BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Jeruju(Acanthus ilicifolius L.) 1. Karakteristik Umum Tanaman - PENENTUAN AKTIVITAS ESTROGENIK FRAKSI ETIL ASETAT DAN FRAKSI AIR DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L.) MENGGUNAKAN YEAST ESTROGEN SCREEN (YES) ASSAY - repos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Jeruju(Acanthus ilicifolius L.)

1. Karakteristik Umum Tanaman

  Salah satu genus hutan mangrove di Indonesia adalah Acanthaceae (Setyawan, 2004). Salah satu jenis mangrove tersebut adalah jeruju (Acanthus

  ilicifolius L.) (Purnobasuki, 2004). Tinjauan morfologi jeruju dalam

  Anonim(2002) menggambarkan tanaman, berbatang basah, tumbuh tegak atau berbaring pada pangkalnya, tinggi 0,5-2 m, berumpun banyak. Batang bulat silindris, agak lemas, permukaan licin, bewarna kecoklatan, berduri panjang dan runcing. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang. Helaian daun berbentuk memanjang atau lanset, pangkal dan ujung ujung runcing, tepi bercangap menyirip dengan ujungnya berduri tempel, panjang 9-30 cm, lebar 4-12 cm. Bunga majemuk berkumpul dalam bulir yang panjangnya 6-30 cm, keluar dari ujung batang, mahkota bunga bewarna ungu kebiruan. Buahnya berupa buah kotak, bulat telur, panjang ± 3cm, bewarna coklat kehitaman. Berbentuk ginjal, jumlahnya 2-4 buah. Dapat diperbanyak dengan biji. Akarnya berupa tunggang, bewarna putih kekuningan.

  Gambar 1. Tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius L.) a = tanaman, b = daun dan c = bunga (Milantara, 2002)

  2. Sistematika Tanaman

  Nama latin jeruju yaitu Acanthus ilicifolius L. (Anonim, 2000). Menurut Tomlison (1986), tumbuhan Acanthus ilicifolius L. dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

  Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Acanthaceae Marga : Acanthus Jenis : Acanthus ilicifolius L.

  3. Habitat Tanaman

  Di pantai selatan terdapat kawasan mangrove terluas di Jawa, yaitu laguna Segara Anakan, Cilacap, yang terbentuk karena adanya perlindungan dari gelombang laut oleh Pulau Nusakambangan dan masukan air tawar dari Sungai Citanduy dan lain-lain (Setyawan, 2004). Tanaman jeruju (Acanthus ilicifoliusL.) tumbuh liar di daerah pantai, tepi sungai, serta tempat-tempat lain yang tanahnya berlumpur dan berair payau (Anonim, 2000).

  4. Kandungan Kimia Tanaman

  Telah banyak peneliti yang telah mempelajari fitokimia jeruju. Saroya (2011) melaporkan bahwa jeruju mengandung senyawa alkaloid, 2 glikosida siklolignan yaitu (+)-lyoniresinol 3a-O-b-D-galactopyranosyl-(1→ 6)-b-D-

  glucopyranoside dan (+)-lyoniresinol 2a-O-b-D-galactopyranosyl-3a-O-b-D- glucopyranoside yang terdapat pada bagian aerial tanaman. Selain itu terdapat

  pula didalamnya glikosida feniletanoid (ilicifolioside A) dan glikosida alkohol alifatik (ilicifolioside B). Turunan senyawa koumarin acancifoliuside, acteoside, isoacteoside, acanthaminoside, (+)-lyoniresinol 3a-O-beta glucopyranoside, (-)- lyoniresinol, and alpha-amyrin, telah berhasil diisolasi dari ekstrak metanol daun

  Acanthus ilicifolius .

  Pemeriksaan fitokimia dari ekstrak n-hexana dan ekstrak etanol daun jeruju (Acanthus illicifolius L.) telah dilakukan. Dimana dari ekstrak n-hexana telah diisolasi dan diidentifikasi stigmasterol menggunakan KLT. Dari ekstrak etanol telah diisolasi dan dikarakterisasi verbaskosid secara KLT selulosa dan spektrofotometri UV, sedangkan asam asam fenolat yaitu asam fanilal, asam siringat, asam ferurat, asam p-hidroksi benzoat dan asam p-kumarat diperiksa sccara KLT selulosa (Anonim, 1995).

  Tumbuhan ini mengandung senyawa glukosida, alkaloid, flavonoid, asam lemak, steroid, lignan, dan komponen fenol dan terpenoid (Kanchanapoom et al., 2001), sedangkan Huo et al. (2003), melaporkan jeruju mempunyai komponen glukosida yaitu 5,11-epoxymegastigmane glukosida.

