Revisi naskah lemna-Tjandra_edit 2okt-1

POTENSI LEMNA (Lemna perpusilla Torr) SEBAGAI SUMBER PAKAN
DAN MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA PERIKANAN
(Tjandra Chrismadha-Puslit Limnologi LIPI)
Email: tjandra@limnologi.lipi.go.id; tjandra5660@yahoo.co.id

Pakan dan kualitas air merupakan kendala utama dalam usaha budidaya perikanan.
Kedua permasalahan tersebut dapat diatasi secara terpadu dengan memanfaatkan
sejenis tumbuhan air kecil yang disebut lemna (Lemna perpusilla Torr). Jenis
tumbuhan ini memiliki produktivitas biomassa tinggi dengan kandungan protein
yang juga tinggi, serta memiliki kemampuan untuk menyerap unsur hara dari air
media tempat tumbuhnya.
Lemna termasuk dalam famili Lemnaceae dan terdiri dari 13 jenis (Pancho dan
Soerjani, 1978; Hasan dan Chakrarbarti, 2009). Kelompok tumbuhan ini dicirikan
oleh tubuh yang terdiri dari satu helai daun berukuran 6-8 mm dan satu batang
akar yang menempel di bagian bawahnya. Satu individu lemna dapat hidup selama
10 hari dan menghasilkan hingga 20 anakan. Anakan lemna pada umumnya
menempel pada daun induknya selama beberapa hari, sehingga tumbuhan ini
terlihat seperti rumpun yang terdiri dari 2-4 helai daun. Seluruh marga Lemna,
bersama-sama dengan berbagai marga tumbuhan air yang hidup mengapung bebas
di permukaan perairan tawar, seperti Spirodella, Wolfia, dan Wolfiella dikenal luas
sebagai ‘duckweed. Informasi yang tersedia kebanyakan mengacu pada

terminologi terakhir (Leng et al. 1995; Landesman et al. 2005; Hasan dan
Chakrabarti, 2009; Ansal et al. 2010), sehingga diperlukan kehati-hatian dalam
mengakses informasi terkait dengan potensi masing-masing jenisnya.
Lemna di Indonesia adalah jenis Lemna perpusilla Torr, dikenal dengan nama
lokal ‘matalele’ dan telah diketahui hidup kosmopolitan di daerah tropis, terutama
pada perairan tergenang di ketinggian rendah hingga sedang. Jenis ini mempunyai
kekerabatan sangat dekat dengan jenis Lemna minor yang mempunyai sebaran di
daerah empat musim, yaitu hanya dibedakan oleh ciri kehadiran ‘root sheath’ di
pangkal akarnya (Pancho dan Soerjani, 1978; Gambar 1).

Gambar 1.Satu rumpun lemna (kiri) dan ‘root sheath’ sebagai penciri jenis
Lemna perpusilla Torr.

Jenis-jenis lemna memiliki potensi besar sebagai pakan (Hasan and Chakrabarti,
2009). Hal ini didasarkan pada karakteristik produktivitas serta nilai nutrisi yang
tinggi. Pada kondisi optimal, jenis tumbuhan ini dapat menggandakan biomassa
hanya dalam waktu dua hari, sehingga pada pola tanam yang efektif dapat
mencapai produktivitas 13-38 ton berat kering/Ha/tahun (Landesman, 2005; Ansal
et al. 2010). Uji coba di Puslit Limnologi LIPI (Gambar 2) memperlihatkan laju
penggandaan biomassa Lemna perpusilla yang dikultur pada media air limbah

budidaya perikanan mencapai nilai 1,38 kali per hari, sementara kultur lemna
dalam air yang diperkaya pupuk organik dapat mencapai laju penggandaan
biomassa 1,95 kali per hari. Hal ini berarti dalam satu hari populasi lemna dapat
bertambah sebanyak 38-95% tergantung dari kondisi media, yang berarti dalam
kondisi stabil kultur lemna dapat dipanen setiap hari sebanyak laju pertambahan
biomassa tersebut. Hasil uji coba juga memperlihatkan bahwa biomassa lemna
dapat dikeringkan untuk disimpan lebih lama (Gambar 3) dan biomassa kering ini
dapat diberikan sebagai pakan ikan nila. Dampak proses pengeringan terhadap
nilai nutrisi lemna masih belum diketahui.

Gambar 2.Kultur massal lemna di Puslit Limnologi LIPI Cibinong

Gambar 3.Biomassa kering lemna bisa disimpan lama
Jenis-jenis lemna juga mempunyai kandungan protein tinggi, yaitu mencapai 1043% berat kering (Tabel 1), sehingga nilai produktivitas protein kultur lemna
dapat mencapai 6-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan luasan tanaman
kacang kedelai (Leng et al. 1995; Landesman, et al., 2005). Jenis-jenis lemna juga
diketahui memiliki susunan asam amino yang lebih mendekati komposisi asam
amino hewani sehingga lebih sesuai untuk pemanfaatan sebagai pakan. Demikian
juga pada kondisi tumbuh yang optimal jenis tumbuhan air ini dapat menjadi
sumber berbagai mineral, seperti K dan P, serta pigmen terutama karoten dan

santofil yang bermanfaat untuk suplemen vitamin A dan B.

Tabel 1.Nilai nutrisi lemna
Kandungan
Komponen
% Berat
Kadar air
Protein
Lemak
Serat
Abu
Kalori

Kering
3
38,86
3,8
13,22
16
325,7


Komposisi Asam Amino
% Protein Komponen

Komponen

Total
3,7
1,7
5,1
4,2
-

Lysin
Histidin
Arginin
Aspartat
Threosin
Serin


% Protein
Total
5,8
1,5
4,3
7,8
4,2

Valin
Methionin
Isoleusin
Leusin
Triptophan

(kkal/100g)
Sumber: Leng et al. (1995) dan Tavares et al. (2008)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan jenis tumbuhan untuk
pakan berbagai jenis hewan, yaitu itik, babi, dan ikan nila (Leng et al. 1995;
Hasan and Chakrarbarti, 2009). Uji coba di Brasil memperlihatkan potensi
biomassa kering lemna untuk suplemen pakan ikan nila hingga mencapai 50%

tanpa mengganggu kinerja tumbuh (Tavares et al. 2008). Konversi pakan (FCR)
biomassa lemna untuk pakan ikan nila adalah 1,0-3,7 tergantung dari dosis
pemberian, sementara laju tumbuh spesifik ikan dapat mencapai 1,40 (Leng et al.
1995; El-Shafaia, et al. 2004; Hasan and Chakrarbarti, 2009) (Tabel 2). Uji coba di
Puslit Limnologi LIPI memperlihatkan pertumbuhan normal ikan nila dengan
pakan biomassa lemna secara keseluruhan, namun tekstur daging ikan yang
dihasilkan relatif lebih lunak dibandingkan dengan ikan nila yang diberi pakan
buatan.
Tabel 2.Kinerja lemna untuk pakan ikan
Lemna/Jenis Ikan
L. gibba/nila
L. gibba/koan

L. perpusilla/nila

Sistem kultur
Tangki resirkulasi
Bak beton di

Waktu

(hari)
89
60

tempat terbuka
Bak beton di
tempat terbuka

70

Jumlah Pakan
>1,0% BB/hari
Ad libitum segar

Laju Tumbuh
Spesifik (%)
0,67
0,21

FCR

1,0
6,7

2,5% BB/hari

0,97

2,2

5,0% BB/hari
3,0% BB/hari

1,09
1,34

3,7
1,6

L. minima/koan


Bak beton di

88

4,0% BB/hari
Ad libitum segar

1,40
3,74

2,3
1,7-2,0

L. minima/koan

tempat terbuka
Bak beton di

68


Ad libitum segar

3,88

1,6

tempat terbuka

Sumber: Hasan and Chakrabarti (2009)
Berbagai jenis lemna telah dimanfaatkan dalam proses pengolahan limbah
domestik dan industri di beberapa negara, seperti Jerman, Amerika Serikat, Mesir,
India, Bangladesh dan Israel (Cheng et al. 2002; El-Kheir et al. 2007; Ansal et al.
2010; Ferdoushi et al. 2008; Schröder et al. 2007). Cedergreen and Madsen
(2002) melaporkan kemampuan Lemna minor menyerap NH4 dan NO3 melalui
bagian akar dan daun. Pada percobaan in vitro, laju penyerapan senyawa nitrogen
dan fosfor pada jenis tumbuhan ini mencapai 3,36 g/m 2/hari dan 0,20 g/m2/hari,
sementara di lapangan mencapai 2,11 g/m2/hari dan 0,59 g/m2/hari (Cheng et al.
2002). Sementara itu El Kheir et al. (2007) melaporkan kemampuan Lemna gibba
menyisihkan berbagai parameter, meliputi padatan tersuspensi, BOD, COD, NO 3,
NH4, O-PO4, Cu, Pb, Zn, dan Cd berturut-turut sebesar 96,3%, 90,6%, 89,0%,

100%, 82,0%, 64,4%, 100%, 93,6%, dan 66,7%. Alaert et al. (1996) melaporkan
bahwa lemna menyisihkan 74% TKN (Total Kjeldahl N) dan 77% TP (total fosfor)
di kolam pengolah limbah dengan waktu retensi 21 hari, sehingga dapat dihasilkan
luaran air dengan kandungan nutrien relatif rendah, yaitu 2,7 mg/L TKN dan 0,4
mg/L TP.
Informasi tersebut memberikan petunjuk potensi tumbuhan akuatik lokal Lemna
perpusilla Torr. Tumbuhan ini tersebar di Indonesia untuk pemecahan masalah
ketersediaan pakan sekaligus untuk mengendalikan kualitas air kolam. Dalam hal
ini lemna sangat potensial untuk dijadikan agen fitoremediasi kualitas air kolam
sementara biomassa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan
alternatif. Potensi fungsi fitoremediasi kualitas air juga memberikan kemungkinan
pengembangan budidaya perikanan sistem aliran tertutup yang bersifat hemat air.
Keberhasilan mengembangkan alternatif sistem budidaya yang dapat mengurangi
kebutuhan pakan dan air akan memberikan dampak positif yang signifikan
terhadap perkembangan usaha budidaya perikanan darat. Hal ini penting, di
samping untuk pemberdayaan masyarakat petani ikan, juga untuk ketahanan
pangan, khususnya dalam upaya penyediaan sumber protein yang murah.

Daftar Pustaka
Alaerts, G. J., M. D. Rahman Mahbubar, and P. Kelderman. 1996. Performance
analysis of a full–scale duckweed–covered sewage lagoon. Water Research
30(4): 843–852.
Ansal, M.D., A. Dhawan and V.I. Kaur. 2010. Duckweed based bio-remediation of
village ponds: An ecologically and economically viable integrated approach
for rural development through aquaculture. Livestock Research for Rural
Development 22(7): Article #129. Retrieved April 1, 2012, from
http://www.lrrd.org/lrrd22/7/ansa22129.htm.
Cheng, J., L. Landesman, B. A. Bergmann, J. J. Classen, J. W. Howard, and Y. T.
Yamamoto. 2002. Nutrient removal from swine lagoon liquid by Lemna
minor 8627. Transaction of the ASAE 45(4):1003–1010.
Cedergreen, N. and T. V. Madsen. 2002. Nitrogen uptake by the floating
macrophyteLemna minor. New Phytologist 155: 285–292.
El-Kheir, W.A., G. Ismail, F.A. El-Nour, T. Tawfik, and D. Hammad. 2007.
Assessment of the Efficiency of Duckweed (Lemnagibba) in Wastewater
Treatment. International Journal of Agriculture and Biology 9(5): 681-687.
El-Shafaia, S.A., F.A. El-Goharya, F.A. Nasra, N. P. van der Steenb, and H.J.
Gijzenb.
2004. Chronic ammonia toxicity to duckweed-fed tilapia
(Oreochromisniloticus). Aquaculture 232:117–127.
Ferdoushi, Z., F. Haque, S. Khan, and M. Haque. 2008. The effects of two aquatic
floating macrophytes (Lemna and Azolla) as biofilters of nitrogen and
phosphate in fish ponds. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Scences 8:
253-258.
Hasan, M.R.and R. Chakrabarti. 2009. Use of algae and aquatic macrophytes as
feed in small scale aquaculture: A review. FAO Fisheries and Aquaculture
Technical Paper. No. 531.
Landesman, L., N.C. Parker, C.B. Fedler and M. Konikoff. 2005. Modeling
duckweed growth in wastewater treatment systems. Livestock Research for
Rural Development 17 (6): Art. #61. Retrieved April 1, 2012, from
http://www.lrrd.org/lrrd17/6/land17061.htm.
Leng, R.A., J.H. Stambolie, and R. Bell. 1995. Duckweed - a potential highprotein feed resource for domestic animals and fish. Livestock Research for
Rural Development7(1): http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd7/1/3.htm.
Pancho, J.V. and M. Soerjani. 1978. Aquatic weeds of Southeast Asia. BIOTROP,
SEAMEO, Regional Center for Tropical Biology. Bogor, Indonesia.
Schröder, P., J. Navarro-Aviñó, H. Azaizeh, A.G. Goldhirsh, S. DiGregorio, T.
Komives, G. Langergraber, A. Lenz., E. Maestri, A.R. Memon, A. Ranalli, L.
Sebastiani, S. Smrcek, T. Vanek, S. Vuilleumier, and F. Wissing. 2007. Using
Phytoremediation Technologies to Upgrade Waste Water Treatment in
Europe. Environmental Science and Pollution Research 14(7): 490–497.
Tavares, F.A., J.B.R. Rodrigues, D.M. Fracalossi, J. Esquivel, and R. Roubach.
2008. Dried duckweed and commercial feed promote adequate growth
performance of tilapia fingerlings. Biotemas 21 (3): 91-97.