HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI PENSIUN PADA GURU SD DI KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2015-2016.

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI PENSIUN PADA GURU SD DI KECAMATAN SENTOLO

KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2015-2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ivanti Andriana Nurvaeni NIM 07104244072

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada: 1. Bapak (Alm) dan Ibuku

2. Kakakku

3. Keluarga Besar Ranto Suparno dan Citro Utomo 4. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.

5. Fakultas Ilmu pendidikan, khususnya Bimbingan dan Konseling. 6. Agama, Nusa dan Bangsa.


(6)

vi MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(Terjemah dari QS. Al-Insyirah: 5-6)

Kalau usaha kita gagal lalu kita tetap berusaha, tidak berarti kegagalan di sini artinya nol tanpa balasan tetapi biasanya kegagalan itulah yang menjadi alasan

Tuhan untuk mendatangkan balasan lain yang baik atau yang lebih baik (petuah bijak)


(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI PENSIUN PADA GURU SD DI KECAMATAN SENTOLO

KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2015-2016 Oleh

Ivanti Andriana Nurvaeni 07104244072

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untu mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan kesiapan menghadapi pensiun pada guru SD di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo tahun 2015-2016.

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasional. Subjek dalam penelitian ini adalah guru SD yang akan pensiun pada periode 2015-2016 di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah 16 orang, karena mengambil seluruh subjek yang ada sehingga penellitian ini di sebut penelitian populasi. Lokasi penelitian dilakukan di UPTD PAUD dan Dikdas Kecamatan Sentolo. Dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala kecemasan dan skala kesiapan menghadapi pensiun, rumus

Pearson Corelation digunakan untuk menguji validitas. Uji reliabilitas angket kecemasan dan kesiapan menghadapi pensiun menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan

analisis deskriptif dan analisis korelasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 81% guru SD yang akan pensiun di Kecamatan Sentolo memiliki tingkat kesiapan sedang, dan sebesar 87,5% guru SD yang akan pensiun memiliki kecemasan menghadapi pensiun sedang. Ada hubungan yang positif antara tingkat kesiapan dengan kecemasan menghadapi pensiun pada guru SD di Kecamatan Sentolo dengan nilai korelasi 0,573. Hasil analisis korelasi mendukung perolehan koefisien determinasi sebesar 0,328 yang menunjukkan 32,8% kesiapan diakibatkan karena kecemasan menghadapi pensiun, selebihnya 77,2% disebabkan variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil peneitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesiapan yang dimiliki guru dalam menghadapi pensiun sedang sehingga kecemasan yang dimiliki guru dalam menghadapi pensiun dalam tingkat sedang pula.

.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Allhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kemudahan atas segala hal, sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan antara tingkat kecemasan dengan kesiapan menghadapi pensiun pada guru SD di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo Tahun 2015-2016” telah dapat penulis selesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dukungan moril maupun materiil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mengijinkan penulis menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memberikan izin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan izin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Sri Iswanti, M. Pd. dan Bapak Fatur Rahman, M. Si. Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.


(9)

ix

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan wawasan, ilmu, dan pengalamannya.

6. Orangtuaku tercinta Bapak Sugiyana (Alm) & Ibu Ngatinem terima kasih atas do’a, kasih sayang, motivasi, dan pengorbanan untuk saya selama ini.

7. Terima kasih untuk kakakku tersayang Fian Agitania Kurniawan yang telah memberikan semangat yang tak pernah berhenti mengalir untukku.

8. Bapak dan Ibu guru Sekolah Dasar di Kecamatan Sentolo yang telah bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.

9. Sahabat-sahabatku Elin, Idud, Hilda, Novia, Rinta, Opik, Devi, Ika, Fitri, Edis, dan Ardi yang tak bisa disebutkan satu per satu. Kalian telah mewarnai hari-hariku, terimakasih telah memberikan dukungan, motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Teman-teman mahasiswa BK angkatan 2007 kelas NR/C, yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak langsung ikut memberikan bantuan tenaga dan pikiran sehingga terselesainya skripsi ini.

Terima kasih atas bantuan yang diberikan semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan menjadi amal baik dan imbalan pahala dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya dan menjadi inspirasi bagi pembaca. Amin.

Yogyakarta, Januari 2015 Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Batasan Masalah ... 7

D.Rumusan Masalah ... 7

E.Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A.Tingkat Kecemasan... 10

1. Pengertian Kecemasan ... 10

2. Gejala-gejala Kecemasan ... 13

3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kecemasan... 15

4. Jenis-jenis Kecemasan... ... 19


(11)

xi

B.Kesiapan Menghadapi Pensiun Guru SD ... 24

1. Kesiapan ... 24

2. Guru SD ... 27

3. Pensiun pada Guru ... 30

4. Definisi Kesiapan Menghadapi Pensiun ... 37

C.Kerangka Berpikir ... 39

D.Hipotesis ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 42

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

1. Tempat Penelitian... 43

2. Waktu Penelitian ... 44

C.Variabel Penelitian... 44

D.Definisi Operasional ... 45

E.Populasi Penelitian... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ... 47

G.Instrumen Penelitian ... 48

H.Uji Coba Instrumen ... 52

I. Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 58

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 58

3. Deskripsi Subyek Penelitian ... 58

4. Deskripsi Data Penelitian ... 59

5. Uji Kelayakan Data Penelitian ... 68

B.Pembahasan ... 73

C.Keterbatasan Penelitian ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 78


(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN ... 84


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Data Guru yang Akan Pensiun Tahun 2015-2016 Kecamatan

Sentolo…………... 5

Tabel 2. Data Pensiun Guru SD di Kabupaten Kulon Progo yang Akan Pensiun pada Tahun 2015-2016 ...43

Tabel 3. Jumlah Guru yang Akan Pensiun Tahun 2015-2016 di Kecamatan Sentolo ...47

Tabel 4. Sebaran Item Instrumen Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba ...49

Tabel 5. Kisi-kisi Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba ...50

Tabel 6. Sebaran Item Instrumen Skala Kesiapan Menghadapi Pensiun Sebelum Uji Coba ...51

Tabel 7. Kisi-kisi Skala Kesiapan Menghadapi Pensiun Sebelum Uji Coba ...51

Tabel 8. Intrepetasi nilai r ...54

Tabel 9. Daftar Guru SD UPTD Paud dan Dikdas Kecamatan Sentolo Pensiun Tahun 2015-2016 ...59

Tabel 10. Hasil Uji Validitas Skala Kecemasan ...60

Tabel 11. Sebaran Item Instrumen Skala Kecemasan Setelah Uji Coba ...60

Tabel 12. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kecemasan ...61

Tabel 13. Deskripsi Data Kecemasan ...61

Tabel 14. Kategori Interval Kecemasan ...62

Tabel 15. Klasifikasi Skor Kecemasan pada Guru yang Akan Pensiun ...62

Tabel 16. Hasil Uji Validitas Skala Kesiapan ...64

Tabel 17. Sebaran Item Instrumen Skala Kesiapan Menghadapi Pensiun Setelah Uji Coba ...65

Tabel 18. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kesiapan ...65

Tabel 19. Deskripsi Data Kesiapan ... 66

Tabel 20. Kategori Interval Kesiapan ...66

Tabel 21. Klasifikasi Skor Kesiapan ...67

Tabel 22. Hasil Uji Normalitas Data Kecemasan ...68

Tabel 23. Hasil Uji Normalitas Data Kesiapan ...69

Tabel 24. Hasil Uji Homogenitas ...70


(14)

xiv

Tabel 26. Hasil Uji Korelasi ...72


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Tingkat Kecemasan Guru yang Akan Pensiun ... 63

Gambar 2. Tingkat Kesiapan Guru yang Akan Pensiun ... 67

Gambar 3. Grafik Uji Normalitas Data Kecemasan ... 69


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1. Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba………. 84 Lampiran 2. Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba………... 90 Lampiran 3. Hasil Uji Validitas Data Skala Tingkat Kecemasan ...96 Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Data Skala Kesiapan

Menghadapi Pensiun ……… 98

Lampiran 5. Data Mentah Penelitian Skala Tingkat Kecemasan ...100 Lampiran 6. Data Mentah Penelitian Skala Kesiapan

Menghadapi Pensiun ……… 102

Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.

