptakan tokoh-tokoh yang berusaha memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian diri pribadinya. Perhatikan tuturan (11) berikut.

(11) Le directeur :“Est-ce que vous cherchez du travail?” “Apakah anda sedang mencari pekerjaan?”

Un homme : “ Non, Je ne cherche pas de travail, mais Je cherche

beaucoup d’argent.”

“ Tidak, Aku tidak mencari pekerjaan tapi aku mencari

penghasilan.”

Seorang direktur (Le directeur) sedang memberi pertanyaan kepada lawan bicaranya apakah membutuhkan pekerjaan, tetapi si pencari kerja (Un homme) memaksimalkan keuntungan dirinya dengan mengatakan Non, Je ne cherche pas de travail, mais Je cherche beaucoup d’argent. Jawaban tersebut mengandung pelanggaran maksim kemurahan karena memaksimalkan keuntungan dirinya.


(36)

4. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati

Untuk menjaga atau mempertahankan hubungan baik dengan lawan tutur, setiap penutur selayaknya pandai menempatkan dirinya baik dalam perilaku maupun tutur katanya. Seseorang yang tahu sopan santun biasanya tidak menggunakan kemampuan yang dimilikinya. Hal tersebut tentu saja berentangan dengan maksim kerendahan hati. Seperti yang terlihat pada tuturan (12) berikut ini.

(12) A :“Tous les jours, mon chat mange de la viande!” “ Setiap hari kucingku selalu makan daging!” B : “Alors toi, tu manges un rat?”

“ Lalu kamu, makan tikus?”

Dalam tuturan (12), pelanggaran maksim kerendahan hati dilakukan oleh A, dapat dibayangkan jika benar A setiap hari memberi makan kucingnya dengan daging, betapa mewahnya makanan yang dimakan oleh kucingnya. Perhatikan reaksi B, yang sudah tentu disadari oleh B bahwa A menyimpangkan aspek kualitas atau mengagungkan-agungkan miliknya yang identik dengan menyombongkan diri, sehingga B perlu menyerang A tanpa mengindahkan pula maksim penerimaan..

5. Pelanggaran Maksim Kecocokan

Tidak hanya maksim kebijaksanaan, kemurahan, kerendahan hati, dan sebagainya yang menyebabkan ketidakharmonisan hubungan antara pesrta-peserta percakapan, ketidakcocokan yang dikemukakan secara tidak bijak mungkin pula mengakibatkan hal yang serupa. Perhatikan dialog (13) berikut.


(37)

(13) Mano : “C’est Claudia Schiffer, Elle est super bien! Quand j’serai grand, je me marierai avec…”

“Claudia Schiffer sangat cantik ya! Setelah dewasa aku akan menikah dengan….”

Titeuf :“T’es nul, C’est pô poss” “ Bodoh, Mustahil.”

(Titeuf seri 2 hal 14 )

Contoh (13) di atas mengandung penyimpangan maksim kecocokan yang diungkapkan oleh Titeuf. Dalam contoh di atas, Titeuf menyatakan ketidakcocokannya atau ketidaksetujuannya secara tidak bijak dan kurang sopan terhadap pernyataan Mano.

6. Pelanggaran Maksim Kesimpatian

Memberikan selamat kepada seseorang yang mendapat kebahagiaan dan memberikan ucapan belasungkawa atas rasa simpati kepada orang yang sedang terkena musibah merupakan cara untuk memelihara hubungan dengan penutur dan lawan tutur. Bila terjadi hal sebaliknya, yakni pemaksimalan rasa antipati dan rasa simpati akan terjadi ketidakharmonisan. Wijana (2004:106) mengemukakan bahwa ketidakteraturan atau sesuatu yang menyimpang dari yang seharusnya merupakan sumber penting penciptaan humor. Perhatikan wacana (14) berikut.

(14) A: “C’est Manu qui a pris un coup dans les cou***! Aïe!”


(38)

B: “Ça, ça faisait super mal! On peut en mourir!” “ Pasti sakit banget! Bisa mati lho…!”

(Titeuf seri 4 hal 6 )

Dalam suasana (14) semacam itu, selayaknya B yang merupakan teman Manu mengucapkan rasa simpatinya kepada Manu sebagai tanda simpati bukannya menakut-nakuti.

E. Teori Implikatur

Di dalam sebuah percakapan sehari-hari, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dibicarakan. Grice (melalui wijana dan rohmadi, 2009:38) dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation mengemukakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.

Perhatikan tuturan Bapak datang, jangan menangis! tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang sangat keras dan sering marah-marah pada anaknya.


(39)

Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.

F. Kriteria Pelanggaran Maksim Kesopanan

Berdasarkan uraian tentang pelanggaran maksim kesopanan di atas, maka dapat dikatakan jika sesuatu yang tidak sesuai dengan kriteria maksim itu termasuk dalam pelanggaran dan dapat disusun beberapa kriteria pelanggaran maksim kesopanan seperti berikut:

1. Kriteria pelanggaran maksim kebijaksanaan. Dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan apabila seseorang memaksimalkan kerugian bagi orang lain, tidak malu-malu mengatakan kalimat yang merugikan orang lain, mengungkapkan pernyataan yang tidak bijak terhadap mitra tuturnya. 2. Kriteria pelanggaran maksim penerimaan. Dikatakan melanggar maksim

penerimaan apabila seseorang mengatakan sesuatu yang tidak mengenakkan kepada orang lain atau memaksimalkan ketidakhormatan terhadap orang lain.

3. Kriteria pelanggaran maksim kemurahan. Dikatakan melanggar maksim kemurahan ketika seseorang yang memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian diri pribadinya dan ketika seseorang yang tidak mau dirugikan dalam berkomunikasi.


(40)

4. Kriteria pelanggaran maksim kerendahan hati. Dikatakan melanggar maksim kerendahan hati ketika seseorang mengagung-agungkan atau menonjolkan kemampuan, prestasi, harta benda, dan lain sebagainya di depan lawan bicaranya.

5. Kriteria pelanggaran maksim kecocokan. Dikatakan melanggar maksim kecocokan ketika seseorang mengungkapkan ketidakcocokannya yang dikemukakan secara tidak bijak.