  5. Kegunaan dan Khasiat Tanaman

  Secara empiris tanaman jeruju dilaporkan Purnobasuki (2004), berkhasiat sebagai aprodisiaka (perangsang libido), asma (buah); diabetes, diuretik, hepatitis, leprosy (buah, daun dan akar); neuralgia, cacing gelang, rematik, penyakit kulit, sakit perut (kulit batang, buah dan daun). Antifertilitas, penyakit kulit, tumor, borok (resin).

  Beberapa efek farmakologi jeruju pun telah dilaporkan secara ilmiah, fraksi metanol daun jeruju sebagai antiinflamasi dengan menghambat produksi udem (Kumar et al, 2008), anti osteoporosis (Kiem et al, 2008), hepatoprotektif (Babu et al, 2001) dan agen kemopreventif (Babu et al, 2002).

B. Bioassay untuk Penentuan Aktivitas Estrogenik

  Zacharewski (1997) menyatakan bahwa penentuan aktivitas dari kandungan estrogenik kini telah dapat dievaluasi melalui dua metode, yaitu secara

  in vitro dan in vivo.

  Yeast Estrogen Screen (YES) assay merupakan metode yang berdasarkan

  pada ekspresi reseptor estrogen dan estrogen responsive elemen yang dihubungkan dengan gen pengatur LacZ pada yeast. Ketika senyawa estrogen terikat pada reseptor, maka transkripsi gen pengatur akan teraktivasi. Dalam hal

  LacZ sebagai gen promotor, aktivasi transkripsi akan menghasilkan ekspresi

  enzim β-galaktosidase. Adanya substrat seperti oNPG, enzim β-galaktosidase memecah struktur oNPG menjadi oNP, yang bewarna kuning yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer dan dapat ditentukan aktivitas enzim β- galaktosidase (Routledge, 1996).

  

oNPG

oNP

Gambar 2. Prinsip Metode YES Assay (Routledge & Sumpter, 1996)

C. Hormon Estrogen

  1. Definisi

  Estrogen merupakan hormon steroid kelamin endogen yang diproduksi oleh ovarium, korteks adrenal, testis dan plasenta pada masa kehamilan (Suherman, 2007).

  2. Senyawa Aktivitas Estrogenik Tabel 1. Senyawa Estrogenik(Suherman, 2007) Senyawa : Steroid alami Steroid sintetik Nonsteroid

  Estradiol Etinilestradiol Dietilstilbestrol Estron Mestranol Bisfenol a Estriol Quinestrol Genistein Equilin

  3. Gangguan Kekurangan Hormon Estrogen

  a. osteoporosis,

  b. osteoklerosis,

  c. gangguan reproduksi,

  d. hipergonadotropisme,

  e. makroorkhidisme dan

  f. meningkatnya jumlah testosteron (Suherman, 2007)

  4. Reseptor Estrogen

  Estrogen mempunyai 2 jenis reseptor, ERα dan ERβ yang berasal dari gen berbeda dan berada di inti sel. ERα terdapat banyak di saluran reproduksi wanita seperti uterus, vagina, ovarium dan juga di kelenjar mamae, hipotalamus, sel-sel endotel, dan otot polos vaskular. ERβ letaknya menyebar, terbanyak di prostat dan ovarium dan dalam jumlah sedikit di paru, otak dan pembuluh darah (Suherman, 2007).

D. Kromatografi Lapis Tipis

  1. Definisi dan Prinsip KLT

  Menurut Stahl (1985), KLT merupakan metode fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang agakan dipisah berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembang). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi). Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap) dan sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya bekerja sama untuk mencapai pemisahan. Selain itu, hal yang juga penting adalah memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat pengembangan, atmosfer bejana, dan lain-lain.

  2. Fase Diam (lapisan penjerap)

  Penjerap yang umum ialah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Dapat dipastikan siloika gel paling banyak digunakan. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya sehingga silika gel G Merck menurut spesifikasi Stahl yang diperkenalkan tahun 1958, telah diterima sebagai bahan standar. Selain itu harus diingat bahwa penjerap seperti alumunium oksida dan silika gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahannya (Stahl, 1985).

  3. Fase Gerak (pelarut pengembang)

  Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkah mutu analitik dan, bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga volume total 100, misalnya benzena-kloroform-asam asetat 96% (50:40:10). Pada kromatografi jerap, pelarut pengembang dapat dikelompokkan ke dalam deret eluotropik berdasarkan efek elusinya (Stahl, 1985).

  4. Bejana pemisah, penjenuhan, aras pengisian

  Bejana harus menampung pelat 200x200 mm dan harus tertutup rapat. Aras pengirisan fase gerak harus 5 – 8 mm, ini sesuai dengan kedalaman lapisan yang terendam. Untuk kromatografi dalam bajan yang jenuh, secarik kertas saring bersih yang lebarnya 18 – 20 cm dan panjangnya 45 cm ditaruh pada dinding sebelah dalam bejana berbentuk U dan dibasahi dengan pelatut pengembang.

  Tingkat kejenuhan bejana dengan uap pelarut pengembang mempunyai pengaruh yang nyata pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram. Jika pelarut pengembang naik dalam lapisan, sebagian menguap di daerah garis depan pelarut pengembang itu. Jadi, untuk jarak pengembangan yang sama, laju aliran pelarut pengembang lebih cepat di dalam bejana tanpa kertas saring (penjenuhan normal NS), demikian pula letak bercak lebih tinggi dibandingkan bercak yang terbentuk pada bejana yang dijenuhkan sempurna dengan uap pelarut pengembang (penjenuhan bejana CS) (Stahl, 1985).

  5. Deteksi senyawa yang dipisah

  Terdapat beberapa kemungkinan untuk deteksi senyawa warna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama pada kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi gelombang pendek dan/atau gelombang panjang (365 nm). Jika kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi kimia; pertama tanpa dipanaskan, kemudian bila perlu dipanaskan. Deteksi biologi pada beberapa kasus dapat dilakukan (Stahl, 1985).

6. Penilaian kromatogram

  Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Menurut Stahl (1985), perhitungan sebagai berikut : Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal

  Jarak garis depan dari titik awal Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100. Jika dipilih 10 cm sebagai jarak pengembangan, maka jarak rambat suatu senyawa (titik awal-pusat bercak dalam cm)x 10 menghasilkan angka hRf. Tetapi, karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini harus dianggap petunjuk saja. Inilah yang menjadi alasan mengapa angka hRf lah yang dicantumkan untuk menunjukkan letak suatu senyawa pada kromatogram.

Dokumen yang terkait

ANALISIS FINANSIAL PEMANFATAN DAN PENGOLAHAN DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L) MENJADI BERBAGAI PRODUK OLAHAN

0 0 10

EFEK EKSTRAK METANOL DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L.) SERTA BUAH JERUJU DAN TAURIN DALAM MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN KOLESTEROL SERTA FERTILITAS MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI ALOKSAN

0 1 9

PENENTUAN AKTIVITAS ESTROGENIK FRAKSI AIR DAN FRAKSI ETIL ASETAT AKAR JERUJU (Acanthus ilicifolius) MENGGUNAKAN METODE YEAST ESTROGEN SCREEN ASSAY

0 0 17

PENENTUAN AKTIVITAS ESTROGENIK EKSTRAK ETANOL DAUN DAN BUNGA JERUJU (Acanthus ilicifolius) MENGGUNAKAN YES-ASSAY SKRIPSI

0 2 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cempaka Putih (Michelia champaca L.) 1. Karakteristik Umum Tanaman - UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI BUNGA CEMPAKA PUTIH (Michelia champaca L.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SERTA ANALISIS KUALITATI

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King) 1. Sistematika Tanaman - UJI EFEKTIVITAS ANTIDIABETES FRAKSI ETIL ASETAT DAUN MAHONI ( Switenia macrophylla King) TERHADAP TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI GLUKOSA - repository perpustakaan

0 0 11

PENENTUAN AKTIVITAS ESTROGENIK FRAKSI AIR DAN FRAKSI ETIL ASETAT BATANG JERUJU (Acanthus ilicifolius) MENGGUNAKAN METODE YES-ASSAY SKRIPSI

0 0 17

PENENTUAN AKTIVITAS ESTROGENIK FRAKSI AIR DAN FRAKSI ETIL ASETAT BUNGA JERUJU (Acanthus ilicifolius L.) MENGGUNAKAN METODE YES ASSAY

0 0 15

PENENTUAN AKTIVITAS ESTROGENIK DARI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) MENGGUNAKAN DOKING MOLEKULAR DAN YEAST ESTROGEN SCREEN ASSAY

0 0 16

PENENTUAN AKTIVITAS ESTROGENIK FRAKSI ETIL ASETAT DAN FRAKSI AIR DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L.) MENGGUNAKAN

0 0 17