PROS Hanna A Parhusip Tinjauan ulang ekspansi asimtotik Full text

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

TINJAUAN ULANG EKSPANSI ASIMTOTIK
UNTUK MASALAH BOUNDARY LAYER
Hanna.A. Parhusip
Center of Applied Mathematics
Program Studi Matematika Industri dan Statistika
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
ABSTRAK
Pada makalah ini akan ditunjukkan pengantar Ekspansi Asimtotik yang diindikasikan adanya parameter
positif kecil (sebut ε ) sebagai parameter asimtotik. Parameter ini muncul karena model memuat 2 besaran
yang sangat berbeda sehingga diperlukan penyekalaan dimensi.
Langkah awal adalah mengasumsikan bahwa penyelesaian dari masalah yang dikaji merupakan deret dari ε .
Hal ini ditunjukkan terutama pada Persamaan Diferensial Biasa Orde 2 nonlinear yang mempunyai
singularitas (masalah boundary layer) . Pada makalah ini ditunjukkan pula baik tidaknya ekspansi tersebut.
Kata kunci : ekspansi

ε , operator integral, penyelesaian luar, penyelesaian dalam, boundary layer


PENDAHULUAN

Pada masalah aplikasi banyak dijumpai adanya besaran fisis yang mempunyai beberapa skala yang
jauh berbeda antara 2 parameter atau lebih. Misal pada kasus penyusunan hukum Darcy sebagai
aliran fluida minyak antara pipa injeksi dan pipa reservoar mempunyai jarak sekitar 100m-1000m.
Sedangkan besarnya jari-jari pori-pori pada media bebatuan berorde 10 −4 m (Parhusip, 2005, (a)).
Untuk menyatakan permiabilitas media yang muncul pada hukum Darcy, diperlukan rasio kedua
besaran tersebut. Aliran panas dengan konduktivitas yang merupakan fungsi posisi menyebabkan
perlu adanya transformasi variabel sehingga masalah transfer panas dapat disusun sebagai masalah
transfer panas pada media homogen . Rasio antara konsentrasi enzim yang digunakan dan
konsentrasi substansi pada reaksi kinetik Michelis Menten juga menunjukkan bilangan kecil yang
menyebabkan model kinetik dalam persamaan diferensial merupakan masalah gangguan singular
singular (singular perturbation problem) (Parhusip, 2006). Ketiga kasus tersebut diselesaikan
dengan ekspansi terhadap parameter kecil (sebut ε ) dengan menganggap solusi sebagai ekspansi
terhadap parameter tersebut.
Ekspansi asimtotik dapat mendekati masalah nonlinear menjadi masalah linear. Akan tetapi
diperlukan studi lebih lanjut ketepatan solusi masalah linear (berkaitan dengan masalah uniformity
penyelesaian) . Hasil ekspansi untuk hukum Carreau untuk fluida polimer merupakan salah satu
contoh tentang hal ini (Parhusip, 2005, (b)). Demikian pula ekspansi asimtotik tergantung pula pada
masalah yang dikaji khususnya sifat penyelesaian pada batas-batas domain. Orde persamaan

diferensial dapat berubah. Hal inilah yang akan ditunjukkan pada makalah ini yaitu tata cara
ekspansi asimtotik pada persamaan diferensial yang demikian yang disebut masalah boundary
layer.
Makalah ini disusun sebagai berikut. Karena masalah yang dikaji diutamakan berbentuk persamaan
diferensial biasa (PDB), maka pada Bagian II akan ditunjukkan operator integral yang digunakan.
655

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

Pada Bagian III akan ditunjukkan langkah-langkah ekspansi asimtotik pada masalah boundary
layer. Selanjutnya tata cara dan hasil asimtotik dan analisanya ditunjukkan pada Bagian IV dan
disimpulkan pada Bagian akhir makalah ini.
DASAR TEORI

Dapat diketahui salah satu penyelesaian persamaan diferensial biasa (PDB) orde 1 yang berbentuk
dy
+ P( x) y = Q( x) secara umum adalah
dx

