Tinjauan Fikih Munakahat Terhadap Perkawinan Tunagrahita Di Desa Karangpatihan Balong Ponorogo - Electronic theses of IAIN Ponorogo

TINJAUAN FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP PERKAWINAN TUNAGRAHITA DI DESA KARANGPATIHAN BALONG

  

PONOROGO

SKRIPSI Oleh: AYUB MALBUBI NIM. 210114037 Pembimbing: DEWI IRIANI, M.H. NIP. 198110302009012008

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH

TINJAUAN FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP PERKAWINAN

  

TUNA GRAHITA DI DESA KARANGPATIHAN BALONG

PONOROGO

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi sebagian Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Progam Strata Satu (S-1) pada Fakultas Syariah

  

Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Oleh:

AYUB MALBUBI

NIM. 210114037

  

Pembimbing:

DEWI IRIANI, M.H.

NIP. 198110302009012008

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2018

  سِ سِن دَ دًَرْن سِ رْهدَ دَلهدَ مٌودَّ دَ ءُيسِ سِا دَ دًَرْن ءُ رْ دَ

  Menghindari madarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik maslahah/kebaikan.

  1

  1

  

PERSEMBAHAN

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Sembah sujud serta puji dan syukurku pada-Mu Allah SWT atas rahmat dan hidayah-

  

Mu telah memberikan ku kekuatan, kesehatan, semangat pantang menyerah dan

memberkahiku dengan ilmu pengetahuan serta cinta yang pasti ada disetiap ummat-

Mu. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi ini dapat

terselesaikan. Sholawat dan salam selalu ku limpahkan keharibaan Rasulullah

  

Muhammad SAW.

Ku persembahkan tugas akhir ini untuk orang tercinta dan tersayang atas kasihnya

yang berlimpah

  

Teristimewa Ayahanda dan Ibunda tercinta, tersayang, terkasih, dan yang

terhormat. TERIMA KASIH yang setulusnya tersirat dihati yang ingin ku sampaikan

atas segala usaha dan jerih payah pengorbanan untuk anakmu selama ini. Hanya

sebuah kado kecil yang dapat ku berikan dari bangku kuliahku yang memiliki sejuta

makna, sejuta cerita, sejuta kenangan, pengorbanan, dan perjalanan untuk dapatkan

masa depan yang ku inginkan atas restu dan dukungan yang kalian berikan.

  

Tak Lupa, Ibu Pembimbing skripsiku yang setulus hati berkenan memberikan

waktunya, ilmunya dan kesabarannya untuk menemani setiap langkah bimbingan

skripsi ini hingga selesai. Terima kasih yang sebesar-besarnnya.

  

Tak lupa, kawan-kawan seperjuangan, sependeritaan Kelas SA.B perkuliahan akan

tidak ada rasa jika tanpa kalian, pasti tidak ada yang akan dikenang, tidak ada yang

diceritakan pada masa depan. Ku ucapkan terimakasih kawan.

  

Tak lupa juga untuk teman berfikirku: Rudi Santoso, Yoga Sahari, Sulthon

Muttaqin, Nashiruddin Malik dan Upik Nurmaslela yang juga bersama jatuh bangun

mengejar kesuksesan sampai semester akhir ini, yang saling memberikan semangat

serta motivasi ketika salah satu dari kita terjatuh dan membutuhkan tangan untuk

diraih, semoga persahabatan ini tidak berhenti hanya di dunia tapi di akhirat kelak…

Terimakasih untuk kalian.

  

Malbubi, Ayub, 2018. Tinjauan Fikih Munakahat Terhadap Perkawinan

Tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong Ponorogo. Skripsi Jurusan Hukum

  Keluarga Islam Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Dewi Iriani, M.H.

  Kata Kunci: Fikih Munakahat, Perkawinan, Tunagrahita.

  Hukum Islam mengatur tentang cara perkawinan yang memiliki syarat, rukun yang mengaturnya dalam keabsahan suatu ikatan perkawinan, seperti halnya dalam penelitian ini membahas mengenai perkawinan tunagrahita yang mana dalam perkawinannya ada perbedaan dengan orang pada umumnya yaitu dalam akadnya, serta akibat hukum dari perkawinan tunagrahita dalam penyelesaian ataupun pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: Bagaimana tinjauan fikih munakahat terhadap status hukum perkawinan tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong Ponorogo dan bagaimana tinjauan fikih munakahat terhadap akibat hukum perkawinan tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong Ponorogo.

  Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang ada di Desa Karangpatihan Balong dengan tujuan untuk memperoleh gambaran realitas yang kompleks serta menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif, menggunakan pendekatan kualitatif dengan mendeskripsikan atau menjelaskan status hukum dan akibat hukum dari pernikahan tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong Ponorogo dengan menggunakan tinjauan fikih munakahat.

