Tinjauan Yuridis Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Memorandum Of Understanding Antara PT. Matahari Anugerah Perkasa Dengan CV. Ponorogo Di Kota Medan.

(1)

TESIS

Oleh

FRANS WASTON

097011074/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRANS WASTON

097011074/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : FRANS WASTON Nomor Pokok : 097011074

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : FRANS WASTON

Nim : 097011074

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ADANYA WANPRESTASI DALAMMEMORANDUM

OF UNDERSTANDINGANTARA PT. MATAHARI

ANUGERAH PERKASA DENGAN CV. PONOROGO DI KOTA MEDAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :FRANS WASTON Nim :097011074


(6)

hukum bisnis di Indonesia. Dalam bidang hukumMemorandum of understandingini adalah hal yang baru dan aturan secara khusus yang mengaturnya belum ada yang pasti, dan untuk itulah para pejabat yang bewenang untuk membuat undang undang diarahkan pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti politik, ekonomi dan hukum tersebut.

Maka yang dijadikan permasalahan di dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia mengenai Memorandum of Understanding apabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak pada saat proses pelaksanaan Memorandum of Understanding tersebut? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa terhadap adanya wanprestasi di dalamMemorandum of Understanding yang di buat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo?, 3 . Bagaimana sanksi hukum yang diterima oleh para pihak apabila tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalamMemorandum of Understanding

tersebut?

Penelitian yang digunakan dalam penulisan Tesis ini bersifat preskriptif analitis dengan metode pendekatan secara yuridis empiris. Sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait. Sedangkan, analisis datanya menggunakan analisis data deskriptif Analitis.

Berdasarkan penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan, 1. Pengaturan hukum mengenai Memorandum of unserstanding apabila terjadi wanprestasi adalah didasarkan kepada isi yang terdapat pada memorandum of understanding tersebut, maksudnya adalah apabila isi dari memorandum of understanding tersebut memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka pengaturannya mengacu pada pasal 1338 KUHPardata yang menyebutkan bahwa berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yang artinya didalam perundang-undangan kesepakatan didalam Memorandum of unserstanding

tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, namun apabilaMemorandum of unserstanding tersebut dibuat bersifat hanya sebagai nota kesepakatan saja, maka sanksi hukumnya hanya sebatas sanksi moral saja. 2. Penyelesaian sengketa terhadap adanya wanprestasi dalam Memorandum of unserstandingyang dibuat antara PT. MATAHARI ANUGERAH PERKASA dengan CV. PONOROGO yang di tempuh dengan cara musyawarah. 3. Wanprestasi yang terjadi dalam Memorandum of unserstanding yang dibuat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo mewajibkan pihak CV. Ponorogo membayar uang ganti rugi sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada PT. Matahari Anugerah Perkasa sebagai akibat wanprestasi yang dilakukannya. Kata Kunci : Memorandum Of Understanding, Wanprestasi


(7)

new so the special definite regulation to regulate it is not yet available, and for this purpose, the authorized official should make law intended to enact a regulation of legislation to facilitate the life of the nation such as politics, economy and the law itself.

The purpose of this study was to analyze 1. How Memorandum of Understanding is legally regulated in Indonesia if one of the parties breaches the contract during the implement process of the Memorandum of Understanding, 2. How the dispute occured due to the breach of contract found in the Memorandum of Understanding made by PT. Matahari Anugerah Perkasa and CV. Ponorogo is settled, and 3. What legal sanctions should be imposed to the party that do not perform his/her obligations as agreed in the Memorandum of Understanding.

The data for this analytical prescriptive study with empirical juridical approach were obtained through documentation study and interviewing related respondents. The data obtained were analyzed through descriptive data analysis.

The conclusion drawn from the result of this study is that 1. If there is a breach of contract in the Memorandum of Understanding, it is legally regulated based on the content of the Memorandum of Understanding, meaning, if the contents of the Memorandum of Understanding meet the elements found in Article 1320 of the Indonesian Civil Codes, the regulation refers to the Article 1338 of the Indonesian Civil Codes stating that it can be applied as a law for those who made the Memorandung of Understanding which means that the agreement stated in the Memorandum of Understanding has a legal power in accordance with Article 1338 paragraph (1) of the Indonesian Civil Codes. Yet, if the agreement stated in the Memorandum of Understanding was made as a letter of intent (memorandum of agreement) only, the legal sanction for it is only a moral sanction, 2.The dispute occured due to the breach of contract found in the Memorandum of Understanding made by PT. Matahari Anugerah Perkasa and CV. Ponorogo was settled by way of concensus and deliberation, and 3. The breach of contract found in the Memorandum of Understanding made by PT. Matahari Anugerah Perkasa and CV. Ponorogo requires CV. Ponorogo to pay a compensation for Rp. 500,000,000.00 (five hundred million rupiahs) to PT. Matahari Anugerah Perkasa for the breach of contract it made.