Hasil Uji Reliabilitas Tingkat Kecemasan…... Hasil Uji Reliabilitas Kesiapan Menghadapi Pensiun...… Surat Ijin Penelitian...

104 106 108


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai ambisi, cita-cita, dan dorongan-dorongan yang ingin dicapai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan bekerja. Dengan bekerja seseorang dapat berinteraksi dengan orang-orang di sekelilingnya serta sebagai sarana aktualisasi diri terhadap lingkungan sekitarnya. Bekerja juga menjadi kegiatan sosial yang memberikan penghargaan, status sosial, dan juga prestise sosial yang merupakan tiga unsur terpenting bagi kesejahteraan lahir dan batin manusia dalam menegakkan martabat dirinya (Kartini Kartono, 2000: 114). Aktivitas bekerja merupakan suatu aktivitas yang mempunyai batas waktu, terutama bagi orang-orang yang bekerja pada suatu instansi. Tidak selamanya seseorang mampu melakukan aktivitas kerja.

Pensiun merupakan masa ketika seseorang diberhentikan dari pekerjaannya sesuai dengan batas usia pensiun yang ditetapkan dalam aturan pensiun yaitu 56 tahun. Menurut PP Nomor 65 Tahun 2008 tentang BUP (Batas Usia Pensiun), batas usia pensiun guru adalah 60 tahun. Pensiun memaksa individu untuk memaksa suatu peningkatan dalam ruang lingkup pengambilan keputusan tentang kehidupan pribadi seseorang. Masa pensiun yang dimaksud adalah masa pensiun wajib, di mana individu terpaksa melakukan pensiun karena organisasi tempat individu bekerja menetapkan usia


(18)

2

tertentu sebagai batas usia seseorang untuk berhentu bekerja tanpa pertimbangan suka atau tidak (Hurlock, 2007: 56).

Pensiun merupakan suatu perubahan yang penting dalam perkembangan hidup individu yang ditandai dengan perubahan sosial. Perubahan sosial ini misalnya status sosial yang sudah berubah, perubahan ini harus dihadapi oleh para pensiunan dengan penyesuaian diri terhadap keadaan tidak bekerja, berakhirnya karir di bidang pekerjaan, berkurangnya penghasilan, dan bertambahnya waktu luang yang kadang-kadang sangat mengganggu (Hurlock, 2007: 89).

Dengan adanya masa pensiun, seharusnya seseorang merasa bahagia karena dapat menikmati hari tuanya dengan santai di rumah tanpa terbebani oleh aktivitas pekerjaan kantor. Namun, tidak sedikit orang-orang yang bingung bahkan merasa cemas ketika memasuki masa pensiun, misalnya apa yang akan mereka lakukan setelah pensiun. Oleh karena itu datangnya masa pensiun sering menjadi saat yang tidak diharapkan, namun ada pula yang menganggap masa pensiun merupakan masa yang sangat dinanti-nanti. Bagi mereka yang menganggap masa pensiun sebagai masa istirahat yaitu masa terbebasnya dari berbagai kewajiban yang sangat melelahkan, masa pensiun bukanlah merupakan suatu persoalan. Akan tetapi bagi seseorang yang tidak siap menghadapi pensiun akan banyak mengalami persoalan (Hurlock, 2007: 96).

Hurlock (2007: 109) berpendapat bahwa pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba


(19)

3

sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan yang akan dijalani kelak. Seperti apa yang disampaikan Lindgren mengenai kecemasan adalah sebagai situasi emosi yang kompleks dan kronis yang ditandai oleh perasaan takut, gelisah dan mengalami ketegangan (Eliada Prayitno, 1989: 77).

Pada tahap ini sebenarnya seseorang masih cukup produktif namun kenyataan mereka harus tetap memasuki masa pensiun. Oleh karena itu, masa pensiun dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan seseorang di masa yang akan datang sehingga dapat menimbulkan kecemasan (Hadiwaluyo, 2009: 56).

Demikian juga halnya dengan seorang guru yang akan menghadapi masa pensiun. Tingkat kecemasan yang dirasakan seorang guru akan mempengaruhi kesiapan mereka dalam menghadapi pensiun. Bagaimana memanfaatkan waktu senggang yang begitu banyak dan bagaimana caranya untuk melibatkan diri dalam kegiatan pelayanan masyarakat secara sukarela merupakan beberapa masalah yang harus dipersiapkan menjelang pensiun (Hurlock, 2007: 267).

Berikut ini kutipan kisah dari wawancara peneliti dengan tiga guru SD di Sentolo yang masa tugasnya akan berakhir: ibu MM sebagai salah satu pegawai negeri sipil yang bekerja sebagai guru Sekolah Dasar, satu tahun lagi akan memasuki masa pensiun, dan kondisi ini membuatnya merasa cemas. Hal ini dikarenakan masih ada beban yang menjadi tanggungannya dan kwatir tidak bisa menanggungnya, yaitu anaknya yang masih memerlukan biaya kuliah dan adanya kebingungan dalam mengatur waktu yang dulunya bekerja menjadi tidak bekerja.


(20)

4

Lain halnya dengan kisal bapak PR. Beliau adalah salah seorang guru SMU negeri di Yogyakarta, yang masa tugasnya akan berakhir Maret 2015. Saat ini beliau sering mengeluh susah tidur. Menurut sang istri, dengan semakin dekatnya masa pensiun bapak mudah sekali marah, sering duduk termenung seperti sedang memikirkan sesuatu, dan apabila ditanya maka dijawabnya dengan kalimat yang kasar.

Kisah lainnya adalah bapak SP, beliau juga seorang guru SMU negeri di Yogyakarta, yang masa tugasnya akan berakhir satu tahun lagi. Dalam menghadapi masa pensiun nanti, bapak SP merasa sudah siap, karena sejak dua tahun yang lalu, selain mengajar beliau juga membuka warung kecil-kecilan di rumah, sehingga apabila masa pensiun telah tiba, maka beliau akan lebih semangat untuk mengelola warungnya karena waktunya lebih banyak untuk mengurus semua keperluan warung. Dari beberapa kutipan kisah di atas, dapat dilihat bahwa seorang pegawai yang tidak mempunyai persiapan dalam menghadapi masa pensiun cenderung tidak siap bila dibandingkan dengan pegawai yang sudah mempersiapkan dirinya.

Hurlock (2007: 364). mengatakan bahwa, orang masa usia madya yaitu pada usia 40 sampai 60 tahun yang telah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi masa pensiun dari pekerjaan yang mendatangkannya pendapatan atau mengakhiri peran dan tanggung jawabnya sebagai orangtua dengan cara mencari bidang kegiatan baru yang menarik kemudian mengikatkan diri dengan kegiatan baru tersebut biasanya dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap hari tuanya dari pada mereka yang tidak melakukan persiapan.


(21)

5

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa ada pengaruh tingkat kecemasan menghadapi pensiun terhadap kesiapan seseorang. Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti bemaksud untuk melihat apakah ada hubunagn antara tingkat kecemasan dengan kesiapan menghadapi pensiun seorang guru. Pemilihan guru sebagai subyek penelitian karena guru merupakan salah satu profesi di mana oleh sebagian besar masyarakat dianggap sebagai profesi yang

terhormat karena guru merupakan “pahlawan tanpa tanda jasa” sehingga di

mata masyarakat guru mempunyai status sosial yang tinggi.

Kecamatan Sentolo merupakan salah satu kecamatan di Yogyakarta yang juga melaksanakan pensiun bagi guru. Pada Tabel 1 berikut ini disajikan data statistik mengenai guru yang akan pensiun pada tahun 2015-2016.