− P ( x ) dx

∫ P ( x ) dx dx .
y ( x) = e ∫
∫ Q( x) e

(a)

Kita akan mengembangkan penggunaan (a) pada penyelesaian PDB order 2 linear tak homogen
dengan contoh.
Contoh. Misal perlu diselesaikan (Holmes, 1995. hal.31)

d2y
dy

− y = 1 dengan y(0) = y(1) =1.
2
dx
dx

(c.1.1)


Kita susun bentuk PD yang difaktorkan dengan menggunakan notasi D = d/dx maka (c.1.1) dapat
ditulis sebagai ( D 2 + εD − 1) y = 1 . Persamaan karakteristik adalah m 2 + ε m − 1 = 0 .
Menggunakan rumus abc diperoleh :
2
2
(c.1.2)
Sebut m1. = − ε + 1 + ε dan m2 = − ε − 1 + ε .
2
4
2
4
Dengan (c.1.2) maka persamaan (c.1.1) dapat ditulis dalam bentuk
(c.1.3)
( D − m1 )( D − m2 ) y = 1 .
Sebut u = ( D − m2 ) y maka dapat disusun ( D − m1 )u = 1 atau Du + (− m1 )u = 1 .
− m1dx
− − m dx
1
e m1 x − m1 x
Sehingga u ( x) = e ∫ 1 ∫ 1e ∫

+ C1e m1x = −
+ C1e m1x .
e
dx = e m1x ∫ e − m 1 x dx =
− m1
m1

Untuk mendapatkan y(x) maka digunakan ( D − m2 ) y = u atau Dy + (- m2 )y = u = −

1
+ C1e m1x .
m1

Lagi , kita menggunakan persamaan (a) sehingga dapat diperoleh :
− P ( x ) dx
∫ P ( x ) dx dx = e − ∫ − m2 dx u ( x) e ∫ − m2 dx dx =
y ( x) = e ∫
∫ Q( x) e



m2 x
1 +
1
.
C1e m x + C 2 e
m1 m2 m1 − m2
1

Jadi dengan menggunakan persamaan (c.1.2) dapat ditulis penyelesaian eksak yaitu
y(x)=

1
1
m x
+
C1e m1x + C 2 e 2 = − 1 +
m1 m2 m1 − m2

dengan m1. = − ε + 1 + ε
2


2

4

dan

ε

1
2 1+

ε2

m1 x
m2 x
=
.(c.1.4)
C1e m1x + C 2 e m2 x − 1 + C3e + C2 e


4

ε 2 . (Ingat bahwa

m2 = − − 1 +
2
4

m1 m2 adalah perkalian akar-akar

dari persamaan kuadrat m 2 + εm − 1 = 0 ). Syarat batas yaitu y(0) = y(1) = 1 digunakan untuk
mencari C3 dan C 2 . Untuk y(0) =1 maka y(0) = − 1 + C3 + C 2 =1 sehingga C3 + C 2 = 2 .
Dengan menggunakan syarat batas y(1) = 1 diperoleh
(c.1.5)
C3e m1 + C 2 e m2 = 2 .

656

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW


Oleh karena itu mencari C3 dan C 2 dapat dilakukan denngan menyelesaikan sistem persamaan
linear atau dengan substitusi. Diperoleh

 e m2 − 1
C3 = −2 m1
m2
e −e

 e m1 − 1

 dan C 2 = 2 m1
m2
e −e



 .


(c.1.6)


Diperoleh penyelesaian eksak yaitu

y ( x ) = −1 + C3e m1x + C 2 e m2 x

(s.1)

dengan C3 dan C 2 dinyatakan pada persamaan (c.1.6). Pada Gambar (1a) ditunjukkan

penyelesaian eksak untuk berbagai ε → 0.

2
Gambar 1. Penyelesaian eksak untuk soal contoh d y + ε dy − y = 1 dengan y(0) = y(1) =1.
dx
dx 2
untuk nilai ε = 0.001 , ε = 0.01 dan ε = 0.1 .