(8)

TERHADAP ADANYA WANPRESTASI DALAM MEMORANDUM OF

UNDERSTANDING ANTARA PT. MATAHARI ANUGERAH PERKASA

DENGAN CV. PONOROGO DI KOTA MEDAN.

Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan kemampuan, baik dari segi penyajian teknik penulisan maupun materi.

Penulisan Tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari segenap keluarga, pembimbing tesis, sahabat, pengajar, dan rekan-rekan. Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung penulis, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum


(9)

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segala dedikasi dan pengarahan, serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Terima Kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H serta Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide, dan motivasi yang terbaik, serta kritik dan saran yang konstruktif, demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan Tesis ini;

5. selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan, serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan penulisan Tesis ini;

6. Kepada kedua orang tua saya G. Marpaung dan S. Doloksaribu, yang selalu memotivasi dan memenuhi seluruh kebutuhan saya.

7. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan kepada penulis;


(10)

namanya satu per satu yang selalu membantu dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan Tesis di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara;

9. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Bro Kent, Bu Fatimah, Lisa, Winda, Sari, Afni, Aldi, Rizal, dan Hendri yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dapat diterima dengan tangan terbuka, demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga Tesis ini dapat memberikan sesuatu yang berguna dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya.

Medan, Januari 2013 Penulis


(11)

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Frans Waston

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 30 November 1985 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Perkutut Gg. Ikhlas No. 9 Medan

II IDENTITAS KELUARGA

Nama Ayah : G. Marpaung

Nama Ibu : S. Doloksaribu

Nama Adik : Maya Sari, Purnama Elisabeth, Daniel Pandapotan

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Santo Thomas 2 dari tahun 1992 sampai 1997 2. SMP Negeri 7 Medan dari tahun 1997 sampai tahun 2000 3. SMU Kalam Kudus Medan dari tahun 2000 sampai tahun 2003

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen dari tahun 2003 sampai tahun 2008


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 18

G. Metode Penelitian ... 30

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI MOU APABILA TERJADI WANPRESTASI DALAM PROSES PELAKSANAAN MOU DI INDONESIA ... 34

A. Kedudukan Memorandum Of Understanding Dalam Hukum Perjanjian... 37

B. Akibat Hukum Adanya Wanprestasi Dalam Pelaksanaan suatu Perjanjian ... 49

C. Akibat Hukum Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Suatu Memorandum Of Understanding ... 61

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP ADANYA WANPRESTASI DI DALAM MOU YANG DI BUAT ANTARA PT. MATARHARI ANUGERAH PERKASA DENGAN CV. PONOROGO ... 63


(13)

BAB IV PENGATURAN HUKUM MENGENAI SANKSI YANG DITERIMA OLEH PARA PIHAK APABILA TIDAK

MELAKSANAKAN KEWAJIBANNYA... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. KESIMPULAN ... 96

B. SARAN ... 98


(14)

hukum bisnis di Indonesia. Dalam bidang hukumMemorandum of understandingini adalah hal yang baru dan aturan secara khusus yang mengaturnya belum ada yang pasti, dan untuk itulah para pejabat yang bewenang untuk membuat undang undang diarahkan pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti politik, ekonomi dan hukum tersebut.

Maka yang dijadikan permasalahan di dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia mengenai Memorandum of Understanding apabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak pada saat proses pelaksanaan Memorandum of Understanding tersebut? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa terhadap adanya wanprestasi di dalamMemorandum of Understanding yang di buat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo?, 3 . Bagaimana sanksi hukum yang diterima oleh para pihak apabila tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalamMemorandum of Understanding

tersebut?

Penelitian yang digunakan dalam penulisan Tesis ini bersifat preskriptif analitis dengan metode pendekatan secara yuridis empiris. Sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait. Sedangkan, analisis datanya menggunakan analisis data deskriptif Analitis.