Tabel 1. Data Guru yang Akan Pensiun Tahun 2015-2016 Kecamatan Sentolo

Jenis Jumlah Persentase (%)

Guru SD 20 62,5

Guru SLTP 5 15,6

Guru SMA 3 9,4

Guru SMK 2 6,3

Guru TK 0 0

Jumlah 30 100

Sumber: BKD Kabupaten Kulon Progo

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2015-2016 kecamatan Sentolo akan melakukan pensiun terhadap 30 guru yang terbagi dalam berbagai jenjang pendidikan. Untuk guru SD sebanyak 20 orang guru atau 62,5 % dari total keseluruhan guru yang pensiun, guru SLTP sebanyak 5 orang 15,6 %, guru SMA sebanyak 3 orang 9,4 %, dan guru SMK sebanyak 2


(22)

6

orang 6,3%. Dari 5 jenjang pendidikan tersebut, Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan paling banyak guru yang akan pensiun. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di kecamatan Sentolo. Alasannya, jumlah guru SD yang akan pensiun pada tahun 2015-2016 lebih banyak daripada guru pada tingkat pendidikan yang lainnya.

Guru SD merupakan seorang guru yang mengajar pada jenjang pendidikan dasar. Seringkali guru SD berperan sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan dan dianggap sebagai orang yang berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan pencerminan mutu pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan pendidikan pada tingkat atas dan tinggi tergantung pada keberhasilan pendidikan di tingkat dasar. Oleh karena itu, peranan guru SD sangat vital dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, kinerja guru SD harus ditingkatkan di samping itu kesejahteraan guru SD juga harus diperhatikan termasuk masalah pensiun. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi prodi bimbingan dan konseling karir, karena dapat menunjang upaya pencapaian kesuksesan karir seseorang dengan mempersiapkan diri dalam menghadapi masa pensiun.

Berdasarkan pemikiran dan berbagai masalah yang telah diungkapkan di awal, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jauh hubungan antara kesiapan dengan tingkat kecemasan menghadapi pensiun pada guru SD di kecamatan Sentolo.


(23)

7 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Adanya kebingungan yang dihadapi seorang guru tentang aktivitasnya setelah memasuki masa pensiun.

2. Adanya kekhawatiran tentang penurunan finansial.

3. Adanyan ketidaksiapan guru, terutama kesiapan mental dan kesiapan material.

C.Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tidak semuanya akan diteliti sehubungan dengan keterbatasan waktu dan dana. Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah hubungan antara kesiapan dengan kecemasan menghadapi pensiun pada guru SD di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di ataks, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan antara kesiapan dengan tingkat kecemasan menghadapi pensiun?”.


(24)

8 E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui hubungan antara kesiapan dengan tingkat kecemasan menghadapi pensiun.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan, informasi, dan pemikiran, khususnya dibidang Bimbingan Konseling, untuk mengetahui lebih jauh tentang variabel kesiapan dan tingkat kecemasan menghadapi pensiun.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bacaan ilmiah dan sumber referensi bagi penelitian-penelitian yang akan datang pada topik yang sama.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

Dapat memberikan masukan bagi guru yang akan menghadapi pensiun agar dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan gambaran langsung di lapangan sehingga dapat menjadi bekal apabila kelak menjadi konselor dalam memberikan bimbingan karir.


(25)

9 c. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pensiun bagi guru.


(26)

10 BAB II KAJIAN TEORI A.Tingkat Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, di mana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Sutardjo Wiramihardja, 2005: 66).

Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi (Savitri Ramaiah, 2003: 10).

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (dalam Fitri Fauziah & Julianti Widuri, 2007: 73) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.


(27)

11

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010: 104).

Namora Lumongga Lubis (2009: 14) menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Sedangkan Siti Sundari (2004: 62) memahami kecemasan sebagai suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan.

Nevid, J.S., Rathus & Greene (2005: 163) memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Kecemasan adalah rasa khawatir , takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu. Kedua-duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut (Singgih D. Gunarsa, 2008: 27).


(28)

12

Menurut Sue, dkk (dalam Calhoun & Acocella, 1990: 51) menyebutkan bahwa aspek kecemasan terdiri dari:

a. Aspek emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan.

b. Aspek kognitif, yaitu adanya kekhawatiran individu terhadap sesuatu konsekuensi tertentu yang mungkin akan dialami dan anggapan yang negatif tentang dirinya. Apabila kekhawatiran meningkat mungkin akan mengganggu individu dalam berpikir jernih, memecahkan masalah serta memenuhi tuntutan lingkungan.

c. Aspek fisiologis, yaitu reaksi tubuh terhadap adanya kecemasan yang muncul yang dapat mendorong timbulnya gerakan-gerakan pada bagian tubuh tertentu. Gerakan yang terjadi sebagian besar merupakan hasil kerja sistem syaraf otonom yang mengontrol berbagai otot dan kelenjar. Apabila individu dikuasai oleh adanya kekhawatiran atau kekuatan, maka sistem syaraf otonom akan berfungsi sehingga akan muncul gejala-gejala fisik seperti berkeringat, denyut nadi lebih cepat dan kekuatan akan meningkat. Apabila kecemasan terjadi dalam waktu yang lama, maka akan dapat mengakibatkan munculnya gejala lain, seperti sakit kepala, kelemahan otot. Meskipun demikian tidak semua individu yang cemas akan mengalami gejala fisik seperti di atas, karena reaksi individu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat di atas bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat


(29)

13

mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

2. Gejala-gejala Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang kala mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental. Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi bagi individu yang mengidap penyakit mental yang parah.

Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah: jari tangan dingin, detak jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak nyenyak, dada sesak. Gejala yang bersifat mental adalah: ketakutan merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tenteram, ingin lari dari kenyataan (Siti Sundari, 2004: 62).

Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dantidak menyenangkan. Gejala-gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing orang. Kaplan, Sadock, dan Grebb (dalam Fitri Fauziah & Julianti Widuri, 2007: 4) menyebutkan bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari


(30)

14

lingkungan, dan tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik bagi individu.

Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau keadaan yang benar-benar ada. Kholil Lur Rochman (2010: 103) mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain :

a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.

b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan sering dalam keadaan excited (heboh) yang memuncak, sangat irritable, akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.

c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of persecution (delusi yang dikejar-kejar).

d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.

e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.


(31)

15

Nevid, Jeffrey S., dkk (2005: 164) mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, di antaranya yaitu:

a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu: kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah, atau tersinggung.

b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu: berperilaku menghindar, terguncang, melekat, dan dependen.

c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu: khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, Keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, dan sulit berkonsentrasi.

Menurut beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahawa gejala- gejala kecemasan meliputi gejala fisik, gejala emosional, dan gejala kognitif.

3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003: 11) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, di antaranya yaitu:


(32)

16 a. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

c. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010: 167) mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu:

a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas di dalam pikiran


(33)

17

b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan Keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.

c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.

Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musafir Az-Zahrani (2005: 511) menyebutkan faktor yang mempengaruhi adanya kecemasan yaitu:

a. Lingkungan keluarga

Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah

b. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang


(34)

18

buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya kecemasan.

Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban Gaol, 2004: 24). Sedangkan Page (dalam Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah:

a. Faktor fisik

Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.

b. Trauma atau konflik

Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.

c. Lingkungan awal yang tidak baik

Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.

Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa kecemasan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu eksternal dan internal.


(35)

19

Faktor eksternal meliputi: lingkungan yang mencakup lingkungan keluarga dan lingkungan sosial. Sedangkan faktor internal meliputi: emosi yang ditekan, trauma atau konflik, dan faktor fisik.

4. Jenis-jenis Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar. Mustamir Pedak (2009: 30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu:

a. Kecemasan Rasional

Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita.

b. Kecemasan Irrasional

Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam.

c. Kecemasan Fundamental

Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia.