  Dari analisis data diperoleh kesimpulan: Pertama, Berdasarkan tinjauan fikih munakahat terhadap perkawinan tunagrahita, status hukum dari perkawinan tersebut sah dan halal karena dalam syarat maupun rukun perkawinan terpenuhi, dan yang dinikahi bukan mahram dari pasangan tersebut, serta tidak ada paksaan antara mereka yang berketerbelakangan maupun yang normal. Kedua, Akibat hukum perkawinan tunagrahita berbeda dengan orang umumnya, karena tunagrahita masih perlu banyak perhatian dalam menangani kehidupan rumah tangganya. Mereka penyandang tunagrahita kurang tahu dalam hal tanggung jawab mengurus ataupun memenuhi sebagai pencari nafkah. Jadi untuk memenuhi kebutuhan, pengelolaan keuangan dan kepengurusan anak hasil dari perkawinan tersebut diserahkan kepada suami atau istri yang berstatus normal serta peran dari pihak keluarga. Selain itu akibat hukum dari perkawinan ini adalah mereka juga wajib untuk memberi nafkah keluarganya, oleh karenanya diadakannya pemberdayaan desa yaitu di bidang peternakan agar dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya menafkahi anak istrinya.

  Bismillahirrahmanirrahim

  Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang berkat hidayah-Nya dan inayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. Rasul pembawa kebenaran yang senantiasa menjadi teladan bagi umat muslim sepanjang sejarah dalam menyempurnakan akhlak yang mulia. Semoga kesejahteraan senantiasa menyelimuti keluarga, sahabat Nabi, dan seluruh umat Islam, Amin. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, dorongan, bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusun hingga selesai, khususnya:

  1. Dr. Hj. S. Maryam Yusuf, M.Ag. selaku Rektor IAIN Ponorogo 2.

  Dr. H. Moh. Munir, Lc, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Ponorogo 3. Dr. Miftahul Huda, M. Ag. selaku Ketua Jurusan Muamalah IAIN Ponorogo 4. Dewi Iriani, M.H. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk sehingga penyusunan laporan penelitian ini dapat diselesaikan.

  5. Segenap civitas akademika IAIN Ponorogo.

  Berbagai pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan laporan ini.

  Atas segala dukungan dan bimbingan yang telah diberikan kepada Penulis hanya bisa mendoakan semoga amal Bapak dan Ibu semua mendapatkan hadiah surga terindah di akhirat kelak. Sebagai laporan hasil penelitian, Penulis sudah berusaha untuk menyajikan dan menyusunnya semaksimal mungkin. Akan tetapi, Penulis menyadari masih banyak kekurangan. Maka, kritik dan saran konstruktif selalu diharapkan untuk mencapai hasil yang terbaik. Dengan selalu memohon ridha dan petunjuk-Nya, serta istiqomah untuk selalu berusaha menggapai kesempurnaan, laporan ini kami haturkan. Semoga ia bisa memberi warna dalam pengembangan khazanah keilmuan, aamiin.

  Ponorogo, 22 November 2018 Penulis,

  Ayub Malbubi NIM 210114037

  1. Pedoman Transliterasi yang digunakan adalah: Arab Ind. Arab Ind. Arab Ind. Arab Ind.

  ~ D d} k د ك ء ض Dh T l ب ذ ط ل b R z} m ت ر ظ م t Z n ث ز ع „ ن th j S gh h ج س غ ه h} Sh f w ح ش ىف و kh s} y خ ص ق ي q 2.

  Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang caranya dengan menuliskan coretan horisontal di atas huruf a,> i,> dan u> .

  3. Bunyi hidup dobel (diftong) Arab ditransliterasikan dengan menggabung dua huruf “ay” dan “aw”. Contoh:

  Bay na, „alayhim, qawi, mawduah

  4. Kata yang ditransliterasikan dan kata-kata dalam bahasa asing yang belum terserap menjadi bahasa baku Indonesia harus dicetak miring.

  5. Bunyi huruf hidup akhir sebuah kata tidak dinyatakan dalam transliterasi.

  Transliterasi hanya berlaku pada konsonan akhir. Contoh: Ibn Taymi>yah bukan Ibnu Taymi>yah, Inna al-

  di>n „inda Alla>h al-Isla>m bukan Inna al-di>na „inda Alla>hi al-Isla>mu.......fahuwa wa>jib bukan fahuwa wa>jibu dan bukan pula fahuwa wa>jibun. Kata yang berakhir dengan ta>‟ marbu>t}ah dan berkedudukan sebagai sifat (

  na‟at) dan id}a>fah ditransliterasikan dengan “ah” sedangkan mud}a>f

  ditransliteras ikan dengan “at”. Contoh: 1.