6. Kriteria pelanggaran maksim kesimpatian. Dikatakan melanggar maksim kesimpatian apabila seseorang memaksimalkan perasaan antipati dan meminimalkan rasa simpati terhadap orang lain.

G. Pengertian Komik 1. Komik

Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Menurut Lacassin (dalam, Bonneff 1998:4) komik adalah sarana pengungkapan yang benar-benar orisinal, karena menggabungkan gambar dengan teks. Dibandingkan dengan karya sastra, komik memiliki beberapa kelebihan yaitu mengungkapkan orisinalitasnya memalui gambar bukan cerita. Biasanya, komik dicetak dan diterbitkan di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri.


(41)

2. L’Agent 212

L’Agent 212 adalah nama sebuah komik humor Belgia tentang seorang polisi gemuk. Seri komik ini ditulis oleh Raoul Cauvin dan digambar oleh Daniel Kox terbit di majalah Robbedoes/Spirou sejak tahun 1975. Raoul Cauvin lahir di Antoing, Belgia pada tahun 1938. Karya-karya yang ditulis oleh Cauvin hampir selalu bergenre humor. SelainL’Agent 212, Cauvin juga menulis komik lain yaitu, Cédricpada tahun 1989,Spirou et Fantasio pada tahun 1984, dan masih banyak lagi karya Cauvin. Dalam komik ini, Cauvin bekerja sama dengan ilusator asal Belgia yang bernama Daniel Kox, lahir pada 4 ferbruari 1952 di Bruxelles.

Dupuis telah menerbitkan 26 buku komik di Perancis dan Belanda yang menampilkan karikatur petugas polisi.L’Agent 212saat ini merupakan salah satu dari seri terlaris dalam bahasa Perancis, dengan 66.000 salinan cetak untuk seri komik yang ke-25 pada tahun 2006. Adapun karakter utama yang terdapat dalam komik ini yaitu Arthur Delfouille (Agen 212) , Albert (Agen 213), Raoul Lebrun(Le Commissaire)dan Louise Delfouille.

H. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini mengkaji tentang pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212 karya Raoul Cauvin. Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut.

Anand Firmansyah (2011) melakukan penelitian tentang penyimpangan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam wacana humor verbal tulis


(42)

pada buku Mang Kuteng. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelucuan pada buku Mang Kuteng disebabkan oleh penyimpangan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Penyimpangan prinsip kesopanan yang digunakan sebagai saran penciptaan humor verbal tulis pada buku Mang Kuteng meliputi penyimpangan maksim kebijaksanaan, penyimpangan maksim penerimaan, penyimpangan maksim kemurahan, penyimpangan maksim kerendahan hati, penyimpangan maksim kecocokan, dan peyimpangan maksim kesimpatian.

Kemudian, Sri Budi Rahayu Ningsih (2011) juga melakukan penelitian dengan judul serupa tetapi data yang diperoleh diambil dari acara humor curanmor (curahan perasaan dan humor) dalam website HTTP://WWW.4SHARED.COM. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa penyimpangan yang terjadi pada kedua maksim tersebut sangat tidak relevan karena dapat mengganggu dalam proses komunikasi. Akan tetapi dalam situasi-situasi tertentu, pelanggaran prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan tersebut bisa terjadi, misalnya dalam humor khususnya acara humor curanmor. Penyimpangan prinsip-prinsip komunikasi begitu fungsioal karena dimaksudkan untuk menghibur dengan mnimbulkan efek lucu dalam benak pendengar sehingga memancing mereka untuk tertawa atau sekedar tersenyum.

Persamaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah meneliti tentang penyimpangan maksim kesopanan beserta maksim-maksimnya. Kemudian perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah


(43)

objek kajiannya. Kedua penelitian tersebut, meneliti tentang wacana humor verbal tulis berbahasa jawa dan wacana humor curanmor pada website HTTP://WWW.4SHARED.COM, sedangkan penelitian ini meneliti lebih lanjut tentang pelanggaran maksim kesopanan komik humor prancis yang berjudul L’Agent 212 karya Raoul Cauvin. Karena dalam suatu percakapan bisa berjalan dengan lebih lancar tidak hanya memenuhi prinsip kerjasama tetapi juga prinsip kesopanan.


(44)

29

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk pelanggaran maksim kesopanan dalam komik

L’Agent 212 karya Raoul Cauvin dan maksud yang terdapat di balik pelanggaran tersebut. Subjek penelitian ini adalah semua dialog yang berupa kata, frasa, dan kalimat yang ada dalam komik L’Agent 212 karya

Raoul Cauvin. Sementara itu yang menjadi objek penelitian adalah

pelanggaran maksim kesopanan yang ada dalam komik L’Agent 212 pas

de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile,danL’Agent 212 24h sur 24.

Data dalam penelitian ini adalah kata dan kalimat yang mengandung pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212 karya Raoul Cauvin. Data merupakan objek sasaran penelitian beserta konteksnya, dengan demikian aspek konteks memiliki peran penting dalam proses penelitian.

B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode simak, yakni dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Sedangkan teknik pengumpulan data yang


(45)

digunakan berupa teknik simak bebas libat cakap, dalam teknik ini peneliti tidak terlibat dalam percakapan. Peneliti hanya sebagai pemerhati apa yang dikatakan oleh orang-orang yang terlibat dalam dialog. Setiap kata, frasa, dan kalimat yang ada pada dialog dalam komik L’Agent 212 pas de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile, danL’Agent 212 24h sur 24 tersebut dibaca berulang-ulang, kemudian kalimat yang menggandung pelanggaran maksim kesopanan dicatat. Selanjutnya dilakukan klasifikasi data sesuai dengan jenis pelanggarannya dan dituliskan dalam tabel data.


(46)

31 No Kode

Data Data Konteks Pelanggaran Maksim Kesopanan Implikatur Gambar KB KM PN KH KC KS

1. 10/37 P1 (L’Infirmière) : “Croyez-moi, messieurs, il vaut beaucoup mieux qu’il ne reçoive pas de visite ces jours-ci! Il a subi un choc très sérieux!”“Maafkan aku bapak-bapak, sebaiknya hari ini dia jangan dikunjungi dulu, shocknya masih sangat parah!”

