Eksistensi Reog Ponorogo pada Masyarakat Desa Sumoroto

DESA SUMOROTO

(Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Kearifan Lokal pada Kesenian Tradisional Reog Ponorogo di Desa Sumoroto Kec. Sumoroto Kab. Ponorogo)

SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sosiologi Jurusan Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Uinversitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : Riza Wulandari D0308013 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

Percayalah, Tuhan tidak akan tidur selama umatnya masih mau semangat,berusaha,dan berdoa (Riza ’08)

Matahari,pelangi,dan hujan layaknya cobaan ditengah kesulitan yang akan berhenti pada klimaks kebahagiaan (Riza’08)

commit to user

Kesederhanaan dari karyaku ini ku persembahkan kepada :  Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa selalu memberikan

pelajaran dari sebuah karya yang indah sehingga menghasilkan

sesuatu yang berharga.

 Kedua orangtuaku yang terhebat , Bp. Sapto Kuncoro dan Ibu Hari Mulyani yang senantiasa selalu mendoakanku,membimbingku,menjagaku,dan menyemangatiku dengan doa dan kehangatan dalam keluarga

 Oranglain yang telah ku anggap seperti orangtua keduaku, yang menghangatkanku dengan rasa optimis,percaya diri dan doa Bp. Ulung Yudha Prakosa dan Ibu Erna Noorhayanti

 Semangatku,Angger Gedhe Prakosa yang selalu berada di samping,belakang dalam setiap kelemahanku

 Sahabat-sahabatku Arimbi’s : Mbak Ind,Mbak Ay,Mbak Ucy,Mbak May,Mbak Nan,Lilis,Gesta

 Sahabat almamaterku :

Tatas,putri,hurriah,dian,mami,gendut,retno,uky,dan semua yang tak bisa kusebutkan satu persatu. Terima kasih atas

kekompakannya selama ini.

commit to user

Riza Wulandari, D0308013,2012. Eksistensi Reog Ponorogo pada Masyarakat Desa Sumoroto. Skripsi : Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian tradisional yang ada di Kota Ponorogo. Kesenian tradisional tersebut menjadi salah satu kebanggaan dari warga Ponorogo. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu dapat mengetahui cara masyarakat Desa Sumoroto mempertahankan Reog Ponorogo pada masa globalisasi dan modernisasi. Penulis ingin mengetahui bagaimana sejarah dari Reog Ponorogo serta bentuk kearifan lokal yang ada. Teori yang digunakan adalah Teori Interaksionisme Simbolik milik George Herbert Mead dan Tindakan Sosial milik Max Weber.

Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam kepada enam informan yang terdiri dari Sesepuh Reog Ponorogo, Pelaku Seni Reog Ponorogo, Pihak Pemerintah (DISBUDPARPORA) , dan kawula muda. Penelitian ini juga didukung oleh dokumen dan penelitian relevan yang telah melakukan penelitian tentang Reog Ponorogo. Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah Desa Sumoroto. Desa Sumoroto memiliki kearifan lokal seperti Grebeg Tutup Suro,Upacara Sesajen,Ziarah Makam, serta beberapa tradisi yang masih ajeg dilakukan di Desa Sumoroto.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksistensi Reog Ponorogo pada masyarakat Desa Sumoroto dilakukan dengan cara Grebeg Tutup Suroan, pada kegiatan ini terdapat kearifan lokal di dalamnya. Kearifan lokal yang ada pada Desa Sumoroto juga beragam di antaranya seperti upacara sesajen ketika akan dimulai acara yang berkenaan dengan Reog Ponorogo,Ziarah Makam,tidak memakai baju warna hijau ketika acara Reog Ponorogo berlangsung dan masih mempertahankan tradisi yaitu tidak mengikat hubungan pernikahan dengan Desa Mirah demi keselamatan Desa Golan. Penulis menemukan cara mereka melalui peran pendidikan di mana pada setiap sekolah yang ada sudah memiliki ekstrakulikuler dan muatan lokal yang berhubungan dengan tari Reog Ponorogo. Penulis juga menemukan bahwa beberapa sanggar tari yang ada berperan untuk menumbuhkan generasi muda yang berkompeten dalam bidang seni tradisional ini.

Kata Kunci : Eksistensi, Kearifan Lokal, Reog Ponorogo

commit to user

Riza Wulandari, D0308013,2012. The Existence of Reog Ponorogo in the Sumoroto Village Society. Thesis: Graduate Program Sebelas Maret University.

Reog Ponorogo is a kind of art, which have been existing in Ponorogo, where this local culture has become one of pride for the Ponorogo society. This study is aimed to find out the ways of Sumoroto village society in maintaining Reog Ponorogo in the global and modern era. The writer also wants to find out how the history is and the form local wisdom have been formed. The theories used in this study are Symbolic Interactionalism Theory of Goerge H. Mead and Social Action Theory from Max Weber.

In this study, the writer uses qualitative descriptive research methodology. Techniques of colleting data with observation, interviews with six informants, which consists of the elders of Reog Ponorogo, the actors of Reog Ponorogo, Government (DISBUDPARPORA), and the youth. This study is also supported by literature study and some relevant studies about Reog Ponorogo . The Located from research in Sumoroto Village. Sumoroto Village have a local wisdom such as Grebeg Tutup Suro, Ritual Ceremony, Ziarah Makam, and several constant tradition in Sumoroto.

The result of this study shows that the existence of Reog Ponorogo in Sumoroto village society is done by doing some routine activities, which relates to Reog Ponorogo, such as Grebeg Tutup Suroan, in this event there are local wisdoms too. There are kinds of local wisdom in Sumoroto village such as ritual ceremony which is held on proceeding of Reog Ponorogo, Ziarah Makam, not using green clothes when Reog Ponorogo are held, and still on tradition that is not married with Mirah Village for happiness of Golan Village. The writer finds their ways through the roles of education, where every school has had extracurricular program and local subjects related to Reog Ponorogo dances. The writer finds that some existing dancing workshops also have important role in creating youth generation, who are competent in this traditional art field.

Keywords: Existence, Local Wisdom, Reog Ponorogo

commit to user

Assalamualaikum Wr. Wb Puji Syukur kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa memberikan petunjuk, bimbingan dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan yang diberikan judul : Eksistensi Reog Ponorogo Pada Masyarakat Desa Sumoroto. Shalawat dan Salam kehariban Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya untuk mengajar, belajar dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut ilmu merupakan 3 kewajiban bagi setiap muslim.