(36)

20

Sedangkan Kartini Kartono (2006: 45) membagi kecemasan menjadi dua jenis kecemasan, yaitu:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan sebentar dan ringan lama. Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan kepribadian seseorang, karena kecemasan ini dapat menjadi suatu tantangan bagi seorang individu untuk mengatasinya. Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan yang wajar terjadi pada individu akibat situasi-situasi yang mengancam dan individu tersebut tidak dapat mengatasinya, sehingga timbul kecemasan. Kecemasan ini akan bermanfaat bagi individu untuk lebih berhati-hati dalam menghadapi situasi-situasi yang sama di kemudian hari. Kecemasan ringan yang lama adalah kecemasan yang dapat diatasi tetapi karena individu tersebut tidak segera mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka kecemasan tersebut akan mengendap lama dalam diri individu.

b. Kecemasan Berat

Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat dan berakar secara mendalam dalam diri seseorang. Apabila seseorang mengalami kecemasan semacam ini maka biasanya ia tidak dapat mengatasinya. Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat atau merugikan perkembangan kepribadian seseorang. Kecemasan ini dibagi menjadi dua yaitu kecemasan berat yang sebentar dan lama. Kecemasan yang berat


(37)

21

tetapi munculnya sebentar dapat menimbulkan traumatis pada individu jika menghadapi situasi yang sama dengan situasi penyebab munculnya kecemasan. Sedangakan kecemasan yang berat tetapi munculnya lama akan merusak kepribadian individu. Hal ini akan berlangsung terus menerus bertahun-tahun dan dapat meruak proses kognisi individu. Kecemasan yang berat dan lama akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti darah tinggi, tachycardia (percepatan darah), excited

(heboh, gempar).

Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa dalam hal ini kecemasan dibagi menjadi menjadi tiga yaitu: kecemasan ringan, kecemasan berat, dan kecemasan ringan.

5. Dampak Kecemasan

Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Cutler, 2004: 304).

Yustinus Semiun (2006: 321) membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, antara lain:

a. Simtom suasana hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang


(38)

22

tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.

b. Simtom kognitif

Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.

c. Simtom motor

Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya mengancam. Kecemasan akan dirasakan oleh semua orang, terutama jika ada tekanan perasaan ataupun tekanan jiwa.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi yang sangat mengancam karena adanya ketidakpastian di masa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan tersebut ditandai dengan adanya beberapa gejala yang muncul seperti kegelisahan, ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, merasa tidak tenteram, sulit untuk


(39)

23

berkonsentrasi, dan merasa tidak mampu untuk mengatasi masalah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah, kecemasan timbul karena individu melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya, kecemasan juga terjadi karena individu merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.

Dari beberapa gejala, faktor, dan definisi di atas, kecemasan ini termasuk dalam jenis kecemasan rasional, karena kecemasan rasional merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam. Adanya berbagai macam kecemasan yang dialami individu dapat menyebabkan adanya gangguan-gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan spesifik yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap objek atau situasi yang spesifik, sehingga dapat menyebabkan adanya dampak dari kecemasan yang berupa simtom kognitif, yaitu kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.


(40)

24

B.Kesiapan Menghadapi Pensiun Pada Guru SD 1. Kesiapan

a. Definisi Kesiapan

Kesiapan berasal dari kata siap. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, siap adalah dalam keadaan sedia untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan (Badudu, 1996: 1314). Kondisi individu yang dimaksud adalah kondisi fisik dan psikologisnya, sehingga untuk mencapai tingkat kesiapan yang maksimal diperlukan kondisi fisik dan psikologis yang saling menunjang kesiapan individu tersebut dalam suatu situasi tertentu. Definisi lain menyebutkan bahwa kesiapan merupakan kapasitas baik fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu (Muhammad Ali, 1987: 15).

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan merupakan faktor internal seseorang sebelum dan selama menghadapi sesuatu permasalahan atau kegiatan dalam hal ini pensiun. Menurut Slameto (2003: 177), kesiapan mempunyai prinsip-prinsip seperti 1) Semua aspek perkembangan ini berinteraksi (saling mempengaruhi); 2) Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari pengalama; 3) Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap kesiapan; dan 4) Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu selama masa pembentukan dan masa perkembangan.


(41)

25

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka segala sesuatu yang telah diperoleh seseorang akan memberikan pengalaman bagi perkembangan berikutnya dan akan membuat individu benar-benar siap untuk melakukan kegiatan. Menurut Sutarto. J dan Ismul Cokro (2008: 126) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesiapan, yaitu: 1) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yaitu jasmaniah dan rohaniah dimana kedua bagian tersebut saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya. Yang termasuk faktor jasmaniah dapat dilihat dari kondisi fisiknya yakni panca indera. Sedangkan untuk faktor rohaniah atau psikologinya adalah minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitifnya. Aspek-aspek psikologinya yang dapat mempengaruhi kesiapan adalah:

a) Tingkat kematangan

Tingkat kematangan adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan. Dalam hal ini pertumbuhan sangat mendasari suatu perkembangan seseorang.

b) Tingkat kecerdasan

Tingkat kecerdasan adalah kemampuan daya pikir seseorang yang dimana hal tersebut merupakan satu aspek penentu keberhasilan


(42)

26

dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Aspek kecerdasan ini sangat berpengaruh terhadap kesiapan seseorang dalam melakukan tugas-tugasnya.

c) Tingkat keterampilan

Tingkat keterampilan adalah suatu kegiatan psikomotorik yang merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat mengembangkan dirinya dan lebih kreatif dalam segala hal.

d) Kemampuan dan minat

Kemampuan dan minat merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang. Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap hal-hal yang akan dilakukan oleh seseorang tersebut.

e) Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan yang mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Seseorang harus memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan suatu kegiatan, maka hal tersebut akan mendorong dirinya utuk berusaha menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

f) Kesehatan

Tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan tugasnya dengan baik.


(43)

27 2) Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar diri seseorang, di antaranya:

a) Faktor lingkungan dalam, seperti fasilitas pengambilan dana pensiun, hubungan timbal balik antara kepala sekolah dan guru b) Faktor lingkungan luar, seperti keamanan lingkungan sekitar,

tempat tinggal, kehidupan bersosial, adat istiadat, dan budaya setempat.

c) Faktor ekonomi yang dapat menunjang kehidupan setelah pensiun. Dari beberapa uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi kesiapan menghadapi pensiun yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat kematangan, tingkat kecerdasan, tingkat keterampilan, kemampuan dan minat, motivasi, kesehatan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dalam, faktor lingkungan luar dan faktor ekonomi.

2. Guru SD

a. Definisi Guru

Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang terdapat dalam Bab I Pasal I menerangkan bahwa:

Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberikan, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.


(44)

28

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994, Jabatan Guru adalah jabatan fungsional yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri (Atmodiwiro Soebagio 2000: 204). Guru adalah pendidik bearti orang dewasa, melaksanakan tugasnya sebagai pendidikan karena jabatannya. Guru mendidik anak bertujuan mendewasakan anak. Dewasa yang dimaksud di sini adalah dewasa secara rohani dan jasmani (perkembangan dan pertumbuhan).

Berdasarkan uraian yang di atas dapat disimpulkan bahwa guru merupakan seseorang yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberikan, menilai, dan mengevaluasi anak didiknya secrara professional dengan tujuan mendewaskan anak serta mempunyai tanggungjawab, wewemamg dan hak seorang PNS untuk mealkasanakan tugasnya secara mandiri sesuai dengan keterampilannya.

b. Karakteristik Guru SD

Menurut Agus Pramusinto (dalam Kusrahmadi ,2010: 23) guru SD

yang baik jika dapat menerapkan “bermain sambil belajar” pada peserta

didiknya, unsur bermain harus lebih dominan, tetapi digunakan dalam kerangka belajar. Sedangkan menurut Supriyadi (dalam Kusrahmadi ,2010: 20), guru ideal adalah guru yang selalu inspiratif dalam


(45)

29

pembelajaran, karya tetap dalam diri siswanya dan memperhatikan peserta didiknya dengan baik.

Sebagai seorang guru SD, seyogyanya seorang guru SD melihat kenyataan hidup, melihat diri sendiri dan lingkungannya, menghasilkan panggilan nurani untuk mengabdi pada bangsa dalam wujud mencerdaskan anak-anak SD. Selain itu, seorang guru SD harus memiliki karakter yang baik untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kuat dan tangguh untuk kepentingan bangsa dan Negara (Kusrahmadi, 2010: 24).