P2 (Arthur) :“ J’aime mieux ça! J’ai cru un instant qu’il avait horreur des roses.”

“ Aku lebih suka seperti itu! Aku percaya bahwa dia tidak suka dengan semua jenis mawar.”

Participantspada gambar adalahL’Infirmière(P1) dan Arthur (P2). Pada gambar terlihat

L’Infirmièresedang memenangkan Arthur dan Albert(Norme)di koridor rumah sakit

(Locale). Mereka sedang membicarakan(Agents)

tentang keadaan pak komisaris(Acte). L’Infirmièremenjelaskan kenapa pak komisaris jangan dijenguk terlebih dahulu karena masih shock(Raison). Sambil berjalan dengan sempoyangan dan tubuh dipenuhi oleh bunga mawar, P2 berjalan keluar rumah sakit bersama dengan Albert

(Ton&Type).

√ Rasa

Ketidakpedulian

Keterangan : 1 : Nomer urut data

10/37 : Nomer seri komik / halaman KB : Maksim kebijaksanaan KM : Maksim kemurahan

PN : Maksim penerimaan KH : Maksim kerendahan hati KC : Maksim kecocokan KS : Maksim kesimpatisan


(47)

C. Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah terkumpul, data dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini. Ada dua permasalahan yang akan diteliti, pertama mengenai bentuk pelanggaran maksim kesopanan dan yang kedua terkait dengan maksud di balik pelanggaran maksim kesopanan tersebut.

Permasalahan yang pertama terkait dengan bentuk pelanggaran maksim kesopanan. Untuk mencapai tujuan ini, metode yang digunakan adalah metode padan yang didukung dengan komponen tutur PARLANT. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993:13).

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP). Menurut Sudaryanto (1993:21) teknik pilah unsur penentu merupakan teknik pilah dimana alat yang digunakan adalah daya pilah yang besifat mental yang dimiliki oleh peneliti sendiri. Daya pilah dalam teknik ini menggunakan daya pilah pragmatis atau disebut dengan metode padan pragmatis, adalah metode padan yang alat penentunya lawan atau mitra tutur (Kesuma, 2007:49). Metode ini mengidentifikasi satuan kebahasaan menurut reaksi akibat yang terjadi.

Permasalah kedua terkait dengan maksud di balik pelanggran maksim kesopanan. Untuk mencapai tujuan ini, metode yang digunakan adalah metode padan referensial yaitu metode padan yang alat penentunya menggunakan referen atau sosok yang diacu oleh satuan kebahasaan


(48)

sebagai alat penentu (Kesuma, 2007:52). Referen itu dapat berupa benda, tempat, kerja, sifat, dan keadaan yang diacu oleh satuan kebahasaan yang diidentifikasi.

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP). Menurut Sudaryanto (1993:21) teknik pilah unsur penentu merupakan teknik pilah dimana alat yang digunakan adalah daya pilah yang besifat mental yang dimiliki oleh peneliti sendiri. Teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banding menyamakan. Teknik HBS adalah teknik analisis data yang alat penentunya berupa daya banding menyamakan di antara satuan-satuan kebahasaan yang ditentukan oleh identitasnya (Kesuma, 2007:53). Berikut penerapan pada teknik dasar dan teknik lanjutan pada analisi data:

Gambar 4 Arthur sedang makan malam dengan istrinya Louise

Konteks : Arthur (P2) mendapatkan hadiah makan malam romantis bersama dengan Louise (P1) karena telah menyelamatkan beberapa toko makanan dari ancaman pencuri makanan yaitu seekor kucing.


(49)

P1 :“Tout était délicieux! La dinde, le vin, le saumon, le fromage et le dessert..mais je ne comprends pas pourquoi ils t’ont offert tout ça?”

“Semuanya lezat. Kalkun, anggur, ikan salmon, keju, dan makanan penutupnya. Tapi aku heran kenapa mereka bisa memberikannya semua ini padamu?”

P2 :“A mon avis, je dois être bien vu dans le quartier! Hips!”

“Menurutku, mestinya aku terpandang di wilayah ini! Hiks!” Untuk mengugkapkan tujuan pertama, yaitu bentuk pelanggaran maksim kesopanan dapat dilihat pada contoh dialog di atas, dengan menggunakan teknik pilah unsur penentunya, yaitu keadaan para tokoh pada saat itu dan tuturan atau reaksi yang diungkapkan oleh lawan ataupun mitra tutur bahwa adanya pelanggaran maksim kesopanan.

P2 menjawab “A mon avis, je dois être bien vu dans le quartier!”. Jawaban yang diucapkan oleh P2 tersebut merupakan reaksi dari pertanyaan P1, dan dapat ditangkap adanya kesombongan diri dari P2. Kalimat “A mon avis, je dois être bien vu dans le quartier!” dianggap telah melanggar maksim kerendahan hati karena terlihat menonjolakan kemampuannya di depan mitra tuturnya. Seharusnya P2 cukup mengatakan “peut-être, ils ont les repas dans leur maison” agar tidak terjadi pelanggaran maksim kerendahan hati.

Selanjutnya, untuk mengungkapkan tujuan kedua yaitu maksud di balik pelanggaran maksim kesopanan tersebut, dipergunakan metode padan referensial. Referensinya adalah konteks (PARLANT). Kemudian digunakan teknik hubung banding menyamakan hal pokok yang dilakukan


(50)

dengan menyamakan reaksi (tokoh) yang terlihat pada gambar dengan ungkapan yang mendukung adanya pelanggaran maksim kesopanan.

Berdasarkan gambar 4 di atas, dapat diketahui bahwa Louise (P1) dan Arthur (P2) adalah participants. Keduanya sedang berada di dalam ruang makan (Locale) dan mengobrol dengan santai (Norme) membicarakan tentang menu makan malam yang lezat (Acte). P1 bertanya secara langsung (Agents) kepada P2 untuk mengetahui dari mana mendapatkan semua makanan yang lezat ini (Raison). P2 yang pada saat itu sedang mabuk, kemudian dengan senang hati menjawab pertanyaan P1(Ton&Type).