  Na‟at dan mud}a>f ilayh : Sunnah sayyi‟ah, al-maktabah al-mis}ri>yah 2. Mud}a>f : mat}ba‟at al-„a>mmah 7. Kata yang berakhir dengan ya‟ mushaddadah (ya‟ bertashdid) ditransliterasikan dengan i>. Jika i> diikuti dengan

  ta>‟ marbu>t}ah maka transliterasinya adalah i>yah . Jika ya‟ bertashdid berada ditengah kata, ditransliterasikan dengan yy.

  Contoh: 1. al-Ghaza>li>, al-Nawa>wi> 2. Ibn Taymiyah, al-Jawzi>yah.

3. Sayyid, mu‟ayyid, muqayyid.

  Halaman Sampul ……………………………………………………….

  …………………………………………………

  7

  7 2. Kehadiran Peneliti………………………………….

  7 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian……………………

  5 F. Metode Penelitian……………………………………….

  3 E. Kajian Pustaka…………………………………………..

  3 D. Manfaat Penelitian………………………………………

  4 C. Tujuan Penelitian………………………………………..

  1 B. Rumusan Masalah……………………………………….

  X Daftar Isi ………………………………………………………………. Xii

  Pedoman Transliterasi

  i

  ………………………………………………………… Viii

  Kata Pengantar

  …………………………………………………………………. Vii

  Abstrak

  V Halaman Persembahan ………………………………………………… Vi

  Motto …………………………………………………………………....

  …………………………………………………… Iv

  Lembar Pengesahan

  …………………………………..... iii

  

Halaman Judul ………………………………………………………… ii

Lembar Persetujuan Pembimbing

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………..

  Lokasi Penelitian …………………………………..

  4.

  8 Sumber Data………………………………………..

  5.

  9 Teknik Pengumpulan Data………………………… 6.

  9 Teknis Analisis Data……………………………….

  7.

  9 Pengecekan Keabsahan Data……………………… G.

  9 Sistematika Pembahasan………………………………..

  BAB

  

II : KONSEP FIKIH MUNAKAHAT TENTANG

  11 PERKAWINAN TUNAGRAHITA A. Pengertian Perkawinan…………………………………. 11 B. Dasar Hukum Perkawinan…..………………………….. 14 C. Rukun Perkawinan……………………………………... 18 D. Syarat Perkawinan……………………………………… 20 E. Saksi Dalam Perkawinan………………………………..

  21 F.

  22 Perkawinan Menurut Madzhab…………......................

  G.

  Tuna Grahita…………………………………………… 27

BAB III : PERKAWINAN TUNA GRAHITA DI DESA KARANGPATIHAN BALONG PONOROGO

  31 A. Gambaran Umum Desa Karangpatihan Balong

  31 Ponorogo …………………………………………..….

  B.

  Perkawinan Tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong

  36 Ponorogo……………………………………………….. Status dan Akibat Hukum Perkawinan Tunagrahita di

  42 Desa Karangpatihan Balong Ponorogo…………………

  BAB IV : ANALISIS FIKIH MUNAKAHAT TERHADAP PERKAWINAN TUNAGRAHITA DI DESA

  44 KARANGPATIHAN BALONG PONOROGO

  A. Analisis Fikih Munakahat Terhadap Status Hukum Perkawinan Tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong

  44 Ponorogo………………………………………………..

  B. Analisis Fikih Munakahat Tehadap Akibat Hukum Perkawinan Tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong

  52 Ponorogo……………………………………………….

  BAB V : PENUTUP

  59 A. Kesimpulan …………………………………………… 60 B.

  Saran …………………………………………………... 61

  Daftar Pustaka Lampiran Riwayat Hidup Lembar Keaslian Tulisan

PENDAHULUAN A.

   Latar Belakang Masalah

  Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai

  2 dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

  Perkawinan merupakan salah satu ketentuan Allah SWT yang umum berlaku pada semua makhluk baik pada manusia, hewan dan tumbuhan. Allah SWT tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anarki

  3 dengan tidak adanya aturan sama sekali.

  Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ataupun rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

  Allah berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 3 yang berbunyi:

  دَع دَبءُ دَو دَددَلاءُث دَو لُرْثدَيسِ آدَسسِ ُن دٍَسِي رْىءُكدَن دَب دَط دَي رْىءُحسِكرَْ ف

  4 Artinya:”Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu sukai dua, tiga, dan empat” (Q.S An-Nisa:3).

  2 3 Kompilasi Hukum Islam UU RI NO.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 4 M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam (Surabaya: Al Ikhlas, 1993), 1. akan dinikahi. Perkawinan tidak hanya dilakukan oleh orang normal saja, tetapi juga dilakukan oleh orang yang berketerbelakangan mental di desa Karangpatihan tidak semuanya masuk dalam kategori keterbelaknga mental berat, ada beberapa yang masuk dalam kategori ringan dan sedang. Selain juga

  1

  mengalami keterbelakngan mental, mereka juga disertai cacat fisik seperti bisu dan tuli.

  Di desa Karangpatihan ada beberapa pasangan tunagrahita, mereka digolongkan dengan kategori tunagrahita ringan dan sedang. Dalam kategori tersebut mereka merupakan orang tunagrahita yang masih mampu untuk dididik. Meskipun begitu peran anggota keuarga masih banyak diperlukan untuk kelancaran kehidupan mereka.

  Dalam suatu perkawinan yang menjadi hal pokok sahnya tidaknya perkawinan adalah ijab dan qabulnya atau akadnya. Jika dibandingkan dengan umumnya prosesi akad sangat berbeda dengan yang memiliki keterbelakangan mental, karena dalam akadnya pihak yang mengalami keterbelakngan serta tuna wicara sebagaimana yang kita ketahui orang yang tuna wicara sangat sulit untuk berucap. Untuk berkomunikasi sehari-hari pun juga menggunakan isyarat.

  Perkawinan sebagai suatu akad yang menghalalkan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan, menunujukkan fungsi perkawinan untuk menghindari sesuatu terjadinya hal-hal yang dilarang oleh agama, yaitu diharapkan dari kesucian seseorang dapat terjaga dan terpelihara dengan baik.

  Perkawinan yang terjadi di desa Karangpatihan Balong terjadi perkawinan berbagai macam diantaranya sesama keterbelakang mental maupun yang normal dengan keterbelakangan mental yaitu laki-laki normal menikah dengan perempuan keterbelakangan mental, kemudian laki-laki keterbelakang mental dengan perempuan keterbalakang mental, dan juga laki-laki keterbelakangan mental dengan perempuan yang berketerbelakangan mental juga. Dalam kehidupan seharinya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya masih bergantung dengan keluarga yang lainnya karena mereka rata-rata masih serumah dengan keluarga lainnya. Berbeda dengan yang normal karena sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri. Namun juga dari desa melakukan pemberdayaan bersama dibidang usaha bagi penyandang tuna grahita untuk kelangsungan kehidupan mereka.

  Dalam realitas tata tertib perkawinan antara masyarakat satu berbeda dengan masyarakat yang lain, antara suku satu berbeda dengan suku yang lain, antara beragama Islam berbeda dengan agama yang lain. Begitu juga dengan adat perkawinan yang ada di desa Karangpatihan Balong, dimana dalam pelaksanaan perkawinannya begitu unik karena sebagian besar penduduknya mengalami penyakit tunagrahita atau kelainan mental. Menurut kisah warga setempat, kelainan mental ini atau tunagrahita dialami bermula pada tahun 1960-1970an dan pada saat itu juga tidak segera di atasi maka kelainan itu semakin berkembang. Selain faktor dari geografis yang kering serta minimnya air.

  Yang menjadi pokok pembahasan kali ini bagaimana tinjauan fikih munakahat terhadap status hukum perkawinan tunagrahita serta bagaimana tinjauan fikih munakahat terhadap akibat hukum perkawinan tunagrahita di desa Karangpatihan Balong Ponorogo. Oleh karena itu dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti perkawinan dari tunagrahita yang terjadi di desa Karangpatihan Balong Ponorogo dengan mengambil judul

  “Tinjauan Fikih

Munakahat Terhadap Perkawinan Tunagrahita Di Desa Karangpatihan

Balong Ponorogo”

  B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana tinjauan fikih munakahat terhadap status hukum perkawinan tunagrahita di desa Karangpatihan Balong Ponorogo?

  2. Bagaimana tinjauan fikih munakahat terhadap akibat hukum perkawinan tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong Ponorogo?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mendeskripsikan tinjauan fikih munakahat terhadap status hukum perkawinan tunagrahita di desa Karangpatihan Balong Ponorogo

  2. Untuk menjelaskan tinjauan fikih munakahat terhadap akibat hukum perkawinan tunagrahita di Desa Karangpatihan Balong Ponorogo

  Untuk memperkaya teori ilmu pengetahuan yang lebih luas dalam memberikan interpretasi tentang status hukum perkawinan tunagrahita perspektif fikih munakahat 2. Untuk dijadikan sebagai sarana pembelajaran, pengembangan ilmu fikih munakahat dari akibat hukum perkawinan tunagrahita.

E. Kajian Pustaka

  Skripsi karya Ghulam Mudhofar dengan judul “Strategi Kepala Desa Dalam Membina Keluarga Tunagrahita Untuk Membangun Keluarga Sakinah (Stusi di Desa Karangpatihan Kecamatan Balonng Kabuaten Ponorogo)” Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017. Dengan pokok permasalahan mendiskripsikan bagaimana strategi yang digunakan dan dilakukan oleh Kepala Desa dalam mengembangkan dan membina warga Tunagrahita untuk membangun keluarga yang sakinah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi lapangan (Field Research). Hasil dari penelitian ini pembinaan dari Kepala Desa dari beberapa periode bertujuan untuk menjadika keluarga tunagrahita menjadi keluarga yang normal yang mempunyai hak dan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga diharapkan mampu membimbing keluarganya menuju keluarga sakinah dengan bantuan Kepala Desa.

  Skripsi karya Muftiri Mutala’li dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Penyand ang Cacat Mental” Fakultas Syari’ah Universitas pandangan hukum islam terhadap perkawinan penderita cacat mental serta apakah sudah sesuai perkawinan penyandang cacat mental sudah sesuai dengan UU perkawinan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode library

  

research . Hasil dari penelitian ini adalah bahwa secara hukum tidak ada larangan

  terhadap perkawinan penyandang cacat mental dan dampak positif dari perkawinan adalah terhindar dari perbuatan fisik dan zina.

  Skripsi karya Lianda Saputra dengan judul “Pola Pemenuhan Ekonomi Keluarga Penyandang Cacat Mental di Kota Langsa Dalam Tinjauan Maslahah Mursalah” Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Langsa 2017. Dengan pokok permasalahan untuk mengetahui pola pemenuhan ekonomi keluarga penyandang cacat mental di kota Langsa dalam tinjauan maslahah mursalah. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan menggunakan sosiologis empiris. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kebutuhan ekonomi ialah kewajiban yang harus dipenuhi seorang suami terhadap istrinya sekalipun ia memiliki keterbelakangan mental ia masih bisa mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.

  Skripsi karya Qurrota A’yun dengan judul “Perilaku Seksual Pranikah Remaja Tunagrahita (Studi di SLB Negeri Semarang)” Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang 2016. Dengan pokok permasalahan perilaku seksual pernikahan pada remaja tunagrahita. Jenis dapat disimpulkan rata-rata aktivitas pacaranyang dilakukan informan mulai dari mengobrol sampai dengan ciuman, dengan dampak negative pacaran adalah hamil, khawatir, cemburu, tidak bisa mengontrol hawa nafsu dan jugamembantah perintah orang tua.

F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

a. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang ada di desa Karangpatihan Balong dengan tujuan untuk memperoleh gambaran realitas yang kompleks serta menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif.

  5

b. Pendekatan Penelitian

  Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan mendeskripsikan atau menjelaskan status hukum pernikahan tunagrahita di desa Karangpatihan Balong Ponorogo dengan menggunakan tinjauan fikih munakahat dan akibat hukum perkawinan tunagrahita di desa Karangpatihan balong yang ditinjau dengan fikih munakahat.

  5

   Kehadiran Peneliti

  Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai partisipan penuh, yang artinya peneliti terjun langsung untuk mengamati fenomena yang terjadi dilapangan.

  3. Lokasi Penelitian

  Dalam penelitian ini berlokasi di kampung penyandang tunagrahita karang patihan balong ponorogo.

  4. Sumber Data

  Dalam penyusunan skripsi ini diperlukannya data yang relevan dengan permasalahan yang ada, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam hal ini penulis mengambil dua sumber data, yaitu:

  1) Data Primer

  Data yang diperoleh dari lapangan ataupun tokoh masyarakat yaitu data dari Kepala Desa, modin, tokoh agama serta pihak yang bersangkutan di desa Karangpatihan Balong Ponorogo.

  2) Data Sekunder

  Data yang diperoleh dari buku, majalah, jurnal maupun karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan perkawinan tunagrahita yang ditinjau menggunakan fikih munakahat.

  5. Teknik Pengumpulan Data peneliti adalah:

  a. Wawancara Wawancara merupakan pertemuan dengan tokoh masyarakat, perangkat desa maupun pihak terkait untuk bertukar informasi dan ide

  6

  melalui tanya jawab. Yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan- pertanyaan yang sebelumnya telah disusun oleh penulis kepada responden.

  b. Dokumentasi Dokumentasi ini merupakan pelengkap dari observasi serta wawancara dalam penelitian kualitatif di desa Karangpatihan mengenai perkawinan

  7 tunagrahita.

6. Teknis Analisis Data

  Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini metode analisis deskriptif kualitatif atau lapangan, yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan hasil dokumentasi dalam pelaksaan pernikahan tunagrahita dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam 6 unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih yang penting 7 Ibid.,138.

  8 dipahami untuk diri sendiri maupun orang lain.

7. Pengecekan Keabsahan Data

  Keabsahan data dalam suatu penelitian ditentukan dengan menggunakan criteria kredibilitas. Yang dapat ditentukan beberapa teknik agar keabsahan data dapat dipertanggungjawabkan.

G. Sistematika Pembahasan

  Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang judul skripsi yang akan disusun, maka dirumuskan sistematika pembahasan sebagai berikut:

  BAB I Pendahuluan: Merupakan pola dasar yang memberikan gambaran

  secara umum dari seluruh isi skripsi yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

  BAB II Landasan Teori: Berisi kerangka teoritik tentang pengertian

  perkawinan, dasar hukum perkawinan, rukun perkawinan, syarat perkawinan, akad, wali dan saksi dalam perkawinan dan pengertian tunagrahita.

  BAB III Hasil Penelitian: Berisi tentang paparan hasil penelitian yakni bagaimana pelaksanaan perkawinan yang terjadi kepada penyandang tunagrahita.

  8 munakahat terhadap status hukum serta akibat hukum perkawinan tunagrahita.

BAB V Kesimpulan: Berisi paparan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan penelitian ini.

  KONSEP PERKAWINAN TUNA GRAHITA DI DESA KARANGPATIHAN BALONG PONOROGO A. Pengertian Perkawinan

  Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( ح كُن ), ada pula yang mengatakan perkawinan menurut istilah fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj. Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan.

  Dewasa ini kerap dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi pada dasarnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar katanya

  9 saja.

  Nikah merurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi (mathaphoric) atau arti hukum adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antar seorang pria dan seorang wanita.

  Nikah artinya perkawinan, sedangkan aqad artinya perjanjian. Jadi akad nikah berarti perjanjian suci untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang

  10 wanita dan seorang pria membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

  9 10 Wahyu Wibisana, Pernikahan Dalam Islam, http//jurnal.upi.edu Di Akses 12 juli 2018_

  mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafazh nikah atau tazwij.

  Nikah atau jima’, sesuai dengan maknanya berasal dari kata al-wath, yaitu bersetubuh atau bersenggama. Nikah adalah akad yang mengandung pembolehan

  11

  untuk berhubungan seks yang artinya bersetubuh, dengan pengertian menikahi perempuan makna hakikatnya menggauli istri dan kata munakahat diartikan saling menggauli.

  Pada hakikatnya akad nikah adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga. Baiknya pergaulan antara istri dan suaminya, kasih mengasihi, akan berpindah kepada semua keluarga kedua belah pihak, sehingga mereka menjadi integral dalam segala urusan sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan seseorang akan terpelihara dari godaan hawa nafsunya. Sabda

  11 Rasulullah SAW:

  11 Beni Ahmad Saebeni, Fiqh Munakahat 1 (Bandung: Pustaka Setia 2001) 12

  : سِهرْيدَهدَ ءُالله لدَّهدَص سِالله ءُل رْىءُا دَ دَل دَق دَل دَق ءُهرُْدَ ءُالله دَي سِضدَ ٍ رْىءُعرْسدَي سٍِرْب سِاللهسِ رْبدَ رٍْدَ :

  ُّضدَغدَأ ءُهدََّسِ دَف رْج دَّو دَزدَخدَيرْهدَف دَةدَ دَبرْن ءُىمٌكرُْسِي دَع دَطدَخرْا سٍِدَي سِب دَّبدَّشن دَردَشرْعدَي دَي دَىدَّهدَا دَو .

  مٌ دَ سِو ءُهدَن ءُهدََّسِ دَف سِو رْىدَّ ن سِب سِهرْيدَهدَعدَف رْ سِطدَخرْسدَي رْىدَن رٍْدَي دَو سِج رْردَ رْهسِن ءٍُدَ رْ دَأ دَو سِردَ دَبرْهسِن

  Artinya: “Hai pemuda-pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu serta berkeinginan hendak menikah, hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat merundukkan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Lalu, barang siapa yang tidak mampu menikah, hendaklah dia puasa, karena dengan puasa, hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.” (Muttafaq’alih)

  Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak dan berkembang biak sertamenjaga kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Tuhan tidak inginmenjadikan hidup manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya, dan berhungan antara jantan dengan betina secara anarki tanpa aturan. Akan tetapi dalam menjaga kehormatan dan martabat Allah membuat suautu aturan hukum yang sesuai dengan martabatnya.

  Perkawinan artinya menghimpun atau mengumpulkan. Upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami istri dalam berumah tangga sekaligus untuk mendapatkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan manusia diatas

  12 sebagai fitrah yang diberikan oleh Allah SWT tentang hambaNya.

  Pada umumnya tujuan menikah bergantung kepada masing-masing individu yang melakukannya, karena bersifat subyektif. Namun demikian, ada juga tujuan umum yang memang diinginnkan oleh semua orang yang akan melakukan pernikahan, yaitu memperoleh kebahagian dan kesejahteraan lahir dan abthin menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

  Nabi Muhammad SAW menganjurkan bahwa hendaklah tujuan dan pertimbangan dan agama serta akhlaq yang menjadi tujuan utama dalam pernikahan. Hal ini karena kecantikan atau kegagahan, harta dan pangkat serta lainnya yang menjamin tercapainya kebahagiaan tanpa didasari akhlaq dan budi

  13 pekerti yang luhur.

  Para Ulama Mazhab juga sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qabul antara wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya semata-

  14 mata berdasarkan suka sama suka tanpa adanya akad.

  12 Skripsi oleh Eka Widiasmara, Kedudukan Perkawinan Dan perceraian Dibawah Tangan D

Tinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Perundan-Undangan Yang Berlaku Di Indonesia, (Universitas

Diponegoro Semarang, 2010) 13 14 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 46.

   Dasar Hukum Perkawinan

  Dengan demikian hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan saling meridhai dengan Ijab Kabul. Para ulama telah sepakat bahwa menikah itu diperintahkan, Namun, mereka berbeda pendapat mengenai

  15

  hukumnya. Dalam hal ini para ulama terbagi menjadi tiga kelompok: Pertama, nikah wajib bagi setiap orang yang sudah mampu untuk melakukannya sekali seumur hidup. Pendapatnya ini adalah pendapat dari

  Dawud ad-Dahiry, Ibn Hazm dan lainnya. Dalil yang menjadi dasar adalah

  dhahir nash-nash, baik berupa ayat al-Quran maupun hadist Nabi yang

  memerintahkan pernikahan. Kelompok ini memahami secara tekstual bahwa semua perintah tersebut menggunakan shighat amar (bentuk perintah) dan setiap perintah menunjukkan wajib karenanya (al-ashlu fil amr lil wujub).

  Kedua, nikah itu adalah hukumnya sunnah. Pendapat ini adalah pendapatnya Jumhur Ulama. Pendapat kedua ini memahami perintah nikah yang terdapat dalam al-Quran dan sunnah kepada hukum sunnah bukan wajib. Firman

  16 Allah yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 3, berbunyi : دَع دَبءُ دَو دَددَلاءُث دَو لُرْثدَيسِ آدَسسِ ُن دٍَسِي رْىءُكدَن دَب دَط دَي رْىءُحسِكرَْدَ ف

15 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif

  (Yogyakarta:UII Press, 2011), 11 16

  (Q.S An-Nisa:3) Ayat di atas menurut pendapat kedua ini bukanlah menunjukkan wajib.

  Karena dalam ayat diatas Allah mengaitkan nikah dengan kemampuan,

istitha‟ah. Artinya barang siapa yang sudah mampu menikah maka menikahlah.

  Sedangkan yang belum mampu menikah, maka tidak mengapa ia tidak menikah. Oleh karena itu menikah bukanlah wajib, melainkan sunnah.

  Ketiga adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum menikah berbeda-beda tergantung kondisi seseorang. Pendapat ini adalah pendapat kuat pada madzhab Malik iyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.

  Menurut pendapat ini hukum menikah bisa wajib, bagi mereka yang sudah siap dan mampu baik lahir maupun bathin, sehingga jia ia tidak menikah maka akan terjerumus kedalam perbuatan zina. Tidak ada jalan lain selain dengan jalan menikah.

  Nikah hukumnya bisa sunnah, bagi mereka yang syahwatnya sudah menggebu akan tetapi masih besar kemungkinan seandainya belum menikahpun ia masih dapat menjaga diri dari perbuatan zina. Dalam kondisi ini menikah hukumnya sunnah. secara lahir (menafkahi) maupun secara bathin (berhubungan badan) sehingga jika dipaksakan menikah maka wanita aka menderita baik lahir maupun bathin.

  Nikah juga bisa saja makruh, bagi orang yang kondisinya seperti disebutkan diatas, akan tetapi tidak menimbulkan mudharat bagi si istri. Jadi apabila ia menikah si istri tidak merasakan dampak negative yang sangat besar.

  Untuk sahnya suatu akad nikah, disyaratkan agar tidak ada larangan- larangan pada diri wanita tersebut untuk dikawini. Artinya, boleh dilakukan perkawinan teerhadap wanita tersebut. Larangan-larangan tersebut ada dua

  17 bagian: karena adanya hubungan nasab dank arena sebab (yang lain).

  Dalam agama Islam ada ketentuan-ketentuan tentang larangan perkawinan baik pria maupun wanita. Ketentuan tentang larangan ini sifatnya ada yang sementara dan ada yang sifanya tetap.

  Yang dimaksud dengan larangan perkawinan yang sifatnya tetap adalah bahwa seorang pria dilarang mengawini seorang wanita untuk selamanya. Hal- hal yang menyebabkan dilarangnya seorang pria menikahi wanita untuk

  18

  selamanya adalah: a. 17 Karena ada hubungan darah, yaitu: ibu, nenek, saudara kandung, 18 Muhamad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta:PT Lentera Basritama, 2002), 326 b.

  Karena hubungan susuan, yaitu: ibu susuan, nenek susuan, bibi susuan, dan kemenakan susuan.

  c.

  Karena hubungan semenda, yaitu: mertua, menantu, anak tiri dan ibu tiri.

  d.

  Karena sumpah li’an, yaitu suami istri yang putus perkawinannya karena sumpah li’an, kedua belah pihak dilarang menjadi suami istri kembali untuk selamanya.

  Sedangkan yang dimaksud dengan larangan perkawinan sementara adalah bahwa seorang pria dilarang menikahi perempuan pada saat ada halangan- halangan tertentu yang menyebabkan keduanya dilarang menikah. Hal-hal yang menyebabkan dilarangnya menikah yang sifatnya sementara diantaranya: a.

  Mengumpulkan dua orang wanita yang masih bersaudara kandung, saudara seayah, atau saudara seibu maupun saudara sesusuan, kecuali secara bergantian, misalnya kawin dengan kakanya keudian dicerai/ meninggal kemudian ganti mengawini adiknya.

  b.

  Mengawini lebih dari empat wanita, kecuali salah satu dari yang empat itu sudah ditalak/ dicerai atau meninggal dunia.

  c.

  Mengawini wanita yang sedang menjalani masa iddah karena kematian maupun karena talak, kecuali masa iddahnya sudah habis.

  19

  menyebabkan perkawinan dilarang antara dua orang yaitu: a.

  Berhubungan darah antara garis lurus keatas ataupun kebawah.

  b.

  Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara , antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.

  c.

  Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/ bapak tiri.

  d.

  Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/ paman susuan.

  e.

  Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.

  f.

  Mempunyai hubungan oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

C. Rukun Perkawinan

  Perkawinan dalam Islam bukan semata-mata hubungan atau kontrak keperdataan biasa, tetapi mempunyai nilai ibadah, sebagaimana dalam KHI ditegaskan bahwa perkawinan merupakan akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan ibadah sesuai dengan pasal 2 kompilasi Hukum Islam.

  19 kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dengan demikian, perlu adanya aturan dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan perkawinan dapat tercapai.

  Sebagaimana diketahui bahwa rukun dalam suatu perbuatan harus terpenuhi demi terlaksananya suatu perbuatan. Rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk sahnya suatu perbuatan dan menjadi bagian dari perbuatan tersebut.

  Perkawinan dianggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah merupakan bagian dari segala hal yang terdapat dalam perkawinan yang wajib dipenuhi. Kalau tidak terpenuhi pada saat berlangsung , perkawinan

  20

  tersebut dianggap batal. Rukun Nikah ada lima macam, yaitu: 1.

  Mempelai laki-laki.

  2. Mempelai perempuan.

  3. Wali nikah.

  4. Dua orang saksi.

  5. Sighat ijab qabul

  20

  21 Ahkamul Khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan keadaan: 1.

  Nikah wajib Menikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu, yang akan menambah taqwa dan apabila dikhawatirkan akan berbuat zina. Karena menjaga jiwa dan menyelamatkan dari perbuatan haram adalah wajib, kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan menikahinya.

  2. Nikah haram Menikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga, melaksanakan kewajiban lahir seperti member nafkah, pakaian, tempat tinggal dan kewajiban batin seperti mencampuri istri.

  3. Nikah sunnah Menikah disunahkan bagi yang sudah mampu, tetapi ia masih sanggup mngendalikan dirinya dari perbutan haram, dalam hal seperti ini maka menikah lebih baik dari pada hidup membujang.

  4. Nikah mubah Yaitu bagi orang yang tidak ada halangan untuk menikah dan Menikah disunahkan bagi yang sudah mampu, tetapi ia masih sanggup mengendalikan 21 dirinya dari perbutan haram, dalam hal seperti ini maka menikah lebih baik dirinya, ia belum wajib kawin dan tidak haram bila tidak kawin.

D. Syarat Perkawinan

  Yang dimaksud syarat-syarat perkawinan ialah syarat yang berkaitan dengan rukun perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi

  22

  dan ijab qabul. Syarat-syarat perkawinan diantaranya adalah: 1.

  Syarat-syarat suami: Bukan mahram dari calon istri, tidak terpaksa atau atas kemauan sendiri, jelas orannya, tidak sedang melaksanakan ihram haji.