BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Pengertian Masa Nifas - Sri Puji Diana Wati BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis

1. Pengertian Masa Nifas

  Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu.(Saleha, 2009; h. 4).

  Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo, 2008: h. 356).

  Selama masa pemulihan, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Pada masa nifas sebagian besar dalam keadaan fisiologis, tetapi jika tidak dilakukan asuhan kebidanan yang sesuai, tidak menutup kemungkinan akan menjadi keadaan patologis.

  Penyesuain psikologi pada masa postpartum menurut Anggraeni (2010; h. 80) dibagi menjadi 3 tahap adalah :

  a. Taking in (1-2 hari post partum) Wanita menjadi pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada dirinya, tubuhnya sendiri. Mengulang-ulang menceritakan pengalaman proses bersalin yang dialami.

  Wanita yang baru melahirkan ini perlu istirahat atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur dengan gejala lelah, cepat tersinggung, campur baur dengan proses pemulihan.

  9 b. Taking hold (2-4 hari postpartum) Ibu khawatir akan kemampuannya untuk merawat bayinya dan khawatir tidak mampu bertanggung jawab untuk merawat bayinya. Wanita postpartum ini berpusat pada kemampuannya kemampuan untuk merawat bayinya, cara memggendong dan menyusui, memberi minum, dan mengganti popok.

  Wanita pada masa ini sangat sensitif akan ketidakmampuannya, cepat tersinggung dan cenderung menganggap pemberitahuan bidan atau perawat sebagai teguran, maka hati-hati dalam berkomunikasi dengan wanita ini dan perlu memberi support.

  c. Letting go Pada masa ini pada umumnya ibu sudah pulang dari RS.Ibu mengambil tanggung jawab untuk merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayi, begitu juga adanya grefing (kesedihan dan dukacita) karena dirasakan sebagai mengurangi interaksi sosial tertentu. Depresi post partum sering terjadi pada masa ini.

  Perubahan Fisiologi dan Anatomis yang biasa terjadi pada nifas menurut Varney (2007; h. 958) adalah : a. Uterus

  Segera setelah kelahiran bayi, plasenta, dan selaput janin, beratnya sekitar 1000 g. Berat uterus menurun sekitar 500 g pada akhir minggu pertama pascapartum dan kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil, yaitu 70 g pada minggu kedelapan pascapartum (Varney, 2007; h. 958).

  Gambar tinggi fundus dan involusi uterus (Helen Varney, 2001; h. 268).

  Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil. Jika sampai 2 minggu postpartum, uterus belum masuk panggul, curiga ada subinvolusi.Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi atau perdarahan lanjut (Suherni, 2009; h. 77).

  b. Lokia Lokia adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium. Lokia dibagi menjadi 3 yaitu:

  1) Lokia rubra : berwarna merah karena mengandung darah. Ini adalah lokia pertama yang mulai keluar segera setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua atau tiga hari pertama pascapartum. Lokia rubra terutama mengandung darah dan jaringan desidua.

  2) Lokia serosa : lokia serosa mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih pucat dari lokia rubra, serosa, dan merah muda. Lokia dengan warna merah muda, kuning, atau putih hingga transisi menjadi lokia alba. Lokia serosa terutama mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit, dan eritrosit.

  3) Lokia alba : lokia alba mulai terjadi sekitar hari kesepuluh pascapartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat minggu. Pada beberapa wanita, lokia ini tetap ada pada saat pemeriksaan pascapartum. Warna lokia alba putih krem dan terutama mengandung leukosit dan sel desidua.

  c. Vagina dan Perinium Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus.Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema. Latihan pengencangan otot perineum akan mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara perlahan menegecangkan vaginanya dengan latihan setiap hari. d. Payudara Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Wanita yang menyusui berespon terhadap menstimulus bayi yang disusui akan terus susu (Varney, 2007; h. 958).

  Pada saat hamil payudara membesar karena pengaruh berbagai macam hormon, antara lain estrogen, progesteron, human plancental lactogen ( HPL ) dan prolaktin. Hormone ini berfungsi melancarkan produksi ASI (Salleha, 2009; h. 58).

  Proses laktasi timbul setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta mengandung hormone prolaktin (hormone plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormone plasenta tersebut tidak ada lagi sehingga susu pun keluar (Danuatmaja, 2003; h. 36).