Selanjutnya identifikasi yang telah diperoleh dari konteks di atas, dicocokkan dengan indikator pada gambar yang mendukung pelanggaran maksim kerendahan hati tersebut. Pada gambar 3 ekspresi wajah P2 tampak tersenyum, menaikkan sedikit alisnya, dan sedikit membusungkan dadanya ketika mengucapkan “A mon avis, je dois être bien vu dans le quartier! Hips. Dengan melihat konteks tuturan di atas dan menyamakan indikator dalam gambar, maka dapat diketahui bahwa P2 bermaksud menyombongkan dirinya.

D. Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas digunakan untuk menjaga keabsahan data yang sudah diteliti, dan validitas dalam penelitian ini adalah validitas pragmatis. Validitas pragmatis mengukur seberapa baik metode digunakan


(51)

dalam berbagai keadaan (Zuchdi, 1993:76). Tahap-tahapnya adalah untuk memindahkan data yang mengandung pelanggaran maksim kesopanan ke dalam tabel kemudian dianalisis termasuk dalam pelanggran maksim-maksim yang tersedia lalu didiskusikan bersama dosen pembimbing ( Dra. Norberta Nastiti Utami ).

Reliabilitas dengan inter-rater yaitu peneliti membaca berulang-ulang dan memahami objek penelitian agar data yang didapat reliable. Kemudian data diuji dengan dikonsultasikan dengan ahli yang sudah berkompeten dalam bidangnya (expert judgement), yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Setelah data terkumpul dalam tabel, diadakan pembacaan kembali pada 5 seri komik L’Agent 212 yaitu L’Agent 212 pas de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile, dan L’Agent 212 24h sur 24 guna meyakinkan keakuratan data, terutama kesesuaian dengan pelanggaran maksim- maksim dalam maksim kesopanan.


(52)

70 PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelanggaran maksim kesopanan dalam komik L’Agent 212 karya Raoul Cauvin diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Dari 5 seri komik L’Agent 212 yang berjudul L’Agent 212 pas de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile, et L’Agent 212 24h sur 24, ditemukan 6 buah bentuk pelanggaran maksim kesopanan yang terdiri atas pelanggaran maksim kebijaksanaan, pelanggaran maksim penerimaan, pelanggaran maksim kemurahan, pelanggaran maksim kerendahan hati, pelanggaran maksim kecocokan dan pelanggaran maksim kesimpatian.

Pelanggaran maksim kesopanan yang paling sering terjadi adalah pelanggaran maksim penerimaan dengan maksud memberikan informasi, karena dalam percakapan antar tokoh dalam komik L’Agent 212 sering ditemukan ucapan penutur yang kurang mengenakkan dan usaha untuk memaksimalkan ketidakhormatannya sehingga hal tersebut tidak berterima bagi orang lain.


(53)

2. Dari 5 seri komik L’Agent 212 yang berjudul L’Agent 212 pas de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile, et L’Agent 212 24h sur 24 diperoleh 12 buah maksud pelanggaran maksim kesopanan, yang dapat dirinci sebagai berikut: maksud untuk bercanda, maksud untuk mengejek, maksud untuk mengintimidasi, maksud untuk mempermainkan, maksud untuk menggertak, maksud untuk memberikan informasi, maksud untuk mencari perhatian, maksud untuk mengekspresikan rasa tidak terima, maksud untuk menolak, maksud untuk menyombongkan diri, maksud untuk mengekspresikan rasa tidak percaya, dan maksud untuk mengekspresikan rasa keidakpedulian.

Maksud pelanggaran maksim kesopanan yang paling sering terjadi adalah maksud untuk memberikan informasi. Hal ini terjadi karena tokoh dalam komik L’Agent 212 banyak memberikan informasi yang membuat penutur ataupun mitra tutur merasa dirugikan dengan informasi yang diutarakan.

B. Implikasi

Dari penelitian ini, didapatkan informasi tentang bentuk dan maksud dari pelanggaran yang terjadi dalam percakapan antar tokoh di komikL’Agent 212. Informasi tersebut dapat membantu kita memahami bahwa di dalam sebuah komik humor terdapat banyak pelanggaran maksim kesopanan.


(54)

Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat diamati pada ungkapan-ungkapan yang dilakukan oleh para tokoh yang ada dalam komik tersebut.

Selain itu, sebagai pembelajar yang dipersiapkan untuk menjadi calon guru bahasa Prancis, diharapkan dapat menggunakan pengetahuan ini dalam pembelajaran di kelas. Contohnya pada pembelajaran bahasa Prancis untuk keterampilan membaca (compréhension ècrite)dengan menggunakan tuturan dalam komikL’Agent 212.

Gambar 19 Arthur sedang mengobrol dengan Louise

P1: “Hop! Ça y est! Tu as encore cassé la balance!” “Sudah selesai! Kamu merusak timbangan lagi!”

P2: “Ce n’est pas de ma faute si madame achète de la camelote!” “Ini semua bukan salahku jika Ibu tidak membeli barang murahan!”

Kepada peserta didik, pengajar memberikan contoh dialog yang ada dalam komik L’Agent 212 kemudian pengajar memulai dengan membaca teks tersebut dengan benar dan meminta siswa untuk mendengarkan dengan baik.


(55)

Pengajar meminta kepada siswa untuk menirukan kembali teks tersebut dengan benar. Setelah itu, pengajar menerangkan tentang isi teks tersebut kepada siswa dengan cara memberikan beberapa pertanyaan. Hal ini dilakukan untuk memberikan motivasi kepada siswa agar lebih tertarik dengan pembelajaran bahasa Prancis.

C. Saran

Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini mempelajari tentang pragmatis yaitu mengenai pelanggaran maksim kesopanan. Masih banyak permasalahan yang terdapat dalam pelanggaran maksim kesopanan, yaitu tentang bagaimana dampak, faktor dan fungsi dari pelanggaran maksim kesopanan yang dapat dalam komik-komik bahasa Prancis lainnya.


(56)

74

Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono. 2007.Kamus Perancis – Indonesia.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Bonneff, Marcel. 1998.Komik Indonesia. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia. Cauvin, Raoul. 1992.L’Agent 212 Saute de Poulet No 14. Belgique : Dupuis. ______. 1988.L’Agent 212 S…Soufflez Hips! No 10. Belgique : Dupuis. ______. 1988.L’Agent 212 Brigade Mobile No 09. Belgique : Dupuis. ______. 1987.L’Agent 212 Pas de Panique No 08. Belgique : Dupuis. ______. 1981.L’Agent 212 24 Heures sur 24 No 01. Belgique : Dupuis.

