BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian - Aris Wahyu Hidayat BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang

  direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Dari batasan diatas tersirat unsur-unsur pendidikan yakni input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan), proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain dan output adalah melakukan apa yang diharapkan (Notoatmodjo, 2003).

  Menurut Maulana (2009), pendidikan kesehatan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang dilakukan pada anak untuk menuju dewasa. Ciri orang dewasa ditunjukkan oleh kemampuan secara fisik, mental, moral, sosial dan emosional.

  Pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan kesepakatan belajar atau aplikasi pendidikan didalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

  Sedangkan menurut Suliha dkk (2002) Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

  Tujuan pendidikan kesehatan secara umum yaitu untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

  Selain hal tersebut, tujuan pendidikan kesehatan ialah: a.

  Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat.

  b.

  Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

  c.

  Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

  d.

  Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya).

  e.

  Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitas cacat yang disebabkan oleh penyakit.

  f.

  Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi perubahan–perubahan sistem, cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif. g.

  Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal. (Notoatmodjo, 2003) 3.

   Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

  Ruang lingkup pendidikan kesehatan yaitu: a.

  Dimensi Sasaran 1) Pendididkan kesehatan individual dengan sasaran individu. 2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok. 3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

  b.

  Dimensi Tempat Pelaksanaannya 1)

  Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dengan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS). 2)

  Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.

  3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.

  c.

  Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan 1) Promosi kesehatan (Health Promotion). 2) Perlindungan khusus (Specific Protection).

  3) Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment).

  4) Pembatasan cacat (Disability Limitation). 5) Rehabilitasi (Rehabilitation). (Mubarak, 2009).

4. Metode Pembelajaran dalam pendidikan Kesehatan a.

  Metode ceramah Ceramah ialah cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung pada sekelompok peserta didik.

  b.

  Metode diskusi kelompok Diskusi kelompok ialah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin, untuk memecahkan suatu permasalahan serta membuat suatu keputusan.

  c.

  Metode panel Panel adalah pembicara yang sudah direncanakan di depan pengunjung tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan sebagai peninjau para panelis yang sedang berdiskusi. d.

  Metode forum panel Forum panel adalah panel yang didalamnya pengunjung berpartisipasi dalam diskusi, misalnya audiens disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.

  e.

  Metode permainan peran Bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.

  f.

  Metode simposium Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan.

  g.

  Metode demonstrasi Metode Demonstrasi adalah metode penyajian pembelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan.

  (Suliha dkk, 2003)

5. Media atau Alat Bantu Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan

  Alat bantu pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan biasanya dengan menggunakan alat peraga pengajaran. Alat peraga pada dasarnya dapat membantu sasaran pendidik untuk menerima pelajaran dengan menggunakan panca inderanya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam menerima pelajaran semakin baik penerimaan pelajaran (Suliha dkk, 2003). Macam-macam media atau alat bantu tersebut adalah sebagai berikut: a.

  Media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

  b.

  Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara, seperti film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis.

  c.

  Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik. d.

  Media atau alat bantu berdasarkan pembuatannya 1)

  Alat bantu elektronik yang rumit, contohnya: film, film slide, transparansi. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector, slide projector, operhead projector (OHP).

  2) Alat bantu sederhana, contohnya: leaflet, model buku bergambar, benda-benda nyata (sayuran, buah-buahan), papan tulis, film chart, poster, boneka, phanthom, spanduk. Ciri-ciri alat bantu sederhana adalah mudah dibuat, mudah memperoleh bahan-bahan, ditulis atau digambar dengan sederhana, memenuhi kebutuhan pengajar, mudah dimengerti serta tidak menimbulkan salah persepsi.

  (Suliha dkk, 2003).

B. Pengetahuan 1. Pengertian

  Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui paca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba itu sendiri. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

  Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarioleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yaitu: a.

  Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

  b.

  Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

  c.

  Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

  d.

  Trial sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.

  e.

  Adaption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melaluiproses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dansikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long

  lasting ). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh

  pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalammerubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2003).

2. Tingkat pengetahuan

  Hal lain juga diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003) tentang tingkat pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif yang mempunyai 6 tingkat,yaitu: a.