Masalah-masalah yang ada pada sosial budaya membuat saya tergelitik untuk mendalaminya lagi. Decak kagum dari budaya yang ada di Indonesia mulai dari tarian, upacara adat, keindahan lantunan kesenian yang dimainkan, budaya jawa yang ada sejak zaman leluhur menjadikan saya untuk membuka mata lebar-- lebar dengan tidak memiliki satu sudut pandang tentang budaya. Menarik halnya jika berbicara tentang budaya, ketertarikan tersendiri membawa saya masuk ke salah satu budaya yang saya miliki yaitu Reog Ponorogo. Berbagai pandangan tentang Reog Ponorogo dapat menjadikan sebuah referensi yang relevan dalam melakukan penelitian ini. Dengan adanya hal ini, dapat dikatakan bahwa ilmu kebenaran pada pengetahuan tentang budaya memang harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Masing-masing harus bisa saling mengisi dan terisi. Proses-proses yang ada harus didalami dengan meneliti, memahami, dan berdiskusi. Agar hasil dari kegiatan intelektual tersebar luas dan sekaligus memberikan manfaat yang luas pula.

commit to user

masyarakat Desa Sumoroto ini terdiri dari lima bagian. Di mana bagian yang pertama merupakan bagian pendahuluan tentang latar belakang kenapa saya memilih untuk meninjau permasalahan kebudayaan Reog Ponorogo yang dilihat dari eksistensinya. Tujuan dan manfaat dari penelitian juga ikut dicantumkan dalam bagian pertama. Kemudian pada bagian kedua diuraikan mengenai tinjauan pustaka yang berisi tentang teori serta penelitian yang relevan yang berkaitan dengan tema yang saya angkat. Defenisi konseptual juga melengkapi dari tinjuan pustaka. Bagian ketiga berisi tentang metodologi penelitian. Bagian ini menyajikan inti dari kegiatan penelitian yang berisi tentang metode apa yang akan dipakai serta bagaimana teknik pengumpulan data seperti sampel, obervasi, wawancara maupun studi pustaka yang diambil dari buku maupun internet. Bagian keempat berisi analisis dan pembahasan dari apa yang didapat dari penelitian yang telah saya lakukan. Pada bagian ini berdasarkan dari apa yang saya dapat pada saat melakukan penelitian, dapat dikatakan bahwa eksistensi mereka melalui grebeg tutup suro yang diisi dengan kearifan lokal dari Reog Ponorogo , kemudian melalui cara peran pendidikan yang senantiasa mendukung kesenian tradisional ini dengan memasukkan tarian Reog Ponorogo di ekstrakulikuler maupun muatan lokal sekolah-sekolah yang ada. Tidak hanya hal tersebut sanggar tari yang terdapat pada Desa Sumoroto juga berperan dalam eksistensi dari Reog Ponorogo.

Dalam penelitian ini saya ingin menyatakan dan membuktikan bahwa kebudayaan bukan hanya objek untuk dipelajari namun kebudayaan merupakan

commit to user

berpresepsi pada satu sudut pandang saja di mana memojokkan kesenian tradisional, kearifan lokal yang dibawa oleh leluhur sebagai sesuatu yang bersifat musrik. Hal tersebut ada karena kita dituntun melalui kesenian-kesenian yang ada untuk menghargai para leluhur dan menghormati apa yang telah mereka buat pada masa lampau. Di sini juga tidak dituntut untuk menyembah bahkan untuk menyekutukan Tuhan. Seperti halnya Reog Ponorogo yang pada zaman dahulu sangat terkenal oleh kemisitisannya, di mana dahulunya juga terdapat susuk yang digunakan oleh pembarong untuk memperkuat dan mengindahkan gerakannya, namun saat ini hal-hal seperti itu sudah jarang dilakukan tetapi juga tidak menyalahkan apa yang dilakukan oleh para leluhur. Pada pelaku seni saat ini kebanyakan mereka melakukan rutinitas latihan yang ekstra agar apa yang mereka tampilkan dapat membawa aura keindahan dan eksotisme dari tarian tersebut. Kepada kawan-kawan seperjuanganku dari Sosiologi FISIP UNS seperti Putri, Tatas, Dian, Huriah, Subuha, Mas Ahong yang senantiasa memberikan dukungan moril serta spirit intelektual yang dibangun secara bersama. Kepada kawan-kawan Kost Arimbi tercinta seperti Mbak Ucy, Mbak Ayu, Mbak Ind, Gesta, Desi, Lilis yang senantiasa memberikan saya semangat untuk tetap menerjang badai yang sedikit membuat goyah. Kepada Dr. Jefta Leibo SU yang telah membimbing dan memotivasi saya untuk tetap semangat dibalik konsultasi mengenai laporan penelitian ini.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya : Sapto Kuncoro dan Hari Mulyani. Karya ini saya persembahkan kepada kalian berdua

commit to user

lantunan doa pada setiap kesabaranku. Begitu pula seseorang yang selalu memotivasiku : Angger Gedhe Prakosa “Teruslah maju di saat badai di depan kita, jika kita mundur dan diam di tempat kapan kita bisa maju”.

Akhirnya berbagai kesalahan bahasa, ejaan dan pengetikan serta masalah teknis lain yang ditemukan perlu dikoreksi. Saya menyadari bahwa sepenuhnya penulisan yang disajikan dalam buku ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan, sehingga kritik dan saran perbaikan dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga buku ini menjadi pendorong bagi saya untuk mendalami dan mempelajari seluk-beluk tentang kesenian tradisional maupun kebudayaan agar bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Surakarta, September 2012 Penulis

Riza Wulandari

commit to user

2. Peran Pendidikan .......................................................... 124

3. Peran Sanggar Tari ........................................................ 125

4. Kearifan Lokal Reog Ponorogo..................................... 126

5. Sejarah Reog Ponorogo................................................. 129

B. Implikasi............................................................................... 130

a. Implikasi Teoritis............................................................ 130

b. Implikasi Empiris ........................................................... 133

c. Implikasi Metodologis.................................................... 135

C. Saran..................................................................................... 136 MATRIK

.............................................................................................. 139

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 144 LAMPIRAN

commit to user

Matrik 1 Penelitian Relevan.....................................................................