  Ada dua reflek yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu :

  a. Reflek prolaktin Apabila putingg di rangsang, maka akan timbul rangsangan menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis anterior, sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Dengan demikian semakin sering rangsangan makin banyak pula produksi ASI.Hormon ini disekresi lebih banyak pada malam hari dan hormon ini bersifat menekan ovulasi. b. Reflek oksitosin Rangsangan yang berasal dari putin susu, tidak hanya diteruskan sampai hipofisis anterior tetapi juga ke kelenjar hipofisis posterior. Akibatnya bagian ini mengeluarkan otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar (Slleha, 2009; h. 58). Pada program dan kebijakan teknis pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan. Menurut Saifuddin (2002; h. N-23) tahapan kunjungan masa nifas ada 4, yaitu :

  a) Kunjungan 1 : pada 6-8 jam setelah persalinan 1) Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas karena atonia uteri 2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut 3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

  4) Member ASI awal 5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir 6) Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. b) Kunjungan 2 : pada 6 hari setelah persalinan 1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau. abnormal

  3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat 4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit 5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari- hari.

  c) Kunjungan 3 : pada 2 minggu setelah persalinan Sama seperti diatas ( 6 hari setelah persalinan ).

  d) Kunjungan 4 : pada 6 minggu setelah persalinan 1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami 2) Memberikan konseling untuk KB secara dini.

  Kunjungan pada nifas ini dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi, yang salah satunya disebabkan oleh perdarahan.

2. Pengertian Perdarahan Postpartum

  Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga persalinan selesai (Cunningham, 2005: h. 704). berlebihan dari traktus genital setelah bayi lahir hingga 6 minggu setelah pelahiran (Myles, 2009: h. 508).

  Perdarahan postpartum dapat dikategorikan sebagai primer (sejak kelahiran sampai 24 jam postpartum) atau sekunder (24 jam sampai 6 minggu postpartum) (Varney, 2007: h. 841).

  Perdarahan post partum di bagi menjadi 2, yaitu :

  a) Perdarahan post partum primer, terjadi dalam 24 jam pertama, penyebab utamanya atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir, terbanyak dalam 2 jam pertama.

  b) Perdarahan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama, penyebab utamanya robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

  Faktor- faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum menurut Manuaba (2010;h. 395) yaitu : a. Atonia uteri

  Merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pascaprsalinan.Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. b. Robekan jalan lahir Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum.Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun, karena tanpa dijahit.

  c. Retensio plasenta Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensi plasenta berulang (habitual retensio plasenta).Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai mati, plasenta inkarserata, polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma.

  d. Tertinggalnya sebagian plsenta (sisa plasenta) Suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.(Angraini, 2010; h. 93).

  3. Definisi Retensio Sisa Plasenta

  Retensio sisa plasenta adalah tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. (Sujiatini, 2011; h. 139). atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif (Saifuddin, 2002; h. M-31)

  Dari kedua pendapat tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa Retensio Sisa plasenta adalah tertinggalnya sebagian dari plasenta, bisa dari selaput plasenta, kotiledon atau lobus yang dapat menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan postpartum.

  4. Etiologi

  Etiologi atau faktor presdisposisi perdarahan postpartum karena retensio sisa adalah : 1) Uterus terlalu tegang (hidramnion, kehamilan kembar)

  Frekuensi hidramnion pada hamil kembar sekitar 10 kali lebih besar dari pada kehamilan tunggal.Perjalanan persalinan dapat berlangsung lebih lama, karena keregangan otot rahim yang melampaui batas.Setelah persalinan, terjadi gangguan kontraksi otot rahim yang menyebabkan atonia uteri menimbulkan perdarahan, retensio plasenta, dan retensio sisa plasenta.(Manuaba, 2010; h.

  277).

  2) Percepatan persalinan Jika uterus telah berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan durasi persalinan kurang dari 1 jam, kesempatan otot untuk beretraksi tidak cukup. Ini bisa menyebabkan kegagalan miometrium pada sisi pembuluh darah yang robek (Myles, 2009: h. 509).

  3) Paritas tinggi Pada setiap kehamilan, jaringan fibrosa menggantikan serat otot didalam uterus, hal ini akan menurunkan kontraktilitasnya dan pembuluh darah menjadi lebih sulit dikompresi. Ibu yang pernah mengalami lima pelahiran atau lebih, mengalami peningkatan resiko (Myles, 2009: h. 510).

  Uterus biasanya menjadi organ pelvis pada kira-kira hari ke 10 setelah kelahiran.Involusi uterin lebih lambat bila makin multipara dan bila ada kondisi uterus distensi berlebihan (Walsh, 2007; h. 340). 4) Kesalahan penatalaksanaan kala tiga persalinan

  Kesalahanpenatalaksanaan kala tiga persalinan dikatakan bahwa faktor ini tetap menjadi penyebab perdarahan pascapartum yang paling sering. Gesekan fundus atau manipulasi uterus dapat mencetuskan terjadinya kontraksi aritmik sehingga plasenta hanya sebagian terpisah dan kehilangan retraksi (Myles, 2009: h. 509). 5) Perlekatan plasenta yang abnormal

  Perlekatan plasenta yang abnormal terjadi apabila pembentukan desidua terganggu.Keadaan-keadaan terkait mencakup implantasi disegmen bawah uterus, diatas jaringan parut seksio sesarea atau insisi uterus lainnya, atau setelah kuretase uterus (Obstetri Williams, 2005; h. 709).