Chaer, Abdul dan Loeni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta.

Cumming, Louise. 2007.Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dardjiwidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Firmansyah, A. 2011. Penyimpangan Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesopanan dalam Wacana Humor Vebal Tulis Mang Kuteng. Skripsi S1. Yogyakarta : Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY.

Franquin, André. 1958.Spirou et Fantasio Les Pirates du Silence. Belgique : Dupuis. ________. 1969.Spirou et Fantasio Panade à Champignac.Belgique : Dupuis. Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.

Yogyakarta: Carasvatibooks.

Labarousse, Pierre. 2003. Kamus Umum Indonesia Prancis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Leech, Geoffrey. (Terjemahan M.D.D. Oka). 2011. Prinsip – Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.


(57)

Nadar, F. X. 2009Pragmatik & Penelitian Pragmatik.Yogyakarta : Graha Ilmu. Rahardi, Kunjana. 2005.Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta

: Erlangga.

Rohali. 2007. Semantik Bahasa Perancis. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : Duta Wacana Universiy Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1986.Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Wijana, I Dewa Putu dan Muh Rohmadi. 2010.Analisis Wacana Pragmatik : Kajian Teori dan Analisis. Surakarta : Yuma Pustaka.

_______. 2004.Kartun : Studi Tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta : Ombak. _______. 1996.Dasar – dasar Pragmatik. Yogyakarta : Andi.

Zep. 1996.Titeuf et le derrière des choses. France : Glénat. ___. 1993.Titeuf L'Amour, c'est pô propre... France : Glénat.

Zuchdi, Darmiyati. 1993.Panduan Penelitian Analisis Konten. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

http://www.izneo.com/l-agent-212-ronde-nuit-tome-6-A5786. Diunduh pada tanggal 17 Agustus 2012

http://www.astrotheme.com/astrology/Raoul_Cauvin. Diunduh pada tanggal 17 Agustus 2012

http://theses.univlyon2.fr/documents/getpart.php?id=lyon2.2001.kim_jm&part=4688 8. Diunduh pada tanggal 17 Agustus 2012

http://fsu.valahia.ro/user/image/05.enache2cpopa.pdf. Diunduh pada tanggal 17 Agustus 2012

http://eprints.uny.ac.id/9546/5/lampiran-07204244031.pdf. Diunduh pada tanggal 17Agustus 2012


(58)

(59)

77

POLITESSE DE LA BANDE DESSINÉE «L’AGENT 212» PAR RAOUL CAUVIN

Par: Putut Pranita 08204241009

RÉSUMÉ

A. Introduction

Ce mémoire est classé dans le terme pragmatique. Selon Wijana et Rohmadi (2010: 4) la pragmatique étudie l’usage externe de la langue c’est-à-dire, comment est-ce que les unités de la langue sont utilisée dans la communication. En réalité au cours de communication, le locuteur et l’interlocuteur font l’écart des règles de la communication sans qu’ils s’en rendent compte. Selon Chaer (2004: 19) l'un des obstacles de la bonne communication est l’absence la conscience chez des participants.

Dans la communication, les participants font la communication sans respecter les maximes de la communication, parce que dans la vie quotidienne ils ne connaissent pas ce principe. Alors cet événement provoque la transgression de principe de communication. On peut trouver l’écart des règles de la communication, dans la bande dessinée. L’auteur de la bande dessinée profite cet écart pour créer l’humour.


(60)

Cette recherche a pour but de décrire les formes et les intentions de l’écart de la maxime de politesse de la bande dessiné « L’Agent 212 ». Le sujet de cette recherche est tous les dialogues sous forme de mot, groupe de mots, et des phrases dans la BD L’Agent 212. L’objet est l’écart de maxime de la politesse dans la BD L’Agent 212 pas de panique, L’Agent 212 s….soufflez hips, L’Agent 212 saute de poulet, L’Agent 212 brigade mobile, et L’Agent 212 24H sur 24.

Cette recherche utilise l’approche descriptive-qualitative. Le sujet de cette recherche est tous les dialogues dans la BD L’Agent 212. L’objet est l’écart de maxime de la politesse. Les données sont les mots et des phrases qui contiennent l’écart de maxime de la politesse. Les données sont recueillies en appliquant la méthode lire attentivement et la technique SBLC (la technique d’observasion mon participante). On utilise la méthode d’identité pragmatique pour analyser les formes des écarts de maxime de la politesse, en appliquant la technique de segmentation immédiale. Tandis que les intentions des écarts de la maxime de politesse ont été analysées en utilisant la méthode d’équivalence référentielle. La validité est fondée de la validité pragmatique et la fidélité est examinée par la technique jugement d’expertis.

B. Développement

Pour créer une bonne communication, le locuteur et l’interlocuteur doivent obéir les maximes de la communication. L'un des variations de ces maximes est la maxime de politesse. La maxime est une formule brève


(61)

énonçant une règle de morale ou de conduite ou une réflexion d’ordre général (Larousse, 1994: 641). Selon Wijana et Rohmadi (2010:53) il existe 6 maximes de politesse: la maxime de tact, la maxime d’approbation, la maxime de générosité, la maxime de modestie, la maxime d’accord et la maxime de sympathie.

On fait les politesses pour un but d'obtenir une réponse positive de l’interlocuteur, mais cette réponse n’est pas toujours positive. Parfois, le locuteur et l’interlocuteur ne sont pas conscients d'avoir violé les principes de la communication, alors cet événement provoque un but ou un objectif spécifique.

