BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi - Analisis Sanitasi Lingkungan Terminal Kendaraan Bermotor Di Kota Medan Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Sanitasi

  Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dihindari. Sehingga dapat dikatakan bahwa sanitasi adalah suatu usaha pengendalian faktor-faktor lingkungan untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan penularannya yang disebabkan oleh faktor lingkungan tersebut, sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat optimal (Depkes RI, 2002).

  2.2. Sanitasi Tempat-Tempat Umum

  Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan atau pemeriksaan sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-tempat umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya (Chandra, 2007).

  Sanitasi tempat-tempat umum, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam

masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Oleh sebab itu

tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang

medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi tempat-tempat

umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Mukono, 2005).

  Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi

lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial,

tempat yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum

yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu

meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar tradisional atau swalayan pertokoan,

bioskop, salon kecantikan atau tempat pangkas rambut, panti pijat, taman hiburan,

gedung pertemuan, pondok pesantren, tempat ibadah, objek wisata, dan lain-lain (Chandra, 2007).

2.3. Terminal

  Terdapat beberapa terminologi tentang terminal. Berdasarkan Undang- Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terminal merupakan prasarana transportasi jalan untuk barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang angkutan jalan umum, terminal adalah sarana transportasi untuk keperluan memuat dan menurunkan orang atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu simpul jaringan transportasi. Berdasarakan kedua terminologi diatas, terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi (Kepmenhub 35/2003). Keberadaan terminal merupakan salah satu prasarana utama dalam pelayanan angkutan umum. Keberadaan terminal berperan dalam menentukan tingkat kinerja dari pelayanan angkutan umum dalam suatu wilayah (Menteri Pekerjaan Umum, 2010).

2.3.1. Kategori Terminal

  Terminal adalah bagian dari infrastruktur transportasi yang merupakan titik lokasi perpindahan penumpang ataupun barang. Pada lokasi itu terjadi konektivitas antar lokasi tujuan, antar modal, dan antar berbagai kepentingan dalam sistem transportasi dan infrastruktur. Pengelolaan pada berbagai hal tersebut perlu diperhatikan dan dikembangkan untuk pengembangan manajemen terminal. Kegiatan pengelolaan, regulasi (peraturan) dan norma-norma yang disepakati akan menentukan perkembangan terminal secara terarah (coach terminal). Terminal dibagi beberapa kategori yang meliputi (Menteri Pekerjaan Umum, 2010): 1.

  Terminal Penumpang adalah Prasarana Transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikan penumpang, perpindahan intra/atau moda transportasi serta mengatur kedatangan pemberangkatan kendaraan angkutan penumpang terminal kedalam tiga tipe sebagai berikut : a.

  Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

  b.

  Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan. c.

  Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.

  Unsur penting bagi eksistensi sebuah terminal penumpang adalah adanya angkutan umum dan penumpang, tanpa keduanya terminal tidak bermakna apapun hanya sebatas sebuah bangunan. Angkutan umum merupakan salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif. Angkutan umum yang biasa beroperasi dalam terminal meliputi : angkot, bis, ojek, bajaj, taksi dan metromini. Penumpang adalah masyarakat yang menaiki atau menggunakan jasa angkutan (bus). Jadi ruang transit penumpang adalah bangunan peneduh terbuka besar yang berfungsi sebagai tempat istirahat sementara atau duduk-duduk, menunggu bus, menunggu teman, membaca koran serta mengobrol santai yang berada dalam terminal.

  2. Terminal Barang adalah Prasarana Transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra/atau moda transportasi

  3. Terminal Peti Kemas adalah terminal dimana dilakukan pengumpulan peti kemas dari pelabuhan lainnya untuk selanjutnya diangkut ke tempat tujuan ataupun terminal peti kemas yang lebih besar lagi. Terminal peti kemas yang berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini adalah Terminal peti kemas JICT, KOJA di Jakarta, TPS di Surabaya, TPK Semarang, TPK Belawan.

2.3.2. Fasilitas Sanitasi Terminal

  Fasilitas sanitasi terminal dapat dikelompokkan atas fasilitas utama dan fasilitas pendukung, semakin besar suatu terminal semakin banyak fasilitas yang bisa disediakan. Fasilitas-faslitas tersebut antara lain (Menteri Pekerjaan Umum, 2010): 1.

  Tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum.

  2. Bangunan kantor terminal.

  3. Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar.

  4. Menara pengawas.

  5. Pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.

  6. Kamar kecil/toilet.

2.3.3. Lokasi dan Pembangunan Terminal

  Penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan

  1. Lokasi terminal penumpang Tipe A , B, dan C ditetapkan dengan memperhatikan: a.

  Rencana Umum Tata Ruang; b.

  Kepadatan lalu lintasdan kapasitasjalan sekitar Terminal; c. Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda; d.

  Kondis topografi lokasi Terminal; e. Kelestarian lingkungan .

  2. Penetapan lokasi terminal penumpang tipe A selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana tersebut diatas, harus memenuhi persyaratan : a.

  Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi, antar kota dalam propinsi; b.

  Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A; c. Luas lahan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) ha; d.

  Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 200 (duaratus) M.

  3. Penetapan lokasi Terminal Penumpang Tipe B selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana yang tersebut diatas, harus memenuhi persyaratan : a.

  Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi; b.

  Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurangkurangnya kelas III B; c.

  Luas jalan sekurang-kurangnya 3 (tiga) ha; Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) meter.

  4. Penetapan lokasi terminal penumpang Tipe C selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana yang tersebut diatas, harus memenuhi persyaratan : a.

  Terletak di dalam kota dan dalam jaringan trayek perkotaan ; b.

  Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas III A; c. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan ; d.

  Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal sesuai dengan kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.

2.4. Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal

  Secara garis besar persyaratan sanitasi terminal dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu bagian luar terdiri dari tempat parkir, pembuangan sampah, dan penerangan; dan bagian dalam terdiri dari gedung perkantoran, ruang tunggu, jamban dan urinoir, tempat cuci tangan, pembuangan air hujan dan air kotor, pemadam kebakaran, dan kotak P3K yang dikelompokkan menjadi kelompok kecil, antara lain (Chandra, 2007):

2.4.1. Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal Bagian Luar

2.4.1.1. Tempat Parkir

  Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian yang bersifat tidak sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu.

  Tujuan fasilitas parkir adalah memberikan tempat istirahat kendaraan (Direktorat Jenis fasilitas parkir menurut penempatannya dibagi 2 macam, yaitu

  (Warpani, 2002): 1.

  Parkir di badan jalan (On Street Parking).

  Parkir di jalan sudah pasti mengurangi kapasitas ruas jalan yang bersangkutan, dan karena itu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Di beberapa negara diberlakukan beberapa ketentuan, diantaranya: parkir di jalan dikenai tarif dan denda sangat tinggi sehingga pengemudi memarkir kendaraan seperlunya saja, sebelum dikenai denda karena melewati batas waktu, atau parkir di bangunan parkir meskipun tarifnya agak mahal.

  Pada ruas-ruas jalan tertentu perlu diterapkan kebijakan ’bebas parkir’, artinya pada ruas-ruas jalan tersebut dilarang memarkir kendaraan, sedangkan pada ruas- ruas jalan lain yang tidak terlalu mengganggu sirkulasi lalu lintas dapat diterapkan kebijakan ’parkir bebas’, dalam pengertian tetap ada batasan waktu dan bisa diterapkan pembebanan biaya parkir.

2. Parkir di luar badan jalan (Off Street Parking)

  Perparkiran yang ideal adalah parkir di luar jalan berupa fasilitas pelataran (taman) parkir atau bangunan (gedung) parkir. Di pusat kegiatan kota yang sulit memperoleh lahan yang cukup luas, fasilitas yang sesuai adalah gedung parkir yang dibangun bertingkat sesuai dengan kebutuhan. Yang dimaksud dengan di luar jalan antara lain pada kawasan-kawasan tertentu seperti pusat-pusat perbelanjaan, bisnis, maupun perkantoran yang menyediakan

  Adanya tempat parkir di halaman terminal merupakan suatu keharusan. Dengan adanya pemisahan tempat parkir kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua, dan halaman parkir yang terpelihara dengan baik, maka di samping kecelakaan dapat dihindari juga akan memberikan suasana yang rapi dan enak dipandang (Mukono, 2005).

  Persyaratan tempat parkir pada terminal (Chandra, 2007): a.

  Terdapat tempat parkir kendaraan umum yang bersih.

  b.