  Tahu (Know) Bila seseorang hanya mampu menjelaskan secara garis besar apa yang telah dipelajarinya, misalnya istilah-istilah.

  b.

  Memahami (Comprehention) Seseorang berada pada tingkat pengetahuan dasar ide dapat menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya.

  c.

  Aplikasi (Application) Telah ada kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajarinya dari situasi lainnya.

  d.

  Analisis (Analysis) Kemampuan meningkatkan dimana seseorang telah mampu menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk pengetahuan tertentu dan menganalisi satu sama lain.

  e.

  Sintesis (Synthesis) Mampu menyusun kembali kebentuk semula ataupun kebentuk lain. f.

  Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasiatau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma–norma yang berlaku di masyarakat.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

  Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, yaitu: a.

  Pengalaman Pengalaman adalah hal yang pernah dialami oleh seseorang ataupun orang lain oleh sebab itu pengalaman dapat bersumber dari disendiri dan orang lain.

  b.

  Pendidikan Pendidikan adalah sesuatu yang dapat membawa seseorang untuk memiliki ataupun meraih pengetahuan dan wawasan yang seluas- luasnya.

  c.

  Keyakinan Keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan biasanya tidak memiliki pembuktian yang kuat terlebih dahulu. Keyakinan yang dimiliki seseorang akan sangat mempengaruhi pengetahuan. d.

  Fasilitas Fasilktas dapat diartikan sebagai sumber informasi yang dapat digunakan seseorang untuk mendapatkan informasi untuk memperluas pengetahuan.

  e.

  Latar belakang finansial Latar belakang finansial seseorang akan berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk melengkapi hidupnya dengan sumber-sumber informasi yang memadai.

  f.

  Sosial budaya Kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan yang dianut seseorang ataupun masyarakat yang ada disekitarnya akan sangat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan perilaku seseorang terhadap suatu hal.

4. Cara memperoleh pengetahuan

  Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a.

  Cara memperoleh kebenaran non ilmiah.

  Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: 1)

  Cara coba salah (Trial and Error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemugkinan kedua ini gagal pula, maka di coba lagi dengan kemungkinan ketiga dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. 2)

  Secara kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh orang yang bersangkutan.

  3) Kekuasaan atau otoritas

  Kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan seperti ini bukan hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadipada masyarakat modern. Sumber pengetahuan tersebut dapatberupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, para pemuka agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. 4)

  Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah.

  Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itumerupakan sumber pengetahuan atau merupakan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

  5) Akal sehat (common sense)

  Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapa tmenemukan teori atau kebenaran. Misal dengan menghukum anak sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman merupakan metode bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan. 6)

  Kebenaran melalui wahyu Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran iniharus diterima oleh pengikut-pengikutnya, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan.

  7) Kebenaran secara intuitif

  Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. 8)

  Melalui jalan pikiran Sejarah dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, caraberpikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu mengunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. 9)

  Induksi Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dinilai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman empiris yang ditangkap oleh indera. Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala.

  10) Deduksi

  Deduksi adalah pembatan kesimpulan dari pernyataan – pernyataan umum ke khusus Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini kedalam suatu carayang disebut “silogisme”. Silogisme ini merupakan suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik.

  b.

  Cara ilmiah memperoleh pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research methodology). Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu:

  1) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

  2) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan

  3) Gejala-gejala yang muncul bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi tertentu.

  (Notoatmodjo, 2010) 5.

   Pengukuran pengetahuan

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2010). Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan, kemudahan dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah. Kemudian digolongkan menjadi 4 katagori yaitu: a.

  Baik, bila subyek menjawab dengan benar >75% - 100% b.

  Cukup baik, bila subyek mampu menjawab dengan benar >55% - 75% dari seluruh pertanyaan.

  c.

  Kurang baik, bila subyek mampu menjawab dengan benar >40% - 55% dari seluruh pertanyaan.

  d.

  Tidak baik, jika presentase jawaban <40% (Arikunto, 2006).

