PERAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT NASIONAL DALAM MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN DI INDONESIA - Politeknik Negeri Padang

  

PERAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT NASIONAL

DALAM MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN DI INDONESIA

1) 2)

  

Darna dan Fatimah

Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Kampus UI Depok 16425

Program D4 Keuangan dan Perbankan Syariah

  1) 2)

Email:

ABSTRAK

  

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap peran lembaga amil zakat nasional dalam upaya

memutus mata rantai kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode analisa deskriptif melalui wawancara mendalam dengan pihak pengelola lembaga

amil zakat, pakar zakat dan didukung data dokumentasi berupa laporan keuangan teraudit dan data laporan

tahunan (annual report). Sampel dalam penelitian ini adalah empat lembaga amil zakat nasional yaitu Dompet

Dhuafa (DD), Rumah Zakat (RZ), Baitul Maal Hidayatullah (BMH) dan BAZNAS. Hasil yang diperoleh dari

empat lembaga zakat nasional tersebut diperoleh gambaran bahwa dana zakat yang disalurkan khusus untuk

kegiatan yang dapat memutus rantai kemiskinan berupa kegiatan pendidikan dan pengembangan bidang

ekonomi jumlahnya masih relative kecil (sekitar 30%) dibandingkan total dana zakat yang terhimpun. Dana

zakat terhimpun dari empat lembaga zakat tersebut tahun 2014 berjumlah sekitar 300 M, maka hanya 90 M yang

disalurkan dalam bentuk pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Dana sebesar 90 M tentunya belum bisa

secara massive mengentaskan kemiskinan melalui program ekonomi dan pendidikan. Selanjutnya apabila secara

nasional total dana zakat terhimpun sebesar 3,8 trilyun (Baznas, 2015), maka hanya sebesar 1,14 triyun yang

didistribusikan untuk pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Maka apabila dibandingkan dengan jumlah

penduduk miskin secara nasional, dana zakat tersebut masih terlalu kecil untuk membiayai pengentasan

kemiskinan secara nasional. Oleh karenanya secara keseluruhan, peran lembaga zakat nasional dalam

pengentasan kemiskinan di Indonesia, meskipun sudah berkontribusi positif dan meningkat dari tahun ke tahun,

namun secara nasional peran mereka masih relative kecil.

  Keyword: amil zakat, dana zakat, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi

Pendahuluan

  Data Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa dari tahun 2010 s.d. 2014, terjadi penurunan angka kemiskinan yaitu dari 13,3 persen (31 juta orang) pada tahun 2010 menjadi 11 persen (28 juta orang) pada tahun 2014. Namun dalam data ini, pemerintah kita menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328. Angka pendapatan tersebut adalah setara dengan USD $25 per bulan, yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia sendiri. Sedangkan jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai standar hidup di bawah garis kemiskinan, maka persentase data di atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan.

  Berbagai program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah melaui dana APBN dan APBD sudah sejak lama dilakukan, namun demikian angka kemiskinan masih tetap tinggi, apalagi jika menggunakan standar bank dunia. Program yang sudah dan masih dilakukan pemerintah saat ini mulai dari: 1) program penanggulangan berbasis keluarga seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program Keluarga Harapan (PKH), Beras untuk keluarga miskin (RASKIN) dan Program Indonesia Pintar (PIP); 2) program penanggulangan berbasis pemberdayaan masyarakat yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarkat Mandiri

  (PNPM); 3) program penanggulangan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bentuknya adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu program yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Aspek penting dalam penguatan adalah memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha dan meningkatkan kualitas hidupnya (sumber: tnp2k).

  Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan penangan lintas sektoral, lintas profesional dan lintas lembaga. Oleh karenanya Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai lembaga non pemerintah bentukan masyarakat memiliki peran sangat strategis dalam membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi masyarakat. Penelitian Beik (2012) secara empiris membuktikan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah keluarga miskin, kesenjangan pendapatan dan tingkat keparahan kemiskinan pada keluarga miskin. Ini menunjukkan bahwa zakat memiliki potensi yang besar sebagai instrumen untuk mereduksi kemiskinan dan pengangguran. Berbeda dengan sumber keuangan program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah selama ini, zakat tidak memiliki dampak politis apapun bagi si penerimanya, kecuali ridho dan mengharapkan pahala dari Allah SWT. Namun demikian bukan berarti bahwa mekanisme zakat tidak ada system kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilahat dari: 1) zakat merupakan panggilan agama yang mencerminkan keimanan seseorang; 2) sumber keuangan dari zaat tidak akan pernah terputus. Artinya orang yang membayar zakat tidak pernah akan habis dan yang telah membayar pada tahun ini akan terus membayar pada tahun-tahun berikutnya; 3) secara empirik zakat dapat menghapus kesenjangan sosial, dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan (Ridwan, 2005).