1. L’écart de la maxime de tact

La maxime de tact est la règle qui minimise le coût et maximise le bénéfice à l’interlocuteur. Par exemple dans une conversation, le locuteur n'a pas honte de dire un enoncé qui lése les interlocuteurs. Cet événement pourrait causer l’écart de la maxime de tact. On trouve l’écart de la maxime de tact pour exprimer la plaisanterie, exprimer le mépris, exprimer l’intimidation, et exprimer la moquerie.

a. L’écart de la maxime de tact pour exprimer la plaisanterie

Arthur (P1) :“Vous les jeunes, vous êtes écœurants! Mais où va-t-on avec une relève pareille, je vous le demande..” Son Ami (P2) :“En tout cas, pas au bassin de natation! Je déteste


(62)

Ce dialogue se passe entre Arthur (P1) et son ami (P2). Ils parlent du travail. À ce moment là, il pleuvait diluvienne. Ils se protégeaient de la pluie au bord de la route en parlant du travail.

Nous trouvons l’écart de la maxime de tact dans ce dialogue, parce-que P2 répond à la question de P1 de façon déraisonnable, en disant “En tout cas, pas au bassin de natation!”. L’écart dans ce dialogue a l’intention d’exprimer la plaisanterie.

b. L’écart de la maxime de tact pour exprimer le mépris Le passager de taxi (P1) :“Vous êtes libre?”

Arthur (P2) :“Ça dépend! C’est pour une

invitation ou pour le boulot?” Le passager de taxi (P1) :“Votre humour, c’est un don

naturel ou c’est maladif?”

Arthur (P2) :“Et le vôtre, vous l’avez fait incinérer il y a longtemps?”

Le passager de taxi (P1) et Arthur (P2) sont les acteurs dans ce dialogue. P2 est un agent de police qui se déguise un chauffeur de taxi. Alors, P1 est un prisonnier fugitif.

Ce dialogue montre qu’il y a l’écart de la maxime de tact, parce-que P2 sait parce-que P1 est un prisonnier fugitif. P2 répond à la parce-question de P1 en utilisant la phrase polie “Ça dépend! C’est pour une invitation ou pour le boulot?”et son comportement fait la méfiance.


(63)

Alors P2 dit “Votre humour, c’est un don naturel ou c’est maladif?”. L’écart de ce dialogue exprime le mépris.

c. L’écart de la maxime de tact pour exprimer l’intimidation Arthur (P1) :“Après toi!”

Albert (P2) :Mais non, après toi! Je t’en prie…”

Arthur (P1) :“Et l’ancienneté, hein!?Qu’est-ce que tu fais de l’ancienneté!?”

Arthur (P1) et Albert (P2) sont participants dans ce dialogue. P1 est un senior et P2 est un junior à la police. Ils discutaient sur le tour de sauter le mur.

P1 dit “Et l’ancienneté, hein!?”. Cette phrase indique qu’il y a l’écart de la maxime de tact, parce que la phrase implique que P1 n'a pas honte d’utiliser son ancienneté pour commander P2. L’écart de ce dialogue est pour but d’exprimer l’intimidation.

d. L’écart de la maxime de tact pour exprimer la moquerie Arthur (P1) : “P..Parce que …j’ai peur!”

Paul (P2) :“Allons, allons, Arthur, un grand garçon comme toi! Hhaahhaa”.

Arthur (P1) : “Vous voulez ma place? Bande d’andouilles!” Paul (P2) : “Waaaahahaha”

Les acteurs dans ce dialogue sont Arthur (P1) et Paul (P2). P1 est au cimetière et P2 est dans le bureau de police. P1 a très peur parce qu’il est seul au cimetière. Alors, P1 parle à P2 parwalkie-talkie.


(64)

La parole de P2 “un grand garçon comme toi! Hhaahhaa” montre qu’il y a l’écart de la maxime de tact. Cette parole est prononcée par P2 parce qu’il a été vexé de P1. L’écart de cette parole a l’intention d’exprimer la moquerie.

2. L’écart de la maxime d’approbation

L’écart de la maxime d’approbation s’est passé quand les participants dans une conversation maximisent le déplaisir et disent quelque chose qui ne fait pas à l’aise à l’interlocuteur. Nous trouvons l’écart de la maxime d’approbation pour exprimer la menace et exprimer l’information.

a. L’écart de la maxime d’approbation pour exprimer la menace

Arhur (P1) :“Alors!? On a encore envie de se suicider!?

Un vieil homme (P2) : “Hé!”

Arhur (P1) :“Je vous donne exactement dix seconds pour descendre de là, compris!? Hop! Exécution!”

Un vieil homme (P2) : “Ha? Bon…”

Arhur (P1) : “Pas par là, imbécile!” Un vieil homme (P2) : “Haaa!”

Arthur (P1) et un vieil homme (P2) sont participants et ils ont été au toit d'un appartement. P1 a donné le conseil à P2 pour qu’il ne suicide pas, mais il ne l’a écouté pas.


(65)

La parole de P1 “Je vous donne exactement dix seconds pour descendre de là, compris!? Hop! Exécution!” montre qu’il y a l’écart de la maxime d’approbation, parce-que la parole de P1 ne fait pas à l’aise à P2. L’écart de ce dialogue a pour but d’exprimer la menace.

b. L’ écart de la maxime d’approbation pour exprimer d’information Arthur (P1) :“C’est-à…c’est-à dire?”

Un médecin (P2) :“Régime draconie: un œuf cuit dur le matin, midi, et le soir..”

Arthur (P1) :“C’est une blanque?”

Les acteurs dans ce dialogue sont Arthur (P1) et un médecin (P2). Ils ont été à l’hôpital. P2 donne l’information sur le régime draconie à P1, mais il est surpris après avoir écouté cette information.

P2 a dit“Régime draconie: un œuf cuit dur le matin, midi, et le soir” sans observer la condition d’Arthur. La parole de P2 indique qu’il y a l’écart de la maxime d’approbation, parce que cette phrase ne fait pas à l’aise pour P1 et lui fait surpris. L’écart de ce dialogue a l’intention d’informer surprenant.

3. L’écart de la maxime de générosité

L’écart de la maxime de générosité se passe quand une personne maximise le bénéfice et minimise le coût pour soi-même. Nous trouvons


(66)

l’écart de la maxime de générosité pour exprimer la recherche d’attention et exprimer de l’indignation.

a. L’écart de la maxime de générosité pour exprimer la recherche d’attention.

Arthur (P1) :“On vous a arrêté pour quoi?” Un Prisonnier (P2) :“Braconnage!”

Arthur (P1) :“Ha!? Vous êtes encore un de ces bêtes types qui tuent de petits animaux à tort et à travers!”