Dari hasil ditunjukkan bahwa pada Gambar 1a untuk nilai ε = 0.001 , ε = 0.01 dan ε = 0.1
penyelesaian tidak menunjukkan perbedaan. Untuk selanjutnya ditunjukkan cara mendapatkan
penyelesaian asimtotik.

Tahap 1. Kita akan menggunakan asumsi bahwa penyelesaian berbentuk deret asimtotik terhadap

ε yaitu

y ( x) = y 0 ( x) + εy1 ( x) + ... .

(c.4.1)

Dengan mengelompokkan tiap orde ε maka dapat disusun PDB tiap kasus misal pada O(1) dan
O(ε ) yaitu

y 0′′ − y 0 = 1,

(c.4.1)
y 0 (0) = y 0 (1) = 1 .
(c.4.2)
y1′′ + y 0′ + y1′ − y1 = 0 .
O(ε ) :
Tampak bahwa penyelesaian pada O(1) diperlukan untuk mendapatkan penyelesaian pada O (ε ) .

O(1) :

Penyelesaian diperoleh sebagai berikut.
PD pada persamaan (c.4.1) merupakan PDB biasa tak homogen. dengan akar-akar
karakteristik adalah m1 = 1 dan m2 = −1 . Disusun PDB dengan operator D= d/dx yaitu
( D − 1)( D + 1) y 0 = 1

dan tulis

u = ( D + 1) y 0

sehingga PDB

( D − 1)u = 1 atau

menjadi

Du + (−1)u = 1 .
−1dx
− ( −1) dx
1 e ∫ dx = e x e − x dx = −1 + C1e x .
Gunakan operator persamaan (a) diperoleh u ( x) = e ∫



Karena

u = ( D + 1) y 0

atau

Dy 0 + y 0 = −1 + C1e .
x

657

Dengan



operator

integral

yaitu

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

C1 x
e + C 2 e − x . Karena konstanta masih bebas maka
2
penyelesaian dapat ditulis sebagai y 0 ( x ) = −1 + C3 e x + C 2 e − x . Dengan syarat batas maka
y 0 ( x ) = e − x ∫ ( −e x + C1e 2 x )dx = −1 +

penyelesaian O (ε 0 ) dapat ditulis sebagai 1 = y 0 (0) = −1 + C3 + C2 atau
Menggunakan

y 0 (1) = 1 = −1 + C3e + C 2 e
1

−1

atau C3 e + C 2 e

−1

C3 + C 2 = 2 .

= 2 . Dengan menyelesaikan

sistem persamaan linear, diperoleh C3 = 0.5379 dan C2 = 1.4621. Jadi penyelesaian O (1) : adalah

y 0 ( x ) = −1 + 0.5379e x + 1.4621e − x .
Untuk selanjutnya akan diselesaikan PDB pada O(ε ) : yaitu y1′′ + y 0′ + y1′ − y1 = 0 dan karena
y0 ( x ) = −1 + 0.5379e x + 1.4621e − x

maka

masalah

y1′′ + y1′ − y1 =

menjadi

dan m2 = 1 ( −1 − 5 )
2
2
adalah akar-akar karakteristik PD homogen sehingga y1′′ + y1′ − y1 = − y 0′ dapat ditulis sebagai

− 0.5379e x + 1.4621e − x . Sebagaimana pada contoh, sebut m1 = 1 ( −1 +

5)

( D − m1 )( D − m2 ) y = Q ( x ) dengan Q(x) = − y 0′ = −0.5379e x + 1.4621e − x . Secara sama pula
dimisalkan u = ( D − m2 ) y sehingga diperoleh ( D − m1 )u = Q ( x ) . Operator integral pada
persamaan (a) dapat digunakan yaitu
− ( − m1 ) dx
∫ − m1dx dx = − 0.5379e x 1.4621 − x
u( x ) = e ∫
Q
(
x
)
e
e + C1e m x .



1 − m1

1 + m1

1

Selanjutnya perlu diselesaikan u = ( D − m2 ) y1 atau Dy1 + ( − m2 ) y1 = u. Yaitu
− ( − m2 ) dx
− m2 dx
ex
e− x
y1 = e ∫
(
0
.
5379
1
.
4621
dx .