  Sebagai program penanggulangan kemiskinan wajib (mandatory expenditure) dalam perekonomian islam, dampak zakat seharusnya adalah signifikan dan berjalan secara otomatis (built-in) di dalam system islam. Terdapat beberapa alasan untuk ini; Pertama, alokasi dana zakat sudah ditentukan secara pasti di dalam syariah (al-

  Qur’an 9:60) dimana zakat hanya diperuntukkan bagi delapan golongan (ashnaf) saja yaitu: fuqara’ (fakir),

  masakin (miskin), amilin ‘alayha (pihak pengelola atau amil zakat), mu’allaf (orang yang baru masuk islam),

  (membebaskan budak), gharimin (orang-orang yang berutang), fi sabilillah (pejuang di jalan Allah) dan

  riqab ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan). Lebih jauh lagi al-

  Qur’an menyebutkan fakir dan miskin sebagai kelompok pertama dan kedua dalam daftar penerima zakat. Mereka inilah yang mendapat prioritas dan pengutamaan dalam al-

Qur’an. Ini menunjukkan bahwa mengatasi masalah kemiskinan merupakan tujuan utama dari zakat (Qardhawi, 1988). Kedua, zakat dikenakan pada basis yang luas dan meliputi berbagai aktivitas

  perekonomian. Zakat dipungut dari produk pertanian, hewan peliharaan, simpanan emas dan perak, aktivitas perniagaan komersial dan barang-barang tambang yang diambil dari perut bumi. Dengan demikian potensi penerimaan dana zakat harusnya signifikan dan bisa menjadi modal dasar yang penting bagi pembiayaan program-program penanggulangan kemiskinan. Ketiga, zakat merupakan pajak spiritual yang wajib dibayar oleh setiap muslim dalam kondisi apapun. Oleh karena itu penerimaan zakat cenderung stabil. Hal ini akan menjamin keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan yang umumnya membutuhkan jangka waktu yang relative panjang.

  Berdasarkan pada uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin menganalisis tentang peran organisasi pengelola zakat nasional dalam membantu mengentaskan kemiskinan yang ada di Indonesia dengan cara; pertama, membandingkan jumlah dana yang disalurkan terhadap kebutuhan dana APBN untuk program pengentasan kemiskinan; kedua, membandingkan jumlah penerima program pemberdayaan (beneficiary) terhadap jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun; ketiga, alasan mengapa realisasi zakat belum mampu mendekati potensi yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini mencoba menggunakan data primer berupa laporan keuangan organisasi pengelola zakat, data laporan kegiatan tahunan organisasi pengelola zakat yang dijadikan sampel dalam penelitian dan didukung pula oleh penjelasan pihak manajemen serta dari para ahli tentang zakat.

Tinjauan Pustaka

  Kemiskinan telah menjadi isu ekonomi, sosial, dan politik di seluruh dunia terutama di negara-nagara berkembang dan negara-negara dunia ketiga termasuk banyak dari negara-negara Muslim. Lembaga dari berbagai organisasi dunia seperti PBB dan Bank Dunia bekerja keras untuk memberantas kemiskinan dengan berbagai macam kegiatan, program, layanan, dan melalui pengembangan kebijakan. Pada tahun 2000, PBB menyelenggarakan acara yang mengumpulkan pemimpin bangsa untuk menandatangani "Declaration Millenium

  ". Pada hari itu, para pemimpin dunia ini berjanji untuk bekerja sama untuk mencapai "Millenium

  Development

Development Goals " pada tahun 2015, di mana salah satu tujuannya adalah untuk secara signifikan mengurangi

  jumlah kemiskinan dan kelaparan global (PBB, 2012). Demikian pula, tahun sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memperkenalkan Strategi Penanggulangan Kemiskinan yang menguraikan strategi berbasis negara yang komprehensif untuk secara signifikan mengurangi kemiskinan. Secara umum, diyakini bahwa pemerintah dan pasar sendiri tidak mungkin untuk memecahkan masalah kemiskinan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pihak lain yang terdiri dari masyarakat umum, non-profit dan organisasi non- pemerintah untuk berpartisipasi aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, sehingga kemiskinan terkurangi.