  Tidak terdapat sampah berserakan, genangan air, dan lain-lain.

2.4.1.2. Pembuangan Sampah

  Menurut definisi WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

2.4.1.2.1. Pembagian Sampah

  a.

  Mudah membusuk, misalnya, sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya.

  Berdasarkan zat kmia yang terkandung di dalamnya.

  Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukkan sering kali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.

  a.

  4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah.

  Sulit membusuk, misalnya, plastik, karet, kaleng, dan sebagainya.

  b.

  3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk.

  Organik, misalnya, sisa makanan, daun, sayur, dan buah.

  Tidak mudah terbakar, misalnya, kaleng, besi, gelas, dan lain-lain.

  Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut (Chandra, 2007): 1.

  Mudah terbakar, misalnya, kertas plastik, daun kering, kayu.

  a.

  2. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar.

  Anorganik, misalnya, logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain.

  b.

  b. b.

  Rubbish, terbagi menjadi dua:

  1) rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya, kertas, kayu,

  karet, daun kering, dan sebagainya.

  2) rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas za-zat anorganik, misalnya, kaca,

  kaleng, dan sebagainya.

  c.

  Ashes, semua sisa pembakaran dan industri.

  d.

  Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia.

  e.

  Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya) yang mati akibat kecelakaan atau secara alami.

  f.

  House hold refuse, atau sampah campuran (misalnya, garbage, ashes, rubbish ) yang berasal dari perumahan.

  g.

  Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.

  h.

  Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri. j.

  Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik. k.

  Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.

2.4.1.2.2. Pengelolaan Sampah

  Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya, tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber; dan tahap pengangkutan (Chandra, 2007).

1. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber.

  Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah.

  Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat dan tikus.

  e.

  Ada kran air untuk membersihkan.

  d.

  Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat dan binatang lain masuk ke dalam dipo.

  c.

  Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel, terminal dan sebagainya) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya.

  Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut ini: a.

  Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan pengangkut sampah.

  Ukuran sesuai sehingga mudah diangkat oleh satu orang. Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaannya dapat diserahkan pada pihak pemerintah. diantaranya: a.

  c.

  Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan.

  b.

  Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.

  b. f.

  Mudah dijangkau masyarakat.

2. Tahap Pengangkutan

  Dari dipo, sampah diangkut ke pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.

2.4.1.2.3. Hubungan Sampah dan Kesehatan Lingkungan

  1) Sampah dapat memberikan tempat tinggal bagi vektor penyakit seperti: serangga, tikus, cacing, dan jamur.

  2) Dari vektor yang tersebut di atas dapat menimbulkan penyakit antara lain:

  a) Diare, kholera, typus, DHF (Dengue Haemorrhagic Fever).

  b) Pes, murine typus.

  Penyakit kulit dan candidiasis.

  Aspek kesehatan.

  b.

  Aspek lingkungan.

  1) Estetika lingkungan. 2) Penurunan kualitas udara. 3) Pembuangan sampah ke badan air akan menyebabkan pencemaran air.

  c.

  Aspek sosial masyarakat.

  1) Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat mencerminkan status keadaan sosial masyarakat.

  Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh negatif terhadap masyarakat dan lingkungan yang tampak pada 4 aspek (Mukono, 2005): a.

  d) Taenia.

  2) Keadaan lingkungan yang kurang saniter dan estetika akan menurunkan hasrat turis untuk berkunjung.

  Persyaratan pembuangan sampah pada terminal (Chandra, 2007): 1.

  Tersedianya tempat pengumpulan sampah sementara sebelum dibuang.

2. Tempat pengumpulan sampah harus tertutup dan kedap air.

2.4.1.3. Penerangan (Pencahayaan)

  Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.

  Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi pencahayaan alami yang sumbernya berasal dari sinar matahari, dan pencahayaan buatan yang sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi (Prabu,2009).

  Intensitas cahaya di ruang kerja perkantoran minimal 1000 Lux dalam rata- ruang kerja sebagai berikut (Menteri Kesehatan, 1998):

Tabel 2.1. Intensitas Cahaya Ruang Kerja Perindustrian

  Jenis kegiatan Tingkat pencahayaan Keterangan minimal (lux) Pekerjaan kasar dan tidak 100 Ruang penyimpanan dan terus-menerus ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinu. Pekerjaan kasar dan terus- 200 Pekerjaan dengan mesin menerus dan perakitan kasar. Pekerjaan rutin 300 Pekerjaan kantor/administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun. Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin. Pekerjaan halus 1000 Pemilihan/warna, pemrosesan, tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus. Pekerjaan amat halus 1500 Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan

  Tidak menimbulkan mesin dan perakitan yang bayangan sangat halus.