Seorang guru SD yang professional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (http://www.informasi-pendidikan.com/ /article):

1) Mempunyai perhatian terhadap siswanya. Seorang guru SD yang baik akan memberikan perhatian kepada siswanya dalam setiap percakapan dan mampu mendengar dengan seksama.

2) Mampu berkomunikasi dengan orangtua siswa. Seorang guru yang baik mampu menjaga komunikasi yang terbuka dengan orangtua murid tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas.

3) Memberikan yang terbaik untuk anak-anak didiknya. Seorang guru yang baik akan bergairah untuk mengajar dan dapat mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka.

4) Mempunyai hubungan yang berkualitas dengan siswa. Seorang guru yang baik akan mengembangkan hubungan yang kuat dan saling


(46)

30

hormat menghormati siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

5) Mempunyai kesabaran yang tinggi. Seorang guru yang baik, akan mempunyai kesabaran yang tinggi dalam mendidik siswa-siswanya, terutama pada tingkat kelas yang lebih rendah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru yang baik adalah seorang guru yang mampu memberikan perrhatian kepada anak didiknya, berusaha memberikan yang terbaik, senantiasa sabar dalam memberikan didikan, selalu menjaga kualitas hubungan baik dengan anak-anak didiknya maupun dengan orangtuanya.

3. Pensiun pada Guru

a. Pengertian Pensiun Guru

Menurut Simamora (2004: 64) pensiun (retirement) adalah pemisahan diri oleh karyawan tua dari organisasi. Sementara Erwinsyah Putra Surbakti (2008: 37) mengemukakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi di mana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1979 tentang pemberhentian PNS Pasal 3 Ayat 1 disebutkan bahwa pegawai negeri sipil yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pensiun Guru adalah suatu keadaan/kondisi dimana individu telah


(47)

31

berhenti bekerja karena mencapai batas usia pensiun dan masa tugasnya telah selesai.

b. Batas Pensiun

Miftah Thoha (2010: 78) mengemukakan bahwa pada umumnya PNS memasuki masa pensiun pada umur 56 tahun. Namun bagi pejabat struktural eselon II ke atas ada pengecualian, yaitu dapat diperpanjang 2 kali 2 tahun apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam PP Nomor 32 Tahun 1979.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1979 tentang pemberhentian PNS Pasal 3 Ayat 2 menyebutkan bahwa batas usia pensiun adalah 56 tahun. Kemudian pada Pasal 4 dijelaskan lebih lanjut batas usia pensiun PNS dapat diperpanjang dengan perincian sebagai berikut:

1) 65 tahun bagi PNS yang memangku jabatan:

a) Ahli Peneliti dan Peneliti yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian;

b) Guru Besar, Lektor Kepala, Lektor yang ditugaskan secara penuh pada perguruan tinggi;

c) Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden; 2) 60 tahun bagi PNS yang memangku jabatan:

a) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung;


(48)

32

c) Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; d) Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;

e) Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala Badan di Departemen;

f) Eselon I dalam jabatan strukturil yang tidak termasuk dalam angka 2, 3, dan 4.

g) Eselon II dalam jabatan strukturil;

h) Dokter yang ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran Negeri sesuai dengan profesinya;

i) Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;

j) Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;

k) Penilik Taman Kanak-kanak, Penilik Sekolah Dasar, dan Penilik Pendidikan Agama;

l) Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Dasar; 13. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden;

3) 58 tahun bagi PNS yang memangku jabatan : a) Hakim pada Mahkamah Pelayaran;

b) Hakim pada Pengadilan Tinggi; c) Hakim pada Pengadilan Negeri;

d) Hakim Agama pada Pengadilan Agama Tingkat Banding; e) Hakim Agama pada Pengadilan Agama;


(49)

33

f) Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden

Berdasarkan uraian peraturan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1979 tentang pemberhentian PNS dapat disimpulkan bahwa batas usia pensiun adalah 60 tahun.

c. Fase Penyesuaian Diri Pada Saat Pensiun

Menurut Agustina (2008: 2) penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan terdapat tiga fase proses pensiun yaitu : a)

preretirement phase (fase prapensiun), b) retirement phase (fase pensiun) dan c) end of retirement (fase pasca masa pensiun). Pendapat tersebut juga sama dengan pendapat Rika Eliana (dalam Dwi Agustianto, 2011: 22) yang mengemukakan bahwa terdapat tiga fase proses pensiun sebagai berikut:

1) Fase prapensiun (Preretirement phase)

Fase ini dibagi dua bagian yaitu remote dan near. Pada remote phase biasanya fase ini dimulai pada saat orang tersebut pertama kali mendapatkan pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang tersebut mulai mendekati masa pensiun, sedangkan near phase biasanya orang mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini membutuhkan penyesuaian diri yang baik.

2) Fase Pensiun (Retirement phase)

Pada fase ini terbagi menjadi 4 yaitu honeymoon phase,

disenchatment phase, reorientation phase, dan stability phase.


(50)

34

pekerjaan dan rutinitas, biasanya muai mencari kegiatan pengganti seperti mengembangkan hobi. Kegiatan ini tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup, dan situasi keluarga. Orang yang selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaan biasanya akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan lain yang juga menyenangkan. Fase selanjutnya disenchatment phase, pada fase ini pensiunan mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk beberapa orang pada fase in ada rasa kehilangan baik kehilangan kekuasaan, martabat, status, penghasilan, teman kerja, aturan tertentu. Selanjutnya setelah fase ini pensiunan akan memasuki reorientation phase yaitu fase di mana seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih realistik mengenai alternatif hidup. Setelah mencapai fase ini, para pensiunan akan masuk pada stability phase yaitu fase dimana mereka mula mengembangkan suatu set kriteria mengenai pemilihan aktivitas, di mana mereka merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya.

3) Fase pasca masa pensiun (end of retirement)

Fase ini ditandai dengan adanya penyakit yang mulai menggeroti seseorang, ketidakmampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung.


(51)

35

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fase penyesuaian pada masa pensiun meliputi: a) fase prapensiun (pretirement phase) yang terbagi remote dan near phase, b) fase pensiun (retirement

phase) yang terbagi honeymoon phase, disenchatment phase,

reorientation phase, dan stability phase, c) fase pasca masa pensiun (end of retirement).

d. Dampak Pensiun

Menurut Simamora (2004: 68) pekerjaan seseorang tentunya akan memberikan perasaan identitas pribadi, tempat ditengah masyarakat, peluang untuk meraih kekuasaan, prestise dan pemenuhan pengakuan diri serta ego lainnya. Dengan perencanaan dan sumber daya keuangan yang memadai, tentunya pensiun menjadi pengalaman positif bagi orang-orang yang mengalaminnya.

Selanjutnya Mubarak W, Santoso, Khirul, & Siti (2006: 17) menjelaskan bahwa nilai seseorang sering diukut oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), maka akan lansia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain:

1) Kehilangan finansial (income berkurang) 2) Kehilangan status

3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi 4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan


(52)

36

Sementara menurut Turner dan Helms (dalam Dwi Agustianto, 2011: 23) dampak pensiun meliputi:

1) Masalah keuangan

Pendapatan keluarga akan menurun drastis, hal ini akan mempengaruhi kegiatan rumah tangga. Masa ini akan lebih sulit jika masih ada anak-anak yang harus dibiayai. Hal ini menimbulkan stres tersendiri bagi seorang suami karena merasa bahwa perannya sebagai kepala keluarga tertantang.

2) Berkurangnya harga diri (self esteem)

Harga diri seorang pria biasanya dipengaruhi oleh pensiunnya dari pekerjaan. Untuk mempertahankan harga dirinya, pensiunan harus ada aktivitas pengganti untuk meraih kembali keberadaan dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri dipengaruhi oleh

feeling of belonging (perasaan memiliki), feeling of competence

(perasaan mampu) dan feeling of worthwhile (perasaan berharga). 3) Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan

Ketika memasuki masa pensiun, waktu untuk bertemu dengan rekan seprofesi menjadi berkurang.