  Chapra (2002, 316-317); Iqbal (1998); Khan (1988); Siddiq dan Zaman (1989); Shamin Siddiqi (1992) dan (1994), ada sejumlah nilai dalam institusi islam yang dianggap dapat membantu menciptakan persaudaraan islam yang ideal, persamaan sosial dan distribusi yang merata, diantaranya yaitu institusi zakat dan warisan. Zakat merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan sosial yang ada,sehingga kemiskinan dan kemelaratan dapat terhapuskan dari masyarakat. Zakat tidak menghilangkan kewajiban pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan, melainkan hanya menggeser sebagian tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat sehingga beban pemerintah berkurang. Lebih lanjut Chapra (2002; 317) menyatakan bahwa zakat bukan merupakan substitusi dari berbagai model pembiayaan mandiri yang dibuat masyarakat modern untuk menyediakan perlindungan asuransi sosial bagi pengangguran, kecelakaan, usia lanjut dan kecacatan melalui pemotongan dari gaji pegawai dan dari kontribusi pemberi kerja. Zakat juga tidak menggantikan komponen pengeluaran pemerintah untuk kesejahteraan dan untuk bantuan disaat bencana alam yang telah ditetapkan dalam anggaran.

  Mubariq (2000) menyatakan bahwa zakat disalurkan untuk memenuhi konsumsi kebutuhan pokok yang habis dipakai dari hari kehari. Meskipun mungkin mampu membantu fakir miskin memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak, cara pemanfaatan zakat seperti ini cenderung melanggengkan si penerima dalam situasi kemiskinannya. Pemberian “ikan” yang terus menerus tidak mendorong orang untuk menjadi “tukang pancing” terutama apabila zakat dibagikan secara

  “flate rate”. Oleh karenanya “reorientasi” prioritas pemanfaatan zakat perlu dilakukan kearah manfaat jangka panjang. Pertama; zakat harus dibagikan sebagai “pajak pendapatan negative” untuk mempertahankan insentif bekerja atau mencari penghasilan sendiri dikalangan fakir miskin. sebagian dari zakat yang terkumpul (setidaknya 50%) harus digunakan untuk membiayai kegiatan

Kedua; memberi “pancing” atau kegiatan produktif kepada kelompok masyarakat fakir miskin

  Penelitian Multifiah (2009) di Malang Kota dan Kabupaten, menyatakan bahwa bantuan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) untuk modal, bantuan ZIS untuk pendidikan, bantuan ZIS untuk kesehatan dan lamanya menerima bantuan dari ZIS secara bersama berpengaruh Kesejahteraan Rumah Tangga Miskin Muslim (RTMM). Namun secara parsial bantuan ZIS untuk modal usaha, bantuan pendidikan/beasiswa, dan bantuan kesehatan/pengobatan tidak signifikan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Ini berarti bahwa bantuan ZIS tersebut tidak mampu meningkatkan kesejahteraan RTMM. Hasil ini disebabkan karena jumlah bantuan yang diberikan masih relative kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan RTMM, ditambah lagi bantuan yang diberikan masih bersifat parsial atau hanya satu macam bantuan untuk setiap RTMM, sehingga masih menyisakan masalah dan belum bisa mengatasi masalah kekurangan mereka secara total.

  Penelitian selanjutnya tentang efektivitas zakat dalam mengentaskan kemiskinan di Malaysia telah menyoroti beberapa masalah. Abd Rahman et. al. ( 2012) misalnya, menyoroti isu-isu inefisiensi distribusi zakat sehingga mempengaruhi tujuan memerangi kemiskinan. Mereka berpendapat bahwa penelitian menemukan bahwa ada masalah birokrasi di Lembaga Zakat (Zakah Institution/ZI) di Malaysia yang akan memperlambat proses aplikasi seperti persyaratan bagi siswa untuk membuat aplikasi setiap tahun untuk ZI meskipun aplikasi mereka telah disetujui selama tahun pertama mereka. Selain tidak efisien dalam proses distribusinya yang menjadi sorotan juga dalam mengumpulkan zakatnya. Mengacu laporan PPZ / MAIWP (2010), hanya 160.000 dari sekitar 2 juta Populasi Muslim di Selangor (8 %) yang membayar zakat. Oleh karena itu, ia menyarankan agar ZI perlu lebih proaktif dalam meningkatkan kesadaran di kalangan calon pembayar zakat. Oleh karena itu, ia menyarankan agar ZI perlu lebih proaktif dalam meningkatkan kesadaran di kalangan calon pembayar zakat bukannya hanya menunggu di counter zakat (Abd. Rahman et. al. , 2012)