14 Matrik 2

Eksistensi Reog Ponorogo Pada Masyarakat Desa Sumoroto . 139 Matrik 3

Sejarah Reog Ponorogo............................................................. 139 Matrik 4

Kearifan Lokal Reog Ponorogo ................................................ 140 Matrik 5

Peran Pendidikan....................................................................... 141 Matrik 6

Peran Sanggar Tari.................................................................... 142 Matrik 7

Grebeg Tutup Suroan ................................................................ 143

commit to user

Bagan 1 Model Analisa Interaktif ...........................................................

48

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki beragam macam budaya yang mengapresiasikan berbagai banyak seni yang dapat dilihat dari bahasa,tingkah laku,tari- tarian,musik bahkan kepribadiaan masing-masing orang dapat dikatakan sebagai sebuah seni dan budaya. Tidak hanya hal tersebut, berbagai tempat wisata yang ada di Indonesia mampu menarik wisatawan asing maupun domestik yang sekiranya terkagum oleh ketakjuban berbagai tempat wisata yang ada di Indonesia. Budaya-budaya yang mengakar pada pribadi masing- masing, mampu menampilkan karakteristik dari kepribadian seseorang. Keindahan alam, gestur-gestur dari lekukan tubuh sang penari , lanunan perpaduan musik yang fantastis, serta keelokan setiap sudut-sudut kota yang memiliki seni yang eksotik bisa dijadikan sebuah kohesi dari sebuah kesatuan kebudayaan yang ada di bumi ini. Pada dasarnya kebudayaan merupakan seluruh pikir manusia yang tidak berasal dari nalurinya.(Yayuk Yulianti,MS : 49)

Indonesia tersebar luas dengan memiliki seni budaya masing-masing dan kesenian merupakan salah satu perwujudan dari kebudayaan. Lebih dari itu, kesenian adalah tempat di mana makna budaya ditafsirkan dan identitas budaya diakui dan diperkuat, khususnya di masyarakat kecil. Secara historis

commit to user

masyarakatnya. Rosman dan Rubel menjelaskan sebagai berikut :

Hanya di dunia Barat suatu seni diciptakan untuk seni, untuk digantung di museum dan galeri atau dipertunjukkan di hadapan banyak penonton. Di dalam masyarakat yang biasanya diteliti oleh para antropolog, seni itu disertakan di dalam budaya setempat. Seni itu digunakan dalam pelaksanaan upacara dan ritual, dan makna yang disampaikannya berkenaan dengan makna ritual, dan mitologi yang berhubungan dengannya. ( Koentjaraningrat, 1986 :188 )

Seperti yang dijelaskan Koentjaraningrat, dalam kenyataannya masyarakat kesenian dan kebudayaan fisik lainnya tidak terpisah dari sistem sosial dan adat-istiadatnya.

Dengan demikian, secara serentak pelaksanaan kesenian dapat mencerminkan dan memperkuat nilai-nilai, hierarki dan struktur kebudayaan. Kesenian juga menjadi cara untuk menghubungkan diri dengan masyarakat.

Wessing explained that this process has correlation with myth in West Java and how the participation in local Icon makes human as their society. Because the physical culture become an ideas and cultures’ values, thought and art’s recreation become one of process on art identity of creation .( Robert Wessing, 2006 : 67).

Wessing menjelaskan proses ini berkaitan dengan mitos di Jawa Barat, dan bagaimana partisipasi dalam kisahan dan ikon lokal menjadikan seorang sebagai anggota masyarakat mereka. Oleh karena kebudayaan fisik menjadi perwujudan ide-ide dan nilai-nilai kebudayaan, penafsiran dan penciptaan ulang kesenian menjadi salah satu proses dalam penciptaan identitas budaya.( Robert Wessing, 2006 : 67 )

Mengacu pada Bowen, Steedley menjelaskan bagaimana dengan menggunakan teori kebudayaan modern, para antropolog zaman ini cenderung mendekati penafsiran kesenian dari dalam. Jika kebudayaan tidak pernah homogen,

commit to user

sebagai orang individu

According to Steedly, the question about art that become central of anthropologist is ‘How to exclaim the form of culture, how people changed their thought and what is the most important aspect in their thought.

Menurut Steedley, pertanyaan mengenai kesenian yang menjadi fokus para antropolog zaman sekarang adalah bagaimana orang menafsirkan perwujudan budaya, bagaimana orang berubah tafsiran terlewati waktu, dan apa yang paling dipertaruhkannya dalam tafsirannya.( Steedley, Mary Margaret, 1999 :433)

Pada ciri-ciri dari kota yang memiliki kesenian yang mengacu pada kebudayaan merupakan salah satu alasan mengapa kota tersebut sering dikunjungi bahkan mampu menjadi obyek wisata. Seperti halnya Solo selalu dengan Icon Batik. Ketika kita berbicara Bali, kita akan berpikir dan rindu dengan Tari Pendet. Tidak hanya kota-kota besar yang mempunyai ciri khas khasanah budaya tau kepariwisatan.Kota-kota kecil yang berada pada sudut Indonesia juga mampu menarik wisatawan asing maupun domestik untuk berkunjung menggeluti apa saja yang ada dalam kota tersebut. Bahkan bisa di anulir beberapa kota kecil mempunyai khas kebudayaan yang mampu mendatangkan devisa-devisa negara. Salah satunya adalah Kota Ponorogo. Ponorogo merupakan lintas perbatasan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Lintas perbatasan itu dapat dijadikan sebuah matrik segitiga dan ponorogo merupakan sebagai penghubung dua provinsi tersebut. (Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II,2004 : 14 )