4) Hilangnya makna suatu tugas

Pekerjaan yang dikerjakan seseorang mungkin sangat berarti bagi dirinya, dalam hal ini tidak bisa dikerjakan saat seseorang itu mulai memasuki masa pensiun.


(53)

37

5) Hilangnya kelompok referensi yang bisa mempengaruhi self image

Biasanya seseorang menjadi anggota dari suatu kelompok bisnis tertentu ketika masih aktif bekerja, tetapi ketika pensiun secara langsung keanggotaan pada suatu kelompok akan hilang.

6) Hilangnya rutinitas artinya ketika menghadapi masa pensiun

Waktu yang akan hilang akhirnya membuat seseorang mulai merasakan diri tidak produktif lagi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak pensiun bagi seseorang meliputi: masalah keuangan, berkurangnya harga diri (self esteem), berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan, hilangnya makna suatu tugas, hilangnya kelompok referensi yang bisa mempengaruhi self image, hilangnya rutinitas.

4. Definisi Kesiapan Menghadapi Pensiun

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan pekerjaan, dimana dalam pekerjaan ini seseorang akan mendapat upah dan perkembangan pekerjaanya atau karirnya. Terdapat beberapa pandangan dalam perkembangan karir, salah satunya adalah pandangan Super. Menurut pandangan ini, perkembangan karir seseorang di bagi atas lima tahap, yaitu (Winkel, 2004: 632):

a. Fase pengembangan (growth)

Fase pengembangan terjadi dari saat lahir sampai umur kurang lebih 15 tahun, di mana seorang anak mengembangkan berbagai potensi,


(54)

38

pandangan khas, sikap, minat dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri.

b. Fase eksplorasi (exploration)

Terjadi dari umur 15 sampai 24 tahun, di mana orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat.

c. Fase pemantapan (establishment)

Mulai umur 25 sampai 44 tahun, yang bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk beluk pengalaman selama menjalani karier tertentu.

d. Fase pembinaan (maintenance)

Mulai umur 45 sampai 64 tahun di mana orang yang sudah dewasa menyesuaikan diri dalam penghayatan jabatannya.

e. Fase kemunduran (decline)

Dalam fase ini, bila orang memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya.

Berdasarkan tahap-tahap di atas, terlihat bahwa masa pensiun merupakan salah satu fase dalam proses pengembangan karir, dan semua individu yang bekerja pasti akan melaluinya. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan masa pensiun, setiap individu harus dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan karir tertentu, yaitu garis besar masa depan antara 14-18 tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya; penentuan antara umur 18-24 tahun yang bercirikan


(55)

39

mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu; pemantapan antara 24-35 tahun, yang bercirikan membuktikan diri mampu memangku jabatan yang terpilih; pengakaran sesudah umur 35 tahun sampai masa pensiun, yang bercirikan mencapai status tertentu dan memperoleh senioritas.

Dengan demikian, pandangan ini menjelaskan bahwa sebelum masa pensiun tiba, ada beberapa tahap yang dilalui sehingga ketika memasuki masa pensiun, seorang individu sudah siap. Oleh karena itu dibutuhkan adanya konselor yang dapat membantu dalam mengatasi perasaan cemas ketika menghadapi pensiun.

C.Kerangka Berpikir

Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Selain itu, kecemasan hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah,

Masa pensiun merupakan masa yang tidak dapat dihindari oleh semua pegawai negeri sipil yang sudah mencapai usia pensiun, karena dengan pensiun mau tidak mau orang harus berhenti dan meninggalkan instansi ia bekerja.


(56)

40

Bagi sebagian orang datangnya masa pensiun ini mungkin merupakan masa yang diharapkan dan menyenangkan, karena memang sudah mempersiapkan diri dengan baik. Tetapi bagi sebagian orang lainnya mungkin merupakan masa yang tidak menyenangkan dan tidak diharapkan, karena mereka tidak siap dalam menghadapinya. Kecemasan akan muncul saat seseorang yang mengalami ketidaksiapan dalam menghadapi masa pensiunnya. Tingkat kecemasan dalam menghadapi pensiun yang beranekaragam bentuknya sangat berhubungan dengan kesiapan-kesiapan sebelum menghadapi pensiun.

Tingkat kecemasan dalam ketidaksiapan menghadapi pensiun ini dikarenakan banyak hal seperti, cemas karena adanya penurunan penghasilan yang biasa mereka peroleh tiap bulan, adanya pemikiran bahwa saat mereka pensiun maka akan terbatas relasinya atau hubungan dengan lingkungan semasa mereka bekerja, datangnya masa tua yang menyebabkan menurunnya kesehatan, hilangnya status dari pegawai menjadi pensiunan, hingga memikirkan jumlah keluarga yang masih menjadi tanggungan. Adanya kecemasan-kecemasan tersebut dalam diri seseorang menimbulkan perubahan-perubahan baik yang bersifat fisik, mental maupun sosial ekonomi. Hal ini dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Supaya seseorang dapat menghadapi pensiun dengan baik, individu harus sebisa mungkin menurunkan tingkat kecemasannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kesiapan menghadapi pensiun. Diharapkan individu yang sudah mempunyai kesiapan yang baik, baik dari segi ekonomi, fisik maupun


(57)

41

psikologis maka tingkat kecemasannya akan berkurang, sehingga mereka dapat menikmati masa pensiun dan masa tua dengan sejahtera dan bahagia.

D.Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban duga atas permasalahan yang besar kemungkinannya untuk menjadi jawaban benar. Benar tidaknya jawaban tersebut tergantung pada pengujian hipotesis dari hasil analisis yang akan dilakukan.

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa tingkat kecemasan merupakan tinggi rendahnya perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak pasti yang dirasakan oleh seseorang terhadap suatu keadaan atau suatu obyek, dalam hal ini adalah masa pensiun. Semakin tinggi perasaan tidak menyenangkan yang dirasakan oleh seseorang mengindikasikan orang tersebut tidak siap dalam untuk menghadapi suatu keadaan. Jadi, semakin tinggi tingkat kecemasan seseorang maka semakin rendah kesiapan seseorang dalam menghadapi pensiun. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

“Ada hubungan positif antara tingkat kecemasan dengan kesiapan


(58)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian adalah keseluruhan cara atau kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian mulai dari perumusan masalah sampai dengan penarikan kesimpulan. Di dalam mengadakan suatu penelitian demi mencapai keberhasilan penelitian itu sendiri maka diperlukan adanya suatu metodologi yang sesuai dengan obyek penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasional. Dalam penelitian korelasi terdapat dua macam korelasi yaitu korelasi sejajar dan korelasi sebab-akibat. Pada korelasi sejajar antar variabel bebas dan variabel terikat tidak terdapat hubungan sebab akibat, namun dapat dicari alasan mengapa diperkirakan kedua variabel ada hubungannya. Korelasi sebab akibat mengandaikan bahwa kedua variabel terdapat hubungan sebab akibat, variabel pertama berpengaruh dengan variabel kedua (Suharsimi Arikunto, 2006: 35).

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif korelasional. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti, yaitu variabel tingkat kecemasan dengan kesiapan menghadapi pensiun pada guru SD di Kecamatan Sentolo.


(59)

43 B.Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan Sentolo. Memilih lokasi ini dikarenakan alasan yang bersifat subyektifitas, yaitu untuk menghemat waktu dan biaya. Selain itu, merupakan kecamatan yang paling banyak mempunyai guru-guru SD yang akan pensiun pada tahun 2015-2016.

Pada Tabel 2 di bawah ditampilkan data guru SD di Kabupaten Kulon Progo yang akan pensiun pada tahun 2015-2016, yaitu.

Tabel 2. Data Pensiun Guru SD di Kabupaten Kulon Progo yang Akan Pensiun pada Tahun 2015-2016

No Kecamatan Jumlah

1. Wates 18

2. Galur 18

3. Girimulyo 11

4. Kalibawang 7

5. Kokap 11

6. Lendah 13

7. Nanggulan 15

8. Panjatan 10

9. Pengasih 12

10. Samigaluh 18

11. Sentolo 20

12. Temon 11

Jumlah 264

Sumber: Hasil Dokumentasi BKD Kulon Progo

Berdasarkan Tabel 2 di atas, guru terbanyak yang akan pensiun ada di kecamatan Sentolo, yaitu berjumlah 20 guru, maka penelitian ini akan di laksanakan di Sentolo.