  Sesuai dengan perintah di dalam al-

Qur’an bahwa zakat yang hanya diperuntukkan bagi delapan golongan

  (ashnaf) seperti telah disebutkan sebelumnya, maka pendayagunaan zakat yang dihimpun oleh organisasi pengelola zakat, dalam jangka panjang seharusnya dapat memberdayakan mustahik sampai pada tataran pengembangan usaha (Muhammad Ridwan, 2005). Hasil penelitian (Beik, 2010) yang di lakukan di beberapa wilayah di Jakarta memperlihatkan perubahan (gini rasio) yang cukup signifikan terhadap kehidupan mustahik yang mendapat zakat baik dari LAZNAS maupun BAZNAZ. Penelitian yang sama dilakukan di Bogor oleh Sri Hartoyo dan di Garut oleh Nia Purnama Sari pada tahun yang sama memberikan hasil tidak jauh berbeda.

  Secara umum seluruh literatur tentang zakat menyatakan bahwa zakat merupakan instrumen yang sesuai syariah dalam upaya untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat muslim. Namun khusus dalam konteks Indonesia kebanyakan penelitian tidak atau belum ada yang menekankan penelitiannya pada peran dari lembaga amil zakat (zakat institution) sebagai institusi yang memiliki tujuan ahir menciptakan masyarakat yang sejahtera melalui pengentasan kemiskinan. Hal inilah yang menjadi fokus peneliti dalam kegiatan penelitian ini.

Metode Penelitian

  Penelitian ini ingin menganalisa berapa besar peran lembaga amil zakat nasional dalam membantu pemerintah mengentasan kemiskinan di masyarakat dan program pengentasan yang manakah selama ini yang sejauh ini paling efektif . Dari sekian banyak lembaga zakat nasional di Indonesia, dalam penelitian ini dipilih empat lembaga amil zakat yang berskala Nasional untuk dijadikan dasar perbandingan. Kempat institusi zakat tersebut adalah Dompet Dhuafa (DD), Rumah Zakat (RZ), Baitul Maal Hidayatullah (BMH) dan BAZNAS. Jenis dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Data Primer, yang terkait dengan masih rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pengelola zakat, masih rendahnya realisasi penghipunan dana zakat dan belum efektifnya pendayagunaan dana zakat oleh institusi zakat nasional diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan; 1) para ahli tentang zakat; 2) pimpinan atau pengelola lembaga amil zakat nasional dan pihak-pihak yang terkait; b) Data Sekunder, dikumpulkan dengan mengoleksi data dokumentasi yang bersumber dari lembaga pengelola zakat nasional, pertama yang terkait dengan data penerimaan dan pendistribusian dana misalnya; berapa distribusi untuk pengelola (amil), berapa distribusi untuk bidang pendidikan, berapa distribusi untuk bidang kesehatan, berapa distribusi untuk sosial dan berapa besar untuk kegiatan ekonomi produktif; kedua yang terkait dengan aktifitas institusi lambaga zakat yang dilaporkan dalam bentuk laporan tahunan (annual report) dan majalah. Selain itu untuk mendukung data dokumentasi maka diperoleh pula data-data yang bersumber dari jurnal-jurnal tentang zakat dan laporan-laporan penelitian terdahulu yang membahas tentang pendayagunaan dana zakat.

  Data-data yang diperoleh dari interview dengan pihak pengelola zakat selanjutnya diperbandingkan dengan data dokumentasi yang dibuat oleh organisasi pengelola zakat baik dari laporan kegiatan tahunan (annual report) maupun laporan keuangan yang teraudit oleh auditor professional. Dalam penelitian ini data penerima manfaat (beneficiary) dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi diperbandingkan dengan jumlah penduduk miskin secara nasional. Komparasi antara jumlah penerima manfaat dana zakat untuk program bidang pendidikan dan program bidang ekonomi akan menjadi analisis penulis dalam melihat peran dari organisasi pengeloa zakat terhadap pengentasan kemiskinan.