Destinasi pariwisata tersebut akan berjalan dengan semestinya apabila melakukan perjalanan wisata ke Bali akan melewati kota Ponorogo ini dan

commit to user

mempunyai tiga potensi yang telah mengakar pada kota reog ini. Kebudayaan,Industri serta minat khusus merupakan hal yang sangat berkaitan dengan Ponorogo. Jika berbicara tentang bagaimana sejarah kota ponorogo, terdapat beberapa cerita rakyat yang dapat dijadikan rujukan untuk melacak sejarah Ponorogo. Cerita rakyat tersebut pada dasarnya dapat dipandang sebagai oral history yang dapat memperkuat data primer (prasasti dan benda- benda purbakala) Dapat diperkirakan pada zaman dahulu Ponorogo bernama Wengker (Kerata basa dari wewengkon kang angker) yang berarti tempat yang keramat, sebab merupakan hutan belantara. Masyarakat hidup secara berkelompok dibawah pimpinan seorang warok. Secara historis kesenian reog ponorogo erat kaitannya dengan tradisi dan kepercayaan pada zaman pra hindu yakni animisme. Menurut perkiraannya dalam kepercayaan animisme tersebut kebiasaan penyelenggaraan upacara untuk mendatangkan roh hewan maupun roh manusia untuk menjaga keselamatan mereka. Apabila mereka menghendaki datangnya roh hewan dan roh manusia tersebut, dalam upacara itu orang harus menari-nari dengan menggunakan topeng kepala hewan selama menunggu datangnya roh yang dimaksudkan.

Mengingat bahwa margasatwa yang hidup dalam hutan di wilayah ponorogo beraneka ragam dari yang sangat buas sampai hewan yang cantik dan anggun. Dan dalam hal itu , masyarakat setempat memandang harimau sebagai binatang yang paling kuat dan paling berani. Itulah sebabnya masyarakat setempat meminta bantuan roh harimau untuk menjaga

commit to user

tarian-tarian mengenakan topeng kepala hariamau. Perkembangan selanjutnya dihubungkan dengan hutan sekelilingnya, yakni merak. Masyarakat ponorogo memandang bahwa burung merak sebagai simbol keindahan, sebagaimana masyarakat Irian Jaya memandang burung cendrawasih.

Selain hal itu, masyarakat tradisional di ponorogo pada zaman dahulu lebih mengutamakan ilmu kekebalan dan kesaktian. Paguron sebagai tempat untuk mempelajari ilmu kesaktian,keprajuritan,kebatinan, dan kekebalan terhadap senjata tajam. Berdasarkan motif kepahlawanan yang mendominasi cerita-cerita rakyat dalam masyarakat ponorogo sebagai bukti bahwa mereka meyakini ilmu diperoleh melalui laku. Setelah Islam masuk ke ponorogo, paguron yang bernafaskan Islam pun menjadi sasaran untuk mempelajari ilmu laku bagi generasi muda di daerah itu. Paguron yang bernafaskan islam itu dikenal dengan istilah pesantren. Kebudayaan misalnya seperti Tari Reog Ponorogo yang telah mendunia dan bahkan beberapa waktu yang lalu telah di klaim dari negara lain yaitu malaysia. Bahkan hal tersebut menjadi buah bibir oleh berbagai kalangan. Para petinggi negara,masyarakat, serta para pelaku dari Tari Reog Ponorogo juga ikut merasa dilecehkan dengan hal tersebut.

Kemudian Industri, industri yang ada di kota ponorogo merupakan hal sekelumit dari apa yang ada di Kota Reog tersebut. Industri tekstil, makanan, bahkan banyak juga Home industri yang sudah berkiprah melalang buana disana. Selain industri ada juga minat khusus yang melapuk pada kota tersebut. Salah satunya yang terkenal adalah Religi. Dimana terdapat banyak

commit to user

salah satu masjid Tegalsari yang sering dikunjungi oleh para wisatawan domestic maupun mancanegara. Dalam hal ini sebenarnya kota Ponorogo mempunyai banyak potensi yang bisa digali terutama pada Kebudayaan yang begitu menonjol di mata para pelaku yaitu kebudayaan lokal Reog Ponorogo.

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat. Selain hal tersebut penanaman nilai-nilai tradisi serta pengertian dari sejarah Reog Ponorogo yang setiap pelaku seni tersebut mempunyai karkateristik yang kuat serta kepribadian seorang tokoh yang mampu menjadi panutan. (Dr. Setya Yuwana Sudikan MA, 2000 : 23)

Kepiawaian dari para pelaku seni Reog Ponorogo serta gelagat tubuh yang memancarkan keeksotisan dari peran yang dimainkan tersebut menjadi salah satu Icon Pariwisata dari Kota Ponorogo. Mulai dari wisatawan domestic ataupun wisatawan macanegara seakan-akan tidak mau ketinggalan setiap rentetan acara dan ritual-ritual mengenai seni budaya tersebut. Pemerintah setiap tahunnya mengadakan yang berkenaan dengan seni budaya tersebut yaitu Hari Jadi Kota Ponorogo yang biasanya bersamaan dengan Festival Reog Mini serta Grebeg Suro didalamnya terdapat Festival Reog Nasional

commit to user

untuk menarik wistawan domestic maupun mancanegara untuk mengunjungi Kota Ponorogo dan menikmati wisata yang ada di Kota Ponorogo. Tradisi ini dilakukan setiap tahun oleh masyarakat ponorogo ataupun para petinggi di Kota Ponorogo tersebut. Reog Ponorogo merupakan sebuah kesenian yang dapat menuntut hak atas usianya yang tua dan kualitasnya yang kaya. Berbeda dengan tarian keratonan yang dianggap puncaknya kebudayaan Jawa, Reog adalah kesenian rakyat, dan peserta Reog, jauh dari merasa inferior atas kesenian mereka yang terutama non-alus, senang dengan sifat kasarnya. Reog merupakan fenomena se-kabupaten, dan dulu pada zaman Orde Baru pemerintah kabupaten mewajibkan bahwa setiap desa harus memiliki kelompok Reog. Sekarang, di antara 303 desa di kabupaten Ponorogo, Dinas Pariwisata Ponorogo mengakui 154 kelompok yang siap berpentas. Jumlah ini belum termasuk kelompok sekolah dan Universitas yang semakin banyak dan semakin berperan dalam proses menetapkan standar Reog modern. Terdapat perbedaan antara Reog yang dipertunjukkan di desa disebut Reog obyog yang biasanya berpindah-pindah dari tempat ke tempat sekeliling desa, dan Reog yang dipentaskan pada festival nasional yang dipertunjukkan di pentas aloon- aloon kota. Reog festival kelompoknya harus lengkap sesuai dengan pakem- pakem Reog dengan penari Jatilan, Warok, Pujangganom, Klana Sewandana dan Singo Barong sekalian gamelan Reog - secara keseluruhan biasanya lebih dari empat puluh orang. Sedangkan Reog obyog lebih bebas dan terkadang terdiri hanya dari penari Jatilan, Singo Barong dan gamelam terbatas,

commit to user

tempat.Sampai saat ini keberadaan kesenian local Reog Ponorogo masih menjadi suatu hal yang selalu dipertahankan Salah satu Kecamatan yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisi dan spiritual mengenai sejarah reog ataupun hal-hal yang berhubungan dengan tersebut adalah Desa Sumoroto.