+ C1e m1 x )e ∫

1 − m1
1 + m1

Kita dapat menyederhanakan menjadi
− 0.5379(1 − m2 ) x
C1
1.4621
y1 =
e +
e−x +
e m1 x + C 2 e m2 x .
(1 − m1 )(1 − m2 )
(1 + m1 )(1 + m2 )
m1 − m2
Selama ini kita langsung menggunakan syarat batas pada O(1). Karena y 0 (0) = 1 , dan y0 (1) = 1
kita dapat memilih bahwa y1 (0) = y1 (1) = 0 . Sehingga syarat batas untuk y1 ( x) haruslah

0 = y1 (0) dan 0 = y1 (1) . Jadi kita dapat mencari C1 dan C 2 dengan syarat batas tersebut. Yaitu
C1
1.4621
untuk 0 = y1 (0) diperoleh y1 (0) = 0 = − 0.5379(1 − m2 ) +
+
+ C2
(1 − m1 )(1 − m2 )

dan y1 (1) = 0 = − 0.5379(1 − m2 ) e +
(1 − m1 )(1 − m2 )

(1 + m1 )(1 + m2 )

m1 − m2

C1
1.4621
e −1 +
e m1 + C 2 e m2 .
(1 + m1 )(1 + m2 )
m1 − m2

Diperoleh sistem persamaan linear yaitu
1

 m −m
1
2

1

e m1
 m1 − m2

0.5379(1 − m2 )
1.4621



1 

 C1   (1 − m1 )(1 − m2 ) (1 + m1 )(1 + m2 )  .

  = 
0.5379(1 − m2 )
1.4621
e m2  C 2  
e−
e −1 

 (1 − m1 )(1 − m2 )
(1 + m1 )(1 + m2 )


Diperoleh C1 = 5.1236 dan C2 = 0.5790. Sehingga penyelesaian pada O (ε ) pada masalah (c.4.2)
diperoleh
y1 =

− 0.5379(1 − m2 ) x
1.4621
5.1236 m1x
e +
e−x +
e + 0.5790e m2 x
(1 − m1 )(1 − m2 )
(1 + m1 )(1 + m2 )
m1 − m2

658

(c.4.2)

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

dengan m1 = 1 ( −1 + 5 ) dan m2 = 1 ( −1 − 5 ) . Jadi penyelesaian eksak untuk masalah (c.1.1) dengan
2
2
pendekatan asimtotik adalah
y ( x ) = y 0 ( x ) + εy1 ( x ) = − 1 + 0.5379e x + 1.4621e − x +
 − 0.5379(1 − m2 ) x

1.4621
5.1236 m1x
(s.2)
e +
e−x +
e + 0.5790e m2 x  .
(1 + m1 )(1 + m2 )
m1 − m2
 (1 − m1 )(1 − m2 )

Jadi penyelesaian asimtotik telah diperoleh untuk 2 suku pertama yang akan dibandingkan dengan
penyelesaian eksak (persamaan (s.1)). Hal ini diilustrasikan pada Gambar 1b. Demikian pula untuk
penyelesaian dengan ε = 0.01 dan ε = 0.1 yang digambarkan pada Gambar 1c.

ε 

Gambar 1b. Ilustrasi penyelesaian asimtotik (ditandai
dengan ‘o’, persamaan (s.2) ) dan penyelesaian
eksak (ditandai dengan ‘*’, persamaan (s.1))
untuk kasus persamaan (c.1.1)

Gambar 1c. Ilustrasi penyelesaian asimtotik untuk
kasus persamaan (c.1.1) untuk ε = 0.01 (ditandai
dengan ‘o’) dan untuk
.