Un Prisonnier (P2) :“Je ne les tue pas! Je les attrape!” Arthur (P1) :“Et ensuite!”

Un Prisonnier (P2) :“Je les vends!”

Arthur (P1) :“C’est pareil! Vous préférez qu’on les tue pour vous!”

Un Prisonnier (P2) :“Ha non!? J’ai horreur de ça! J’adore les bêtes!”

Dans ce dialogue, Arthur (P1) et un prisonnier (P2) ont été participants. Ils ont discuté dans le bureau de police, P1 pose la question à P2, mais P2 répond à cette question avec hésitation.

Les réponses de P2 montrent qu’il y a l’écart de la maxime de générosité, parce que P2 maximise le bénéfice pour lui-même sans savoir sa faute. Dans la phrase “Braconnage!”, “Je ne les tue pas! Je les attrape!”, “Je les vends!”, et “Ha non!? J’ai horreur de ça! J’adore les bêtes!” ont les intentions pour exprimer la recherche d’attention.


(67)

b. L’ écart de la maxime de générosité pour exprimer l’indignation Louise (P1) : “Hop! Ça y est! Tu as encore cassé la balance!” Arthur (P2) :“Ce n’est pas de ma faute si madame achète de

la camelote!”

Ce dialogue se passe entre Louise (P1) et Arthur (P2). Après s’être lavé, P2 veut savoir son poids alors il pèse sur une balance qui a été acheté par Louise.

Il y a l’écart de la maxime de générosité dans la parole de P2, parce qu’il maximise le bénéfice pour lui-même et il n’accepte pas l’accusation de P1. P2 dit “Ce n’est pas de ma faute si madame achète de la camelote!”pour exprimer de l’indignation.

4. L’écart de la maxime de modestie

Cet écart se passe quand quelqu'un vante l’aptitude, sa prestation et sa fortune en face de l'interlocuteur. L’écart de la maxime d’approbation a un but pour l’expression de se vanter.

L’écart de la maxime de modestie pour l’expression de se vanter.

Arthur (P1) :“Urbain, qu’est-ce que tu fais dans la police? Tu es trop intelligent pour être ici..”


(68)

Urbain (P2) :C’est gentil, ce que tu dis là! Vois-tu, au milieu des universitaires, je serais passé inaperçu, tandis qu’ici on me remarque.Allez salut! Il faut que me taille!”

Arthur (P1) : “Salut!”

Les acteurs du dialogue sont Arthur (P1) et Urbain (P2). Ils ont discuté sur le travail. Alors P1 donne la félicitation à P2, mais P2 se vante devant P1.

L’écart de ce dialogue a l’intention de se vanter. La phrase “Vois-tu, au milieu des universitaires, je serais passé inaperçu, tandis qu’ici on me remarque” montre qu’il y a l’écart de la maxime de modestie, parce-que P2 a indiqué la prestation en face de P1.

5. L’écart de la maxime de l’accord

La maxime de l’accord est la règle qui minimise le désaccord et maximise l’accord entre le locuteur et l’interlocuteur dans la communication. Mais en réalité, le locuteur et l’interlocuteur n’obéissent pas la maxime d’accord. Alors, cette situation a causé l’écart de la maxime d’accord. Nous trouvons que l’écart de la maxime de l’accord a les intentions pour exprimer le refus, exprimer l’information, et exprimer le doute.

a. L’écart de la maxime de l’accord pour exprimer le refus. Arthur (P1) : “Allez, ouste! Dehors…”


(69)

Un Vieil Homme (P2) :“Ah non! Ah ça, non! Niet niet niet! Je refuse tout net!”

Arthur (P1) : “Ah! Oui…”

Arthur (P1) et un vieil homme (P2) sont participants. P1 rencontre P2 au cimetière quand P2 est entrain de creuser la terre. Alors, P1 a donné un ordre à P2 de ne pas se suicider de nouveau, parce que P1 est déjà fatigué de voir ce que P2 a fait, mais P2 refuse.

P2 a dit “Ah non! Ah ça, non! Niet niet niet! Je refuse tout net!”. Cette phrase indique qu’il y a l’écart de la maxime de l’accord, parce que P2 a refusé l’ordre de P1 et il maximise le désaccord. L’écart de la phrase a l’intention d’exprimer le refus.

b. L’écart de la maxime de l’accord pour exprimer l’information.

Arthur (P1) :“Ha bravo! Ça c’est bien les jeunes! Quelques gouttes de pluie, et hop, on abandonne!”

Son Ami (P2) : “Quelques gouttes de pluie? Faut pas exagérer! Ce ne sont plus des hallebardes, ce sont des cordes à linge!”

Arthur (P1) et son ami (P2) sont participants. À ce moment là, il pleuvait diluvienne. Alors, ils se protégeaient de la pluie au bord de la route en parlant du temps.

Ce dialogue montre qu’il y a l’écart de la maxime d’accord parce-que P1 demande à P2 sans faire l’attention à la situation. La parole de


(70)

P1 “Quelques gouttes de pluie” a l’intention d’exprimer l’information.

c. L’écart de la maxime de l’accord pour exprimer le doute

Albert (P1) : “Laisse tomber, Arthur! A mon avis, ce radar est détraque!”

Arthur (P2) :“Qu’est-ce qui te fait croire ça?”

Dans ce dialogue, les acteurs sont Albert (P1) et Arthur (P2). Ils etaient à près d’élevage de bœufs. Tout à coup ce radar a sonné, Albert demande à Arthur qu’il est détraque mais P2 ne lui croit pas. D’après Arthur, ce radar saisit le signal de voiture qui est conduit imprudemment dans la rue mais en réalité ce radar saisit le signal des bœufs que courent.

La phrase de P2“Qu’est-ce qui te fait croire ça?” montre qu’il y a l’écart de la maxime d’accord, car P2 néglige les conseils de P1. Cet écart a l’intention d’exprimer le doute.

6. L’écart de la maxime de sympathie.

L’écart de la maxime de sympathie se passe quand les participants dans le dialogue minimisent la sympathie aux autres. Nous trouvons que l’écart de la maxime de sympathie est pour exprimer la moquerie et exprimer l’indifférence.