  6) Riwayat operasi SC sebelumnya Riwayat persalinan dengan operasi Caesar dapat menyebabkan dan perlekatan plasenta (Harry Oxorn dan Wiliam forte, 2010:h. 489).

  7) Anemia Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30-40% yang puncaknya pada kehamilan 32-34 minggu. Sedangkan pada wanita hamil kebutuhan akan zat besi meningkat untuk menambah jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin serta plasenta. Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan darah yang keluar ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mg. semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan maka akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi anemis.

  Dampak anemis bagi ibu setelah melahirkan ini adalah terjadi perdarahan pada masa nifas (Manuaba, 2010: h. 238).

  8) Retensio plasenta Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensi plasenta berulang (habitual retensio plasenta).Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai mati, plasenta inkarserata, polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma (Manuaba, 2010; h. 395).

5. Patofisiologi

  Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar uterus yang teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya.Beberapa saat kemudian timbul his plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan dan atau dengan sedikit dorongan dari atas sympisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100- 200 cc. setelah lahirnya bayi, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga secara tiba-tiba.Penyusutan ukuran rongga uterus secara tiba-tiba menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi kecil sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlepas dari dinding uteri setelah plasenta terpisah, ia akan turun ke segmen bawah rahim.(Sujiyatini, 2011; h. 127).

  Ketika plasenta masih melekat, volume darah yang mengalir ke plasenta adalah sekitar 500-800 ml per menit.Setelah terjadi pemisahan, kontraksi dan retraksi yang efisien oleh otot uterus menyumbat aliran tersebut dan mencegah perdarahan (Myles, 2009; h. 509).

  Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus- sinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka.Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah (Wiknjosastro, 2006; h. 653).

  Kegagalan kontraksi otot rahim menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup. Tetapi jika masih ada plasenta atau selaput yang tertinggal dalam uterus, maka kontraksi akan terganggu.

6. Tanda dan Gejala Retensio Sisa Plasenta

  Tanda dan gejala perdarahan maka tinggi rahim akan bertambah naik, tekanan darah menurun, pernafasan ibu menjadi lebih cepat dan denyut nadi ibu menjadi cepat. Bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat (Anggraini, 2010; h. 89). Pada muka terlihat tampak pucat (Wiknjosastro, 2006; h. 654).Pada keadaan umum pasien biasanya terlihat lemah (Manuaba, 2008; h. 153).Dan terjadi penurunan suhu badan (Anggraini, 2010; h. 138).

  Gejala klinis sisa plasenta adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu, perasaan tidak nyaman diperut bagian bawah (Manuaba, 2010: h. 413).

  Tanda dan gejala retensio sisa plasenta menurut Anggraini (2010; h. 95) adalah sebagai berikut :

  1. Tanda dan gejala yang selalu ada

  a). Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)

  b). Perdarahan segera

  2. Tanda dan gejala yang kadang-kadang ada Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

7. Komplikasi

  Komplikasi yang terjadi pada perdarahan post partum karena retensio sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta masih tumbuh dalam uterus dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten sehingga kurang mendapat perhatian, dan dapat menjadi degenerasi ganas menuju korio karsinoma (Manuaba, 2010; h. 413).

8. Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada pasien dengan retensio sisa plasenta menurut M.

  Achadiat ( 2004; h. 46) adalah :

  1. Darah lengkap :

  a. Kadar hemoglobin yaitu untuk mengetahui apakah pasien dengan anemia atau tidak. Untuk mengetahui penurunan hemoglobin (Walsh, 2007; h. 496). b. Hematokrit yaitu untuk mengetahui apakah terjadi penurunan atau peningkatan pada hematokrit (Walsh, 2007; h. 496).

  c. Golongan darahyaitu untuk mengetahui golongan sebagai persiapan jika membutuhkan transfuse (Walsh, 2007; h. 498). berbentuk bekuan dan apakah darah mudah pecah atau tidak. Bentuk bekuan darah yang tidak stabil merupakan gejala koagulopati, dan harus segera konsultasi dengan perinatologis (Walsh, 2007; h. 498).

  e. Masa perdarahan

  2. USG : dapat mengidentifikasi jaringan yang tertinggal (Walsh, 2007; h. 502).

9. Penatalaksanaan Medis

  Sisa plasenta dapat dilakukan dengan membersihkan kavum uteri dengan membungkus tangan dengan sarung tangan sehingga kasar, mengupasnya sehingga sisa membran dapat sekaligus dibersihkan (Manuaba, 2010: h. 413).