Hasil dan Pembahasan

  Upaya organisasi pengelola zakat dalam merealisasikan potensi dana zakat terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sekitar 22 persen per tahun (data tahun 2009 s.d. 2014). Selanjutnya apabila dilihat dari pertumbuhan jumlah pembayar zakat (muzaki) setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, hal ini dapat ditunjukkan oleh masing-masing organisasi amil zakat (LAZ) dengan pertumbuhan jumlah donatur (muzaki) yang berbeda satu sama lain. LAZ Dompet Dhuafa mengalami pertumbuhan jumlah muzaki 23 persen per tahun, LAZ RZ tumbuh 19,6 persen per tahun dan LAZ BMH mengalami pertumbuhan yang luar biasa yaitu rata-rata 150 persen (2011 s.d 2014). Organisasi pengelola zakat dengan perolehan dana terbesar seperti LAZ DD dan LAZ RZ, BMH dan BAZNAS (tabel 1) adalah lembaga pengelola zakat yang memiliki kredibilitas tinggi di masyarakat. Sebagai pengelola zakat nasional dengan kredibilitas tinggi, lembaga- lembaga tersebut mempunyai karakteristik umum. Pertama, integritas, akuntabilitas dan transparansi yang tinggi yang antara lain ditunjukkan dengan adanya internal governance seperti pembagian kekuasaan dalam organisasi, system renumerasi dan mekanisme pertanggung jawaban, adanya dewan pengawas syariah, adanya laporan dan pengawasan internal, serta melakukan self regulation seperti disclosure informasi keuangan dan program ke public melalui media massa. Kedua, keberlanjutan keuangan, antara lain ditunjukkan oleh diversifikasi dan perluasan basis donasi dengan melakukan penghimpunan dana zakat dan non zakat, baik dari individu maupun badan usaha, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ketiga, legitimasi sosial yang tinggi, antara lain ditunjukkan oleh perumbuhan jumlah donator yang tinggi, pendayagunaan dana zakat secara professional dan amanah, seperti responsifitas yang tinggi untuk kegiatan tanggap darurat kemanusiaan, inovasi program pendayagunaan zakat untuk kegiatan ekonomi produktif dan community development, serta inovasi program pelayanan masyarakat seperti sekolah dan rumah sakit gratis.

  Berdasarkan peningkatan dana zakat yang dapat dihimpun (Tabel 1) dan pertumbuhan jumlah muzaki yang bersedia membayar zakatnya secara sukarela kepada DD, RZ, BMH dan BAZNAS, ini menunjukkan adanya peningkatan kepercayaan masyarakat secara individu maupun institusi untuk membayar zakat melalui lembaga amil zakat. Kesediaan masyarakat membayar zakat melalui lembaga amil zakat bukan hanya disebabkan oleh kegiatan promosi melalui spanduk, brosur, baliho, pamflet dan media lainnya, tapi yang tidak kalah penting adalah melalui bukti nyata pendayagunaan dana zakat seperti mendirikan lembaga-lembaga pendidikan gratis, lembaga-lembaga keterampilan gratis, rumah sakit gratis, bantuan langsung kepada mereka yang tertimpa bencana dan layanan cuma-cuma lainnya. Dengan demikian masyarakat luas dapat melihat secara langsung manfaat dari dana zakat yang mereka bayarkan melalui lembaga amil zakat, sehingga mereka ahirnya mulai muncul kepercayaannya.

  Berikut ini adalah penerimaan dana zakat oleh empat lembaga amil zakat nasional, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun yang dikelola oleh pihak swasta:

  Tabel 1: Data Penerimaan Dana Zakat – LAZNAS dan BAZNAS periode 2009 s.d. 2014 No Nama LAZ 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Dompet Dhuafa N.A. 63.886.792.881 81.308.721.879 98.273.159.424 124.333.855.931 N.A.

  1 Rumah Zakat 41.093.819.920 48.236.131.135 61.099.864.958 82.533.076.291 77.742.417.871 79.961.568.561

  2

  

3 BAZNAS 19.371.179.661 23.661.022.281 32.986.989.797 40.387.972.149 50.741.735.215 68.983.074.255

Baitul Maal N.A. 10.427.132.231 11.750.963.343 16.292.445.951 17.195.953.480 22.048.338.606

  4 Hidayatullah Sumber: LAS dan BAZNAS, diolah

  Dari keempat LAZ yang diteliti, yang mampu menghimpun dana zakat dengan jumlah perolehan terbesar adalah LAZ Dompet Dhuafa (DD), memiliki pertumbuhan dana yang paling besar dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 28 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan dana zakat yang terendah adalah BMH sebesar rata-rata 14 persen per tahun. Selain manajemen organisasi LAZ DD yang semakin baik, semakin professional, penghimpunan dana zakat tertinggi diantara LAZ, menunjukkan pula bahwa kepercayaan muzaki kepada LAZ DD melampaui kepercayaannya kepada LAZ yang lainnya. Namun demikian meski secara rata-rata telah terjadi peningkatan penghimpunan dana zakat oleh setiap LAZ yang diteliti, pada hakikatnya perkembangan penghimpunan dana zakat tersebut masih sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi yang seharusnya.

