BAB II - HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DAN STATUS PEKERJAAN DENGAN PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH (4-6) TAHUN DI TK PERTIWI DWP SETDA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian anak 1. Definisi Kemandirian Pembahasan tentang kemandirian anak menjadi topik global. Menurut Steinberg (1995), istilah kemandirian secara konseptual mengacu kepada

  kapasitas individu untuk memperlakukan diri sendiri. Anak yang sudah mencapai kemandirian mampu menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain terutama ibu. Kemandirian anak oleh Rohita (2004), merupakan bagian dari kemampuan personal (personal skills), yang terdiri atas kesadaran potensi diri yang dapat dirinci menjadi cara belajar menolong diri sendiri dalam berpakaian, makan, dan aktivitas dikamar mandi (buang air kecil/buang air besar).

  Menurut Prasetyo (Lonan, 2008: 28) anak yang mandiri akan mampu menghadapi persaingan dan tidak mudah menyerah. Kemandirian itu tidak didapat begitu saja terbentuk tetapi melalui proses dan berkembang karena adanya pengaruh dari beberapa faktor. WHO (1999) menyatakan bahwa kemandirian hidup adalah kemampuan untuk mengembangkan perilaku beradaptasi yang memungkinkan individu agar secara efektif dapat mengatasi tantangan hidup mandiri.

  Masa kritis bagi perkembangan kemandirian berlangsung pada usia dua sampai tiga tahun. Pada usia ini tugas utama perkembangan anak adalah untuk mengembangkan kemandiriannya. Kebutuhan untuk mengembangkan kemandirian yang tidak terpenuhi pada usia dua sampai 3 tahun akan menimbulkan terhambatnya perkembangan mandiri yang maksimal berdasarkan teori Erikson (Yamin & Jamilah, 2010).

  Kemandirian anak ditandai dengan adanya kemampuan untuk melakukan aktivitas sederhana sehari-hari, seperti makan tanpa disuapi, menggunakan pakaian sendiri, mampu memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri.

  

Berk (2005) menjelaskan bahwa anak-anak yang berumur 3-6 tahun

  secara bertahap mulai mandiri berpakaian dan makan. Pada saat usia 3 tahun, anak mulai dapat pergi sendiri dan mengurus keperluan toiletnya.

  Anak umur 4-5 tahun dapat berpakaian dan melepas pakaiannya tanpa harus diawasi. Pada waktu makan, anak-anak usia prasekolah sudah dapat menggunakan sendok dengan benar dan makan sendiri, pada umur 5-6 tahun dapat menggunakan pisau untuk memotong makanan lunak.

   Perkembangan kemandirian anak diperlukan peran serta berbagai

  pihak. Dalam mengembangkan kemandirian anak, diperlukan keterlibatan guru, ibu, dan anak. Hal ini berhubungan dengan pendapat yang diutarakan oleh Aunilah (

  2011:155) bahwa “Peran ibu dalam membentuk karakter sekaligus menanamkan nilai-nilai pendidikan merupakan faktor- faktor yang sangat menentukan”. Hal serupa juga diungkapkan oleh Yulia

  (2010:14) bahwa “Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari ibu atau pendidik dan latihan- latihan keterampilan menuju kemandiriannya”.

  Senada dengan pendapat tersebut, maka ibu ikut ambil dalam perkembangan kemandirian anaknya. Oleh sebab itu perlu adanya kerja sama antara guru dan ibu dalam pendidikan anak.

2. Faktor-faktor Mempengaruhi Kemandirian

  Beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian anak menurut (Soetjiningsih, 2004) terbagi menjadi dua, yaitu:

  a. Menurut teori Soetjiningsih, faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual.

  1) faktor emosi (kemampuan mengontrol emosi) yaitu faktor emosi yang ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi anak. 2) faktor intelektual (kemampuan mengatasi masalah) yaitu faktor intelektual yang ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak.

  b. Faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri yang meliputi lingkungan, karakteristik sosial, setimulasi, pola asuh ibu, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak dan ibu dan status pekerjaan.

  1) Lingkungan, merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak usia prasekolah. Lingkungan yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. 2) Karakteristik sosial dapat mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak-anak dari keluarga kaya. 3) Setimulasi, anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. 4) Pola asuh ibu, anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan. Peran ibu sebagai pengasuh sangat diperlukan bagai anak sebagai penguat perilaku yang telah dilakukannya. Oleh karena itu pola asuh, merupakan hal yang sangat penting dalam membentukan kemandirian anak

  5) Cinta dan kasih sayang, hendaknya diberi sewajarnya kepada anak, karena ini akan mempengaruhi kemandirian anak bila diberikan berlebihan akan menjadi anak kurang mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi dua arah antara orang tua dan anak berjalan lancar dan baik. 6) Kualitas informasi anak-anak dan ibu, dengan interaksi dua arah anak dan ibu dapat menyebabkan anak menjadi mandiri.

  7) Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai perkembangan usianya.

3. Jenis–jenis Kemandirian

  Menurut Steinberg (dalam Desmita, 2011) membedakan kemnadirian atas tiga jenis, yaitu : a. Kemandirian emosi, yakni aspek kemandirian yang berhubungan perubahan kedekatan atau keterkaitan hubungan emosional individu, terutama sekali dengan ibu atau orang dewasa lainnya yang banyak melakukan interaksi dengannya.

  b. Kemandirian kognitif, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan secara bebas dan menindak lanjutinya.