Sumoroto adalah salah satu desa yang ada di kabupaten ponorogo yang terletak di daerah sebelah timur 10 km dari arah pusat kabupaten ponorogo. Desa yang memiliki berbagai macam corak masyarakat dan pekerjaan ini adalah desa paling tertua di kabupaten Ponorogo. Desa Sumoroto merupakan salah satu kecamatan yang tertua yang ada di Kabupaten Ponorogo. Tidak hanya hal tersebut ponorogo juga diperkirakan telah dihuni oleh manusia sejak zaman neolitik. Hal ini terbukti dengan ditemukannya benda-benda purbakala di Gua Lawa yang letaknya di Desa Sampung (Salah satu dari Kecamatan Sumoroto). Masyarakat yang ada di desa ini sebagian besar adalah pelaku dari seni Reog Ponorogo. Tidak hanya hal tersebut mereka juga mempunyai industri mengenai pembuatan Reog Ponorogo. mulai dari kostum, ataupun peralatan yang digunakan setiap pemain bahkan ada pula souvenir yang diperuntukkan wisatawan asing mapun domestic untuk membawa buah tangan dari kota ponorogo. Desa Sumoroto merupakan desa yang masih menanamkan nilai-nilai tradisi dan spiritualnya. Masyarakat yang kental akan tradisi tersebut menjujung tinggi pada khasanah kebudayaan local yang mereka miliki. Tidak hanya hal tersebut tradisi yang ada sejak jaman dahulu sampai sekarang masih tetap dilaksanakan sesuai penanaman dari leluhur mereka.

commit to user

leluhur tentang sejarah Nggolan dan Mirah yang tidak dapat dipersatukan karena terdapat sebuah aliran sungai. Sampai pada anak bahkan buyut mereka, mereka tetap akan menanamkan dan mempertahankan bahwa generasi penerus atau anak cucu yang bertempat tinggal di daerah Nggolan tersebut tidak diperbolehkan untuk menikah dengan generasi penerus yang ada di salah satu desa yang ada di Kecamatan Jetis. Sampai sekarang hal itu akan tetap dipertahankan. Sejarah dari pertentangan itu terjadi ketika peperangan antara Ki Ageng Mirah dengan Raja Bantarangin. Tidak hanya itu, banyak penanaman-penanaman yang mereka tanamkan kepada generasi yang ada di desa tersbut untuk tetap menjadikan reog adalah sebagaian dari jiwa mereka.

Dengan adanya hal tersebut, Reog Ponorogo masih mampu eksis dalam ruang lingkup dalam negeri maupun luar negeri sampai saat ini. Mereka juga mampu bertahan pada era globalisasi yang besar-besaran ini. Modernitas yang masuk pada masyarakat ponorogo, akan tetap mereka mempertahankan kebudayaan loka yang mengacu pada kearifan lokal dimana kearifan lokal merupakan suatu gagasan dimana terdapat nilai-nilai adat dan budaya yang masih kental dalam sebuah tradisi ataupun masyarakat yang mempunyai tradisi kuat di dalamnya. yang mereka. Pada Desa Sumoroto inilah masih ditemukan penananaman tradisi maupun nilai-nilai leluluhur yang sangat kuat pada masyarakat setempat. Mengapa hal tersebut masih dilakukan pada tradisi-tradisi kuat dan nilai-nilai leluhur pada Masyarakat disana dikarenakan karena mereka menganggap bahwa Reog Ponorogo adalah aset terpenting

commit to user

mengfapresiasikan dengan baik apa yang diberikan oleh para leluhur. Tidak hanya hal tersebut, dapat dimungkinkan ada beberapa alasan lain yang melatarbelakangi mengapa keberadaan reog ponorogo masih bertahan di Kota Ponorogo. Dengan berdasarkan atas pengetahuan dari rasa ingin tahu yang lebih dalam, peneliti akan mencari tahu tentang beberapa kajian mengapa sampai saat ini Reog Ponorogo masih mampu mempertahankan kebudayaan dan nilai-nilai tradisi serta spiritual pada era modern ini. Seperti apa cara mereka mempertahankan serta makna dari Reog Ponorogo menurut masyarakat kampung tersebut juga akan kita kaji lebih mendalam pada penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana Cara masyarakat Desa Sumoroto mempertahankan eksistensi Reog Ponorogo ditinjau dari kearifan lokal pada sejarah masa lalu dan sekarang ini ?

C. Tujuan Penelitian

1. Dapat mengetahui bagaimana cara masyarakat setempat yaitu Desa Sumoroto mempertahankan kebudayaan lokal Reog Ponorogo sebagai asset penting yang mereka miliki.

commit to user

perspektif kearifan lokal yang menghantarkan mereka pada tradisi yang dijalankan mereka.

3. Dapat mengetahui bagaimana sejarah dari Reog Ponorogo sebagai salah satu Kesenian Tradisional yang mereka miliki dan patut untuk dipertahankan khasanahnya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan menjadi tambahan dalam pustaka tentang kebudayaan lokal di Indonesia dan khususnya adalah masyarakat kota ponorogo bagaimana cara mempertahankan reog ponorogo sebagai asset yang mereka miliki dan dalam sebuah modernitas yang terjadi saat ini. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagaimana pentingnya Reog Ponorogo sebagai kebudayaan lokal Kota Ponorogo yang harus tetap dipertahankan nilai-nilai tradisi leluhur yang telah ada sejak zaman dahulu tanpa mengacu pada era disentralisasi dan moderniasasi pada saat ini. Dan dapat meberikan manfaat bagi masyarakat Desa Sumoroto sebagai pelaku seni reog ponorogo untuk tetap mempertahankan dan menjalankan nilai-nilai tradisi leluhur dari kearifan lokal yang telah tertanam pada diri mereka.

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam mempetahankan sebuah kebudayaan lokal dengan mengarah pada kearifan lokal yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisi yang merupakan perihal yang tidak mudah dilakukan. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai beranekaragam kebudayaan lokal. Tidak berjalan semulus apa yang kita inginkan, beberapa kebudayaan lokal yang dimiliki Indonesia juga telah beberapa kali diambil dan diklaim oleh negara luar. Hal itu dimungkinkan karena masyarakat Indonesia sendiri yang tidak mau menjaga apa yang mereka miliki hingga pada akhirnya ketika kasus sebuah pengklaiman terjadi mereka baru kelabakan untuk menarik lagi bahwa kebudayaan yang diklaim oleh negara lain itu merupakan milik mereka.

Dalam suatu penelitian atau suatu karya ilmiah, kepustakaan merupakan salah satu landasan yang paling penting dimana untuk menjadikan dasar atau tempat berpijak bagi penelitian tersebut. Pada penelitian ini, penelliti akan menggunakan beberapa literatur yang akan diambil dari beberapa media dan literatur ini digunakan sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Penelitian ini juga menggunakan pustaka-pustaka yang terkait dengan topic penelitian. Studi pustaka merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan teori dan konsep pada sebuah penelitian. Sehingga pada penelitian nanti sebuah hasil pencapaian dsari penelitian tersebut kan teruji kebenarannya. Studi pustaka dapat diperoleh melaui buku-buku , artikel , skripsi, tesis , disertasi , ataupun dari

commit to user

didapat tentunya berhubungan dengan ilmu sosial khususnya adalah ilmu sosiologi yang mendukung terhadap penelitian ini. Sedangkan buku-buku lainnya hanya sebagai referensi tambahan pelengkap bagi peneliti.

Dalam hal penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti menggunakan bantuan dari hasil penelitian terdahulu yang mempunyai tema yang sekiranya sama yang telah dilakukan terlebih dahulu. Beberapa penelitian telah didapat oleh peneliti, diantaranya adalah penelitian tentang Dengan adanya studi pustaka tersebut akan membantu peneliti menemukan informasi yang lebih awal dari sebuah penelitian. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan yang mempunyai tema sama yaitu mengenai Reog Ponorogo adalah Kesenian Reog Ponorogo sebagai sarana Agitasi Politik yang diteliti oleh Langgeng Budi Utomo Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Penelitian lainnya seperti Mistisme Warok Ponorogo yang diteliti oleh Puspito Hadi kemudian penelitian tentang Kesenian Tradisional Reog di Kabupaten Wonogiri pada TAHUN 1980-2005 yang diteliti oleh Handoko dan tema mengenai Reog Ponorogo juga telah diteliti oleh Magister Pendidikan yaitu yang berjudul Reog sebagai kajian histori dan nilai edukatif oleh Uswatun Hasanah. Dari hasil penelitian yang telah disebutkan tadi mempunyai tema yang sama mengenai Kesenian tradisional Reog Ponorogo dan pada saat ini peneliti akan melakukan penelitian yang mempunyai tema sama tetapi dengan pembahasan yang berbeda yaitu mengenai Eksistensi Reog Ponorogo pada masyarakat Desa Sumoroto.

Nama Peneliti

Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode

Hasil Penelitian

Penelitian

Handoko (Fakultas Kesenian

Penelitian ini merupakan latar belakang kesenian Sastra Seni Rupa Tradisional Reog latar belakang serta interaktif

Untuk mengetahui analisis

tradisional reog yang ada di Wonogiri yang Universitas Sebelas Di

disebabkan oleh letak geografis Wonogiri yang Maret Surakarta)

Wonogiri perkembangan Reog

1980-2005.

tersebut pada tahun

menjadi perbatasan langsung dengan Kota

1980-2005

Ponorogo. Yang kedua adlah ketertarikan individu-individu terhadap kesenian Reog yang bermula dari ponorogo dirasa unik dan khas serta

mudah untuk

dipelajari.

Kemudian

perkembangan kesenian reog di Wonogiri mulai

bangkit kembali pada tahun 1969 setelah G 30S

PKI pada tahun 1965.

Dengan adanya hal tersebut kesenian ini

muncul kembali pada acara-acara tertentu sperti

14

smabatan. Pada tahun 1075 kesenian reog di wonogiri semakin meningkat dan pada akhirnya dikomerisalkan. Pada tahun 1980 kesenian tersebut meningkat dan pada akhirnya dipengaruhi oleh munculnya usaha kerajinan reog di Purwantoro. Pada sat itu masih tergolong pesat sampai pada tahun 1990. Pada tahun yang sama muncul cewrita yang dihubungkan dengan sejarah

Wonogiri yaitu Sambernyawan Wonogirien. Dan pada tahun

kabupaten

1995 terjadi perubahan yaitu yang pertama

munculnya penari jathil perempuan. Hal tersebut

dipengaruhi oleh kebiasaan warok memelihara

gemblakan. Kemudian yang kedua memasukkan

tarian Klono Sewandono dalam pementasan

Langgeng Budi Kesenian

Pada era demokrasi terpimpin tahun 1959- Utomo

Reog Untuk mengetahui Deskriptif

1965. Kesenian Reog Ponorogo mengalami masa Sastra dan Seni Sarana

Fakultas Ponorogo Sebagai bagaimana

reog Kualitatif

keemasannya dengan memiliki 364 unit Reog Rupa.

Agitasi Sebagai suatu sarana

Politik

sebagai agitasi politik bagi

yang tersebar di Kabupaten Ponorogo. Kesenian

kajian dari Sejarah para petinggi politik

pada masa ini mempunyai fungsi sebagai sarana

Politik Kesenian pada tahun 1959-

hiburan,sarana mengumpulkan massa sebagai

di

sarana ritual. Hal ini memancing partai politik

untuk memanfaatkan sebagai aspek politik yaitu

tahun 1959-1965 dengan memanfaatkan kesenian Reog sebagai

media komunikasi dalam rangka propaganda dan

memasukkan ideologinya. Dalam hal ini pelaku

Komunikasi

Indonesia(PKI), dan

Nahdhatul Ulama(NU).

Puspito Hadi

Mistisme Warok Untuk mengetahui Metode

Kehidupan Warok Ponorogo yang diwarnai

oleh batin dan kejiwaan dengan hidup

perkembangan jati yang

berngelmu. Ngelmu merupakan pengetrapan

diri para Warok meliputi

pelaku. Dalam mempertebal ajaran Warok

Ponorogo

serta empat tahap Ponorogo berlaku amalan-amalan atau lelaku

mengalami

yang berhubungan dengan spiritualnya. Japa

Mantra, Tapa Brata, dan Bandha Donya hanya

pengalaman

sarana untuk mencapai kebenaran sejati. Ujung-

Heuristik,

spiritual

yang kritik

ujungnya adalah bisa memperoleh Emating mati

berkaitan

patitis, manunggaling kawula gusti,sangkan

dengan sumber,

Spiritualisme

historiografi kehidupan yang penuh dengan kedamaian.

Ponorogo.

Mistisme Warok Ponorogo lebih menekankan pada aspek hidup yang ideal (urip utomo). Unsur yang terpenting dalam ajaran Mistisme Warok Ponorogo adalah konsep “ Mangerang Gesang ” yang mempunyai arti hidup seperti Tuhan pada skala kecil. Hal ini dikarenakan menurut paham mistik yang dianut pada dasarnya manusia ada karena kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Mistik pada warok ponorogo cenderung pada mistik

yang bersifat kejawen. Terdapat perbedaan

dalam mistik Warok Ponorogo diantarnya adalah

1. “ Ngelmu Kanoragan Berpangkal dari

syetan dan Roh”. Tujuannya adalah mencari

Larangannya adalah melanggar ilmu. Ilmu Kanorgan disebut juga sihir hitam.

2. “Ngelmu kautamaan berpangkal dari sukma manusia

tujuannya mencari kebahagiaan hidup untuk bersama”. Larangannya adalah wewaring bebrayan, melanggar larangan ngelmu. Ngelmu tersebut adalah ngelmu kautaman yang berarti sihir putih.

yang

3. “Ngelmu Kesempurnaan berbangkal dari

daya gaib Gusti ” yang tujuannya adalah

mendapatkan

kebahagiaan kekal.

Larangannya adalah Wewaling bebrayan

dan pepacuhing pangeran yang mempunyai

tujuan akhir adalah bersatu dengan Sang

Lisa Clare Mapson, Kesenian,

Dalam zaman globalisasi dan era desentralisasi Universitas

Mengetahui

Penelitian

politik ini, kebudayaan daerah di Indonesia Muhammadiyah

Identitas, dan Hak pentingnya

Reog ini

Kasus dalam kebudayaan merupakan sedang mengalami perubahan akibat tekanan dari Malang

Cipta:

‘Pencurian’ Reog Ponorogo

dan studi

berbagai sudut. Pada saat ikatan baru kepada

Ponorogo

menganalisa

fenomenolo negara dan masuknya unsur-unsur dari luar

perannya

dalam gis

menantang kelangsungan identitas lokal,

konstruksi identitas

namun desentralisasi politik di Indonesia dan

Ponorogo sekaligus

pemindahan

kewenangan

dalam bidang

penyebab

pendidikan dan kebudayaan ke dalam tangan

kontroversi

Pemerintah Daerah mendorong pengembalian

mengenai pencurian

kepada identitas budaya daerah. Interaksi

Reog tersebut.

kekuatan ini mengakibatkan perubahan dalam

peran dan fungsi kesenian-kesenian Indonesia

dalam masyarakat. Di Indonesia modern

kebudayaan adalah milik daerah, dan orang

informan, peneliti mempelajari bahwa Reog memegang beberapa fungsi penting dalam kebudayaan Ponorogo dan konstruksi identitas Ponorogo. Kasus Reog mirip dengan kasus kesenian Indonesia lainnya, yaitu kondisi dan situasi politik dan keberadaannya tantangan dari luar yang lebih banyak mengakibatkan penciptaan identitas budaya yang lebih kuat, dan kesenian tradisionalnya

dengan

diangkat menjadi simbol identitas budaya

tersebut. Meskipun Reog masih dipraktekkan

sebagai hiburan, fungsi ini sudah mulai

dipudarkan oleh fungsi Reog sebagai simbol

budaya yang mewakili identitas Ponorogo.

21

dari tempat tradisionalnya di desa kepada sistem pendidikan, dimana proses sekularisasi yang sedang terjadi mematahkan ikatan Reog dengan unsur-unsur kebudayaan Ponorogo lainnya. Pentingnya Reog sebagai satu-satunya perwujudan kebudayaan khas Ponorogo menjadi salah satu penyebab utama kehebohan mengenai kontroversi pencurian Reog. Oleh karena orang Ponorogo tidak mempunyai sarana lain untuk mengekspresikan identitas Ponorogo mereka,

Reog di Ponorogo menjadi hal yang sensitif dan

dapat memicu tanggapan kuat dari masyarakat

jika diklaim orang lain. Meskipun kasus ini

menjadi bahan berita di seluruh Nusantara,

dalam konteks lokal Ponorogo kontroversi ini

Dari analisis di atas dapat kita lihat bahwa kontroversi ‘pencurian’ Reog Ponorogo oleh Malaysia sebenarnya tidak perlu terjadi. Selain dari sensitivitas orang Ponorogo terhadap Reog, kontroversinya juga terjadi akibat dari pendefinisian ulang status kesenian secara hukum yang merupakan proses yang kompleks. Sedangkan dulu kesenian dianggap sebagai milik

bersama, sekarang kepemilikan berbagai

kesenian diberikan kepada negara atau

pemerintah tingkat daerah, sesuai dengan hukum

hak cipta internasional yang dipegang UNESCO.

Akan tetapi sifat seni adalah bahwa ia tidak

23

buku pedoman dasar yang disusun pemerintah. Seni adalah tempat ekspresi dan kreativitas, sehingga upaya untuk membatasi kesenian atau memperlakukannya dengan cara yang sama seperti obyek fisik yang mempunyai pemilik tertentu pasti akan menimbulkan masalah. Dalam kasus ini, dimana kesenian yang dibicarakan sudah lama berada di kedua negara akibat migrasi selama jangka waktu panjang, pembebanan paradigma dan hukum baru ini

mengakibatkan

kesalahpahaman berkaitan

dengan status Reog yang menjadi kontroversi

berskala besar sebagai akibat dari paparan

media.

Reyog Kulalitatif

bagaimana penampilan yang ditampilkan seperti

Reyog Ponorogo

Ponorogo

dan

halnya juga diceritakan mengenai warok dan

aplikasi dari Reyog

gemblak , kemudian juga menceritakan

Ponorogo

pada

dahulunya Reog Ponorogo pada tahun 1971

zaman dahulu mulai

berjalan dengan membawa gamelan beserta alat

lainnya seperti

ditampilkan,music

slompret,kenong,kempul,tipung,dan kendang

yang digunakan dan

ponorogo dimana ritme music yang dimainkan

arti dari Reyog

berbentuk seperti musical. Dalam penampilan

Ponorogo itu sendiri

dari Reog Ponorogo menceritakan tentang

perjalanan dari Klono Sewandono.

25

commit to user

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Dimana dari penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu tersebut memiliki tema yang sama yaitu mengenai Reog Ponorogo tetapi memiliki tinjauan dan fokus masing-masing dari setiap penelitian. Dengan adanya hal tersebut dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian yang lebih mendalam lagi tentang Reog Ponorogo yang dilihat dari Eksisntesinya dan ditinjau dari Kearifan Lokal dari Kesenian Tradisional Reog Ponorogo. Maka dari itu peneliti dapat lebih cermat dalam menganalisis penelitian yang terkait dengan penelitian relevan tersebut.

B. Definisi Konseptual

1. Eksistensi Istilah eksistensi mengalami perluasan arti. Istilah eksistensi pada mulanya menunjuk pada pengalaman akan kenyataan. Segala yang bereksistensi dengan cara tertentu harus terdapat dalam ruang dan waktu, dan harus merupakan objek cerapan indera (Kattsof, 1986:209).

Kemudian, istilah eksistensi menunjuk pada kesadaran manusia, yang dalam moralitasnya, dapat mengekspresikan identitas dirinya. Istilah eksistensi dalam pengertian yang pertama maupun kedua selalu mengarah kepada manusia. Istilah eksistensi menjelaskan apa yang menentukan pengertian manusia terhadap dirinya sendiri yang independen. Eksistensi bukan hanya berarti keberadaan manusia,tetapi juga cara berada manusia yang bertolak dari kesadaran sebagai diri (Dagun,1990:27).

commit to user

terhadap eksistensi manusia bertolak dari tiga aspek yang integral. Pertama, manusia merupakan keberadaan jasmani yang tersusun dari bahan material. Kedua, keberadaan manusia tampak sebagai sosok atau organisme hidup yang menyatu dalam tampilan individu jasmani. Ketiga, manusia mempunyai ciri kehidupan mentransendensi dan meneguhkan diri sebagai eksisten (Dagun, 1990: 8).

Ekistensi manusia juga biasanya dikatakan sebagai kesadara manusia yang artinya sebuah keadaan yang berkat kesadarannya, manusia mampu melampaui situasi-situasi yang melingkarinya dan mampu mengatasi apa yang faktum dan datum lingkupnya dalam proses yang dsiebut trandensi.(Mudji, 2005 : 355)

2. Kebudayaaan Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap hari orang melihat, mempergunakan, dan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan.

Kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perliaku yang normative. Dalam hal ini artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir , merasakan, dan bertindak.(Parwitaningsih,2010 : 12)

commit to user

merupakn bentuk jamak kata buddi. Yang berarti budi atau kekal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”.

Kebudayaan juga mempunyai istilah lain yaitu kebudayaan adalah salah satu hal yang berkaitan tetang topic ini. Kebudayaan adalah suatu perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya dari budi berupa : Cipta, karsa dan rasa (Koentjanaringrat, 1986 : 181)

Kebudayaan merupakan hasil dari cipta, karsa dan karsa. Dengan adanya hal tersebut kebudayaan ditempatkan kepada sesuatu yang sudah terjadi, sudah terbentuk, sebagai hasil olahan cipta, karsa, dan rasa masyarakat manusia. Koentjaraningat juga menyebutkan istilah lain tentang kebudayaan adalah Culture. Dimana culture berasal dari colere yang artinya : mengolah, mengerjakan yang diutamakan adalah mengolah tanah dana bertani. Jadi maknanya adalah sebagai segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. (Koentjaningrat , 1986 :180)

Dengan adanya hal diatas maka Koentjaraningrat merumuskan budaya sebagai keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan melalui belajar. Menurut Edwar Taylor dalam buku sosiologi pedesaan , kebudayaan adalah segala sesuatu yang termasuk pengetahuan,kepercayaan,seni,moral,hukum,adat istiadat,serta kebiasaan

commit to user

MS, 1999 : 49) Kebudayaan berkait dengan dimensi-dimensi manusia bisa dilihat dalam dua sudut yaitu sebagai kata benda dan kata kerja. Kebudayaan sebagai kata benda berarti kebudayaan dilihat dari hasil,produksi kreativitas dengan cirinya sebagai sesuatu yang sudah jadi,beku,dan mati(meskipun tetap merupakan hasil karya kesadaran,kegiatan kehendak dan buah dimensi rohani dan jasmani manusia). Sedangkan kebudayaan sebagai kata kerja berarti kebudayaan yang dilihat sebagai suatu proses yang bertumbuh dan berkembang terus sebagai ekspresi tindakan sadar manusia dalam mengolah lingkungannya. Dalam arti kebudayaan itu bersifat dinamis dan aktif kreatif (Mudji, 2005 : 363)

Pada dasarnya segala perwujudan daya kreasi manusia baik spiritual, mental, maupun material. Penempatan ke depan kebudayaan sebagai kata kerja langsung membawa konsekuensi logis yaitu penempatan manusia sebagai subjek sadar diri dan yang menjadi aktor dari tindakan- tindakannya.

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat kesatuan. Tujuan dari unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals yaitu sebagai berikut :

a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,perumahan,alat- alat rumah tangga,senjata,alat-alat produksi,transport,dan sebagainya)

commit to user

(pertanian,peternakan,system

produksi,system

distribusi,dan sebagainya)

c. Ssitem kemasyarakatan (system kekerabatan, organisasi politik, system hukum, system perkawinan)

d. Bahasa (lisan maupun tertulis)

e. Kesenian ( seni rupa,seni suara,seni gerak,dan sebagainya)