  Pekerjaan detail 3000 Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus Tidak menimbulkan bayangan

  Sumber: KepMenKes No. 261/MENKES/SK/II/1998

  Bus datang dan berangkat dari terminal tidak hanya siang hari saja tetapi juga malam hari. Dengan demikian di terminal perlu diberi penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan (Chandra, 2007).

2.4.2. Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal Bagian Dalam

2.4.2.1. Gedung Perkantoran

  antor adalah tempat dimana dilakukan berbagai macam kegiatan pelaksanaan

  K

  organisasi dalam rangka mencapai tujuannya, tempat yang digunakan unt

  atbertingkat tinggi. Kantor sering dibagi kepada dua jenis, yaitu kantor yang terbesar dan terpenting biasanya dijadikan kantor pusat, sedangkan kantor-kantor lainnya dinamakan kantor cabang (Kurniady, 2011).

  Syarat dari gedung perkantoran ini antara lain (Mukono, 2005): 1. Lantai dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat dan tidak meresap air.

  2. Dinding dibuat dari bahan yang kuat dan tidak meresap air serta tidak mudah terbakar.

  3. Pintu dan jendela yang kuat, bagian luar diberi kawat kassa (kecuali jika ada AC).

  Penerangan harus cukup dan tidak silau.

  5. Ventilasi harus cukup dan memenuhi persyaratan minimal (20% dari luas lantai).

  6. Disediakan telepon untuk komunikasi.

2.4.2.2. Ruang Tunggu

  Bagi para calon penumpang bus, selama menungggu keberangkatan, keberadaan ruang tunggu yang nyaman dengan berbagai ruang penunjang yang informatif sangatlah didambakan. Dengan ruang tunggu yang terpadu dengan ruang- ruang penunjang lainnya tentu menyebabkan para calon penumpang lebih bisa menikmati suasana terminal dengan nyaman dan beraktivitas dengan lebih efisien. Oleh sebab itu penciptaann ruang tunggu terminal yang bisa menjawab pemikiran- pemikiran di atas adalah dengan menampilkan sebuah ruang tunggu yang meningkatkan pelayanan publik dan dapat mengikis image ruang tunggu terminal yang terkesan kurang aman, sumpek, gerah dan kumuh. Penciptaan ini bertujuan untuk menciptakan/mendesain suatu interior ruang tunggu terminal yang memanfaatkan penerapan warna dan bentuk-bentuk fasilitas yang mengesankan suatu interior ruang tunggu terminal yang modern namun masih mengangkat krakter lokal daerah (Padmanaba dkk ,2010).

  Persyaratan ruang tunggu terminal (Chandra, 2007): 1.

  Ruangan bersih.

  2. Tempat duduk bersih dan bebas dari kutu busuk.

  3. Penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.

  4. Tersedia tempat sampah dan terbuat dari benda yang kedap air.

  Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mudah dibersihkan.

2.4.2.3. Jamban dan Urinoir (Pengelolaan Kotoran Manusia)

  Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Suparmin, 2002).

  Mengingat kuantitas dan karakteristik tinja yang dihasilkan manusia, maka diperlukan teknik pembuangan yang memadai agar tinja tidak menimbulkan masalah kenyamanan ataupun kesehatan bagi manusia.

  Pada awalnya, teknik pembuangan tinja hanya diupayakan agar dilakukan di tempat yang agak tersembunyi dari pandangan orang lain. Namun, dewasa ini, teknik pembuangan tinja sudah berkembang sangat pesat, sudah mempertimbangkan serta mengarah pada pemenuhan berbagai keinginan berikut (Suparmin, 2002):

  1. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang dengan tenang, tanpa mengganggu privasinya.

  2. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang dengan nyaman dalam posisi dan suasana yang disukainya.

  3. Sedapat mungkin pembuangan tinja dapat dilakukan oleh orang yang sedang menderita penyakit saluran pencernaan dengan tidak menimbulkan resiko bahaya penularan bagi orang lain.