ε = 0.1 (ditandai dengan ‘*’)

Kita dapat pula menyelesaikan masalah persamaan (c.1.1) dengan cara numerik. Hal ini diperlukan
bila problem secara umum tidak dapat diselesaikan secara analitik maka penyelesaian numerik
dianggap sebagai penyelesaian eksak. Untuk menunjukkan metode ini maka kasus (c.1.1)
dikerjakan dengan cara numerik pula yaitu dengan metode Runge Kutta.
Pada masalah nonlinear seperti gerak roket meninggalkan bumi (Holmes, 1995, hal.1) ditunjukkan
cara penyelesaian dengan ekspansi asimtotik. Parameter kecil ε menyatakan rasio jarak yang
ditempuh terhadap jari-jari bumi. Akan tetapi sejauh ini dapat disimpulkan secara sederhana bahwa
ketika ketaklinearan cukup dominan maka pendekatan asimtotik tidak cukup baik. Demikian pula
pendekatan asimtotik berkembang ketika terdapat sifat transisi pada batas- batas domain. Hal ini
ditunjukkan pada Bagian Analisa dan Pembahasan untuk masalah singular perturbation problem
pada PDB. Kesingularan problem terjadi karena jika dipilih ε = 0 maka problem berubah derajat
PDB-nya. Masalah khusus sebagai materi pembelajaran tentang hal ini adalah menentukan
penyelesaian (Holmes, 1995, hal 48 )
(m.1)
εy ′′ + 2 y ′ + 2 y = 0 untuk 0 < x < 1 ,
dengan y(0) = 0 dan y(1) = 1.
(m.2)

659

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

METODE PENELITIAN
Langkah-langkah penelitian pada makalah ini ditunjukkan sebagai berikut
1.1 Menyusun penyelesaian PDB Orde 1 Linear dengan operator integral sebagai penyelesaian
eksak.
1.2 Jika penyelesaian analitik tidak dimungkinkan, maka dicari penyelesaian numerik dengan
metode Runge Kutta dan dianggap sebagai penyelesaian eksak.
1.3 Mencari penyelesaian asimtotik.
1.4 Mengilustrasikan penyelesaian eksak dan penyelesaian asimtotik serta membandingkan.
1.5 Menganalisa penyelesaian untuk berbagai nilai ε .

HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH BOUNDARY LAYER (m.1)-(m.2)
Perhatikan bahwa problem (m.1)-(m.2) menjadi PD orde 1 untuk ε = 0 . Hal ini merupakan salah
satu penciri PDB merupakan masalah boundary layer. Tahapan penyelesaian berbeda dengan
sebelumnya. Hal ini ditunjukkan sebagai berikut. Dengan asumsi ekspansi yang standart yaitu
(m.3)
y ( x ) ≈ y 0 ( x ) + εy1 ( x ) + ....
dan disubstitusikan pada (m.1) diperoleh ε ( y 0′′ + ...) + 2( y 0′ + εy1′ + ...) + 2( y 0 + εy1 + ...) = 0 .
Sehingga
O (1) :

y 0′ + y 0 = 0

(m.4a)

dan penyelesaian umumnya adalah

y 0 ( x ) = ae − x .

(m.4b)
Penyelesaian ini hanya memuat 1 konstan sembarang, padahal ada 2 syarat yang batas pada (m.2)
yang perlu digunakan. Hal ini berarti bahwa penyelesaian (m.4) dengan ekspansi (m.3) tidak dapat
menjelaskan penyelesaian problem (m.1)-(m.2) pada interval 0 ≤ x ≤ 1 . Demikian pula kita tidak
tahu syarat batas mana yang harus digunakan. Cara mengatasi ditunjukkan pada tahap berikutnya.
Mencari penyelesaian (m.1)-(m.2) untuk O(1)
Step 1. Outer Solution
Dianggap bahwa terdapat boundary layer pada x = 0 atau x = 1 sehingga perlu pendekatan asimtotik
yang berbeda. Penyelesaian pada hasil asimtotik pada sekitar batas-batas interval disebut outer
solution.
Step 2. Boundary layer (inner layer)
Akan tetapi dapat pula terjadi singularitas pada suatu x= a dengan 0 0 .
Jika parameter ε divariasi mendekati 0, maka variabel x dibuat tetap.