(60)

44 2. Waktu Penelitian

Proses penelitian untuk pengumpulan data dilakukan pada tanggal 16-30 Januari 2015.

C.Variabel Penelitian

Sutrisno Hadi (2002: 224), menjelaskan bahwa variabel adalah gejala-gejala yang menunjukan variasi, baik dalam jenis maupun tingkatannya. Variabel juga diartikan sebagai semua faktor yang bervariasi. Suharsimi Arikunto (2006: 117) mengemukakan bahwa variabel penelitian merupakan sesuatu yang menjadi obyek sasaran atau titik pandang kegiatan penelitian.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah gejala-gejala yang menunjukan variasi baik dalam jenis maupun tingkatannya yang menjadi titik perhatian dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. 1. Variabel bebas (independent)

Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya varibel terikat (Sugiyono, 2008: 61). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kesiapan menghadapi pensiun (X).

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel bebas (Sugiyono, 2008: 61). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan (Y).


(61)

45 D.Definisi Operasional

1. Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi yang sangat mengancam karena adanya ketidakpastian di masa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan tersebut ditandai dengan adanya beberapa gejala yang muncul seperti kegelisahan, ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, merasa tidak tenteram, sulit untuk berkonsentrasi, dan merasa tidak mampu untuk mengatasi masalah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah, kecemasan timbul karena individu melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya, kecemasan juga terjadi karena individu merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.

Tingkat kecemasan diukur dengan skala kecemasan, yang di dalamnya terdapat beberapa faktor di antaranya adalah sebagai berikut: a. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi: lingkungan yang mencakup lingkungan keluarga dan lingkungan sosial.

b. Faktor Internal

Faktor internal meliputi: emosi yang ditekan, trauma atau konflik, dan faktor fisik.


(62)

46 2. Kesiapan Menghadapi Pensiun

Kesiapan menghadapi pensiun adalah suatu kondisi yang ada pada diri pegawai yang dapat mendukung terlaksananya pensiun dengan baik. Kesiapan menghadapi pensiun diukur dengan menggunakan skala kesiapan menghadapi pensiun. Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur kesiapan menghadapi pensiun yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal meliputi tingkat kematangan, tingkat kecerdasan, tingkat ketrampilan, kemampuan dan minat, motivasi, serta kesehatan.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dalam, faktor lingkungan luar, dan faktor ekonomi.

E.Populasi Penelitian

Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) adalah keseluruhan subjek penelitian. Dengan kata lain populasi adalah keseluruhan individu atau penduduk yang dimaksudkan untuk diteliti. Pada Tabel 3 berikut ini adalah jumlah guru yang akan pensiun pada tahun 2015-2016 menurut jabatan fungsionalnya.


(63)

47

Tabel 3. Jumlah Guru yang Akan Pensiun Tahun 2015-2016 di Kecamatan Sentolo

Jenis Jumlah Persentase (%)

Guru SD 20 62,5

Guru SLTP 5 15,6

Guru SMA 3 9,4

Guru SMK 2 6,3

Guru TK 0 0

Jumlah 30 100

Sumber: Hasil Dokumentasi BKD Kulon Progo

Berdasarkan Tabel 3 di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua guru SD yang akan pensiun tahun 2015-2016 di Kecamatan Sentolo yang berjumlah 20 orang. Pengambilan guru SD sebagai sampel dalam penelitian ini dikarenakan guru SD merupakan jabatan fungsional yang paling banyak akan mengalami pensiun pada tahun 2015-2016, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menyusun suatu karya ilmiah membutuhkan suatu metode ilmiah. Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai seting, berbagai sumber dan berbagai cara dalam upaya mengumpulkan data. Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2006: 151). Bentuk angket


(64)

48

yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis angket tertutup dan langsung. Angket tertutup adalah angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Suharsimi Arikunto, 2006: 151). Penelitian ini menggunakan angket dalam bentuk skala.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala dalam bentuk skala likert. Istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur aspek afektif atau sikap. Menurut Saifuddin Azwar (2007: 5) skala psikologi diperuntukkan guna mengungkap suatu atribut tunggal. Menurut Sugiyono (2007: 93) skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Untuk jawaban setiap item skala menggunakan empat alternatif jawaban: sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Skor yang diberikan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan Favorable yaitu : SS = 4, S = 3, TS = 2, dan STS = 1, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan Unfavorable yaitu : SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4. Alasan menggunakan empat alternatif jawaban yaitu untuk menghindari kecenderungan subyek dalam menjawab pada posisi aman yaitu tengah-tengah jawaban dengan tidak memiliki pendapat pada jawaban.

G.Instrumen Penelitian

Pengertian instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 160) adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan, mengumpulkan data agar kegiatannya tersebut menjadi sistematis dan


(65)

49

dipermudah olehnya. Sesuai teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala tingkat kecemasan dan skala kesiapan menghadapi pensiun.

Ada dua macam skala dalam penelitian ini, yaitu berupa skala tentang kecemasan dan skala kesiapan menghadapi pensiun. Sebaran item instrumen masing-masing variabel penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Skala kecemasan

Penyusunan skala tingkat kecemasan dikembangkan berdasarkan beberapa apek yang mengukur tingkat kecemasan yaitu faktor eksternal meliputi: lingkungan yang mencakup lingkungan keluarga dan lingkungan sosial. Faktor Internal meliputi: emosi yang ditekan, trauma atau konflik dan faktor fisik.

Tabel 4. Sebaran Item Instrumen Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba Variabel Indikator Sub Indikator Nomor Item Jumlah

+ - Kecemasan Faktor eksternal Lingkungan keluarga 21,29, 24 17,18, 29 6 Lingkungan sosial 20,16,

13

2,5,12 6

Faktor internal

Emosi yang ditekan 3,19,2 2 8,30,2 5 6 Trauma atau

konflik 23,26, 4 15,27, 7 6 Faktor fisik 14,6,1

0

1,9,11 6


(66)

50

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba Indikator Sub

Indikator Deskriptor

Nomor Item Jumlah + - Faktor eksternal Lingkungan keluarga Kondisi individu saat berada di dalam rumah mendasari cara berpikirnya 21,29, 24 17,18, 29 6 Lingkungan sosial Lingkungan di sekitar individu, yang mendasari perilaku individu 20,16, 13

2,5,12 6

Faktor internal

Emosi yang ditekan Individu tidak mampu menemukan jalan keluar masalahnya dalam jangka waktu yang lama

3,19,2 2 8,30,2 5 6 Trauma atau konflik Pengalaman-pengalaman emosional yang dialami individu 23,26, 4 15,27, 7 6 Faktor fisik Kondisi fisik yang dialami individu mempengaruhi kondisi mental 14,6,1 0

1,9,11 6

Total 15 15 30

b. Skala kesiapan menghadapi pensiun

Penyusunan skala kesiapan dikembangkan berdasarkan beberapa aspek yang mengukur kesiapan menghadapi pensiun yaitu faktor internal meliputi tingkat kematangan, tingkat kecerdasan, tingkat keterampilan, kemampuan dan minat, motivasi, kesehatan. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dalam, faktor lingkungan luar dan faktor ekonomi.


(67)

51

Tabel 6. Sebaran Item Instrumen Skala Kesiapan Menghadapi Pensiun Sebelum Uji Coba

Variabel Indikator Sub Indikator Nomor Item Jumlah

+ -

Kesiapan

Faktor Internal

Tingkat kematangan 31,11 19,10 4 Tingkat kecerdasan 8,9 22,2 4 Kemampuan dan

minat

29,26 12,3 4

Motivasi `23,4 27,32 4

Kesehatan 28,30 6,13 4

Faktor Eksternal

Lingkungan dalam 24,1 5,16 4 Lingkungan luar 7,20 14,25 4

Ekonomi 18,15 21,17 4

Total 16 16 32

Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Skala Kesiapan Menghadapi Pensiun Sebelum Uji Coba

Indikator Sub

Indikator Deskriptor

Nomor

Item Jumlah + - Faktor Internal Tingkat kematangan Pertumbuhan dan perkembangan individu dapat menimbulkan perubahan tingkah laku 31,1 1 19,1 0 4 Tingkat kecerdasan Kemampuan daya pikir yang berpengaruh terhadap kesiaapan melakukan tugas

8,9 22,2 4

Kemampuan dan minat

Kemampuan dan minat individu mempengaruhi perilaku yang akan dilakukan setelah pensiun

29,2 6


(68)

52 Motivasi

Dorongan yang mendasari individu untuk berbuat lebih baik mencapai tujuan

23,4 27,3 2

4

Kesehatan

Tubuh yang sehat membuat seseorang dapat menjalankan tugasnya dengan baik 28,3 0

6,13 4

Faktor Eksternal Lingkungan dalam Fasilitas dan hubungan pihak sekolah saat pension

24,1 5,16 4

Lingkungan luar

Kehidupan sosial dan budaya di sekitar individu

7,20 14,2 5 4 Ekonomi Kehidupan ekonomi setelah masa pension 18,1 5 21,1 7 4

Total 16 16 32

H.Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba (try out) guna pembakuannya, yakni dengan melakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Instrumen yang baik menurut Suharsimi Arikunto (2006: 168) yaitu harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Sementara menurut Sugiyono (2007: 122) dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Tujuan dilakukan uji coba instrumen adalah diperolehnya informasi mengenai kualitas instrumen yang digunakan, yaitu informasi mengenai sudah atau belum terpenuhinya persyaratan skala.


(69)

53 1. Uji Validitas Instrumen Penelitian2

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 168) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid dan sahih mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid dan sahih mempunyai validitas yang rendah. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan analisis item atau uji keterkaitan, dimana suatu item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item memiliki kesejajaran dengan skor total. Perhitungan validitas dilakukan dengan rumus Korelasi Product Moment

dari Karl Pearson. Rumusnya (Suharsimi Arikunto, 2006: 170) yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑

Keterangan:

a. = koefisien korelasi X dan Y b. N = jumlah subyek

c. ∑ = jumlah perkalian skor item dengan skor total d. ∑ = jumlah skor pertanyaan item

e. ∑ = jumlah skor total

f. ∑ = jumlah kuadrat skor item g. ∑ = jumlah kuadrat total

Butir instrumen dianalisa dengan bantuan komputer program SPSS Versi 20.0 for Windows. Kriteria untuk pengambilan keputusan dalam menentukan valid tidaknya soal merupakan syarat minimal untuk memenuhi syarat validitas adalah apabila r  0,3. Jadi jika korelasi antara butir soal dengan skor total 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak


(70)

54

valid. Berdasarkan hasil uji coba instrumen tingkat kecemasan dari 30 item terdapat 23 item yang memenuhi syarat sedangkan 7 item gugur atau tidak memenuhi syarat karena lebih kecil dari r tabel yaitu item 3, 4, 6, 10, 16, 19, 20 (hasil perhitungan validitas terlampir di lampiran 3).

2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 178) reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjukkan pada tingkat keandalan suatu data. Reliabilitas instrumen diukur dengan menggunakan rumus Alpha dari Chornbach (Suharsimi Arikunto, 2006: 196) yaitu:

Keterangan:

a. = reliabilitas instrumen

b. K = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal c. ∑ jumlah varians butir

d. varians total

Untuk menginterpretasikan koefisien Alpha digunakan kategori menurut Suharsimi Arikunto (2006:14)

Tabel 8. Intrepetasi nilai r

Besarnya nilai r Interpretasi Antara 0,00-0,199 Sangat rendah Antara 0,20-0,339 Rendah Antara 0,40-0,559 Sedang Antara 0,60-0,799 Tinggi Antara 0,80-1,00 Sangat tinggi


(71)

55

Berdasarkan uji realibilitas yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh yaitu 0,638>0,497. Data dinyatakan realiabel jika koefisien alpha>r tabel.

I. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2007: 147) analisis data dalam penelitian kuantitatif merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data yaitu mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif dengan teknik analisis data statistik. Adapun analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data-data yang merupakan gambaran gejala-gejala yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS Versi 20.0 for Windows. Untuk mengidentifikasi data berdistribusi normal adalah dengan melihat nilai probabilitas 2-tailed significance yaitu jika masing-masing variabel memiliki nilai lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian berdistribusi normal.


(1)

107

Item-Total Statistics Kesiapan

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted Reliability Statistics Butir 1

57.19 36.696 -.640 .643 Cronbach's

Alpha N of Items Butir

2

58.88 26.117 .780 .468 .632 24

Butir 3

57.75 37.667 -.734 .653 Butir

4

58.75 25.267 .729 .456

α = 0.547

Butir 5

58.50 26.533 .648 .479

data dinyatakan reliabel jika α >

r

tabel

Butir

6

58.88 24.650 .599 .456

0,547 > 0,497

Butir

7

58.69 25.163 .602 .463

berdasarkan hasil uji reliabilitas tersebut data dinya

reliabel

Butir 8

57.56 37.863 -.718 .657 Butir

9

57.56 36.529 -.723 .635 Butir

10

58.63 26.383 .551 .482

Butir 11

58.69 24.896 .839 .445

Butir 12

58.44 25.596 .645 .466

Butir 13

57.81 38.296 -.841 .657 Butir

14

58.75 24.067 .801 .433

Butir 15

58.63 24.517 .830 .439

Butir 16

58.63 25.583 .792 .459

Butir 17

58.44 25.729 .736 .463

Butir 18

58.50 26.800 .603 .485

Butir 19

58.75 24.600 .725 .446

Butir 20

58.56 26.129 .783 .468

Butir 21

57.69 36.229 -.798 .628 Butir

22

58.50 24.533 .735 .444

Butir 23

57.81 39.763 -.894 .674 Butir

24


(2)

108

LAMPIRAN 9

(Surat Ijin Penelitian)


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KESIAPAN MENOPAUSE DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENOPAUSE PADA IBU Hubungan antara kesiapan menopause dengan kecemasan menghadapi menopause pada ibu Pkk di desa gentan kecamatan bendosari Kabupaten sukoharjo.

0 6 14

HUBUNGAN ANTARA KESIAPAN MENOPAUSE DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENOPAUSE PADA IBU Hubungan antara kesiapan menopause dengan kecemasan menghadapi menopause pada ibu Pkk di desa gentan kecamatan bendosari Kabupaten sukoharjo.

0 2 15

PENDAHULUAN Hubungan antara kesiapan menopause dengan kecemasan menghadapi menopause pada ibu Pkk di desa gentan kecamatan bendosari Kabupaten sukoharjo.

0 4 8

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN KESIAPAN LANJUT USIA DALAM MENGHADAPI Hubungan antara Tingkat Spiritualitas dengan Kesiapan Lanjut Usia dalam Menghadapi Kematian Di Desa Pucangan Kecamatan Kartasura.

1 7 13

HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENOPAUSE DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Menopause Pada Ibu-Ibu Di Kelurahan Bulan Kecamatan Wonosari Kabupaten Kla

0 1 16

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA KELAS ATAS TERHADAP PERMAINAN KASTI DI SD N JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO.

0 0 99

geologi regional kulon progo, kabupaten kulon progo, yogyakarta

6 49 9

HUBUNGAN KESIAPAN MENGHADAPI MENOPAUSE DENGAN TINGKAT KECEMASAN PEREMPUAN MENGHADAPI MENOPAUSE DI CABANG ‘AISYIYAH KALIKAJAR KABUPATEN WONOSOBO NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Kesiapan Menghadapi Menopause dengan Tingkat Kecemasan Perempuan Menghadapi Menopau

0 0 22

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI SKRIPSI

0 3 17