  4. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang dengan semaksimal mungkin memperoleh manfaat dari tinja yang dibuang, yang dapat diproses menjadi kompos atau gas bio. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang di berbagai daerah dengan teknik yang sesuai dengan kondisi setempat.

2.4.2.3.1. Pengertian Jamban

  Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995). Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu: a.

  Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit, b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman, c. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit, d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

  Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut: a.

  Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering, b.

  Di sekeliling jamban tidak ada genangan air, c. Tidak ada sampah berserakan, d.

  Rumah jamban dalam keadaan baik, e. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat, f. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

  Tersedia alat pembersih, h. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

  Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan : 1.

  Air selalu tersedia di dalam bak atau ember, 2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat,

  3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban,

5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja.

  Jamban yang sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes, 2008) Persyaratan jamban dan urinoir terminal (Chandra, 2007): 1.

  Digunakan jamban tipe leher angsa.

  2. Jamban untuk pria harus terpisah dengan jamban untuk wanita.

  3. Urinoir bersih, tidak berbau, dan memiliki air pembersih yang memadai.

  4. Terminal dengan kapasitas minimal 250 pengunjung harus memiliki 1 urinoir.

  5. Jika pengunjung meningkat menjadi 500 orang , ditambah 1 urinoir.

2.4.2.4. Pembuangan Air Hujan dan Air Kotor (Air Limbah)

  Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry).

2.4.2.4.1. Sumber Air Limbah alam (natural sources) (Suparmin, 2002).

1. Aktivitas Manusia

  Aktivitas manusia yang menghasilkan air limbah sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis aktivitas yang menghasilkan air limbah di antaranya adalah aktivitas dalam bidang rumah tangga, perkantoran, perdagangan, perindustrian, pertanian, dan pelayanan jasa.

2. Aktivitas Alam

  Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan air limbah yang disebut air larian (storm water runoff). Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan merembes ke tanah dan sebagian besar lainnya akan mengalir di permukaan tanah menuju sungai, telaga, atau tempat lain yang lebih rendah. Air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah akan menjadi air permukaan (surface water) yang dapat masuk ke saluran limbah cair rumah tangga (sanitary sewer) yang retak atau sambungannya kurang sempurna, sebagai air luapan (inflow). Air larian yang jumlahnya berlebihan sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan saluran air hujan (storm sewer) teraliri dalam jumlah yang melebihi kapasitas, dan dapat menyebabkan terjadinya banjir.

2.4.2.4.2. Pengolahan Air Limbah

  Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut (Chandra, 2007): Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.

  2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

  3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air dalam penggunaannya sehari-hari.

  4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit.

  5. Tidak terbuka dan harus tertutup.

  6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

2.4.2.4.3. Dampak Buruk Air Limbah

  Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, yaitu (Mukono, 2005):

  1. Terhadap lingkungan Air buangan antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi, bakteriologis yang dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah, atau lingkungan hidup lainnya. Disamping itu kadang-kadang dapat menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan.

  2. Terhadap kesehatan masyarakat Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media tempat berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, terutama penyakit- penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar.

  1. Memiliki sistem pembuangan yang baik 2.

  Terhubung dengan saluran umum atau dengan septic tank sendiri (untuk pembuangan air kotor).

2.4.2.5. Lain –Lain

  Yang termasuk pada bagian ini adalah tempat cuci tangan, alat pemadam kebakaran, dan kotak P3K (Chandra, 2007).

  1. Tempat cuci tangan Tersedia minimal 1 buah tempat cuci tangan untuk umum yang dilengkapi dengan sabun dan serbet.

  2. Pemadam kebakaran Tersedia alat pemadam kebakaran yang dapat dilihat dan dicapai dengan mudah oleh umum. Pada alat ini harus terdapat cara penggunaannya.

  3. Kotak P3K Tersedia kotak P3K minimal 1 buah yang berisi obat-obatan lengkap untuk P3K.

2.5. Bidang Pengawasan Sanitasi Terminal

  Upaya kegiatan serta bidang pengawasan sanitasi terminal menyangkut berbagai aspek, yaitu (Mukono, 2005): Aspek Sosial

  Pendekatan pada aspek sosial merupakan pendekatan edukatif yang ditujukan kepada pengelola dan karyawan terminal. Partisipasi dari pengelola dan karyawan sangat diperlukan, sebab berhasil tidaknya program kegiatan higiene dan sanitasi terminal tergantung atas kesadaran pengelola dan karyawan terminal.