(71)

a. L’écart de la maxime de sympathie pour exprimer la moquerie

Urbain (P1) : “Salut, les gars! À ce soir! Du moins, on l’espère!”

Son Ami (P2) : “Ça va! Ça va!”

Urbain (P1) et son ami (P2) sont participants et ils étaient au jardin pour faire du sport avec le commissaire. P1 ne participe pas, car il a chargé de garder autour du jardin et il donne du courage à son ami.

P1 a dit “Salut, les gars! À ce soir! Du moins, on l’espère!”. Cette phrase montre qu’il y a l’écart de la maxime de sympathie, parce que P1 minimise la sympathie à son ami. L’écart de ce dialogue a pour but d’exprimer la moquerie.

b. L’écart de la maxime de sympathie pour exprimer l’indifférence L’infirmière (P1) : “Croyez-moi, messieurs, il vaut beaucoup mieux

qu’il ne reçoive pas de visite ces jours-ci! Il a subi un choc très sérieux!”

Arthur (P2) : “J’aime mieux ça! J’ai cru un instant qu’il avait horreur des roses”.

Arthur (P1) et Albert vont voir le commissaire à l’hôpital. À l’arrivée à l’hôpital, le commissaire ne veut pas rencontrer Arthur et Albert. Alors, l’infirmière (P2) explique à Arthur et Albert sur la santé du commissaire. Après s’avoir écouté cette information, ils sont partis au bureau de police.


(1)

memang jago menyamar, whahahahahaa” P2:“Fichez-le dehors! Je veux qu’on le fiche dehors!”“Suruh Dia keluar! Ak ingin dia keluar!”

tetapi P2 harus menjadi korban dan di rawat di rumah sakit. Mereka sedang berada di dalam kamar rumah sakit(Locale). 7 10/3

3 P1:c’etait une chic“Dans le fond, fille! Quand elle a vu de ta forme de tes tibias imprimée dans son pare-chocs, elle s’est mise à pleurer…” “Pada dasarnya dia adalah gadis baik, ketika dia melihat perutmu yang menempel dibumpernya, dia mulai

menangis..” P2:“Elle l’a fait exprès! Elle l’a fait exprès, je te dis!”“Dia pasti

Albert sedang menjenguk Arthur yang sedang di rawat di rumah sakit (Locale). Arthur yang berniat menolong seorang wanita

mengelurakan mobilnya dari sebualh parkiran justru ditabrak oleh wanita tersebut karena sudah

mempermainkannya dan akhirnya Arthur harus dirawat di rumah sakit (Raison). Albert yang bersimpati


(2)

151 berbicara

padamu!” menghiburnya dirumah sakit(Acte), tetapi yang terjadi justru sebaliknya yaitu Albert mengejek ekspresi wajah tampak geli melihat keadaan Arthur yang sedang kesakitan di atas tempat tidurnya (Norme).

Participantspada dialog tersebut adalah Albert (P1) dan Arthur (P2).


(3)

8 10/3

7 P1:messieurs, il vaut“Croyez-moi, beaucoup mieux qu’il ne receive pas de visite es jours-ci! Il a subi un choc très serieux!” “Percayalah padaku bapak-bapak, sebaiknya hari ini dia jangan dikunjungi dulu, shocknya masih sangat parah!” P2:“J’aime mieux ça! J’ai cru un instant qu’il avait horreur des roses.”

“ Aku lebih suka seperti itu! Seperti dia tidak suka dengan mawar-mawar ini.”

Participantspada gambar 18 di atas adalahL’infirmière (P1) dan Arthur (P2). L’infirmière sedang

menenangkan Arthur dan Albert di koridor rumah sakit

(Locale),sambil membicarakan tentang keadaan komisaris(Acte). L’infirmière

menjelaskan supaya komisaris jangan dijenguk terlebih dahulu karena masih shock dan harus berisirahat(Raison). Setelah mendengar penjalansan dari P1, Arthur dan Albert pergi

meninggalkannya sambil berjalan dengan

sempoyangan dan tubuh dipenuhi oleh

√ Rasa Ketidakped ulian


(4)

153 9 14/7 P1:“Mm…je

comprends mieux à present. S’il en sort, Je le colle à circulation à vie je lui apprendrai à avoir des

sensations fortes.” “Mm..aku

mengerti lebih baik hadir. Jika dia keluar” P2:“S’il s’en sort.”“Jika dia keluar”

Pak komisaris sedang berbicara dengan Albert tentang kondisi Arthur(Acte). Sebelumnya, Albert dan Arthur sedang bertugas jaga dan melihat kerumunan anak-anak sedang bermain skateboard di jembatan

(Locale).Arthur yang penasaran dengan pemainan tersebut kemudian mecobanya, dan yang terjadi dia justru terjatuh dari atas jembatan dan harus dibawa pergi ke rumah sakit (Raison). Pak komisaris yang mengetahui hal tersebut kemudian langsung pergi menuju TKP (Norme).


(5)

10 14/2

3 P1:vous y voir!”“Je voudrais“Aku ingin anda

melihatnya!” P2:“L’à où tu te trouves, tu dois être le seul…” “Disana dan tetap saling mencari, dan kamu harus sendiran…” P3:“C’est vrai ça, il n’y a que d’os! Hahahaha que d’os que d’os, hahaha”

“Memang benar, hanya ada tulang! Hahaha bahwa tulang sebagai tulang, hahaha” P1:“C’est beau les copains..” “Teman-teman yang baik.”

Participantspada gambar adalah Arthur, Urbain dan Paul. P1 berada di pemakaman umum (Locale)sedang memberitahukan kedaan yang terjadi dengan

menggunakan walkie-talkiekepada P2 dan P3 yang berada di kantor polisi(Locale). Pada malam itu, ada laporan dari salah satu warga bahwa ada pencuri nisan di sebuah pemakaman umum(Acte). Kemudian P1 ditugaskan untuk berjaga sendiri mengelilingi pemakaman umum tersebut(Raison). Dengan gemetaran P1 mengatakan kepada P2 bahwa dia


(6)

155 sendirian di

pemakaman umum tersebut

(Ton&Type),tetapi P2 dan teman-temannya justru mengejek P1 (Norme).