  Berdasarkan data laporan tahunan BAZNAS, 2012 di Indonesia terdapat 576 organisasi pengelola zakat dengan perolehan dana dan rata-ratanya adalah sbb:

  Tabel 2: Penghimpunan Zakat Nasional (Milyar Rp), 2012

  Jumlah No. Organisasi Pengelola Zakat 2012 Rata-Rata

  Organisasi

  1. BAZNAS 1 50,21 50,21

  2. BAZ Propinsi 33 253,25 9,29

  3. BAZ Kabupaten/Kota 502 2.279,72 1,18

  4 LAZ Nasional dan Daerah 40 729,22 15,87 TOTAL 576 2.212,40 2,88 Sumber: BAZNAS Laporan Tahunan 2012, diolah.

  Secara keseluruhan, organisasi pengelola zakat baru mampu menghimpun dana sebesar Rp. 2,2 trilyun pada tahun 2012, jumlah ini baru mencapai 1 persen dari potensi zakat yang sebesar Rp 217 trilyun (Firdaus, 2012). Selanjutnya apabila dibandingkan dengan PDB riil Indonesia 2016 yang sebesar Rp 3.353,2 trilyun realisasi dana zakat saat ini baru mencapai sebesar 0,06 persen dari PDB. Ini menggambarkan bahwa peran dari lembaga zakat secara nasional masih sangat rendah, sehingga wajar apabila sampai saat ini organisasi pengelola zakat belum dapat membantu program pengentasan kemiskinan secara massive, sementara jumlah penduduk miskin secara nominal setiap tahunnya cenderung terus meningkat. Dalam hal ini perlu usaha yang sungguh-sungguh dari organisasi pengelola zakat untuk bisa mencapai penghimpunan sesuai dengan potensinya.

  Besarnya penghimpunan dana zakat oleh keempat LAZ yang diteliti baru mencapai sebesar 10,73 persen dari total penghimpunan secara nasional (data 2012). Oleh karenanya wajar apabila penghimpunan dana zakat oleh empat LAZ tersebut belum berbanding lurus dengan meningkatnya angka pengentasan kemiskinan. Demikian pula penghimpunan dana zakat oleh LAZ keseluruhan secara nasional. Hal ini masuk akal, karena sebagian besar dana zakat yang dihimpun oleh LAZNAS sebagian besar masih disalurkan kepada kaum fakir dan miskin yang membutuhkan bantuan segera untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Jadi peran LAZ dalam mengentaskan penduduk miskin sangat ditentukan oleh proporsi bentuk penyalurannya. Data dari empat LAZ menunjukkan komposisi penyaluran dana seperti terlihat pada tabel dibawah (tabel 2). Tabel 2: Persentase penyaluran dana zakat per tiga bidang kegiatan yang memiliki potensi mengurangi kemiskinan untuk periode waktu 2009 s.d. 2014 Persentase per Jenis Penyaluran Zakat Lemabaga Amil Zakat

  Fakir Miskin dll Bid Pendidikan Bid Ekonomi Dompet Dhuafa 47% 22% 12% Rumah Zakat 77% 12% 10% Baitul Maal Hidayatullah 39% 45% NA Baznas 67% 7% 5% Rata-Rata 58% 22% 9%

  Sumber: LAS dan BAZNAS, diolah

  Program penyaluran dana zakat yang dilakukan oleh keempat lembaga zakat tersebut hampir-hampir sama, kecuali BMH yaitu: 1) kegiatan yang bersifat konsumtif (charity), 2) kegiatan pelayanan kesehatan, 3) kegiatan layanan bidang pendidikan; dan 4) kegiatan pemberdayaan ekonomi. Khusus BMH, fokusnya lebih pada bidang dakwah, baik lewat bidang pendidikan maupun pemberdayaan ekonomi. Dari empat bidang kegiatan utama tersebut, yang memiliki potensi terbesar mengentaskan kemiskinan adalah kegiatan bidang pendidikan, bidang dan bidang pengembangan sosial. Misalnya: program pendidikan Smart Ekselensia Indonesia oleh