  Diharapkan mereka mengerti dan secara sadar mengetahui bahwa terminal yang tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi akan dapat menimbulkan penyakit bagi masyarakat luas. Partisipasi aktif terutama diharapkan dari pihak pengelola sebagai unsur penentu dan pengawas langsung. Usaha peningkatan pengertian dan kesadaran tentang pentingnya higiene dan sanitasi di terminal akan meningkatkan pula kualitas kesehatan karyawan, pengunjung dan anggota masyarakat lainnya.

2. Aspek Teknis

  Pada dasarnya usaha higiene sanitasi pada terminal adalah usaha yang dilakukan untuk kepentingan bersama, baik untuk masyarakat umum maupun pengelolanya sendiri. Dengan demikian perlu adanya suatu peraturan/persyaratan yang relevan untuk menjaga agar usaha higiene dan sanitasi tidak merugikan masyarakat luas.

  Dalam pelaksanannya penerapan peraturan sering terjadi hambatan dikarenakan faktor-faktor berikut: a.

  Kurang ada pengertian serta kesadaran dari karyawan terminal mengenai peraturan yang menyangkut upaya higiene sanitasi khususnya dalam rangka pemeliharaan kesehatan.

  b.

  Adanya sikap apatis dari sebagian masyarakat tentang adanya peraturan dari 3.

  Aspek Administrasi dan Manajemen Agar dapat berhasil dengan baik maka usaha higiene sanitasi diperlukan perencanaan program yang baik pula. Perlu diingat bahwa program ini akan melibatkan berbagai instansi lain (lintas sektoral), petugas kesehatan, petugas lalu lintas, petugas keamanan, petugas kebersihan, dan petugas lain.

  Beberapa manfaat penting dari pengawasan sanitasi terminal (Mukono, 2005): a. Menjamin kebersihan terminal.

  b.

  Melindungi para pengunjung dari faktor lingkungan yang dapat merugikan kesehatan.

  c.

  Mencegah timbulnya berbagai macam penyakit menular dan penyakit akibat kerja.

  d.

  Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas.

2.6. Manajemen

  Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah managing, sedang pelaksananya disebut manager atau pengelola. Manajemen mempunyai tujuan tertentu dan tidak dapat diraba. Manajemen dapat digambarkan sebagai tidak nyata, karena tidak dapat dilihat, tetapi terbukti oleh dan hasil-hasil produksi serta jasa yang lebih baik (Terry, 1992).

  Seorang manajer harus memiliki salah satu dari tiga kemahiran yang ada, yaitu technical skill, manajerial skill, atau human skill bila menekankan pada aspek hubungan antar manusia (Rais, 1994).

  Keberhasilan manajemen organisasi terminal tergantung pada aspek-aspek (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010): 1.

  Lokasi 2. Dukungan pemerintah sebagai otoritas, eksekutif yang mengatur semua kepentingan stakeholder dan keperluan pembangunan wilayah.

  3. Infrastruktur pelayanan logistik, termasuk dalam hal ini anggaran dana operasional (dalam konteks Negara antara lain APBN/APBD).

  4. Kerjasama antara otoritas dengan berbagai pihak, dalam hal ini kerjasama antara pihak terminal dengan perusahaan bis, penyewa lokasi dan reklame serta pihak lain.

  5. Kualitas sumber daya manusia (SDM) terminal.

  6. Perkembangan sistem informasi manajemen, mekanisme pelaporan, perencanaan, dan pertanggungjawaban (akuntabilitas dan disclosure).

2.6.1. Perencanaan (Planning)

  karena harus selalu diadakan perubahan-perubahan baik mengenai sistemnya maupun materinya (Rais, 1994).

  Perencanaan efektif haruslah didasarkan atas fakta-fakta dan informasi dan tidak atas emosi dan keinginan. Fakta-fakta yang bersangkutan langsung dengan situasi yang dalam pembahasan, dikaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan manajer itu. Cara berfikir reflektif diperlukan: imajinasi dan pandangan ke depan sangat membantu. Dalam perencanaan, para manajer mencoba memandang ke depan, menduga-duga kemungkinan-kemungkinan, bersedia siap untuk hal tak terduga, memetakan kegiatan-kegiatan, dan mengadakan urutan-urutan yang teratur untuk mencapai tujuan-tujuan (Terry, 1992).