C. Sikap 1. Pengertian

  Sikap evalusi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, subyek, atau issue. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourible) pada obyek tersebut (Azwar, 2003).

  Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang akan kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya (Mubarak, 2009). Sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana. Sikap merupakan respon terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan (Maulana, 2009).

2. Komponen Sikap

  Terdapat 3 komponen yang membentuk sikap menurut Baron dan Byrnes juga Myres dan Gerengun yang dikutip dari Wawan & Dewi (2010): a.

  Komponen kognitif (komponen perceptual), adalah komponen yang berikatan dengan pengetahuan, pandangan dan keyakinan. b.

  Komponen afektif (komponen emosional), adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu objek c. Komponen konatif (komponen prilaku, atau action component), adalah komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak.

3. Tingkatan Sikap

  Menurut Notoatmodjo (2003) terdapat 4 tingkatan sikap, yaitu: a.

  Menerima (receiving), diartikan bahwa seseorang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  b.

  Merespon (responding), seperti memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

  c.

  Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap sesuatu masalah.

  d.

  Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya merupakan sikap yang paling tinggi.

  Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapt ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

  Faktor-faktir yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2003) antara lain: a.

  Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

  b.

  Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

  Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.

  c.

  Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu masyarakat asuhannya. d.

  Media massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yan seharusnya faktual disampaikan seara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

  e.

  Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan agama sangat menentukan system kepercayaan, tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

  f.

  Faktor emosional Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

5. Pengukuran Sikap

  Salah satu aspek yang paling penting guna memahami sikap dan perilaku adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measuresment) sikap. Azwar (2003) menyebutkan beberapa karakteristik sikap, yaitu: a.

  Sikap mempunyai arah, sikap terpilah menjadi dua arah kesetujuan yaitu setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai subyek. Orang yang setuju, mendukung dan memihak terhadap suatu obyek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif dan sebaliknya.

  b.

  Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda.

  c.

  Sikap memiliki keluasan, kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu obyek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada obyek sikap.

  d.

  Sikap memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian anatara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap obyek sikap termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu.

  Beberapa metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan: a.

  Observasi perilaku Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu dapat dengan mempehatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Perilaku yang kita amati dapat menjadi indikator sikap dalam konteks situasional tertentu akan tetapi interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakan oleh sesorang. b.

  Penanyaan Langsung Sikap seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung (direct questioning) pada yang bersangkutan. Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap pertama adalah asumsi bahwa individu orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan yang kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuaka apa yang dia rasakan.

  Cara pengukuran ini mempunyai keterbatasan dan kelemahan yang mendasar. Metode ini akan menghasilkan ukuran yang valid hanya apabila apabila situasi dan kondisinya memungkinkan kebebasan berpendapat tanpa tekanan psikologis maupun fisik.

  c.

  Pengungkapan Langsung Suatu versi pengungkapan langsung (direct assessement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal dan menggunakan aitem ganda.

  Prosedur pengungkapan langsung dengan item tunggal sangat sederhana. Responden diminta menjawab langsung pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian responnya yang dilakukan lebih jujur bila dia tidak menuliskan nama dan identitasnya. Variasi bentuk pengungkapan dengan aitem tunggal adalah menggunakan kata sikap ekstrim pada suatu kontinum sepuluh titik suka sampai benci.

  Problem utama dalam aitem tunggal adalah masalah reliabilitas hasilnya. Aitem tunggal terlalu terbuka terhadap sumber

  error pengukuran. Error yang terjadi dapat berkaitan dengan

  masalah kalimat atau redaksional pertanyaannya yang mungkin kurang jelas, mungkin dipahami secara salah, mungkin menggunakan istilah teknis yang mempunyai arti khusus dan mungkin pula mengandung istilah yang sensitive sehingga jawaban yang diinginkan oleh individu tidak menggambarkan jawaban yang seharusnya.

  Salah satu pengungkapan langsung dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik deferensi semantik. Teknik defernsi semantik dirancang untuk mengungkapkan efek atau perasaan yang berkaitan dengan suatu obyek tertentu.

  d.

  Skala sikap Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh individu yang disebut dengan skala sikap.