  ekonomi

  LAZ Dompet Dhuafa mendidik anak dari keluarga miskin untuk tingkat SMP sampai dengan SMA dan setelah itu mereka disalurkan untuk melanjutkan ke berbagai Perguruan tinggi Negeri di Indonesia. Program ini sejak tahun 2003 hingga 2013 baru mampu meluluskan siswa sebanyak 333 orang yang berasal dari 26 provinsi. Artinya rata-rata setiap tahun hanya mampu menampung sebanyak 33 peserta didik. Selain itu Institute Kemandirian yang memberikan pelatihan ketrampilan diberbagai macam bidang keahlian dalam satu tahun meluluskan 826 orang. Program yang sama dilakukan oleh LAZ RZ, LAZ BAZNAS dan LAZ BMH akan tetapi dengan pendekatan yang berbeda. Penerima program pendidikan yang dilakukan oleh LAZNAS dan BAZNAS apabila dibandingkan dengan banyaknya jumlah anak-anak yang membutuhkan pendidikan sampai jenjang pendidikan tinggi masih terlalu sedikit. Biaya pendidikan dengan sistem boarding seperti yang dilakukan oleh LAZ Dompet Dhuafa membutuhkan dana yang relatif besar dan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya pengentasan kemiskinan dengan meningkatkan kualitas manusia melalui pendidikan hanya bisa diberikan dengan sangat selektif.

  Total dana zakat yang sebesar Rp 2.212,40 milyar apabila 22% nya dialokasikan untuk kegiatan bidang pendidikan, maka hanya tersedia dana sebesar Rp 486,73 milyar per tahun. Program dana zakat untuk bidang pendidikan selama ini penyalurannya beragam, bisa dalam bentuk sekolah gratis sampai tingkat SMP, ada dalam bentuk sekolah gratis sampai SLA, ada beasiswa di untuk perguruan tinggi, ada beasiswa boarding school mulai SMP samapai SMA dan ada juga dalam bentuk kursus ketrampilan bidang keahlian tertentu. Selanjutnya apabila biaya pendidikan seorang anak sejak sekolah menengah sampai jenjang perguruan tinggi dibutuhkan dana Rp 50 juta per tahun, maka hanya sebanyak 9.735 orang yang memperoleh manfaat dana zakat untuk pendidikan setiap tahunnya. Menurut data UNICEF tahun 2016 ada 2,5 juta anak putus sekolah tidak bisa melanjutkan ketingkat SD (0,6 jt) dan SMP (1,9 jt). Dengan demikian secara persentase anak-anak putus sekolah yang bisa dibiayai oleh dana zakat hanya sebanyak 0,39 persen saja. Belum lagi apabila dana tersebut dikurangi untuk pembangunan sarana pendidikan dan berbagai peralatan pendidikan, maka semakin kecil lagi dana yang bisa dialokasikan untuk membiayai pendidikan anak putus sekolah.

  Selain bidang pendidikan, program penyaluran dana zakat yang berpotensi mengentaskan kemiskinan adalah program pemberdayaan ekonomi. Bentuk pemberdayaan ekonomi yang sudah dilakukan oleh lembaga amil zakat cukup beragam, seperti: a) dalam bentuk pemberdayaan usaha ekonomi mikro; b) dalam bentuk pemberdayaan ekonomi bidang kerajinan; c) dalam bentuk pemberdayaan bidang pertanian; d) pemberdayaan dalam bidang peternakan dan lain sebagainya. Secara rata-rata alokasi dana zakat untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi secara adalah 10 persen dari total dana zakat yang dapat dihimpun oleh seluruh LAZ, berarti untuk bidang ini hanya tersedia dana sebesar Rp 221 milyar. Apabila dana sebesar itu disalurkan untuk pemberdayaan ekonomi dengan cara memberikan bantuan modal usaha tanpa bunga dengan nilai pinjaman sebesar Rp 1 juta untuk setiap orang, maka yang bisa mendapatkan manfaat dari program ini hanya sebanyak 221.000 orang. Jumlah penerima sebesar ini masih terbilang kecil apabila diabndingkan dengan jumlah mereka yang membutuhkan bantuan modal yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang luas. Akibat mengutamakan kuantitas, maka secar praktek, bantuan modal Rp 1 juta sulit untuk mengharapkan bisa mengentaskan kemiskinan dengan bantuan sebesar itu. Namun apabila dinaikan menjadi Rp 5 juta per orang, maka jumlah penerima manfaat dari dana zakat akan lebih sedikit dan terbatas, sementara dana yang mampu dihimpun oleh LAZ masih sangat terbatas. Masalah berikutnya yang dihadapi LAZ dalam pemberdayaan ekonomi adalah para pendamping program yang memiliki tugas memantau keberlangsungan program dan memberi bimbingan kepada penerima manfaat agar bantuan yang diberikan bisa betul-betul tepat sasaran dan bisa berkembang.