  Sebelum menyusun langkah-langkah perencanaan perlu disadari akan adanya tantangan sebagai titik tolak kegiatan tersebut dan kangkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut (Rais,1994): 1.

  Menenukan terlebih dahulu tujuan dan sasaran dari organisasi secara keseluruhan, kemudian ditentukan sasaran yang ada pada setiap unit yang ada, sehingga akan terjadi suatu kebulatan perencanaan dalam seluruh organisasi.

2. Menentukan premis-premis (ramalan) yang berhubungan bila terjadi masalah- masalah yang kritis yang mungkin terjadi di kemudian hari.

2.6.2. Pengorganisasian (Organizing)

  Pengorganisasian adalah proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer.

  Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber dilaksanakan dengan berhasil. Seorang manajer harus mengetahui kegiatan-kegiatan apa yang akan diurus, siapa yang membantu dan siapa yang dibantu, saluran-saluran komunikasi, pengelompokan pekerjaan yang diikuti, hubungan-hubungan antara kelompok-kelompok kerja yang berbeda-beda susunan umum dari kelompok kerja itu (Terry, 1992).

  Pengorganisasian yang dilaksanakan oleh manajer sebagai proses kegiatan secara keseluruhan akan mendatangkan banyak keuntungan, antara lain (Rais, 1994):

  1. Setiap anggota yang ada di dalam suatu struktur organisasi akan mengetahui apa saja yang menjadi tugasnya dan kegiatan apa yang harus dilaksanakan.

  2. Hubungan kerja, tanggung jawab dan kewenangan diantara para anggota ditentukan secara jelas, sehingga tidak akan terjadi kegiatan yang tumpang tindih.

  3. Kegiatan para anggota berdasarkan struktur yang ada dikoordinasikan sehingga akan terdapat kesatuan bertindak secara bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan yang efisien dan efektif atau berhasil guna dan berdaya guna.

  4. Pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dapat dilaksanakan secara jelas dan tepat berdasarkan struktur organisasi yang telah disusun, sehingga anggota organisasi dijabat oleh orang yang tepat berdasarkan kemampuannya sehingga kegiatannya tidak tergantung semata-mata dari niat baik tetapi berdasarkan

  5. Para pekerja dan alat perlengkapan yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik- baiknya, dan pemborosan dapat diperkecil.

2.6.3. Penggerakan (Actuating)

  Penggerakan ialah pendorong semangat kerja dan menggiatkan bawahan agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang tertentu sesuai dengan fungsi merencanakan oleh seorang manajer. George Terry menyatakan bahwa actuating adalah tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok suka berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran. Actuating banyak berhubungan dengan faktor manusia, dimana “Human Relations” peranannya amat menonjol dan segi seni dari manajemen sangat memegang peranan yang penting (Rais, 1994).

  Penggerakan sangat erat hubungannya dengan motivasi. Motivasi dapat didefinisikan sebagai membuat seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan semangat, karena orang itu ingin melakukannya. Tugas manajer adalah menciptakan kondisi- kondisi kerja yang akan membangkitkan dan memelihara keinginan yang bersemangat. Seorang manajer yang tidak bermotivasi untuk kemajuan dan berhasil, akan mendapatkan hal yang sangat sulit untuk memotivasi orang-orang lain (Terry, 1992)

2.6.4. Pengawasan (Controlling)

  Seorang manajer mengelola agar tercapai hasil-hasil yang diingini atau direncanakan. Keberhasilan atau kegagalan yang disajikan hasil-hasil ini dipertimbangkan dari segi tujuan yang sudah ditentukan. Hal ini mencakup pengawasan, yaitu mengevaluasikan pelaksanaan kerja dan, jika perlu, memperbaiki Pengawasan adalah dalam bentuk pemeriksaan untuk memastikan, bahwa apa yang sudah dikerjakan adalah juga dimaksudkan untuk membuat sang manajer waspada terhadap suatu persoalan potensial sebelum persoalan itu menjadi serius (Terry, 1992).

2.7. Persepsi

  Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan sangat cepat dan kadang tidak kita sadari, di mana kita dapat mengenali stimulus yang kita terima.

  Persepsi yang kita miliki ini dapat mempengaruhi tindakan kita. Robbin dalam

  Notoadmodjo (2005), mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan untuk memberi makna terhadap lingkungannya (Notoadmodjo, 2005).

  Untuk mempelajari persepsi, kita dapat membaginya menjadi dua bagian besar, yaitu proses sensasi atau merasakan (sensation) yang menyangkut proses sensoris dan proses persepsi yang menyangkut interpretasi kita terhadap objek yang kita lihat atau kita dengar atau kita rasakan (Notoadmodjo, 2005):

1. Sensasi

  Sebuah objek berupa stimulus fisik diterima oleh pancaindra kita melalui elemen sensitif yang disebut reseptor. Reseptor ini berhubungan dengan saraf otak.

  Ketika indra kita dirangsang oleh suatu objek fisik, maka akan terjadi sensasi sesuai dengan indra yang dirangsang. Energi fisik yang kita peroleh dari luar harus diubah menjadi aktivitas pada sistem saraf kita.

  2. Persepsi menginterpretasikan stimulus yang tersebut. Interpretasi adalah apa yang keluar dari kepala kita, sedangkan sensasi adalah apa yang kita terima dari luar dan masuk ke kepala kita.

  Proses pertama yang harus kita lalui dalam mempersepsikan suatu objek adalah perhatian. Tanpa memusatkan perhatian pada suatu objek, maka kita tidak dapat memersepsikannya. Pemusatan perhatian adalah suatu usaha dari manusia untuk menyeleksi atau membatasi segala stimulus yang ada untuk masuk dalam pengalaman kesadaran kita dalam rentang waktu tertentu.

2.8. Peran Serta (Perilaku)

  Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing- masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2003).

2.9. Kerangka Konsep

  Manajemen sanitasi terminal Sanitasi Terminal 1.

  Bagian luar bangunan terminal Terminal memenuhi a. Tempat parkir syarat berdasarkan b. UU No. 11 Tahun

  Pembuangan sampah 1962 c. Penerangan 2.

  Bagian dalam bangunan terminal a.

  Gedung perkantoran Terminal tidak memenuhi syarat b.

  Ruang tunggu berdasarkan UU No.

  11 Tahun 1962 c. Jamban dan urinoir d.

  Pembuangan air hujan dan air kotor e.

  Tempat cuci tangan f. Pemadam kebakaran g.

  Kotak P3K 1.

  Persepsi pekerja tentang sanitasi terminal

  2. Peran serta pekerja dalam upaya pemeliharaan sarana sanitasi terminal

Dokumen yang terkait

Higiene Dan Sanitasi Serta Perilaku Karyawan Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Lingkungan Terminal Pelabuhan Roro Kota Dumai Tahun 2012

3 49 114

Analisis Sanitasi Lingkungan Terminal Kendaraan Bermotor Di Kota Medan Tahun 2012

16 163 126

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 2 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan 2.1.1. Pengertian Higiene - Higiene Sanitasi Pembuatan dan Analisis Keberadaan Tawas Serta Pengawasan dan Distribusi Ikan Asin Kota Sibolga Tahun 2012

0 1 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi - Hygiene Sanitasi dan Analisa Kandungan Boraks pada Bakso Bakar yang Dijual Disekitar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012

0 3 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene dan Sanitasi 2.1.1. Pengertian Higiene dan Sanitasi - Analisis Escherichia coli dan Higiene Sanitasi pada Minuman Es Teh yang Dijual di Pajak Karona Jamin Ginting Kecamatan Medan Baru Tahun 2013

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hygiene dan Sanitasi Makanan - Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak Di Pt.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

2 8 40

Higiene Dan Sanitasi Serta Perilaku Karyawan Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Lingkungan Terminal Pelabuhan Roro Kota Dumai Tahun 2012

0 0 13

Higiene Dan Sanitasi Serta Perilaku Karyawan Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Lingkungan Terminal Pelabuhan Roro Kota Dumai Tahun 2012

0 0 26

Analisis Sanitasi Lingkungan Terminal Kendaraan Bermotor Di Kota Medan Tahun 2012

0 0 21