  Kemandirian kognitif yaitu mandiri dalam bertindak dan bebas untuk bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan orang lain. Kemandirian bertindak dimulai sejak usia anak dan berkembang dengan sangat tajam sepanjang usianya.

  c. Kemandirian nilai, yakni kebebasan untuk memaknai seperangkat benar-salah, baik-buruk apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya sendiri. Diantara ketiga komponen kemandirian, kemandirian nilai merupakan proses yang paling kompleks, umumnya berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding kedua tipe kemandirian lainnya. Beberapa ahli mengakui keluarga dan lingkungan sekolah sebagai sumber utama bagi perkembangan kemandirian.

4. Meningkatkan Kemandirian

  Meningkatkan kemandirian anak Retno Dwi Astuti, (2005:4) mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemandirian anak sebagai berikut:

  a. Beri kesempatan memilih, anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan menu dihari itu, ibu memberi beberapa alternatif masakan yang dapat dipilih anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian yang akan dipakai untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya, misalnya. Kebiasaan untuk membuat keputusan- keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupannya.

  b. Hargailah usahanya, hargailah sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. ibu biasanya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk membuka sendiri kaleng permennya. Terutama bila saat itu ibu sedang sibuk didapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya ibu memberi kesempatan padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung sendok, misalnya. Kesempatan yang anda berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.

  c. Hindari banyak bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ibu, yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada si anak, dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet.

  d. Jangan langsung menjawab pertanyaan, meskipun salah tugas ibu adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak, namun sebaiknya ibu tidak langsung menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan tersebut.

  e. Dorong untuk melihat alternatif, sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk mengatasi suatu masalah, ibu bukanlah satu-satunya tempat untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain diluar rumah yang dapat membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

  Untuk itu, cara yang tepat untuk dimintakan tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak tidak akan hanya tergantung pada ibu, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan dirinya sendiri.

  f. Jangan patahkan semangatnya, tak jarang ibu ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengata kan “mustahil” terhadap apa yang sedang diupayakan anak. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong anak untuk terus melakukannya.

  Anak yang memiliki kemandirian yang normal akan cenderung lebih positif dimasa depannya. Anak yang mandiri cenderung berprestasi karena dalam menyelesaikan tugas-tugasnya anak tidak lagi tergantung pada orang lain. Sehingga anak bisa lebih percaya diri. Dengan begitu anak akan tumbuh menjadi orang yang mampu untuk berfikir serius dan berusaha untuk menyelesaikan sesuatu yang menjadi targetnya. Anak akan mudah untuk diterima oleh anak-anak dan teman-teman disekitarnya (Zimmer & Collins, 2003). Sebaliknya menurut Sidharto (2004) anak- anak yang tidak mandiri akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan kepribadiannya sendiri. Jika hal ini tidak segera teratasi, anak akan mengalami kesulitan pada perkembangan selanjutnya.

5. Indikator Kemandirian

  Adapun indikator kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini dapat menggunakan tes perkembangan adaptasi sosial yang merupakan suatu evolusi perkembangan prilaku yang nantinya anak dapat mengekspresikan pengalamannya secara utuh dalam meningkatkan kemampuan untuk mandiri, bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Skala pengukuran perkembangan adaptasi sosial yang baik digunakan adalah tes penilaian perkembangan kemandirian yang menggunakan Skala Kematangan Sosial atau VSMS (Vineland Social

  

Maturity Scale) yaitu sebuah tes yang digunakan untuk mengukur dan

  mengungkapkan darajat atau tingkat kematangan sosial anak. Tes ini diberikan kepada anak usia 0

  • –12 tahun dengan tujuan untuk mencari kematangan sosial anak. Skala maturitas dari Vineland ini dibagi menjadi 8 kategori perkembangan. Doll (2010) dalam Wicaksono (2012) menyatakan skala maturasi sosial dari Vineland tersebut adalah:

  a. Self-help general (SHG) Merupakan kemampuan dan keinginan anak untuk melakukan segala sesuatu dengan sendiri. Kemampuan ini, menjadikan anak dapat menolong dirinya sendiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai tahap perkembangannya. Kemampuan anak usia prasekolah dalam menolong dirinya sendiri tersebut merupakan kemampuan dasar anak untuk dapat mandiri. Kemampuan self-help general anak usia prasekolah adalah Anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu pergi tidur sendiri, mencuci muka dan tangan tanpa dibantu serta mengeringkanya sendiri. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu pergi tidur sendiri tanpa bantuan dan anak menggosok gigi tanpa bantuan (Sholihah, 2011).

  b. Self-help eating (SHE) Merupakan kemampuan menolong diri sendiri anak dalam hal makan yakni anak mampu untuk makan sendiri. Kemampuan anak usia prasekolah dalam self-help eating adalah Anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu mengambil makanan sendiri tanpa bantuan, anak dapat memakai sendok atau garpu saat makan, dan anak mampu memotong makanan sendiri. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu mengambil makanan sendiri dengan baik dan mampu melayani dirinya sendiri saat makan (Sholihah, 2011).

  c. Self-help dressing (SHD) Merupakan kemampuan anak menolong dirinya sendiri dalam hal berpakaian yakni mampu berpakaian sendiri. Kemampuan anak usia prasekolah adalah Anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu memakai pakaian sendiri. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu membuka pakaian sendiri tanpa bantuan termasuk baju yang harus ditarik ke atas (Wong, 2008).

  d. Self-help direction (SHD) Merupakan kemampuan anak dalam hal mengarahkan, memimpin dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk konsekuensi dari setiap perilakunya. Kemampuan anak usia prasekolah adalah Anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak dapat disuruh membeli sesuatu dan anak mengetahui jadwal makan dan belajar yang teratur. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu belanja kecil-kecilan (Sholihah, 2011).

  e. Occupation (O) Merupakan kemampuan anak untuk melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan occupation anak usia prasekolah adalah Anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu menyisir rambutnya sendiri dan menggunakan alat tulis untuk menggambar. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu menggunakan pisau untuk memotong dan anak dapat menggunakan pensil untuk menulis satu huruf atau lebih (Sholihah, 2011). f. Communication (C) Merupakan kemampuan anak dalam berkomunikasi seperti berbicara, tertawa dan membaca untuk mengekspresikan sesuatu hal yang sedang dirasakan dan juga untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Kemampuan komunikasi yang dapat dilakukan oleh anak usia prasekolah adalah anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu menyampaikan pesan sederhana kepada orang lain dan anak dapat mengutarakan keinginannya. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu mengutarakan keinginanya dan mengungkapkan perasaannya (Sholihah, 2011).

  g. Locomotion (L) Merupakan kemampuan anak dalam bergerak kemanapun yang anak inginkan. Kemampuan bergerak ini merupakan salah satu aktivitas motorik yang dilakukan anak, dengan adanya aktivitas motorik yang baik maka semakin baik pula kemampuan bergerak dan kemampuan berpindah yang anak dapat lakukan. Kemampuan anak usia prasekolah dalam locomotion ini adalah anak usia prasekolah (4-5 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu menaiki dan menuruni tangga tanpa bantuan serta anak pergi ke tetangga dekat tanpa diantar oleh ibu. Anak usia prasekolah (5-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu mengikuti permainan yang beresiko seperti melompat, mendorong dan jungkir balik (Sholihah, 2011).

  h. Socialization (S) Merupakan kemampuan anak dalam berteman, terlibat dalam permainan dan berkompetisi dengan tujuan memperoleh kepuasan diri dalam hubungan sosial tersebut. Kemampuan Socialization anak usia prasekolah adalah anak usia prasekolah (4-6 tahun), sesuai perkembangannya anak mampu mengikuti permainan yang bersifat lomba dan anak mampu bermain kartu atau ular tangga (Sholihah, 2011).

B. Pola Asuh Ibu 1. Pengertian

   Pola asuh adalah asuhan yang diberikan ibu atau pengasuh lain berupa

  sikap, dan perilaku dalam kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagianya.

  Pola asuh berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik, mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga, masyarakat (Septiari, 2004: 74). Pengaruh pengasuhan ibu terhadap anak akan terus berlangsung tidak hanya pada masa kanak-kanak tetapi berlangsung terus, pengalaman- pengalaman yang menakutkan, menggoncangkan seperti trauma, membahayakan dan sebagainya, akan terus berdampak pada fase perkembangan berikutnya. Pengalaman tersebut akan terus dibawa dan disimpan dialam bawah sadar dan dapat muncul berupa tingkah laku yang aneh yang seringkali tidak dimengerti oleh individu yang bersangkutan (Hidayat, 2009).

  Menurut Danang danu suseno irdawati membentuk sikap mandiri pada anak sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang sangat mendasar adalah pola asuh ibu. dan terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh ibu dengan kemandirian pada anak usia prasekolah di TK Aisyiyah Mendungan Sukoharjo.

2. Macam-macam Pola Asuh

  Menurut Dario (2004), ada 4 macam pola asuh ibu yaitu:

  a. Pola asuh otoriter Pola asuh otoriter adalah pola asuh anak ibu yang mengharuskan anak patuh pada kehendak ibu sehingga anak akan cenderung kurang inisiatif dalam melakukan suatu hal apapun, selalu merasa takut, tidak percaya diri, sering cemas, dan rendah diri.

  b. Pola asuh demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh ibu pada anak yang memberi kebebasan tapi dengan pengawasan ibu sehingga anak akan menjadi individu yang jujur. c. Pola asuh permisif Pola asuh permisif adalah pola asuh ibu yang biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, yaitu apapun yang dilakukan anak diperolehkan ibu sehingga anak akan menjadi anak kurang disiplin, anak menjadi semena-mena, bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab maka anak-anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu menunjukan aktualisasinya.

  d. Pola asuh penelantar Pola asuh penelantar adalah pola asuh campuran dari pola asuh yang lain dan merupakan pola asuh yang terakhir pada umumnya ibu lebih memprioritaskan kepentingan anaknya akan tetapi juga tidak ragu-ragu untuk mendisiplinkan anaknya, ibu memberi dukungan untuk anaknya, dan berfariasi dalam menerapkan pola asuh, menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengotrol diri, dan dapat cepat menyesuaikan diri dengan dengan temannya.

3. Faktor-faktor Mempengaruhi Pola Asuh Ibu

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua

  a. Tingkat pendidikan Pendidikan yang dimiliki oleh ibu akan mempengaruhi kesiapan orang tua dalam melakukan kegiatan pengasuhan. Menurut hasil riset dari Sir Godfrey Thomson menunjukan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan sebagai macam perubahan. Perubahan-perubahan tersebut dapat bersifat tetap atau permanen didalam keniasaan tingkah laku, pikiran, dan sikap.

  b. Lingkungan Lingkungan sangat mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan orang tua seperti halnya dalam perkembangan anak. Faktor ligkungan yang dapat berpengaruh dalam pola asuh ini adalah keluarga, dimana dikatakan bahwa keluarga merupakan konstanta tetap dalam kehidupan anak. Anak sering sekali mengamati perilaku orang lain kemudian menjadi cirri kebiasaan atau kepribadiannya.

  c. Budaya Kebanyakan orang tua mempelajari praktek pengasuhan dari ibu mereka sendiri. Sebagaian praktek tersebut mereka terima, namun sebagaian lagi mereka tinggalkan (Santrock, 2007).

4. Tujuan Pola Asuh Ibu

  Menurut Shochib (2000), pada dasarnya tujuan utama pengasuhan ibu adalah sebagai berikut a. Mempertahankan kekuatan fisik anak

  b. Meningkatkan kesehatan anak

  c. Memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan perkembangannya d. Mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakini

5. Mengasuh Anak Yang Baik

  

Erikson (Sudjana, 2004) berpendapat bahwa orang tua dapat mengasuh

  anak dengan baik apabila ibu memfokuskan pada tuju hal, yaitu:

  a. Menciptakan relasi atau hubungan sehat dengan anak

  b. Menyediakan kebutuhan fisik dan keamanan bagi anak

  c. Menerima adanya kebutuhan pada diri anak

  d. Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral bagi anak

  e. Menanamkan nilai-nilai pendidikan sepiritual bagi anak

  f. Menggali hal-hal yang menyenangkan bagi anak

  g. Membantu anak mengembangkan kemampuannya 6.

   Instrumen Pengukuran Pola Asuh Ibu

  Baumrind dalam Judy et al (2012) menyatakan bahwa terdapat berbagai macam tipe pola asuh ibu, sehingga dibuatlah sejumlah pertannyaan yang masing-masing terdiri dari 20 pertannyaan untuk mengidentifikasi perkembangan kemandirian anak prasekolah berdasarkan tipe pola asuh yang diterapkan oleh ibu dan status pekerjaan, maka cara pengukuran pola asuh didasarkan pada hasil kuesioner yang berisikan tentang penerapan pola asuh ibu. Pengklasifikasiannya didasarkan pada kecenderungan hasil jawaban yang mengarah pada bentuk pola asuh otoriter, demokratis, permisif dan penelantar.

  Berdasarkan nilai total pengisian kuesioner pada perkembangan kemandirian anak 4-6 tahun, akan didapatkan nilai perkiraan berdasarkan tabel yang ada yang mewakili gambaran pola asuh ibu kepada anaknya. Ibu melakukan dengan menyilang jawaban yang terbagi menjadi empat kategori (SL) selalu nilainya 3, (SR) sering nilainya 2, (JR) jarang nilainya 1, (TP) tidak pernah nilainya 0. Yang disesuaikan dengan kehidupan ibu sehari-hari.

7. Indikator Pola Asuh yang Diteliti

  a. Indikator pola asuh otoriter Baumrind (dalam Santrok, 2003) menetapkan indikator dari pola asuh adalah: 1) Kontrol, ibu membuat batasan-batasan bagi anaknya secara berlebihan.

  2) Kasih sayang, ibu dalam mendidik anaknya tidak memperhatikan perasaan anaknya.

  3) Komunikasi, ibu sedikit dalam melakukan komunikasi secara verbal.

  4) Tuntutan kedewasaan, ibu terlalu menekan kepada anak untuk mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual, personal, sosial dan emosional tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berdiskusi.

  b. Indikator pola asuh demokratis

  Baumrind (dalam Santrok, 2007) menetapkan indikator dari pola asuh adalah: 1) Kontrol, memberikan kebebasan pada anak tetapi tetap memberi kontrol terhadap anak.

  2) Kasih sayang, bentuk kasih sayang ibu yang dapat diberikan pada anaknya yakni ibu berusaha membesarkan hati anak.

  3) Komunikasi, komunikasi verbal dua arah antara anak dengan ibu, yaitu terdapat komunikasi yang baik antara anak dan ibu.

  4) Tuntutan kedewasaan, ibu memberikan pengrtian kepada anak untuk mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual, personal, sosial dan emosional dan selalu memberi anak untuk berlatih dan berdiskusi.

  c. Indikator pola asuh permisif Baumrind (dalam Santrok, 2007) menetapkan indikator dari pola asuh adalah: 1) Kontrol, ibu memberikan pengawasan kepada anak secara longgar.

  2) Kasih sayang, ibu dalam mendidik anaknya membolehkan anak melakukan apapun sehingga anak akan menjadi kurang disiplin.

  3) Komunikasi, dalam berkomunikasi verbal antara ibu dengan anak anak lebih mendominasi, yaitu anak menjadi semena-mena dalam meminta apapun yang dilakukan anak.

  4) Tuntutan kedewasaan, ibu memberikan kebebasan bila anak mampu untuk bertanggung jawab maka anak-anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu menunjukan aktualisasinya.

  d. Indikator pola asuh penelantar Baumrind (dalam Santrok, 2007) menetapkan indikator dari pola asuh adalah: 1) Kontrol, ibu memberikan pengawasan kepada anak secara longgar dan kadang bisa memberikan batasan-batasan.

  2) Kasih sayang, ibu dalam mendidik kurang membantu anak mengetahui kemampuan dan kemauan yang anak inginkan, membebaskan anak untuk melakukan tugasnya. 3) Komunikasi, dalam berkomunikasi verbal antara ibu dengan anak, ibu sedikit berkomunikasi.

  4) Tuntutan kedewasaan, ibu memberikan kebebasan bila anak bisa mencapai tingkatan maka anak-anak akan menjadi seorang yang kurang bertanggung jawab, inisiatif, kreatif dan mampu menunjukan aktualisasinya.

C. Status Pekerjaan Ibu 1. Pengertian

   Menurut Mappiare (seperti yang disebut Andika.2005) ibu rumah

  tangga menurut konsep tradisional adalah wanita yang mempersembahkan waktunya untuk memelihara dan melatih, mengasuh anak-anak menurut pola-pola yang diberikan oleh masyarakat. Jadi wanita yang tidak bekerja adalah wanita yang mempersembahkan waktunya untuk mengurus, memelihara rumah (keluarga) tanpa suatu aktivitas atau pekerjaan diluar rumah. Atau dengan kata lain wanita yang tidak bekerja adalah wanita yang hanya menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga yang lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah tanpa terkait pekerjaan lain di rumah. Ibu rumah tangga, para ibu yang mempunyai anak kecil dan pergi bekerja sering dikecam, tetapi belum ada yang menunjukkan bahwa anak- anak dari ibu bekerja itu tidak mandiri. lbu bekerja biasanya merasa bersalah karena mereka pikir mereka kurang mengasuh anak mereka.

  Meskipun sering disalahkan karena masalah anak mereka, sekarang tampak bahwa anak-anak yang ibunya bekerja tidak memiliki masalah lebih banyak dari anak-anak yang ibunya berada dirumah (Sulifan, 2007).

2. Definisi APAK

  Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) adalah bagian dari penduduk usia kerja, 15 tahun keatas yang mempunyai pekerjaan selama seminggu yang lalu, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti menunggu panenan atau cuti. Di samping itu, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja. (Sensus Penduduk 2004, hal : xxi).

  Indikator ini bermanfaat untuk mengetahui bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu tertentu.

  Penghitungan APAK dapat dilakukan dengan membandingkan antara jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja dengan jumlah penduduk yang termasuk dalam usia kerja.

  a. Rumus b. Sumber Data Data sebagai dasar penghitungan indikator ini bisa didapatkan dari Sensus Penduduk (SP), Survey Sosial dan Ekonomi Nasional

  (Susenas), dan Survey Ketenaga Kerjaan Nasional (Sakernas). Lihat lampiran untuk definisi variabelnya dibagian indikator angkatan kerja. Definisi ini berdasarkan kuesioner Susenas 2002, 2003 dan 2004.

  c. Contoh Berdasarkan data SP 2000, jumlah angkatan kerja sebanyak

  97.433.125 orang dan jumlah penduduk usia kerja sebanyak 139.991.800 orang, maka APAK Indonesia pada tahun 2000 adalah; APAK = 97.433.125 / 139.991.800 x 100% = 69.6%.

  3. Data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tabel 2.1 data tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.

  Kabupaten/Kota TPT TPAK 2011 2012 2013 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

  

01 Kab. Cilacap 6,52 7,40 6,76 71,76 65,44 66,42

  

02 Kab. Banyumas 4,95 5,06 5,46 70,17 65,54 64,17

  

03 Kab. Purbalingga 5,54 5,14 5,72 70,50 76,63 73,76

  

04 Kab. Banjarnegara 5,57 3,76 4,17 71,25 79,47 73,61

  

05 Kab. Kebumen 5,18 3,66 3,58 70,35 75,49 71,63

  

19 Kab. Kudus 6,21 5,85 8,01 69,83 75,11 73,58

  

29 Kab. Brebes 6,63 8,20 9,54 69,93 64,41 73,27

  

28 Kab. Tegal 6,89 6,05 6,93 71,06 64,59 62,75

  

27 Kab. Pemalang 6,33 4,82 6,55 70,25 68,36 66,82

  

26 Kab. Pekalongan 6,12 5,07 4,75 71,08 71,64 69,66

  

25 Kab. Batang 5,91 5,90 6,98 71,39 72,61 71,21

  

24 Kab. Kendal 5,59 6,34 6,42 71,36 72,88 72,00

  

23 Kab. Temanggung 5,24 3,40 4,86 72,07 77,41 76,74

  

22 Kab. Semarang 6,12 4,88 3,89 70,59 77,03 74,37

  

21 Kab. Demak 5,70 8,44 7,04 70,87 70,45 68,58

  

20 Kab. Jepara 6,26 4,20 6,28 71,14 71,94 70,47

  

18 Kab. Pati 7,37 12,20 7,30 72,35 70,94 71,20

  

06 Kab. Purworejo 4,57 3,28 5,11 69,9 68,49 71,48

  

17 Kab. Rembang 5,92 5,80 5,98 72,26 74,88 73,23

  

16 Kab. Blora 6,11 4,88 6,25 72,14 73,84 75,50

  

15 Kab. Grobogan 5,20 4,33 6,05 70,96 75,16 73,37

  

14 Kab. Sragen 5,69 6,00 5,70 71,25 76,24 73,79

  

13 Kab. Karanganyar 5,51 5,79 3,82 71,10 72,62 71,46

  

12 Kab. Wonogiri 3,41 3,60 3,65 69,62 73,04 71,93

  

11 Kab. Sukoharjo 5,48 5,98 5,99 70,08 68,63 68,41

  

10 Kab. Klaten 6,21 3,66 5,38 70,03 72,22 73,10

  

09 Kab. Boyolali 5,24 4,52 5,46 70,44 75,07 76,27

  

08 Kab. Magelang 5,98 4,47 6,22 71,52 74,52 70,35

  

07 Kab. Wonosobo 5,74 5,37 5,83 72,00 76,24 69,50

  

71 Kota Magelang 8,28 8,71 6,80 70,60 69,46 68,93

  

72 Kota Surakarta 6,36 6,07 7,18 69,01 70,49 72,57

  

73 Kota Salatiga 6,39 6,69 6,20 67,71 68,98 68,38

  

74 Kota Semarang 6,92 5,82 5,96 69,61 67,91 67,75

  

75 Kota Pekalongan 7,29 7,44 5,28 70,41 69,49 66,64

  

76 Kota Tegal 7,14 8,49 9,25 70,20 63,51 71,52

Jawa Tengah 5,93 5,63 6,02 70,77 71,43 70,72

  Sumber : Data diolah dari Sakernas Agustus 2011-2013. Statistik provinsi Jawa Tengah No.69/11/33/Th.VII, 06 November 2013.

D. Perkembangan Anak 1. Pengertian

   Perkembangan (development) merupakan pola perubahan yang dimulai

  sejak pertumbuhan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu bertumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Perkembangan ialah bertambahnya kemampuan struktur atau fungsi tubuh yang lebih kompleks, yang bersifat kualitatif dimana pengukurannya lebih sulit dari pada pengukuran pertumbuhan (IDAI, 2002).

  Dalam perkembangan anak semua aspek yang dimiliki ibu berpengaruh besar terhadap perkembangan dimana sosial ekonomi ibu mempengaruhi perkembangan anak 20,4%, pekerjaan ibu 23,3%, dan pola asuh ibu 36,7%, dan sisanya besar dipengaruhi faktor lingkungan. Ibu merupakan tokoh sentral dalam perkembangan anak terutama dalam pola pengasuhan anak sikap positif sangat diperlukan dalam membimbing tumbuh kembang anak agar sesuai tahapan perkembangan anak, jadi dari dasar ini dapat diteladani bahwa peran ibu dalam pola pengasuhan sangat bisa menentukan aktifitas sosial anak seperti kemandirian, membantu kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar. Apabila anak mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik, anak akan mudah diterima sebagai anggota kelompok sosial ditempat mereka mengembangkan diri (Suherman, 2010). Menurut DepKes RI dalam buku pedoman stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak (2005) menyatakan bahwa perkembangan sosial anak adalah proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju kedewasaan yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat, lebih dari 25% anak toddler mengalami keterlambatan perkembangan seperti kurangnya kemandirian anak (tidak dapat berpakaian sendiri, tidak berhasil dalam toilet training), tidak bisa berkomunikai dengan lancar dimana anak tidak mampu menyebutkan namanya sendiri sehingga anak cenderung pasif dan tidak dapat mengembangkan kemampuannya.

2. Aspek Tumbuh Kembang Anak

  Aspek tumbuh kembang pada anak ini merupakan suatu aspek yang diperhatikan secara serius, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik dari fisik maupun psikososial.

  a. Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik berupa perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.

  b. Perkembangan intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan anak secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca dan lainnya.

  c. Pertumbuhan dan perkembangan emosional anak dapat dilihat dari perilaku sosial dilingkungan anak (Arvin, 2000).

3. Ciri-ciri Perkembangan

  Yusuf (2007) mengungkapkan cirri-ciri perkembangan anak pada usia pra-sekolah adalah: a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan- permainan yang umum.

  b. Membangun sikap yang sehat mengenai sendiri sebagai anak yang sedang tumbuh.

  c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temanya.

  d. Mulai mengembangkanperan sosial pria atau wanita yang tepat.

  e. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung. f. Mengembangkan pengertian-pengertianyang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.

  g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral,dan tingkatan nilai.

  h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial. i. Mencapai kebebasan pribadi.

4. Periode Pola Perkembangan

  Periode pola perkembangan yakni berlangsung secara berkesinambungan, terdapat bukti bahwa pada berbagai usia ciri bawaan tertentulebih menonjol dari pada yang lain karena perkembangannya terjadi lebih cepat. Bijou mengusulkan bahwa periode pada perkembangan tidak ditandai dengan usia, tetapi dengan kejadian biologis dan perubahan dalam perilaku seseorang (Bijiou, 1975).

  Lima periode perkembangan utama anak menurut Hurlock (1978):

  a. Periode pra lahir (pembuahan sampai lahir) Sebelum lahir, perkembangan berlangsung secara cepat, yang terutama terjadi secara fisiologis dan terdiri dari pertumbuhan seluruh struktur tuguh.

  b. Masa neonates (lahir sampai 10-14 hari) Masa ini adalah periode bayi yang baru lahir atau neonate. selama waktu ini, bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang seluruhnya baru diluar rahim ibu. Pertumbuhan untuk sementara terhenti. c. Masa bayi (2 minggu sampai 2 tahun) Pertama-tama bayi sama sekali tidak berdaya. Secara bertahap mereka belajar mengendalikan ototnya sehingga mereka secara berangsur dapat bergantung pada dirinya sendiri. Perubahan ini disertai disertai timbulnya perasaan tidak suka dianggap seperti anak bayi dan keinginan untuk mandiri.

  d. Masa kanak-kanak (2 tahun sampai masa remaja) Periode ini biasanya terdiri atas dua bagian yaitu: 1) Masa kanak-kanak dini (2 sampai 6 tahun)

  Adalah usia prasekolah atau perkelompok anak itu berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial. 2) Akhir masa kanak-kanak (6 sampai 13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki) Adalah periode dimana anak terjadi kematangan seksual dan masa remaja dimulai. Perkembangan utama ialah sosialisasi. Ini merupakan usia sekolah atau usia kelompok.

  e. Masa puber (11 sampai 16 tahun) Merupakan metode saling tumpang tindih kira-kira 2 tahun meliputi akhir masa kanak-kanak dan 2 tahun meliputi awal masa remaja. Masa puber berlangsung dari usia 11 sampai 15 tahun pada gadis dan dari 12 sampai 16 tahunpada jejaka. Tubuh anak sekarang berubah menjadi tubuh orang dewasa.

  Pada setiap periode perkembangan terdapat harapan sosial, harapan sosial dikenal sebagai “tugas perkembangan”. Havighurst telah mendefinisikan tugas perkembangan sebagai, tugas yang timbul pada sekitar periode sekitar periode kehidupan individu tertentu. Adapun tujuan tugas perkembangan mempunyai tiga tujuan yang sangat berguna:

  1) Tugas pertama, tugas ini bertindak sebagai pedoman untuk membantu orang tua dan guru guna mengetahui apa yang harus dipelajari anak pada usia tertentu. 2) Tugas ke dua, tugas perkembangan menimbulkan kekuatan motivasi bagi anak untuk belajarhal-hal yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia tersebut. 3) Tugas ke tiga, tugas perkembangan menunjukan pada para orang tua dan guru tentang apa yang diharapkan dari mereka dimasa mendatang.

5. Tugas Perkembangan

  Tugas untuk masa lahir sampai 6 tahun dari Havighurst (1972):

  a. Belajar berjalan

  b. Belajar makan makanan padat

  c. Belajar berbicara d. Belajar mengendalikan pembuangan sampah tubuh

  e. Belajar membedakan jenis kelamin dan kesopanan seksual

  f. Mencapai setabilitas fisiologis

  g. Membentuk konsep sederhanamengenai kenyataan sosial dan fisik

  h. Belajar berhubungan secara emosional dengan orang tua, saudara kandung, dan orang lain i. Belajar membedakan yang benardan yang salah serta mengembangkan hati nurani

E. Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian

   Masa anak prasekolah (usia 60-72 bulan) adalah masa yang sensitif

  terjadi penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan serta masa anak dipersiapkan untuk sekolah. Oleh karena itu, panca indra dan sistem reseptor penerima rangsang serta proses memori sudah harus siap, sehingga anak mampu belajar dengan baik. Ibu dan keluarga diharapkan mampu memantau dan mendeteksi pertumbuhan dan perkembangan anaknya agar dapat dilakukan intervensi dini bila anak mengalami kelainan dan gangguan, sehingga perkembangan anak dapat dioptimalkan (Dep Kes RI, 2006).

   Berdasarkan laporan pelaksanaan DDTK Dinas Kesehatan Kota

  Palangkaraya yang dilakukan tahun 2008 dan 2009 cenderung meningkat dari 2,24% menjadi 3,91% anak mempunyai masalah pertumbuhan dan perkembangan. Di embaga Pendidikan Khusus Melati Ceria Palangkaraya 44 anak memiliki penyimpangan perkembangan dan terlambat diketahui karena ketidaktahuan keluarga dan ibu dalam hal deteksi dan stimulasi perkembangan anak secara dini.

  Perkembangan anak prasekolah dipengaruhi oleh faktor biologi dan psikososial. Kemiskinan dan konteks sosial budaya meningkatkan paparan biologi dan psikososial terhadap anak dan mempengaruhi perkembangan serta perubahan struktur dan fungsi otak maupun perubahan perilaku (Walker, 2007). Termasuk dalam faktor psikososial adalah kepekaan (sensitivity) dan ketanggapan (responsiveness) pengasuh terhadap anak.

  Sensitivitas dan responsivitas diidentifikasi sebagai fitur utama dari perilaku pengasuhan yang berhubungan dengan outcome perkembangan positif dan kesehatan anak dikemudian hari (Richter L, 2004).

2. Tujuan Pengasuhan Anak

  Kemandirian merupakan bagian dari tugas perkembangan anak prasekolah melalui proses pengasuhan. Brooks (2001) menjabarkan beberapa tujuan pengasuhan anak yaitu:

  a. Menjamin kesehatan fisik (gizi dan kesehatan) dan kelangsungan hidup anak.

  b. Menyiapkan anak agar menjadi orang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab baik secara ekonomi, sosial dan moral. c. Mendorong perilaku individu yang positif, termasuk cara penyesuaian diri, kemampuan intelektual, dan kemampuan berinteraksi sosial dengan orang lain agar dapat bertanggung jawab dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

  F.

  

Hubungan Pola Asuh Ibu dan Setatus Pekerjaan dengan Kemandirian

Anak Usia Prasekolah

1. Pengertian

   Puspitawati (2009) menyatakan bahwa keluarga sebagai yunit terkecil

  dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap bangsa, yaitu sebagai pendidik pertama dan utamabagi individu. Keluarga secara universal telah diakui perannan pentingnya dalam menciptakan Sumber Daya Manausia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil penelitian Astuti (2005) ada pengaruh pola asuh ibu terhadap kemandirian siswa diterima dan dan kontribusi pola asuh ibu terhadap kemandirian siswa dalam belajar 63,92%. Hal ini berarti bahwa meningkat atau menurunnya kemandirian siswa ditentukan oleh pola asuh ibu sebesar 63,92% sedangkan sisanya 36,08% ditentukan oleh faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kemandirian siswa.

  Peran ibu dalam keluarga terkandung dalam pasal 1 ayat 11 Undang- Undang no. 23 th 2002 tentang perlindungan anak (UU perlindungan anak) terdapat istilah “Kuasa Asuh” yaitu kekuasaan ibu untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan bakat serta minatnya. Kewajiban sebagai ibu adalah memberikan kasih sayang (afeksi) dan cinta terhadap anak. Kasih sayang ibu kepada anak diwujudkan dengan pemenuhan kebutuhan hak anak secara layak.

  Pengasuhan ibu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang memiliki tujuan agar dapat membuat anak prasekolah bertahan menghadapi tantangan dari lingkungan serta dapat berkembang. Potensi anak dapat dikembangkan melalui serangkaian stimulasi psikososial dari ibu dan lingkungan (Houghughi, 2004). Pada pernyataan tersebut diketahui bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses dua orang atau lebih yang memiliki tujuan yang positif dan penting bagi perkembangan kemandirian anak usia prasekolah untuk dapat bertahan hidup.

  Ibu rumah tangga yang bekerja atau wanita karier adalahh wanita yang melakukan sesuatu kegiatan untuk mencari nafkah (mata pencaharian) selain itu juga untuk memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan dalam pekerjaan, jabatan, dan sebagainya, Mey (seperti yang disebut nanda 2010).

  Hendaknya setiap ibu menghindari memanjakan anak secara berlebihan, karena hal ini akan menjadikannya kurang mandiri. Ketidak mandirian memang ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk mengurus dirinya sendiri (ketidak mandirian fisik). Namun bisa berwujud ketidak mampuan anak untuk membuat keputusan (ketidak mandirian psikologis). Akibatnya anak sering jadi merepotkan juga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketidak mampuan membuat keputusan juga membuatnya jadi kurang percaya diri, ia tampak cenderung bergantung pada orang lain. Tidak heran bila anak terkesan mudah dipengaruhi, karena sering ragu untuk memutuskan (lntisari, 2003).

G. Kerangka Teori

  

Kerangka teori pada penilitian ini dapat di lihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia prasekolah (Soetjiningsih, 1995; Bahri, 2004)

  Berdasarkan landasan teori penelitian diatas maka dapat dilihat bahwa faktor internal dan faktor eksternal pada kemandirian anak di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara dipengaruhi ketidak mampuan anak mengembangkan kemampuan kemandirian yang maksimal berdasarkan teori Erikson (Yamin & Jamilah, 2010). melakukan aktivitas sederhana sehari-hari, seperti makan tanpa disuapin, menggunakan pakaian sendiri, mampu memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri.

  Faktor internal:

  1. Emosi

  2. Intelektual

  Kemandirian anak usia prasekolah Faktor eksternal:

  1. Lingkungan

  2. Karekteristik sosial

  3. Stimulasi 4.

  5. Cinta dan kasih sayang

  6. Kualitas informasi anak

  4. Pola asuh ibu

  7. Status pekerjaan ibu

H. Kerangka konsep

  

Kerangka konsep pada penilitian dapat di lihat pada gambar dibawah ini :

  Variabel bebas (independen) Variabel terkait (dependen)

  1. Status pekerjaan ibu

  2. Pola asuh ibu menurut Kemandirian anak usia

  Dario (2004) : prasekolah a. Pola asuh otoriter

  b. Pola asuh demokratis c. Pola asuh permisif

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PENDAMPINGAN IBU DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI BEBERAPA TK KECAMATAN KALIWATES KABUPATEN JEMBER

0 4 18

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN

1 1 5

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA BEKERJA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH (4 - 5 TAHUN) DI TK GMIM BUKIT MORIA MALALAYANG

0 3 9

HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANAK USIA PRASEKOLAH DENGAN KECERDASAN EMOSI DI PAUD KECAMATAN SIGALUH KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 14

HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANAK USIA PRASEKOLAH DENGAN KECERDASAN EMOSI DI PAUD KECAMATAN SIGALUH KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN DALAM PHBS (POLA HIDUP BERSIH SEHAT) PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK PERTIWI DESA KALIKIDANG KEC.SOKARAJA KAB.BANYUMAS - repository perpustakaan

0 1 8

BAB II Tinjauan Pustaka A. Pola Asuh - HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN DALAM PHBS (POLA HIDUP BERSIH SEHAT) PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK PERTIWI DESA KALIKIDANG KEC.SOKARAJA KAB.BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 27

PENGARUH MEDIA LOTTO TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK PERTIWI KALIKIDANG - repository perpustakaan

1 0 17

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DAN STATUS PEKERJAAN DENGAN PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH (4-6) TAHUN DI TK PERTIWI DWP SETDA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DAN STATUS PEKERJAAN DENGAN PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH (4-6) TAHUN DI TK PERTIWI DWP SETDA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 11