  Skala sikap berupa kumpulan pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu obyek sikap. Dari respon subyek pada setiap pertanyaan ini kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Pada beberapa bentuk skala dapat pula diungkap mengenai keluasan serta konsistensi sikap. Salah satu sifat skala sikap adalah isi pertanyaan dapat berupa pertanyaan langsung yang jelas tujuan ukurannya tetapi dapat pula berupa pertanyaan tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan ukurannya bagi responden.

  Proses pengungkapan sikap merupakan proses yang rentan terhadap berbagai kemungkinan error dikarenakan sikap itu sendiri merupakan suatu kontrak hipotetik atau konsep psikologis yang tidak mudah dirumuskan secara operasional. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemungkinan error pengukuran, skala sikap harus dirancang secara hati-hati dengan sungguh-sungguh dan ditulis dengan mengikuti kaidah-kaidah penyusunan skala yang berlaku.

  e.

  Pengukuran terselubung Metode pengukuran terselabung sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang sudah dikemukakan diatas, akan tetapi sebagai obyek pengamatan bukan lagi perilaku yang tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reakasi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang yang bersangkutan.

  (Azwar, 2003) Cara mengukur sikap, maka digunakan: 1)

  Pernyataan positif (favorable) a) Sangat setuju

  b) Setuju

  c) Tidak setuju

  2) Pernyataan negative (unfavorable)

  a) Sangat setuju

  b) Setuju

  c) Tidak setuju (Hidayat, 2007).

D. Keterampilan 1. Pengertian

  Keterampilan adalah keahlian, kemampuan berlatih, fasilitas dalam melakukan sesuatu, ketangkasan dan kebikaksanaan.

  Keterampilan mencangkup pengalaman dan praktek dan memperoleh keterampilan mengarah ke tindakan sadar dan otomatis keterampilan merupakan praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (Notoatmodjo, 2003).

2. Tingkatan Praktik

  Tingkatan praktik atau tindakan menurut Notoatmodjo (2007) terdiri dari: a. Persepsi (perception) Praktik tingkat pertama yaitu persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

  b.

  Respon terpimpin (Guided response) Indikator praktik tingkat kedua adalah respon terpimpin yaitu seorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

  c.

  Mekanisme (mechanism) Peserta didik dapat melakaukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

  d.

  Adaptasi (adaptation) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan atau keterampilan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

  Setelah pemberian pendidikan kesehatan diharapkan adanya perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada remaja dalam melakukan tindakan bantuan hidup dasar. Keterampilan yang harus dimiliki remaja sebagai orang awam adalah melakukan survey primer bantuan hidup dasar.

E. Remaja 1. Pengertian

  Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja.

  Menurut Stanlley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12 -23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang di berikan para ahli, bisa di lihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi.

2. Klasifikasi Remaja

  Masa remaja dapat dikelompokkan menjadi : a.

  Masa Praremaja (Remaja awal) Dikatakan remaja awal adalah 12-15 tahun. Masa ini berlangsung hanya dalam waktu singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada si remaja sehingga sering kali disebut dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, pesimistik, dan sebagainya.

  b.

  Masa Remaja (Remaja Madya) Dikatakan remaja madya adalah 16-18 tahun. Pada masa ini mulai tumbuh dalam arti remaja dorongan untuk hidup kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami, dan menolongnya, teman yang turut merasakan suka dukanya. Pada masa ini, sebagai masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dipandang dapat bernilai, pantas dijunjung dan dipuja-puja sehingga masa ini masa merindu dan ini merupakan gejala remaja.

  c.

  Masa Remaja Akhir Dikatakan remaja akhir adalah 19-22 tahun, Masa ini merupakan masa menemukan pendirian hidup dan selanjutnya masuk kedalam masa dewasa. (Yusuf, 2007).

3. Tugas perkembangan remaja

  Menurut Robert Havigurst tugas perkembangan remaja yaitu : a.

  Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.

  b.

  Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin manapun.

  c.

  Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).

  d.

  Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua dan dewasa lainnya.

  e.

  Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.

  f.

  Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggungjawab.

  (Sarwono, 2011).

4. Transisi masa remaja

  Dalam masa ini seseorang menghadapi beberapa transisi antara lain: a.

  Transisi dalam emosional Ciri utama remaja adalah peningkatan kehidupan emosinya, dalam arti remaja sangat peka, mudah tersinggung perasaannya. Remaja dikatakan berhasil melalui masa transisi emosi apabila berhasil mengendalikan diri dan mengekspresikan emosi sesuai dengan kelaziman pada lingkungan sosialnya tanpa mengabaikan keperluan dirinya.

  b.

  Transisi dalam sosialisasi Pada masa remaja hal yang terpenting dalam proses sosialisasinya adalah hubungan dengan teman sebaya, baik sejenis maupun lawan jenis. Dalam hubungan dengan teman sebaya ini sering terjadi pengelompokan antara lain sahabat karib yang mempunyai minat dan kemampuan berimbang.

  c.

  Transisi dalam agama Sering kita lihat remaja kurang rajin melaksanakan ibadah, tidak seperti halnya pada waktu remaja masih kanak-kanak.

  d.

  Transisi dalam hubungan keluarga Bila dalam suatu keluarga terdapat anak remaja, biasanya sulit ditemukan adanya hubungan harmonis dalam keluarga tersebut karena remaja biasanya banyak menentang orangtua. e.

  Transisi dalam moralitas Pada masa remaja terjadi peralihan moralitas dari moralitas anak.

  Moralitas remaja yang meliputi perubahan sikap dan nilai-nilai yang mendasari pembentukan konsep moralnya, sehingga sesuai dengan moralitas dewasa serta mampu mengendalikan tingkah lakunya sendiri. (Moersintowati, 2002).

F. Bantuan hidup dasar (BHD) 1. Pengertian

  Kondisi kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang dapat mengancam nyawa seseorang dan membutuhkan pertolongan segera.

  Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan dapat menimpa siapa saja. Bantuan hidup dasar (BHD) merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa (Guyton & Hall, 2008). Menurut Frame (2003) bahwa bantuan hidup dasar dapat diartikan sebagai usaha sederhana untuk mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga dapat mempertahankan hidupnya untuk sementara sampai bantuan atau pertolongan lanjutan datang.

  Frame (2003) mengatakan bahwa bantuan hidup dasar dapat diajarkan kepada sispa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki pengetahuan BHD, bahkan anak-anak juga dapat diajarkan sesuai dengan kapasitasnya (Pediatric advance life support, 2005). Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup dasar terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan (Resusication council, 2010).

  Tindakan bantuan hidup dasar secara garis besar dikondisikan untuk keadaan di luar Rumah Sakit sebelum mendapatkan perawatan lebih lanjut, sehingga tindakan bantuan hidup dasar dapat dilakukan oleh orang awam di luar Rumah Sakit tanpa menggunakan peralatan medis (AHA, 2010).

  Apabila bantuan hidup dasar dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari seperti nampak pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 kemungkinan kematian dapat dihindari

  Keterlambatan Kemungkinan keberhasilan 98 dari 100 1 menit 50 dari 100 4 menit 1 dari 100 10 menit Catatan: Bila sudah ada tanda kematian pasti seperti kaku mayat atau lembam mayat, sudah sia-sia untuk melakukan BHD.

2. Karakteristik korban yang memerlukan BHD a.

  Henti jantung Bruner & Suddart (1996) menyatakan bahwa henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut yang akan menyebabkan berhentinya sirkulasi efektif tubuh. Henti jantung dapat berupa penghentian pompa jantung total atau tidak seiramanya detak jantung (fibrilasi ventrikel). Henti sirkulasi akan langsung terjadi ketika henti jantung juga terjadi. Henti sirkulasi akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Tanda-tanda yang dapat dilihat ketika terjadi henti jantung adalah kehilangan kesadaran mendadak, tidak terdengar bunyi jantung, pupil mata mulai berdilatasi dalam 45 detik dan kadang terjadi kejang. Tanda yang paling akurat dalam memastikan seseorang mengalami henti jantung adalah tidak terabanya nadi karotis.

  b.