  Ilustrasi perbandingan dana zakat yang disalurkan untuk program yang berpotensi mampu mengentaskan kemiskinan dengan total dana yang sesungguhnya dibutuhkan untuk program tersebut, dan total jumlah orang yang membutuhkan program pemberdayaan dari dana zakat, telah memberikan gambaran bahwa peran yang dimainkan oleh organisasi pengelola zakat nasional (LAZ) dalam membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan masih jauh dari harapan semua umat Islam. Akan tetapi apa yang sudah dilakukan selama ini oleh LAZ DD, LAZ RZ, LAZ BMH dan BAZNAS sudah mampu memberikan secercah harapan akan kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang sudah menerima manfaat program penyaluran dana zakat produktif.

  Kesimpulan dan Saran 1.

  Apa yang dilakukan oleh LAZNAS dan BAZNAS dalam menyalurkan dana zakatnya masih didominasi oleh penyaluran yang bersiat charity atau konsumtif, ini bisa kita lihat dari besar komposisi dana yang disalurkan kepada bidang masing-masing. Meskipun hal ini tidak menyalahi secara aturan fikih, namun dengan porsi penyaluran dana zakat seperti itu akan lebih melanggengkan orang miskin dibandingkan dengan mengangkat mereka dari kemiskinan.

  2. Dari empat organisasi pengelola zakat yang diteliti yang mempunyai porsi rata2 terbesar dalam penyaluran dananya untuk kegiatan pendidikan adalah BMH (45%), RZ (12%), DD (22%) dan BAZNAS (7%).

  Sementara ini kegiatan pemberdayaan bidang ekonomi yang terbesar adalah DD yaitu sebesar 12 persen dan diikuti oleh RZ sebesar 10 persen.

  

3. Peran LAZ dalam membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan yang ada di masyarakat dapat dilakukan

  dengan cara membandingkan dana yang digunakan untuk kegiatan program pengentasan kemiskinan atau dengan membandingkan jumlah orang menerima manfaat dengan jumlah orang yang seharusnya memperoleh manfaat program penyaluran dana zakat. Misalnya untuk program pendidikan dilihat dari penerima manfaat baru 0,36 persen dari total yang seharusnya menerima manfaat tersebut.

  Saran 1.

  Bagi lembaga amil zakat seperti LAZ Dompet Dhuafa, LAZ BMH, BAZNAS sebaiknya dalam laporan penyaluran dananya membuat pencatatan atau dokumentasi data yang terinci, sehingga mudah bagi pihak- pihak yang berkepentingan akan data untuk membuat klasifikasi terkait dengan sumber penerimaan dan dalam penyaluran dana secara terinci.

  2. Melakukan transparansi dengan memberikan kemudahan bagi para peneliti dan pihak-pihak terkait untuk mendpatkan data yang dibutuhkan bagi kepentingan ilmiah maupun bagi kepentingan pihak-pihak terkait.

Daftar Pustaka

  

Abd. Rahman R. dan Ahmad, S. (2012). Pengukuran Keberkesanan Agihan Zakat: Perspectif Maqasid Al-Syariah. Paper

presented at Seventh International Conference-The Tawahidi Epistemology: Zakat and Waqf Economy. Beiq, Syauqi, Irfan (2010), Peran Zakat Mengentaskan Kemiskinan dan Kesenjangan, Jurnal Ekonomi Islam Republika ISTISHODIA. Chapra, Umer. 2002. The Future of Economics, An Islamic Foundatian, Leicester

Firdaus, Muhamad, et. Al. Economic Estimation and Determination of Zakat Potential in Indonesia, IRTI-IDB Working Peper

  No. 1433-07, Oktober 2012.

Hartoyo, S. dan Purnamasari N. (2010), Pengetasan Kemiskinan Berbasis Zakat, Jurnal Ekonomi Islam Repubika

ISTISHODIA.

  

Kahf, Monzer. 1999. The Performance of The Institution of Zakah inTheory and Practice. International Conference on Islamic

st Economics towards the 21 Century, Kuala Lumpur, Malaysia.

  Muhammad Ridwan (2005). Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), cet 2. (Yogyakarta: UII Press), hlm. 189-190.

Multifiah, 2009. Pengaruh Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Miskin, Jurnal Ilmu-Ilmu

Sosial (Social Science) Vol. 21 No.1 Februari 2009.

  Qordowi, Yusuf. 1988. Fiqh al-Zakah (terj.) . Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa