BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Sains Anak Usia Dini 1. Pengertian Sains - BAB II ANINDITA DWI SUSANTI PGPAUD'16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Sains Anak Usia Dini 1. Pengertian Sains Pada dasarnya anak usia dini sudah memiliki kecenderungan dan

  kemampuan berpikir kritis. Hal itu terjadi ketika anak selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Kecenderungan anak memberi arti pada berbagai hal dan kejadian di sekitarnya merupakan indikasi dari kemampuan berpikirnya. Kecenderungan ini dapat kita temukan pada seorang anak yang memandang berbagai benda di . sekitarnya dengan penuh rasa ingin tahu Dengan penyediaan pengalaman langsung melalui pembelajaran sains, kekuatan intelektual anak menjadi terlatih secara simultan dan terus menerus. Dengan sering mengamati, maka kemampuan sains anak akan berkembang. Karena pada dasarnya anak usia taman kanak-kanak telah memiliki kemampuan dasar tentang lingkungan dan alam sekitarnya, yang dikenal dengan pengetahuan alam.

  Sains berasal dari bahasa Inggris “science”. Sciencesendiri berasal dari katabahasa latin “scientia” yang berarti sayatahu. Science terdiri dari

  social science (ilmu pengetahuan sosial)dan natural science (ilmu

  pengetahuan alam). Namun sekarang, dalamperkembangannnya science sering diterjemahkan sebagai sainsyang berarti ilmu pengetahuan alam(Trianto, 2011:136).

  Menurut Putra (2013: 41) sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian, atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi, yang didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Dengan ungkapan lain sains adalah cara pemerolehan ilmu pengetahuan dengan metode tertentu . Sains juga dianggap sebagai aplikasi, dengan penguasaan pengetahuan dan produk, sains dapat digunakan untuk menjelaskan, mengolah dan memanfaatkan, memprediksi fenomena alam serta mengembangkan disiplin ilmu lainnya dan teknologi.

  Hal yang sama juga diungkapkan oleh Fisher (dalam Nugraha, 2005: 4) bahwa sains adalah sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan pada pengamatan dengan penuh ketelitian.

  Sedangkan menurut Sumanto dkk (dalam Putra, 2013: 40) sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.

  Carson (dalam Nugraha, 2005: 14) melengkapi pendapat diatas bahwa sains untuk anak usia dini adalah segala sesuatu yang menakjubkan, sesuatu yang ditemukan dan dianggap menarik serta memberi pengetahuan atau merangsangnya untuk mengetahui dan menyelidikinya.

  Dari seluruh pendapat para tokoh mengenai pengertian sains, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan sains anakadalah kemampuan seorang anak dalam memahami lingkungan dan alam sekitarnya yang dapat dibuktikan kebenarannya dengan cara melalui kegiatan mengamati,mengklasifikasikan, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan dan mengaplikasikannya berdasarkan pengalaman kegiatan pembelajaran sains yang dilakukan.

2. Tujuan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini

  Menurut Nugraha (2005: 29) tujuan pembelajaran sains bagi anak TK adalah untuk membantu pemahaman anak tentang konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-sehari, membantu melekatkan aspek-aspek yang terkait dengan keterampilan proses sains, sehingga pengetahuan dan gagasan tentang alam sekitar dalam diri anak menjadi berkembang. Membantu menumbuhkan minat pada anak untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitar anak, memfasilitasi dan mengembangkan sikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, bekerjasama dan mandiri dalam kehidupannya. Membantu anak agar mampu menerapkan berbagai konsep sains untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Membantu anak agar mampu menggunakan teknologi sederhana yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari serta membantu anak untuk dapat mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan tuhan yang maha esa.

  Tujuan pembelajaran sains menurut Suyanto (2005: 83) yaitu dapat memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada di sekitarnya. Anak belajar menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.

  Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan, dan mendengar. Melalui proses sains, anak dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih anak menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak berpikir logis. Dalam pembelajaran sains anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk melakukan pengukuran, alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur non standar, seperti jengkal, depa atau kaki.

  Selanjutnya anak akan berlatih menggunakan alat ukur standar seperti mistar, meteran, atau timbangan. Anak-anak secara bertahap berlatih menggunakan satuan seperti cm, kg, liter, dan meter yang akan memudahkannya untuk berpikir logis dan rasional. Dengan demikian sains juga mengembangkan kemampuan intelektual anak.

  Menurut Putra (2013: 40) pembelajaran sains memiliki tujuan bagi anak untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, karena pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar anak mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

  Leeper (dalam Nugraha, 2005:28)melengkapi pendapat diatas bahwa pengembanganpembelajaran sains pada anak usia dini hendaklah ditujukan untukmerealisasikan empat hal, yaitu: a.

  Pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak- anakmemiliki kemampuan memecahkan masalah yangdihadapinya melalui penggunaan strategi pembelajaran sains,sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalammenyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya.

  b.

  Pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak- anakmemiliki sikap-sikap ilmiah. Hal yang mendasar,misalkan: tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan dapatmelihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hatiterhadapinformasi-informasi yang diterimanya serta bersifatterbuka c. Pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak- anakmendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah (yanglebih dipercaya dan baik), maksudnya adalah segala informasiyang diperoleh anak berdasarkan pada standar keilmuan yangsemestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasiltemuan dan rumusan yang objektif serta sesuai dengan kaidah-kaidahkeilmuan yang menaunginya d.

  Pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak- anakmenjadi lebih berminat dan tertarik untuk menghayatisains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alamsekitarnya

  Dari seluruh pendapat para tokohtersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran sains pada anak usia dini adalah untuk membantu pemahaman anak tentang konsep sains danketerkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, membantu melekatkan aspek-aspek yang terkait dengankemampuan proses sains, produk sains, dan sikap sains. Membantu anak untuk dapat mengenal dan memupuk rasa cintaterhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dankeagungan Tuhan Yang Maha Esa dan mempersiapkan anak menjadi warga negara yang paham sainsdan teknologi.

3. Tahap Perkembangan Sains

  Tahap atau proses perkembangan sains (dalam Yuliani dkk, 2009 : 12.5) bahwa penemuan ilmiah secara bersama-sama antara guru dan anak di sekolah ataupun antara anak dan orang tua di rumah dapat dilakukan antara lain dengan mengamati sesuatu atau mendengarkan pertanyaan dan pendapat anak. Mencari tahu tentang apa yang membuat anak tertarik dan membuat rencana untuk mewujudkan ketertarikan tersebut.

  Nugraha (2005 : 117-123) menguraikan kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan sains pada anak usia dini, tahap pengembangan perencanaan sains terdapat dalam pemilihan dan penentuan format, bahwa komponen-komponen format perencanaan pada pembelajaran sains adalah sebagai berikut : a.

  Rumusan tujuan Berdasarkan pemahaman terhadap tingkat perkembangan, kebutuhan dan perkembangan individual anak. Untuk pembelajaran sains, guru memilih bahan dari kurikulum/program sains yang telah ada. Jika hal tersebut memang telah tersedia guru dapat dengan merumuskan sendiri dengan mengacu rambu-rambu yang semestinya.

  b.

  Material yang dibutuhkan Jika rumusan tujuan yang dibuat benar dan sempurna akan menunjukan, menggambarkan dan dapat memprediksi berbagai kebutuhan yang akan digunakan. Semua peralatan disediakan pada saat pembelajaran sains akan dilakukan sehingga tujuan yang telah dirancang dapat tercapai.

  c.

  Penyiapan anak dan setting lingkungan Kegiatan yang terkait dengan penyiapan anak meliputi penyiapan emosi, pengenalan peraturan, pembagian kerja, pembagian kelompok, dan sebagainya. Adapun yang telah terkait dengan setting lingkungan, menyiapkan lingkungan atau tempat yang akan digunakan dalam melakukan eksperimen dan pengkajian sains. d.

  Pengembangan kegiatan Pembagian kegiatan yaitu identifikasi secara jelas yang dilakukan oleh anak juga guru dalam pembelajaran sains. Baik pada kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir atau evaluasi pada proses pembelajaran.

  e.

  Penguatan dan penghargaan Pembelajaran yang bernilai edukatif yaitu kegiatan yang dapat menimbulkan gairah belajar anak. Salah satu alat yang dapat digunakan yaitu dengan menyediakan berbagai variasi penguatan dan penghargaan, sehingga kemajuan dan motivasi anak makin meningkat.

  Berbagai penguatan dilakukan melalui ucapan, gerakan atau menunjukan peran positif pada anak.

  f.

  Melakukan tindakan pengayaan Kebermaknaan suatu studi sains akan semakin tinggi jika para guru menyediakan program pengayaan yang direncanakan tidak selalu dalam bentuk formal, bahkan yang terbaik dalam bentuk menyenangkan.

  g.

  Lembar kerja anak Agar proses produk dan sikap sains dapat lebih melekat dan terorganisasi secara baik, hendaklah guru setiap kali menyelenggarakan kegiatan sains bersama anak selalu menyiapkan lembar kerja anak. Hal ini sangat membantu dalam memperoleh data untuk evaluasi dan pengambilan keputusan dari anak dapat melaksanakan kegiatan sains secara terkontrol, sistematis dan bertanggungjawab, bagi guru juga akan memudahkan dalam mendeteksi setiap kekeliruan yang terjadi.

  Menurut Suyanto (2005: 83) mengemukakan bahwa kegiatan pengenalan sains untuk anak TK lebih ditekankan pada proses daripada produk. Tahapan sains dikenal dengan metode ilmiah, yang secara garis besar meliputi: observasi, menemukan masalah, melakukan percobaan, menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.

4. Pengembangan Kemampuan Sains bagi Anak Usia Dini

  Pengenalan sains untuk pengembangan kemampuan sains terhadap anak usia dini lebih ditekankan pada proses daripada produk. Proses sains sendiri dikenal dengan metode ilmiah, yang secara garis besar meliputi observasi, menemukan masalah, melakukan percobaan, menganalisis data, yang selanjutnya mengambil kesimpulan. Untuk anak usia dini, pengembangan kemampuan pembelajaran sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil bermain dan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak (Suyanto, 2005: 83).

  Menurut Piaget (dalam Suyanto, 2008: 86-93) kegiatan pengenalan pembelajaran sains untuk anak usia 5-6 tahun sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Anak usia TK berada pada fase perkembangan pra operasional dan konkrit operasional, untuk itu kegiatan sains sebaiknya memiliki kriteria yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan tersebut, yaitu bersifat konkrit. Bersifat konkrit artinya pada kegiatan pembelajaran dilakukan sambil bermain dengan benda- benda konkrit (nyata). Tidak dianjurkan menjejali anak dengan konsep- konsep abstrak, tetapi menyediakan berbagai benda-benda dan fasilitas lainnyayang di perlukan agar anak dapat menemukan sendiri konsep tersebut.

  Hubungan sebab akibat harus terlihat secara langsung, anak usia 5- 6 tahun masih sulit menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung karena pikiran mereka yang bersifat transduktif, anak tidak dapat menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung.

  Memungkinkan anak untuk melakukan eksplorasi, kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda yang ada disekitarnya. Guru dapat menghadirkan objek dan fenomena yang menarik di TK.

  Kegiatan pembelajaran sains harus memungkinkan anak untuk mengonstruksi pengetahuan sendiri, melatih anak untuk mengingat berbagai objek, melatih anak mengonstruksi pengetahuan berdasarkan objek, oleh karena itu kegiatan pengenalan sains tidak cukup dengan memberitahu, definisi atau nama-nama objek, tetapi untuk memungkinkan anak berinteraksi langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan dengan berbagai inderanya dari objek tersebut. Lebih menekankan pada proses daripada produk, melakukan kegiatan eksplorasi dengan benda- benda lebih menyenangkan bagi anak, karena anak tidak berfikir hasilnya. Biarkan anak secara alami menemukan berbagai pengertian dari interaksinya bermain dengan berbagai benda. Anak usia dini dalam pembelajaran sains, proses lebih penting dibandingkan produk.

  Kegiatan sains juga harus memungkinkan anak menggunakan bahasa dan matematika, anak dapat menceritakan hasil eksplorasinya kepada temannya melalui bahasa, anak melakukan pengukuran menggunakan bilangan, dan membaca angka (matematika). Anak dapat juga menggambarkan objek yang diamatinya, dan mewarnai gambarnya (seni).Menyajikan kegiatan yang menarik (the wonder of science), anak TK yang masih memiliki pikiran magis (magical reasoning) akan sangat menyukai berbagai percobaan yang menarik seperti sulap.Jadi pada dasarnya konsep ilmu pengetahuan dapat dipelajari melalui pengalaman sehari-hari yang nyata dan sederhana. Suasana yang menarik dan menyenangkan akan memotivasi anak untuk terus menerus mencari jawaban terhadap apa yang ia pikirkan. Anak-anak yang telah termotivasi biasanya akan selalu bergerak untuk bereksplorasi dimanapun ia berada, baik dirumah ataupun disekolah.

  Menurut Sujiono (2009: 12) pengembangan kemampuan sains pada anak usia dini sangat tergantung pada pengalaman usia dan tingkat perkembangannya, yaitu: a.

  Pada tahap usia 3-4 tahun Dalam usia ini anak mulai menjelajah dan melakukan penelitian terhadap apa yang ia lihat disekitarnya. Lebih menyukai aktifitas fisik dan penjelajahan melalui panca indera mereka sudah mulai mampu menerima informasi yang berhubungan langsung dengan pengalaman yang diperoleh melalui percakapan atau buku- buku dengan tulisan sederhana, menyukai ilmu pengetahuan dan mau bekerja sama dengan orang dewasa. Banyak bertanya tentang apapun tetapi tidak pernah puas dengan jawaban yang diberikan, mereka menghubungkan atau mempertanyakan tentang hubungan sebab- akibat dengan pertanyaan mengapa begini? Mengapa begitu? bagaimana terjadinya? Siang dan malam dan berkembangnya kemampuan berbahasa, mau melakukan diskusi tetapi masih sulit dalam mengucapkan kata-kata. Memerlukan orang dewasa untuk selalu mendengarkan dan mengerti apa yang mereka ucapkan.

  b.

  Tahap usia 4-5 tahun Mulai mengerti tentang banyak hal seperti informasi yang berhubungan dengan kejadian di dunia sekitarnya. Memahami apa yang dimaksud dengan penelitian dan kebermaknaan dan mampu menemukan penjelajahan mereka. Secara umum mereka lebih menyukai percobaan-percobaan dengan bantuan orang dewasa, mulai mampu membuat ramalan atau perkiraan terhadap berbagai peristiwa yang akan terjadi, suka memikirkan penjelasan dari apa yang mereka teliti, baik itu fakta ataupun imajinasi. Menikmati percakapan dengan anak-anak dan mulai secara spontan berbagi dan mengambil keputusan. c.

  Tahap usia 5-6 tahun Anak mampu merencanakan penelitian yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Dapat mengikuti tahap tujuan dan menikmati beberapa penelitian langsung dari guru, memiliki perhatian yang intens untuk berbagi aktifitas sains, mereka mulai dapat menikmati kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu beberapa hari. Dapat bekerjasama dengan lima atau enam anak, mengikuti aturan- aturan yang ditetapkan dalam kelompok dan mau mendengar ide yang diucapkan oleh anggota kelompok lainnya. Tertarik pada buku-buku yang berhubungan dengan aktifitas dari praktik sains dengan beberapa ilustrasi-ilustrasi berupa gambar. Mulai dapat memahami konsep sains yang bersifat abstrak, tetapi tetap dengan contoh-contoh nyata yang konkrit dan praktek langsung dan senang menggunakan gambar- gambar dan menulis berbagai pengalaman yang mereka dapatkan dalam praktek sains yang telah dilakukan.

  Menurut Yuliani (2009: 12) pengembangan kemampuan sains pada anak yaitu dapat dilakukan secara bersama-sama antara guru dengan anak disekolah ataupun antara anak dengan orang tua dirumah dapat dilakukan antara lain dengan mengamati sesuatu atau mendengarkan pertanyaan dan pendapat anak. Mencari tahu tentang apa yang membuat anak tertarik dan membuat rencana untuk mewujudkan ketertarikan tersebut.Bicarakan penemuan-penemuan yang menarik perhatian anak, misalnya tentang proses terbentuknya bumi yang kita tempati ini dan sebagainya.

B. Metode Eksperimen Tentang Membatik Pada Anak Usia Dini 1. Metode Eksperimen

  Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan sebuah cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan (Moeslichatoen, 1999: 7).

  Menurut Trianto (2011: 87) metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ada beberapa metode pengajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di TK, salah satunya adalah metode eksperimen.

  Metode eksperimen menurut Putra (2013: 132) adalah sebuah metode pembelajaran dimana siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri.

  Menurut Dagun (2006: 207) metode eksperimen merupakan metode pokok untuk mengungkapkan dan menguji suatu kebenaran dengan jalan percobaan.

  Trianto (2011: 196) melengkapi pendapat diatas bahwa metode eksperimen adalah suatu metode mengajar yang menggunakan cara terntentu dan dilakukan lebih dari satu kali, misalnya di laboratorium.

  Sedangkan Schoenherr (dalam Trianto, 2011: 199) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains karena metode eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan sains secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya.

  Agar memperoleh hasil yang diharapkan dalam menggunakan metode eksperimen, menurut Putra (2013: 136) ada tiga langkah yang harus diperhatikan, yaitu: a.

  Persiapan eksperimen Dalam persiapan maka terlebih dahulu menetapkan tujuan eksperimen, mempersiapkan berbagai alat atau bahan yang diperlukan, menyiapkan tempat eksperimen, mempertimbangkan jumlah siswa dengan alat atau bahan yang ada serta daya tampung eksperimen, mempertimbangkan apakah dilaksanakan sekaligus atau secara bergiliran, dan kemudian perhatikan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari resiko yang merugikan dan berbahaya.

  b.

  Pelaksanaan eksperimen Setelah semua persiapan kegiatan selesai, maka langkah selanjutnya adalah siswa memulai percobaan. Saat siswa melakukan percobaan, guru mendekatinya untuk mengamati proses percobaan serta memberikan dorongan dan bantuanterhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa sehingga eksperimen tersebut dapat diselesaikan dan berhasil. Kemudian selama eksperimen berlangsung, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan sehingga jika terjadi hal-hal yang menghambat maka bisa segera diselesaikan.

  c.

  Tindak lanjut eksperimen Setelah eksperimen dilakukan, kegiatan selanjutnya yaitu siswa mengumpulkan laporan eksperimen untuk diperiksa guru, mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen serta memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan sekaligus peralatan yang digunakan.

  Sedangkan menurut Roestiyah (2001: 81) langkah-langkah pembelajaran dengan metode eksperimenadalah sebagai berikut: a.

  Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen,mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen b.

  Memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat.

  c.

  Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen d.

  Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau sekedar tanya jawab

  Palendeng (dalam Trianto, 2011: 199-200) melengkapi pendapat diatas bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan metode eksperimen meliputi percobaan awal dengan melakukan percobaan yang di demonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam, kemudian pengamatan dimana siswa terlebih dahulu mengamati saat guru melakukan percobaan, selanjutnya siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil pengamatannya, setelah itu siswa baru melakukan verifikasi kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok, siswa diharapkan merumuskan hasil percobaan dan membuat kesimpulan selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya, setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupannya, kegiatan yang terakhir adalah mengevaluasi setelah selesai satu konsep tersebut.

  Seperti halnya dengan metode-metode yang lain, metode eksperimen juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Putra (2013: 138) kelebihan metode eksperimen yaitu dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima informasi dari guru atau buku. Siswa dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi atau menjelajahi tentang ilmu dan teknologi. Dengan metode eksperimen, akan terbina manusia yang dapat menghadirkan terobosan-terobosan baru dari penemuan sebagai hasil percobaan. Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen. Siswa terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan saat percobaan. Siswa dapat memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realitas, dan menghilangkan verbalisme.

  Selain kelebihan, metode eksperimen juga memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap siswa berkesempatan mengadakan eksperimen, jika eksperimen memerlukan waktu yang lama siswa harus menanti untuk melanjutkan pelajaran, kesalahan dan kegagalan siswa yang tidak terdeteksi oleh guru dalam bereksperimen berakibat siswa keliru dalam mengambil kesimpulan, dan juga seringkali mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksperimen karena guru dan siswa kurang berpengalaman dalam melakukan eksperimen.

  Sedangkan menurut Trianto (2011: 198) kelebihan metode eksperimen yaitu dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya, membina siswa untuk membuat terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, dan juga hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.

  Kekurangan dari metode eksperimen adalah metode ini lebih sesuai untuk bidang-bidang sains dan teknologi, metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan kadang kala mahal harganya, metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan, selain itu percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan.

  Yamin (2012: 153) juga berpendapat tentang kelebihan dan kekurangan metode eksperimen. Menurutnya, kelebihan metode eksperimen dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku, memotivasi anak untuk mengeksplorasi tentang ilmu dan teknologi, dapat membina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan. Sedangkan kekurangan dari metode eksperimenyaitu tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak berkesempatan mengadakan eksperimen, memerlukan jangka waktu yang lama, dan juga metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu sains dan teknologi

2. Eksperimen Tentang Membatik Pada Anak Usia Dini

  Mengenai pengertian membatik, Sari (2013: 3) berpendapat bahwa “Membatik adalah sebuah teknik menahan warna dengan lilin malam secara berulang-ulang di atas kain. Lilin malam digunakan sebagai penahan untuk mencegah agar warna tidak menyerap ke dalam serat kain di bagian-bagian yang tidak dikehendaki”. Pengertian membatik dari sebuah penelitian yaitu “Batik is a fabric dying method

  

using wax / paste to create patterns and designs. This method makes use

of a resist technique; applying areas of cloth with wax or paste (a dye-

resistant substance) to prevent them from absorbing colors when the

cloth is dipped into dye. Not only as a dye-resistant substance, the wax

/paste applied is also used to control colors from spreading out from a

particular area to create motif when the dye is painted” (Oparinde, 2012:

  32). Dengan kata lain yaitu batik adalah metode pembuatan kain menggunakan lilin/ pasta untuk membuat pola dan desain. Metode ini membuat penggunaan teknik, menerapkan bidang kain dengan lilin atau pasta (zat pewarna tahan) untuk mencegah kain menyerap warna ketika kain dicelupkan ke dalam pewarna. Tidak hanya sebagai zat pewarna tahan, lilin/ pasta diterapkan juga untuk mengontrol warna dari menyebar keluar dari daerah tertentu untuk menciptakan motif ketika pewarna dicat.

  Menurut Hajar Pamadhi (2008: 28) aktivitas membatik merupakan kegiatan naluriah atau alami bagi anak, karena hampir setiap hari anak melakukan ini untuk bercerita dengan orang lain. Aktivitas membatik adalah kegiatan manusia untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dialaminya baik mental maupun visual dalam bentuk garis dan warna (Depdikbud, 2005: 47). Dikatakan pula bahwa membatik adalah proses mengungkapkan ide, angan-angan, perasaan, pengalaman dan yang dilihatnya dengan menggunakan jenis peralatan tertentu.

  Aktivitas membatik adalah suatu kegiatan seni lukis yang merupakan bahasa visual dan merupakan salah satu media komunikasi (Nisa, 2013: 10). Artinya bahwa anak dapat berkomunikasi melalui gambar yang ia buat sendiri. Pembelajaran di TK aktivitas membatik yang digunakan antara lain: jenis pola gambar bebas, menggambar imajinatif. Kegiatan atau aktivitas membatik bagi anak adalah media berekspresi dan berkomunikasi yang dapat menciptakan suasana aktif, asyik, dan menyenangkan anak (Depdikbud, 2005: 47). Melalui aktivitas membatik anak dapat mencurahkan segala isi hatinya dalam bentuk pola atau gambar, sehingga apa yang ia inginkan, apa yang ia senangi, bahkan apa yang tidak disenangi dapat disalurkan dalam bentuk gambar (Sumanto, 2005: 21).

  Pada usia ini perlu dikenalkan tentang membatik, yaitu agar anak dapat mengenal batik dan juga mencintai budaya batik yang sudah mendunia sejak dini. Membatik yang dikenalkan pada anak usia dini merupakan kegiatan membatik yang sederhana, yaitu menggunakan media yang sederhana dan yang aman bagi anak. Di sini kegiatan membatik yang dilaksanakan tidak seperti yang dilakukan pada orang dewasa. Bagi anak usia dini adalah anak mengoleskan perintang pada kain sebelum diberi warna. Pemberian perintang pada kain untuk anak usia dini dilakukan tidak menggunakan lilin panas, karena berbahaya bagi anak, sehingga digunakan pewarna makanansebagai gantinya (Rahayu, 2010: 89).

  3. Langkah-langkah Dalam Kegiatan Membatik Dengan Media Tissu dan Pipet Pada Usia Dini

  Sebagai permulaan guru menunjukkan alat dan bahan konkrit untuk diperlihatkan pada anak didik untuk membatik seperti tissu, pipet, dan pewarna makanan. Guru mencampurkan air dan pewarna makanan ke dalam gelas plastik, selanjutnya meneteskan ke tissu dengan menggunakan pipet, maka akan membentuk pola atau gambar. Selanjutnya anak diminta untuk membuat pola atau gambar sesuai dengan kemampuan sains anak. Kemudian anak diajarkan untuk membuat yang sama dengan contoh atau membuat bentuk lain sesuka anak. Guru membebaskan apapun yang dibuat anak, guru tidak boleh membatasi atau menyalahkan apapun yang dibuat anak agar kreatif mereka dapat berkembang.

  Sebaiknya membatik dengan media tissu dan pipet dilakukan di bangku/ meja, sehingga anak dengan leluasa, dapat duduk dengan nyaman dan dapat menikmati membatik dengan media tissu dan pipet sesuai khayalan anak.

  4. Tujuan dan Manfaat Dalam Kegiatan Membatik Dengan Media Tissu dan Pipet Pada Usia Dini

  Menurut Sumanto (2005: 191) tujuan dalam pembelajaran seni rupa (membatik, melukis) di TK adalah: a. Agar pembelajaran bisa lebih efektif, dengan lingkungan yang sudahdikenal anak maka anak dapat menerima dan menguasai dengan baik.

  b. Agar pelajaran jadi relefan dengan kebutuhan siswa sesuai dengan minatdan perkembangannya.

  c. Agar lebih efisien murah, terjangkau dan tidak berbahaya yakni dengan menggunakan tissu dan pipet.

  Pembelajaran yang disukai anak, maka kegiatan membaik dengan media tissu dan pipet sangat tepat untuk langkah awal pembentukankemampuan sains karena diawali dengan proses mencampurkan pewarna ke dalam air dan langsung di masukkan ke dalam pipet selanjutnya diteteskan ke tissu yang akan membentuk pola atau gambar.

  Menurut E.Foreman (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009: 5.6) menyatakan bahwa pengetahuan bukan hanya berupa peniruan dari lingkungan anak melainkan lebih kepada mengonstuksi pemikiran.

  Furth (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009: 5.6) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil dari pengonstruksian pemikiran secara aktif dengan membuat hubungan antara obyek satu dengan obyek lainnya.

  Menurut Foreman (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009: 5.7) membatik dengan media tissu dan pipet juga mempelajari bagaimana obyek dapat berubah posisi dan bentuknya, sesuai keinginan atau khayalan anak menurut teori perubahan / transformasi.

5. TahapanAktivitas Membatik Pada Usia Dini

  Menurut Victor Lowenfeld (Depdiknas, 2005: 31) tahapan atau periodesasi aktivitas membatik anak-anak adalah (1) masa goresan sekitar usia 2-4 tahun, (2) masa prabagan usia 4-7 tahun, (3) masa bagan umur 7-9, (4) masa permulaan realism umur 9-11 tahun, (5) masa realism semu umur 11-13 tahun. Oleh karena itu, anak usia dini berada pada masa goresan dan masa prabagan.

  Keterangan mengenai tahapan anak yang berada pada masa goresan adalah ketika pertama kali anak-anak mencoba menggoreskan alat tulis pada kertas bertujuan untuk meniru perbuatan orang yang lebih tua dari mereka. Goresan ini belum membentuk suatu ungkapan obyek, tetapi lebih merupakan ekspresi spontan yang berfungsi melatih koordinasi antara motorik halus, otot tangan dan lengan dengan gerak mata. Bentuk goresan biasanya berupa garis-garis mendatar, tegak, dan melingkar-lingkar dan belum bervariasi. Aktivitas membatik seperti ini dilakukan oleh anak dalam waktu yang tidak terlalu lama, dan kadang- kadang dilakukan sambil makan, menyanyi atau aktivitas yang lain.

  Apabila pada saat aktivitas membatik berlangsung lalu anak ditanya tentang gambar atau pola yang dibuat, maka ia akan memberikan nama sesuai dengan apa yang ia pikirkan saat itu. Label gambar atau pola ini sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan imajinasinya (Dirjen Dikti, 2005: 31).

  Masa prabagan sangat dipengaruhi oleh pengalaman pada masa goresan yang selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan yang dapat dikaitkan dengan bentuk atau obyek tertentu. Tahapan perkembangan aktivitas membatik anak dapat dilihat dariperkembangan gambar/pola anak. Saiful Haq (2009: 8) ada lima tahapan yaitu Scrible

  

Stage, yaitu masa corengan pada usia 2-4 tahun diawali dengan memberi

  judul pada gambar atau pola namun anak tidak yakin dengan judul yang dibuatnya.Tahap berikutnya Pre- Schematic Stage, yaitu masa pra-bagan pada usia 4-7 tahun yang diawali dengan anak suka membatik simbol figur. Tahap selanjutnya Schematic Stage, yaitu masa bagan pada usia 7- 9 tahun yang diawali dengan anak membatik dengan bentuk yang lengkap dengan cerita dan sudah mulai ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Sejalan dengan itu berkaitan dengan tipologi dan gaya karya senirupa anak-anak, secara umum anak juga mengalami masa atau tahapan dalam membatik. Pada masa peka itulah anak-anak mengalami masa keemasan ekspresi kreatif (Depdiknas, 2005: 32). Masa keemasan ekspresi kreatif yaitu masa sebelum anak dapat menerima pengaruh norma cipta yang berlaku pada orang dewasa. Orangtua atau guru dapat memanfaatkan masa keemasan tersebut untuk membantu anak dalam mendapatkan kesempatan berekspresi secara kreatif.

  Sedangkan menurut Rhoda Kellog dan Scott (dalam Desmita,2008 : 91) mengemukakan bahwa membatik untuk anak sama dengan menggambar dan membagi masa perkembangan karya seni rupa anak sebagai berikut :

  a. Masa coretan dan corengan (usia 2-3 tahun)

  b. Masa rahasia bentuk (usia 2-4 tahun)

  c. Masa seni garis bentuk (usia 2-4 tahun) d. Masa anak dan desain (usia 3-5 tahun).

  Selanjutnya Lowendfled (dalam Desmita, 2008: 9) menggelompokkan perkembangan membatik yaitu : a. Masa coreng-corengan (usia 2-4 tahun)

  b. Masa pra bagan (usia 4-7 tahun)

  c. Masa awal realisme (usia 9-12 tahun)

  d. Masa naturalisme semu (usia 12-14 tahun) Tahapan atau periodesasi aktivitas membatik dalam penelitian ini adalah masa prabagan usia 4-7 tahun. Masa ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman pada masa goresan yang selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan yang dapat dikaitkan dengan bentuk atau obyek tertentu.

6. Alat Peraga (media) Membatik Menggunakan Tissu dan Pipet

  Alat peraga bisa dikatakan sebagai media, media berasal dari bahasa Latin bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar, dalam bahasa Inggris media dikenal dengan istilah medium yang berarti perantara. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran.

  Menurut Syaiful Bahri dan Aswin Zain (1995: 121) media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Rossi dan Breidle (dalam Wina Sanjaya, 2006: 163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan.

  Pendapat tersebut di atas dipertegas oleh Gerlach dan Ely (dalam Wina Sanjaya, 2006 : 164) secara umum media meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memunngkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.

  Adapun alat peraga (media) yang peneliti persiapkan untuk membatik adalah: a) Tissu

  b) Pewarna Makanan

  c) Pipet

  d) Air

  e) Gelas plastik, Baskom Membatik menggunakan media tissu dan pipet dapat diartikan sebagai kegiatan belajar dengan warna menggunakan tissu dan pipet.

  Media tissu dan pipet sebagai salah bentuk variasi pembelajaran dalam membatik untuk anak. Membatik menggunakan media tissu dan pipet akan menumbuhkan rasa penasaran anak dalam mengembangkan kemampuan sains, sehingga akan dapat mengembangkan ide-ide yang dimiliki ke dalam lukisannya.

C. Pedoman Penilaian dan Indikator Hasil Belajar 1. Pedoman Penilaian

  Menurut Depdiknas (2004: 6-7) pencatatan hasil penilaian harianpelaksanaannya adalah catatlah hasil penilaian perkembangan anak padakolom penilaian di Rencana Kegiatan Harian (RKH). Anak yang belummencapai indikator seperti diharapkan dan dari beberapa indikator hanyamampu melaksanakan satu indikator atau dalam melaksanakan tugas selaludibantu guru, maka pada kolom penilaian dituliskan nama anak dan diberitanda bulatan kosong (0). Anak yang sudah melebihi indikator yangdiharapkan atau mampu melaksanakan tugas, tanpa bantuan guru secara tepat/cepat / lengkap dan benar, maka pada kolom penilaian dituliskan nama anakdan diberi tanda bulatan penuh (

  ●). Jika anak hanya dapat melaksanakanbeberapa indikator misalnya dua dari empat indikator, maka pada kolompenilaian ditulis nama anak dan diberi tanda check list (

  √). Menurut Anita Yus (2005: 111) pencatatan penilaian dapat menggunakanskala penilaian berupa memuaskan, berhasil, dan belum berhasil atau denganlambang (

  ○) artinya berhasil melakukan beberapa kriteria yang ditentukan,lambang ( √) bisa melakukan separuh dari kriteria yang telah ditentukan dantanda (x) untuk siswa yang belum dapat memenuhi kriteria yang ditentukan. Menurut Depdiknas (2010: 11) pedoman penilaian dengan menggunakanlambang bintang, maksudnya apabila anak dapat memenuhi semua kriteriamaka diberi nilai bintang (☆☆☆☆) artinya berkembang sangat baik / optimal, bintang (☆☆☆) artinya berkembang sesuai harapan, sedangkan bintang (☆☆) artinya mulai berkembang, dan bintang (☆) artinya anak belum berkembang, dari beberapa indikator / kriteria yang telah ditetapkan guru.

  Menurut PP No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan tingkat pencapaian perkembangan anak.

  Sedangkan menurut Nana Sudjana (2010 : 3) mengatakan bahwa penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam interprestasi diakhiri dengan judment.

  Interprestasi dan judment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam kontek situasi tertentu.

  Penilaian (evaluasi) menurut Ralph Tyler (dalam Anita Yus, 2011 : 39) merupakan suatu proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan tercapai.

  Penilaian adalah suatu usaha mengumpulkan data menafsirkan berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan, menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan serta perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui kegiatan pembelajaran.

  Menurut Dimyati (2013 : 95) cara pencatatan hasil penilaian harian perkembangan anak dilaksanakan sebagai berikut :

  • : Berhasil o

   : Belum berhasil Cara pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut : a.

  : Berhasil dengan bantuan

  Catatan hasil penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada kolom penilaian direncanakan kegiatan harian (RKH).

  b.

  Anak yang belum berkembang (BB) perkembangan sesuai dengan indikator seperti dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru, maka pada kolom penilaian ditulis nama anak dan diberi tanda satu bintang (☆) c. Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai indikator seperti diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda dua bintang (☆☆) d.

  Anak yang sudah berkembang sesuai harapan (BSH) pada indikator dalam RKH mendapatkan tanda bintang tiga (☆☆☆) e.

  Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti diharapkan dalam RKH mendapatkantandabintang empat (☆☆☆) Menurut Nana Sudjana (2010 : 8) keberhasilan siswa ditentukan kriterianya, yakni berkisar antara 75-80 %. Artinya, siswa dikatakan berhasil apabila ia menguasai atau dapat mencapai sekitar 75-80 % dari tujuan atau nilai yang seharusnya dicapai. Kurang dari kriteria tersebut dinyatakan belum berhasil.

2. Indikator Hasil Belajar

  Menurut Kurikulum Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini (2004: 37) terdapat indikator dalam aspek seni :

  a) Menggambar bebas dengan berbagai media dengan rapi

  b) Mewarnai bentuk gambar sederhana dengan rapi

  c) Menggambar orang dengan lengkap dan proporsional

  d) Membuat gambar dengan tehnik mozaik dengan memakai berbagai bentuk e) Melukis dengan jari

  f) Membuat bentuk dari media tissu dan pipet

  g) Mencocok dengan pola buatan guru atau ciptaan anak sendiri

  h) Melukis dengan jari, dll

  Selanjutnya Munandar (1999: 71) menunjukkan indikator untuk kemampuan sains, yang meliputi ciri – ciri antara lain memiliki rasa ingin tahu yang mendalam dan sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah juga bebas dalam menyatakan pendapat kemudian mempunyai rasa keindahan yang dalam dan menonjol dalam bidang seni serta mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi atau sudut pandang, mempunyai rasa humor yang luas juga orisinal dalam ungkapan gagasan dan pemecahan masalah.

  Menurut Harahap (dalam Sumanto, 2005: 55) prestasi atau hasil belajar sebagai perolehan siswa setelah menempuh periode pembelajaran tertentu, dapat dikriteriakan menurut tingkat penguasaan materi pembelajaran. Umumnya hasil belajar akan meningkatkan kemampuan mental siswa. Menurut Hadeli (2006: 26) kemampuan yang dicapai dalam pembelajaran merupakan tujuan pembelajaran tersebut.

  

Tabel. 2.1. Indikator Kemampuan Sains Dalam Kegiatan

Membatik Dengan Media Tissu dan Pipet

  No Indikator

  1 Melakukan dan menyebutkan langkah-langkah dalam kegiatan membatik

  2 Menceritakan hasil gambar dalam kegiatan membatik

  3 Menyebutkan alat dan bahan (pipet, tissu, pewarna makanan, air, baskom, gelas plastik)dalam kegiatan membatik

  4 Mencampuran warna primer (biru, merah, kuning) yang indah melalui kegiatan membatik Peneliti melakukan penilaian pada anak dengan berpedoman pada

  Depdiknas (2010: 11) pedoman penilaian dengan menggunakan lambang bintang, apabila anak berkembang sangat baik / optimal guru akan memberi nilai , apabila anak berkembang sesuai harapan guru maka nilainya bintang , apabila anak baru mulai berkembang maka nilainya bintang dan apabila anak belum berkembang pada tiap indikatornya sesuai harapan guru maka diberi nilai bintang .

Tabel 2.2. Indikator Kemampuan Sains yang Dimodifikasi

  No Indikator Kriteria penilaian

  1 Melakukan dan menyebutkan langkah-langkah dalam kegiatan membatik

  2 Menceritakan hasil gambar dalam kegiatan membatik

  3 Menyebutkan alat dan bahan (pipet, tissu, pewarna makanan, air, baskom, gelas plastik) dalam kegiatan membatik

  4 Mencampurkan warna primer (biru, merah, kuning) yang indah melalui kegiatan membatik D.

   Hubungan Antara Kemampuan SainsDengan Membatik

  Membatik dapat meningkatkan kecerdasan ruang dan gambar karena membatik bisa membuat bentuk atau pola gambar sesuai khayalan anak- anak.Menurut Teori Primary Mental Abilities yang dikemukakan oleh Thurstone (dalam Yuliani Nurani Sujiono, 2008: 1.7) berpendapat bahwakognitif merupakan penjelmaan dari kemampuan primer yang salah satunyaadalah kemampuan sains.

  Menurut Yuliani Nurani Sujiono(2008: 28-29) dengan memiliki kecerdasan ruanganak mampu menikmati dan menghargai suatu hasil karya seni. Anak jugamampu memahami bentuk atau pola gambar. Kecerdasan ini dapatmengembangkan kreatifitas anak untuk menciptakan pola – pola gambar yangbaru. Apabila kecerdasan serta gambar ini dikembangkan dan terasahdengan baik maka akan dapat membantu individu untuk menekuni berbagaiprofesi kerja di masa yang akan datang.

  Selain itu kemampuan sains dapat ditingkatkan dengan kegiatan membatik membuat berbagai macam bentuk, karena cara berfikir anak TK atau usia 5-6tahun menurut Piaget (dalam Slamet Suyanto, 2008: 5) perkembangankognitifnya sedang beralih dari fase praoperasional ke fase konkretoperasional. Cara berfikir konkrit berpijak pada pengalaman akan benda-benda konkrit, bukan berdasarkan pengetahuan atau konsep-konsep abstrak.

  Ki Hajar Dewantara (dalam Slamet Suyanto, 2008: 11) menyatakanbahwa anak usia dini belajar paling baik dengan “Indria” (indranya). Denganmembatik anak akan dapatmembuat berbagai bentuk atau pola gambar apapun yang sering dijumpainya, bahkan merekadapat memanipulasinya menjadi berbagai bentuk yang diinginkan.

E. Kerangka Pikir

  Nana Sudjana (dalam Badru Zaman, 2009: 26) memiliki pendapat bahwa sumber belajar sebagai segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya.Menurut Sugiyono (2009 : 86) mengatakan bahwa keberhasilan dalam suatu kegiatan pembelajaran hendaknya anak dilatih cara berkonsentrasi, ketelitian, kesabaran, ketekunan, keuletan, peningkatan daya ingat, serta belajar dengan metode bayangan. Agar keberhasilan anak dalam melakukan kegiatan tersebut, maka guru haruslah menciptakan program PAKEM (Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Dalam PAKEM guru menggunakan berbagai sumber belajar dengan serangkaian kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan, menentukan strategi, pemilihan materi dan metode pembelajaran sampai pada penilaian, sehingga anak akan aktif bertanya, mempertanyakan, dan menceritakan apa yang telah anak lakukan dalam pengalaman-pengalaman yang terjadi pada diri anak.

  Perencanaan sumber belajar yang dilakukan oleh guru akan memberikan manfaat apabila guru dapat menyiapkan dan memilih sumber belajar yang sesuai dengan karakteristik, minat dan tujuan pembelajaran anak yang hendak dicapai.Dalam hal ini kemampuan sains anak dalam membatik dengan media tissu dan pipet akan lebih menarik minat anak untuk meningkatkan kemampuan sains, karena anak bisa membatik pola atau gambar tanpa rasa bosan sehingga tujuan dapat tercapai. Berdasarkan uraian di atas dapat diduga bahwa dengan membatik menggunakan media tissu dan pipet sangat membantu anak dalam membuat bentuk gambar atau pola.Pada

gambar 2.1 dapat terlihat bagan kerangka berfikir yang memperlihatkan tentang kondisi sebelum penelitian dilakukan, penelitian pada siklus I, dan

  penelitian pada siklus II. Dimana tiap-tiap siklusnya sangat berhubungan antara kondisi awal, siklus I dan siklus II. Peneliti berasumsi melalui kegiatan membatik dengan media tissu dan pipet dapat meningkatkan kemampuan sains anak diKelompok A TK Aisyiah Bustanul Athfal Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Semester Genap Tahun Ajaran 2015/2016.

  Kemampuan sains anak masih rendah Perbaikan Kondisi awal dengan PTK Kondisi sudah