  Henti nafas Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernafasan. Oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya pada awal terjadinya henti napas. Memberikan bantuan nafas pada keadaan ini akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung (Frame, 2003).

  Pemberian bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas dilakukan melalui resusitasi jantung paru (RJP). Resusitasi jantung paru terdiri dari dua tahap, yaitu: survei primer (primary survey) yang dapat dilakukan oleh semua orang dan survei sekunder (secondary survey) yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedik terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer (Frame, 2003). Survei primer bantuan hidup dasar merupakan dasar tindakan penyelamatan jiwa setelah terjadi keadaan henti jantung. Survei primer bantuan hidup dasar dilakukan baik untuk penderita yang mengalami henti jantung mendadak atau tidak sadarkan diri yang kita saksikan.

3. Langkah-langkah pemberian BHD a.

  Melakukan tiga aman Sebelum melakukan pertolongan harus diingat bahwa tidak jarang anda memasuki keadaan yang berbahaya. Selain resiko dari infeksi anda juga dapat menjadi korban jika tidak memperhatikan kondisi sekitar pada saat melakukan pertolongan. Maka ada beberapa hal yang harus dilakukan penolong kepada korban, yaitu: 1)

  Memastikan keamanan anda Nampaknya egois, namun kenyataannya adalah bahwa keamanan diri sendiri merupakan prioritas utama. Mengapa? Karena bagaimana kita akan dapat melakukan petolongan jika kondisi kita sendiri berada dalam bahaya. Akan merupakan hal yang ironis seandainya kita bermaksud menolong tetapi karena tidak memperhatikan situasi kita sendiri yang terjerumus dalam bahaya.

  2) Memastikan keamanan lingkungan

  Ingat rumus do no futher harm karena ini meliputi juga lingkungan sekitar penderita yang belum terkena sedera.

  Sebagai contoh adalah saat mendekati mobil yang sudah mengalami kecelakaan dan keluar asap. Ingatkan dengan segera para penonton untuk cepat-cepat menyingkir karena ada bahaya ledakan/api.

  3) Memastikan keamanan penderita

  Betapapun ironisnya, tetapi prioritas terakhir adalah penderita sendiri, karena penderita ini sudah mengalami cedera dari awal.

  b.

  Memastikan kesadaran korban (Check responsiveness).

  Setelah lokasi kejadian aman maka anda akan mendekati penderita. Dalam keadaan ini ingat bahwa yang kemudian harus dilakukan adalah memastikan kesadaran. Penolong dapat mengetahuinya dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan sambil memanggil korban.

  c.

  Meminta pertolongan (Call for Help) Jika ternyata korban tidak memberikan respon terhadap panggilan segera meminta bantuan dan menghubungi rumah sakit untuk mendapat bantuan dengan peralatan medis yang lebih lengkap. d.

  Memperbaiki posisi korban Tindakan BHD yang efektif dilakukan dengan memposisikan korban dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, penolong harus mengubah posisi korban ke posisi terlentang. Penolong harus membalikan posisi korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakan secara bersama- sama dan kedua tangan diletakan disamping tubuh.

  e.

  Pengaturan posisi penolong Posisi korban harus dipastikan telah dalam keadaan yang aman ketika penolong segera memposisikan dirinya berlutut sejajar dengan bahu korban ketika akan memberikan bantuan nafas dan sirkulasi.

  f.

  Melakukan bantuan sirkulasi (Circulation) Terdiri atas dua tahap yaitu: 1)

  Memastikan ada tidaknya denyut nadi korban dengan meraba arteri karotis. Yaitu dengan cara meletakan dua jari diatas laring (jakun), geserkan jari anda kesamping, hentikan jari disela-sela antara laring dan otot leher. Rasakan nadi, tekan selama 5-10 detik, hindari penekanan yang terlalu keras. Jika nadi teraba walaupun lemah, jangan memulai penekanan dada.

  Jika nadi tidak teraba anggap penderita tersebut henti jantung dan mulai segera RJP.

  Catatan: Penderita masih bernafas, tetapi denyut nadi karotis tidak ada? Ini sesuatu yang tidak mungkin, apabila jantung berhenti nafas juga akan berhenti. 2)

  Melakukan bantuan sirkulasi, yaitu dengan sesegera mungkin melakukan penekanan dada dengan siklus 30 penekanan dan 2 nafas buatan. Kompresi yang dilakukan harus memungkinkan terjadinya complete chest recoil (pengembangan dada seperti semula setelah kompresi sebelum memulai kompresi kembali). Untuk mencegah penurunan kualitas kompresi sebaiknya beralih orang yang melakukan kompresi dada setiap dua menit (setelah 5 siklus kompresi dan ventilasi, 30:2). Interupsi dilakukan untuk meraba nadi tidak lebih dari 10 detik.

  Teknik melakukan kompresi:

  a) Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

  b) Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.

Gambar 2.1 Posisi tangan pada kompresi dada

  c) Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jari–jari tangan menyentuh dinding dada korban, jari–jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.

  d) Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 2 inchi (5 cm).

Gambar 2.2 Posisi badan pada kompresi dada

  e) Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi.

Gambar 2.3 Tekanan kompresi dada

  f) Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.

  Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.

  Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan korban sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik. g.

  Penilaian jalan nafas (airway) Penolong memastikan jalan nafas bersih dan terbuka sehingga memungkinkan pasien dapat diberi bantuan nafas. Langkah ini terdiri dari dua tahap yaitu: 1)

  Membersihkan jalan nafas Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross

  Finger , dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.

Gambar 2.4 Bersihkan jalan nafas

  2) Membuka jalan nafas

  Pedoman AHA (2010) merekomendasikan untuk menggunakan Head tilt – chin lift (kepala tengadah-angkat dagu) untuk membuka jalan nafas para korban yang dicurigai mengalami trauma kepala dan leher. Sementara untuk korban yang dicurigai mengalami cedera cervical dapat menggunakan

  jaw thrust (mendorong rahang tanpa ekstensi kepala). Teknik

  membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam adalah tengadah kepala-angkat dagu.

  Teknik Head tilt – chin lift:

  a) Membaringkan korban pada permukaan yang datar dan keras b)

  Meletakan telapak tangan pada dahi korban

  c) Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan d)

  Meletakan ujung jari telunjuk dan jari tengah dari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang korban.

  e) Menengadahkan kepala dan menahan atau menekan dahi korban secara bersamaan sampai kepala korban pada posisi ekstensi.

Gambar 2.5 Teknik Head tilt – chin lift h.

  Breathing (Penyelamatan pernafasan)

  Terdiri dari 2 tahap: 1) Memastikan korban tidak bernapas.

  Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

  2) Memberikan bantuan napas.

  Pemberian napas bantuan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman. Tujuan Primer pemberian napas bantuan adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO

  2 . Sesuai dengan revisi panduan

  yang dikeluarkan American Hearth Association (AHA) mengenai bantuan hidup dasar, penolong tidak perlu melakukan observasi napas spontan dengan Look, Listen, Feel, karena langkah pelaksanaan tidak konsisten dan menghabiskan banyak waktu.

  Jika korban tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara yang dihembuskan untuk korban dewasa adalah 400-500 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.

  Cara memberikan bantuan pernapasan:

  a) Mulut ke mulut

  Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru–paru korban. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

Gambar 2.6 Bantuan nafas mulut ke mulut

  b) Mulut ke hidung

  Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban.

Gambar 2.7 Bantuan nafas mulut ke hidung

  Lakukan siklus kompresi dan ventilasi 30:2 selama 5 siklus, periksa nadi setelah 5 siklus, jika nadi tidak teraba dan bantuan medis belum datang, maka lanjutkan siklus 30:2 dimulai dengan kompresi dada. Jika penderita bernafas spontan dan pernafasannya adekuat posisikan korban dengan posisi pemulihan. Posisi pemulihan dilakukan dengan cara memposisikan dalam posisi lateral atau yang biasa disebut posisi miring (Frame, 2003).