(m.9)

Dengan mensubstitusikan (m.9) pada persamaan (m.7) diperoleh
d2
d
(m.10)
(Y0 + ...) + 2(Y0 + ...) = 0 .
ε 1−2α 2 (Y0 + ...) + 2ε −α
dx
dx
Kita akan menyesuaian tiap suku berdasarkan order epsilon. Ada beberapa kemungkinan.
(i). Suku kesatu dan ketiga pada (m.10) pada order yang sama sehingga dipilih 1 − 2α = 0
sehingga α = 1 / 2 . Hal ini berakibat suku kedua menjadi O (ε −1 / 2 ) . Hal ini melanggar pada
masalah awal (m.1) bahwa suku kedua berorde epsilon lebih tinggi. Oleh karena itu kemungkinan
penyesuaian ini tidak tepat.
(ii). Suku kesatu dan suku kedua berorde sama sedangkan suku ketiga pada orde yang lebih tinggi.
Sehingga berlaku 1 − 2α = −α . Jadi α = 1 . Jadi suku pertama dan suku kedua berorde O (ε −1 )
sehingga suku ketiga menjadi O (ε 0 ) = O (1) . Hal ini sesuai dengan masalah mula-mula sehingga
penyesuaian ini dianggap tepat. Oleh karena itu untuk proses selanjutnya kita akan menyelesaikan
masalah (m.1) dengan pendekatan asimtotik sebagaimana biasanya sebagai berikut.
: Y0′′ + 2Y0′ = 0 , untuk 0 < x < ∞ , Y (0) = 0 .
(m.11)
O (ε −1 )
Penyelesaian umum berbentuk
(m.12)
Y0 ( x ) = A(1 − e −2 x )
dengan A konstan sembarang. Ekspansi (m.9) diharapkan memuat paling sedikit 1 penyelesaian
outer layer pada persamaan (m.4a). Yang berarti outer solution harus memenuhi syarat batas x = 1.
Dari (m.4a) dan (m.4b) harus memenuhi syarat batas x = 1. Diperoleh
(m.13)
y 0 ( x ) = e1− x .
Langkah selanjutnya adalah menentukan konstan A pada (m.12).

Step 3. Pencocokan (matching)
Outer solution and inner solution adalah pendekatan untuk fungsi yang sama. Oleh karena itu pada
daerah transisi antara outer solution dan inner solution harus memberikan penyelesaian yang sama.
Hal ini diatur dengan cara bahwa nilai Y0 pada boundary layer (untuk x → 0 ) sama dengan nilai

y 0 yang muncul (untuk x → 0 ). Hal ini berarti Y0 ( ∞) = y 0 (0) . Sehingga diperoleh A = e.
Sehingga (m.12) menjadi

Y0 ( x ) = e − e1−2 x .

(m.14)
Ilustrasi dari penyelesaian pada (m.13) dan (m.14) ditunjukkan pada Gambar 2. Langkah
selanjutnya adalah melakukan penggabungan ekspansi asimtotik. Masalah pencocokan dapat
diilustrasikan pada Gambar 2.

661

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW

Gambar 2. Ilustrasi penyelesaian inner dan outer.

Gambar 2 menunjukkan bahwa untuk penyelesaian outer memenuhi syarat batas y(0) = 0 sedangkan
syarat batas y(1) = 1 tidak dipenuhi. Sedangkan sebaliknya penyelesaian outer tidak memenuhi
syarat batas pada y(0) = 0, tetapi memenuhi syarat batas pada y(1) = 1. Oleh karena itu kedua
penyelesaian perlu digabungkan. Langkah selanjutnya adalah melakukan penggabungan ekspansi
asimtotik. Masalah pencocokan dapat diilustrasikan pada Gambar 3 .
Ide dari pencocokan dan penggabungan ekspansi sebagai berikut. Kita perlu memperkenalkan
variabel antara yaitu xη = x / η (ε ) yang diposisikan diantara koordinat yang O (1) yaitu koordinat
pada outer layer dan O (ε ) koordinat pada inner layer. Variabel antara ini ditempatkan pada daerah
transisi atau domain yang tercampur (overlap) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3. Untuk itu
diharapkan η (ε ) memenuhi ε