  Tindakan penanganan meliputi pemasangan infuse profilaksis, pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonika (oksitosin atau metergin), dan tindakan definitif dengan kuretase dan dilakukan pemeriksaan patologi-anatomik (Manuaba, 2008: h. 157).

  Segera setelah diketahui perdaran pascapersalinan, maka segera diberikan infus, transfusi darah, kontrol perdarahan, dan pemberian O

  2 .Bila perdarahan terjadi karena retensio sisa plasenta pengeluaran dilakukan secara digital atau manual ataupun dengan kuretase (M. Achadiat, 2004; h. 46).

  Sebelum dilakukan tindakan kuretase harus dipastikan diagnosis yang tepat, lakukan konseling dan persetujuan tindakan medis, mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien (Saifuddin, 2006; h. 37).

  Observasi perdarahan, perubahan tanda-tanda vital untuk mencegah terjadinya syok.(Maryunani, 2009; h. 153).

  Sebelum dilakukan kuretase stabilisasi keadaan ibu, pantau tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, dan perdarahan.

  Prosedur Kuretase pada Retensio Sisa plasenta (Saifuddin, 2006:

  h. 445) yaitu : LANGKAH KLINIK

  A. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK

  B. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN

  I. Pasien

  1. Memastikan cairan dan selang infuse sudah terpasang, perut bawah dan lipatan paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun.

  2. Menguji fungsi dan kelengkapan perlatan resusitasi kardiopulmoner

  3. Menyiapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah

  4. Menyiapkan obat yang dibutuhkan, seperti :

  a. Analgetik (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCl 0,5 mg/kg

  BB, tramadol 1-2 mg/kg BB)

  b. Sedativa (Diazepam 10 mg)

  c. Atropin Sulfas 0,25-0,50 mg/ml

  5. Menyiapkan Larutan Antiseptik (Providon Iodin 10%)

  7. Meyiapkan alat dalam bak Instrument, seperti :

  a. Cunan tampon : 1

  b. Klem Ovum (forester/fenster clamp) lurus : 2

  c. Sendok kuret pascpersalinan : 1

  d. Speculum sim’s atau L dan kateter karet : 2 dan 1

  e. Tabung 5 ml dan jarum suntik No.23 (sekali pakai) : 2

  II. Penolong (Operator dan Asisten)

  1. Menyiapkan Baju kamar tindakan, apron, masker, dan kaca mata pelindung : 3 set

  2. Menyiapkan Sarung tangan DTT/steril : 4 pasang

  3. Menyiapkan Alas kaki (sepatu/boot karet) : 3 pasang

  4. Menyiapkan alat, seperti :

  a. Lampu sorot : 1

  b. Mangkok logam : 2

  c. Penampung darah dan jaringan : 1

  C. PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN

  D. TINDAKAN

  1. Menginstruksikan asisten untuk memberikan sedative dan analgetik

  2. Apabila penderita tidak dapat berkemih, lakukan kateterisasi

  3. Setelah kandung kemih dikosongkan, melakukan pemeriksaan bimanual, dan menentukan besar uterus dan bukaan serviks

  4. Membersihkan dan melakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5 %

  6. Memasang speculum sim’s atau L, masukkan bilahnya secara vertikal kemudian putar kebawah

  7. Memasang speculum sim’s berikutnya dengan jalan memasukkan bilahnya secara vertical kemudian putar dan tarik ke atas sehingga porsio tampak dengan jelas

  8. Meminta asisten untuk memegang speculum atas dan bawah, pertahankan pada posisinya semula

  9. Mengambil kapas yang telah dibasahi dengan larutan antiseptik dengan menggunakan cunam tampon,, kemudian membersihkan lumen vagina dan porsio. Membuang kapas tersebut dalam tempat sampah yang tersedia, kembalikan cunan ketempat semula

  10. Mengambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio (perbatasan antara kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam 12).

  11. Setelah porsio terpegang baik, lepaskan speculum atas

  12. Memegang gagang cunam dengan tangan kiri, mengambil sendok kuret pascapersalinan dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari dan telunjuk (gagang sendok berada pada telapak tangan) kemudian masukkan hingga menyentuh fundus

  13. Meminta asisten untuk memegang gagang klem ovum, letakkan telapak tangan pada bagian atas fundus uteri (sehingga penolong dapat merasakan tersentuhnya fundus

  a. Memasukkan lengkung sendok kuret sesuai dengan lengkung kavum uteri kemudian lakukan pengerokan dinding uterus bagian depan searah jarum jam, secara sistematis, keluarkan jaringan plasenta (dengan kuret) dari kavum uteri.

  b. Memasukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung kavum uteri, setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat, lalu bersihkan dinding belakang uterus, keluarkan jaringan yang ada.

  14. Mengembalikansendok kuret ke tempat semula, gagang klem ovum di pegang kembali oleh operator

  15. Mengambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon, membersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina

  16. Melepaskan jepitan klem ovum pada porsio

  17. Melepaskan spekulum bawah

  18. Melepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung kaki masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%

  19. Membersihkan cemaran darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptic

  E. DEKONTAMINASI

  F. CUCI TANGAN PASCATINDAKAN

  G. PERAWATAN PASCATINDAKAN Bagan Penatalaksanaan Retensio Sisa Plasenta (Manuaba, 2008; h. 158).

  Komplikasi

  Retensio Sisa Plasenta Gejala Klinis

  • Perdarahan • Infeksi • Plasenta polip
  • Degenerasi ganas korio-karsinoma
  • Perpanjangan perdarahan lokia
  • Perdarahan pascapartus sekunder
  • Infeksi lokia berbau
  • Dilatasi-kuretase dan PA
  • Evaluasi sistem hemopoietik
  • Infuse transfusi
  • Drip oksitosin
  • Pasca-dilatasi-kuretase dapat ditambah tampon uterovagina
  • Tanda vital
  • Komplikasi (perdarahan)
  • Tindakan -
    • Ligasi arteri hipogastrika interna
    • Histerektomi (anak cukup, ancaman sepsis)

  • Profilaksis -
    • Kalau perlu transfuse
    • Antibiotik adekuat

  Tindakan Operasi

  Persiapan

  Observasi Pasca-tindakan

  Uterotonik terus

  Evaluasi keseimbangan elektrolit

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Proses Manajemen Kebidanan

  Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua lengkap.Semua informasi yang akurat dari sumber yang berkaitan dngan kondisi klien (Mufdililah, 2009; h. 115). Langkah II : Interpretasi Data Dasar Pada langkah in dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan.Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik (Mufdililah, 2009; h. 115). Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnose atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman (Mufdililah, 2009; h. 116). Langkah IV : Mengidentifikasi Dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan (Mufdililah, 2009; h. 117). Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan menejemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi (Mufdililah, 2009; h. 117).

  Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah tersebut benar-banar terlaksana. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh (Mufdililah, 2009; h. 118).

  Langkah VII : Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar- benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah

2. Langkah Manajemen varney Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari tujuh langkah berurutan.

  Proses penatalaksanaan ini dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah ini mencakup seluruh kerangka kerja yang dapat diaplikasi pada setiap situasi.(Varney, 2007; h. 26).

  Tujuh Langkah Tersebut adalah :

a. Pengkajian (Pengumpulan data dasar)

  1. Data Subyektif 1). Biodata yang mencakup identitas pasien

  (a) Nama Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan (Anggraini, 2010; h. 134). (b) Keluhan utama

  Untuk mengetahui masalah yang sekarang dirasakan, pada perdarahan karena retensio sisa plasenta pasien mengeluh lemas, pucat dan mengalami perdarahan (Anggraini, 2010; h 89).

  (c) Riwayat kesehatan (i) Anemia selama kehamilan

  Pada kehamilan relatif terjadi anemia (pengenceran) dengan peningkatan volume 30- 40% yang puncaknya pada kehamilan 32-34 minggu. Sedangkan pada wanita hamil kebutuhan akan zat besi meningkat untuk menambah jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin serta plasenta. Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan darah yang keluar ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mg. semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan maka akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi anemis. Dampak anemis bagi ibu setelah melahirkan ini adalah terjadi perdarahan pada masa nifas (Manuaba, 2010: h. 238).

  (d) Riwayat kesehatan keluarga (i) Keturunan kembar

  Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji guna mengetahui apakah ada keturunan kembar pada keluarga.Yang dapat mempengaruhi terjadinya perdarahan postpartum karena retensio sisa plasenta.Frekuensi hidramion pada hamil kembar sekitar 10 kali lebih besar dari pada kehamilan tunggal. Keregangan otot rahim yang melampaui batas dalam persalinan dapat berlangsung lebih lama dan setelah persalinan menyebabkan perdarahan postpartum yang salah satu nya karena retensio sisa plasenta (Manuaba, 2010: h. 277). (ii) Hidramion

  Hidramion adalah meningkatnya air ketuban melebihi 2000 cc. Normalnya air ketuban akan makin meningkat jumlahnya sehingga mencapai antara 800-1000 cc, pada usia kehamilan 34-36 minggu. Hidramion dapat berkembang mendadak bila terjadi peningkatan air ketuban dalam waktu 14 hari. Sehingga terjadi peregangan uterus yang dapat menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.Komplikasi hidramion pada saat persalinan dapat terjadi perdarahan pascapartus (Manuaba, 2008; h. 111). (e) Riwayat obstetrik

  (i) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

  Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu (Anggraini, 2010; h. 136).

  Pada abortus inkomplite dan abortus komplite biasanya dilakukan kuretase untuk mengeluarkan jaringan plasenta yang tertinggal (Williams, 2005; h. 964).

  2. Jumlah anak Pada setiap kehamilan, jaringan fibrosa menggantikan serat otot didalam uterus, hal ini akan menurunkan kontraktilitasnya dan pembuluh darah menjadi lebih sulit dikompresi. Ibu yang pernah mengalami lima pelahiran atau lebih, mengalami peningkatan resiko (Myles, 2009: h. 510). (ii) Riwayat kehamilan

  1. Keturunan kembar Frekuensi hidramnion pada hamil kembar sekitar 10 kali lebih besar dari pada kehamilan tunggal.Perjalanan persalinan dapat berlangsung lebih lama, karena keregangan otot rahim yang melampaui batas.Setelah persalinan, terjadi gangguan kontraksi otot rahim yang menyebabkan atonia uteri menimbulkan perdarahan, retensio plasenta, dan retensio sisa plasenta.(Manuaba, 2010; h. 277).

  Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30-40% yang puncaknya pada kehamilan 32-34 minggu. Sedangkan pada wanita hamil kebutuhan akan zat besi meningkat untuk menambah jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin serta plasenta. Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan darah yang keluar ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mg. semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan maka akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi anemis. Dampak anemis bagi ibu setelah melahirkan ini adalah terjadi perdarahan pada masa nifas (Manuaba, 2010: h. 238).

  (iii) Riwayat persalinan sekarang

  1. Riwayat operasi SC sebelumnya Riwayat persalinan dengan operasi Caesar dapat menyebabkan cacat parut pada implantasi dan perlekatan plasenta (Harry Oxorn dan Wiliam Forte, 2010:h. 489).

  2. Percepatan persalinan Jika uterus telah berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan durasi persalinan kurang dari 1 jam, kesempatan otot untuk beretraksi tidak cukup.Ini bisa menyebabkan kegagalan miometrium pada sisi plasenta untuk berkontraksi dan beretraksi serta mengkompresi pembuluh darah yang robek (Myles, 2009; h. 509).

  (iv) Nifas yang lalu Riwayat perdarahan postpartum sebelumnya dapat menjadi faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum berikutnya (Walsh, 2007; h. 498).

  (f) Pola kebutuhan sehari-hari (i) Nutrisi

  Malnutrisi dapat menyebabkan anemia, sedangkan anemia salah satu penyebab Bila ibu mengalami anemia selama kehamilan, bila kehilangan darahnya lebih dari

  500 ml, atau bila ia berisiko terhadap anemia, suplemen multivitamin yang mengandung asam volat dan suplemen zat besi harus diberikan, disertai peningkatan asupan zat besi dalam diet dan makanan mengandung asam folat (Walsh, 2007; h. 351).

  (g) Data Obyektif 1) Keadaan umum

  Dikaji untuk mengetahui keadaan umum pasien.Pada pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya keadaan umum pasien lemah.(Manuaba, 2008; h. 153). 2) Pengukuran tanda vital

  Mengukur tanda-tanda vital bertujuan untuk memperoleh data dasar memantau perubahan status kesehatan klien.

  a. Tekanan darah Dikaji untuk mengetahui tekanan darah pasien.Pada pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya tekanan darahnya menjadi rendah apabila pasien dalam keadaan pre syok (Anggraini, 2010; h. 139).

  b. Nadi Nadi berkisar antara 60-80x/menit. Denyut nadi bisa diakibatkan proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebihan (Anggraini, 2010; h. 138).

  c. Suhu Dikaji untuk mengetahui suhu pada pasien.Pada pasien dengan retensio sisa plasenta biasa nya terjadi penurunan suhu badan (Anggraini, 2010; h. 138).

  d. Respirasi Dikaji untuk mengetahui frekuensi pernfasan pasien.Pada pasien dengan retensio sisa plasenta pernafasan ibu menjadi lebih cepat.(Anggraini; 2010; h. 89). 3) Status Present

  Dikaji untuk mengetahui perubahan fisik yang terjadi pada pasien karene retensio sisa plasenta.

  a. Muka Pada pasien dengan retensio sisa plasenta muka terlihat tampak pucat (Wiknjosastro, 2006; h. 654). b. Mata Pada pasien dengan retensio sisa plasenta cenderung terjadi anemis, konjungtiva tampak pucat (Prihardjo Robert, 2006; h. 51).

  a) inspeksi muka : terlihat pucat

  b) Dada (1) Mamae membesar (2) Areoal hiperpigmentasi (3) Putting susu menonjol (4) Kelenjar montgomeri terlihat jelas (5) Kolostum sudah keluar

  c) Keadaan abdomen Pada retensio sisa plasenta kontraksi uterus baik, tetapi TFU tidak berkurang (Wiknjosastro, 2006; h. 654). Normal TFU setelah melahirkan dapat dilihat pada gambar tinggi fundus dan involusi uterus pada hal 12, ini untuk membedakan TFU terjadinya retensio sisa plasenta.

  d) Kedaan genetalia Terdapat pengeluaran darah yang banyak atau perdarahan lebih dari 500 cc (Wiknjosastro, 2006; h. 653).

  5) Pemeriksaan penunjang Pada pasien dengan retensio sisa plasenta dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kadar hemoglobin, hematokrit, golongan darah, masa perdarahan dan masa pembekuan (M. Achadiat, 2004; h. 46).

  USG : dapat mengidentifikasi jaringan yang tertinggal (Walsh, 2007; h. 502).

b. Interpretasi data

  (1) Diagnosa Diagnosa ditentukan berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil pengkajian.

  Ny....P...A...umur....tahun, dengan Retensio Sisa Plasenta.

c. Diagnosa Potensial

  Diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada retensio sisa plasenta menurut (Manuaba, 2010; h. 413) adalah:

  1. Syok hipovolemik

  2. Polip plasenta

  3. Infeksi

  

d. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera atau Kolaborasi dan

Konsultasi

  1) Kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan gynekologi untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik yaitu pemberian infuse NaCl atau RL, transfuse darah, kontrol perdarahan dan pemberian O (M.

  2 achadiat, 2004; h. 46).

  a) Mencari dan menghentikan segera penyebab syok b) Membersihkan saluran nafas dan memberikan oksigen

  c) Memposisikan kaki keatas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi sentral d) Memasang 2 set infuse atau lebih untuk tranfusi, cairan infuse

  e) Memberikan terapi obat-obatan

  f) Mengobservasi oksigen, nadi, tekanan darah, produksi urin, perbaikan klinik : pucat, sianosis, sesak, keringat dingin dan kesadaran (Prawirohardjo, 2008; h. 404). 2) Kolaborasi dengan dokter spesialis (SpOG) bila akan dilakukan tindakan kuretase untuk mengambil jaringan sisa plasenta yang tertinggal (M.achadiat, 2004; h. 48).

c. Perencanaan

  Perencanaan asuhan yang menyeluruh berkaitan dengan diagnosa kebidanan menurut (Saifuddin, 2006; h. 37) dan (M. Achadiat, 2004; h. 46) yaitu :

  1. Pastikan diagnosis tepat dengan mengkaji ulang indikasi perdarahan

  2. Berikan penjelasan tentang kondisi ibu berdasarkan hasil pemeriksaan

  3. Lakukan inform consent atau persetujuan tindakan kuretase

  4. Berikan ibu dukungan emosional dan support mental

  5. Pemberian cairan infus Nacl atau RL

  6. Pemberian transfusi darah

  7. Observasi keadaan umum ibu, vital sign, kontraksi uterus, perdarahan

  8. Pemberian O

  2

  9. Bila perdarahan terjadi karena sisa plasenta, pengeluaran dilakukan

  10. Persiapan kuretase

d. Pelaksanaan

  Pelaksanaan perencanaan dengan melaksanakan sesuai rencana dengan mempertimbngkan kondisi ibu.

  1. Memastikan diagnosis tepat dengan mengkaji ulang indikasi perdarahan

  2. Memberikan penjelasan tentang kondisi ibu berdasarkan pemeriksaan dan harus dilakukan tindakan kuretase

  3. Melakukan inform consent atau persetujuan tindakan kuretase

  4. Memberikan ibu dukungan emosional dan support mental untuk mengurangi rasa cemas.

  5. Memberikan cairan infuse Nacl atau RL

  6. Memberikan transfuse darah bila kadar Hb < 8 gr%

  7. Mengobservasi keadaan umum ibu, vital sign, kontraksi uterus, dan perdarahan

  8. Memberikan O

  2

  9. Menyiapkan alat, tempat dan pasien untuk tindakan kuretase

  a. mengkaji ulang indikasi untuk memastikan diagnosis

  b. melakukan konseling dan persetujuan tindakan medis c. memberikan dukungan emosional

  d. mempersiapan pasien dan pencegahan infeksi sebelum tindakan e. memberikan antibiotic uterus berkontraksi g. Menginstruksikan asisten untuk memberikan sedative dan analgetik h. Apabila penderita tidak dapat berkemih, lakukan kateterisasi i. Setelah kandung kemih dikosongkan, melakukan pemeriksaan bimanual, dan menentukan besar uterus dan bukaan serviks j. Membersihkan dan melakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5 % k. Memakai sarung tangan DTT/steril yang baru l. Memasang speculum sim’s atau L, masukkan bilahnya secara vertikal kemudian putar kebawah m. Memasang speculum sim’s berikutnya dengan jalan memasukkan bilahnya secara vertical kemudian putar dan tarik ke atas sehingga porsio tampak dengan jelas n. Meminta asisten untuk memegang speculum atas dan bawah, pertahankan pada posisinya semula o. Mengambil kapas yang telah dibasahi dengan larutan antiseptik dengan menggunakan cunam tampon,, kemudian membersihkan lumen vagina dan porsio. Membuang kapas tersebut dalam tempat sampah yang tersedia, kembalikan cunan ketempat semula p. Mengambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio

  (perbatasan antara kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam q. Setelah porsio terpegang baik, lepaskan speculum atas r. Memegang gagang cunam dengan tangan kiri, mengambil sendok kuret pascapersalinan dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari dan telunjuk (gagang sendok berada pada telapak tangan) kemudian masukkan hingga menyentuh fundus s. Meminta asisten untuk memegang gagang klem ovum, letakkan telapak tangan pada bagian atas fundus uteri

  (sehingga penolong dapat merasakan tersentuhnya fundus oleh ujung sendok kuret) 1) Memasukkan lengkung sendok kuret sesuai dengan lengkung kavum uteri kemudian lakukan pengerokan dinding uterus bagian depan searah jarum jam, secara sistematis, keluarkan jaringan plasenta (dengan kuret) dari kavum uteri. 2) Memasukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung kavum uteri, setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat, lalu bersihkan dinding belakang uterus, keluarkan jaringan yang ada. t. Mengembalikansendok kuret ke tempat semula, gagang klem ovum di pegang kembali oleh operator u. Mengambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon, membersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina w. Melepaskan spekulum bawah x. Melepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung kaki masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5% y. Membersihkan cemaran darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptic z. Perawatan paska tindakan

  1) Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan beri instruksi apabila terjadi kelainan atau komplikasi

  2) Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang tersedia 3) Buat instruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien 4) Beritahu kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan tetapi pasien masih memerlukan perawatan

  5) Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih diperlukan, lama perawatan dan kondisi yang harus dilaporkan.

e. Evaluasi

  Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya (Mufdililah, 2009; h. 119).

3. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP

  Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP.Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penetalaksanaan manajemen kebidanan (Mufdililah, 2009; h. 123). S (Data Subjektif)

  Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis.Data subjetif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun (Mufdililah, 2009; h. 123).

  O (Data Objektif)

  Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostic lain. Catatan dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis (Mufdililah, 2009; h. 123) A (Assessment)

  Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisis atau assessment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen varney langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini : diagnosis atau masalah kebidanan, diagnosis atau masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis atau masalah potensial. Kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi : tindakan mandiri, tindakan kolaborasi, dan tindakan merujuk pasien (Mufdililah, 2009; h. 124). Planning

  Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima, keenam, dan ketujuh.Pendokumentasian P dalam SOAP ini, adalah pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien (Mufdililah, 2009; h. 124).

C. Aspek Hukum

  dengan retensio sisa plasenta adalah berdasarkan :

  1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1464/MENKES/PER/ X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan

  Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktiknya, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a). Pelayanan kesehatan ibu

  b). Pelayanan kesehatan anak

  c). Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana Pasal 10

  1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa prahamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

  2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan konseling pada masa prahamil

  b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

  c. Pelayanan persalinan normal d. Pelayanan ibu nifas normal

  e. Pelayanan ibu menyusui f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

  3. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada

  a. Episiotomi

  b. Penjahitan luka jalan lahirtingkat I dan II

  c. Penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan

  d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

  e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

  f. Fasilitasi atau bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu ekslusif g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum h. Penyuluhan dan konseling i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil j. Pemberian surat keterangan kematian k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin

  Pasal 14 (1) Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak terdapat dokter dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

  (2) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

  (3) Dalam daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.