Berdasarkan penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan, 1. Pengaturan hukum mengenai Memorandum of unserstanding apabila terjadi wanprestasi adalah didasarkan kepada isi yang terdapat pada memorandum of understanding tersebut, maksudnya adalah apabila isi dari memorandum of understanding tersebut memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka pengaturannya mengacu pada pasal 1338 KUHPardata yang menyebutkan bahwa berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yang artinya didalam perundang-undangan kesepakatan didalam Memorandum of unserstanding

tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, namun apabilaMemorandum of unserstanding tersebut dibuat bersifat hanya sebagai nota kesepakatan saja, maka sanksi hukumnya hanya sebatas sanksi moral saja. 2. Penyelesaian sengketa terhadap adanya wanprestasi dalam Memorandum of unserstandingyang dibuat antara PT. MATAHARI ANUGERAH PERKASA dengan CV. PONOROGO yang di tempuh dengan cara musyawarah. 3. Wanprestasi yang terjadi dalam Memorandum of unserstanding yang dibuat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo mewajibkan pihak CV. Ponorogo membayar uang ganti rugi sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada PT. Matahari Anugerah Perkasa sebagai akibat wanprestasi yang dilakukannya. Kata Kunci : Memorandum Of Understanding, Wanprestasi


(15)

new so the special definite regulation to regulate it is not yet available, and for this purpose, the authorized official should make law intended to enact a regulation of legislation to facilitate the life of the nation such as politics, economy and the law itself.

The purpose of this study was to analyze 1. How Memorandum of Understanding is legally regulated in Indonesia if one of the parties breaches the contract during the implement process of the Memorandum of Understanding, 2. How the dispute occured due to the breach of contract found in the Memorandum of Understanding made by PT. Matahari Anugerah Perkasa and CV. Ponorogo is settled, and 3. What legal sanctions should be imposed to the party that do not perform his/her obligations as agreed in the Memorandum of Understanding.

The data for this analytical prescriptive study with empirical juridical approach were obtained through documentation study and interviewing related respondents. The data obtained were analyzed through descriptive data analysis.

The conclusion drawn from the result of this study is that 1. If there is a breach of contract in the Memorandum of Understanding, it is legally regulated based on the content of the Memorandum of Understanding, meaning, if the contents of the Memorandum of Understanding meet the elements found in Article 1320 of the Indonesian Civil Codes, the regulation refers to the Article 1338 of the Indonesian Civil Codes stating that it can be applied as a law for those who made the Memorandung of Understanding which means that the agreement stated in the Memorandum of Understanding has a legal power in accordance with Article 1338 paragraph (1) of the Indonesian Civil Codes. Yet, if the agreement stated in the Memorandum of Understanding was made as a letter of intent (memorandum of agreement) only, the legal sanction for it is only a moral sanction, 2.The dispute occured due to the breach of contract found in the Memorandum of Understanding made by PT. Matahari Anugerah Perkasa and CV. Ponorogo was settled by way of concensus and deliberation, and 3. The breach of contract found in the Memorandum of Understanding made by PT. Matahari Anugerah Perkasa and CV. Ponorogo requires CV. Ponorogo to pay a compensation for Rp. 500,000,000.00 (five hundred million rupiahs) to PT. Matahari Anugerah Perkasa for the breach of contract it made.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan zaman, perubahan disegala bidang kehidupan dilakukan demi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Salah satunya adalah dibidang hukum, hukum merupakan alat bagi masyarakat untuk mengukur benar tidaknya suatu perbuatan yang dilakukan. Hukum berfungsi untuk mengawasi kegiatan kegitan yang dilakukan oleh setiap individu, dan untuk itulah hukum diberlakukan disetiap kehidupan masyarakat, baik dalam hubungan antara yang satu dengan yang lainnya maupun dalam hubungannya dengan perekonomian atau bisnis.

Perkembangan dunia bisnis dan dunia usaha mendorong semakin banyak pihak asing yang masuk ke Indonesia dalam rangka menjalankan praktek bisnisnya, membuat banyaknya perubahan mengenai hal-hal baru yang terjadi di dalam praktek hukum bisnis di Indonesia. Pada era globalisasi sekarang ini telah membawa peruhan yang begitu cepat dalam hubungan perekonomian ditambah lagi kemajuan teknologi yang sudag semakin canggih, kemajuan ini dikuti dengan perkembangan hukum yang membawa perubahan diberbagai hubungan masyarakat dan negara, serta banyak peraturan dan undang-undang yang diciptakan oleh badan legislatif untuk mengatur hal-hal yang baru muncul sebagai fenomena kehidupan bermasyarakat. Salah satunya norma-norma itu adalah munculnya hubungan hukum dalam bentuk yang disebut

Memorandum of understanding atau dakam bahasaa Indonesia dikenal dengan Nota Kesepahaman.


(17)

Dalam bidang hukumMemorandum of understandingini adalah hal yang baru dan aturan secara khusus yang mengaturnya belum ada yang pasti, dan untuk itulah para pejabat yang bewenang untuk membuat undang undang diarahkan pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti politik, ekonomi dan hukum tersebut.

Di Indonesia masalah Memorandum of understanding masih merupakan hal yang asing, dimana hukum kontrak kita sendiri masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek Bab III tentang Perikatan (selanjutnya disebut buku III) yang masuk dan diakui oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui asas Konkordansi yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku pada waktu masa pemerintahan Belanda diberlakukan di Negara Indonesia, hal tersebut untuk memudahkan para pelaku bisnis Eropa/ Belanda agar lebih mudah dalam mengerti hukum.

Dalam kegiatan bisnis, jenis perikatan yang terpenting adalah perikatan yang lahir karena perjanjian.1 Seiring berjalannya waktu maka pelaku bisnis lokal pun harus pula mengerti isi peraturan dari KUHPerdata terutama Buku III yang masih merupakan acuan umum bagi pembuatan kontrak di Indonesia. Sumber hukum kontrak dalam Civil Law (Indonesia dan sebagian besar Negara Eropa) adalah Undang-undang, Perjanjian antar Negara, Yurisprudensi dan Kebiasaan.

Pengaturan umum tentang kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III. Namun masih banyak hal tentang dan sekitar kontrak tidak diatur baik dalam undang-undang ataupun dalam yurisprudensi dimana para pihak dapat mengatur isi kontrak tersebut

1Zaeni Asyhadie,Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 24


(18)

berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak yaitu bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.2 Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Semakin detil isi kontrak tersebut, maka akan semakin baik pula kontrak tersebut. Karena kalau kepada masalah sekecil-kecilnya sudah disetujui, kemungkinan untuk timbul perselisihan di kemudian hari dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu jika dalam dunia bisnis terdapat kontrak yang jumlah halamannya puluhan bahkan ratusan lembar.

Budaya hukum perjanjian di masyarakat pada dasarnya mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata, isi dari perjanjian tersebut harus mengacu kepada unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut. Oleh karena itu isi dari kontrak yang dibuat akan lebih banyak karena juga mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak serta dalam hal waktu pembuatan kontrak tersebut memerlukan waktu yang lumayan lama. Untuk itu demi alasan praktis terkadang kontrak sengaja dibuat tipis. Hal ini dilakukan karena yang dilakukan baru hanya ikatan dasar, di mana para pihak belum bisa berpartisipasi atau belum cukup waktu untuk memikirkan detail-detailnya dan agar ada suatu komitmen di antara para pihak, sementara detailnya dibicarakan


(19)

dikemudian hari. Hal ini untuk mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku curang mitra bisnisnya. Untuk itu disepakati dahulu prinsip-prinsip dasar dari suatu kesepakatan. Kesepakatan semacam ini sering disebut sebagaiMemorandum of Understanding.

Memorandum of understanding adalah suatu perjanjian kesepahaman antara suatu negara dengan negara lain, atau suatu instansi dengan instansi yang lain dalam kerangka kerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama yang saling menguntungkan. Istilah Memorandum Of Understanding merupakan salah satu perkembangan baru khususnya dalam aspek ekonomi, yang sebelumnya didalam aspek ekonomi dan aspek hukum Konvensional Indonesia tidak ada dikenal istilah tersebut3, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Oleh karena ituMemorandum of understandingmerupakan perjanjian awal antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain yang sepakat atau sepaham untuk membuat suatu perjanjian tetapi perjanjian tersebut masih berisi perjanjian pokoknya saja, misalnya mengenai objek benda, waktu pelaksanaan konrak, dan sebagainya sedangkan mengenai hak dan kewajiban belum diatur dan akan di atur dengan perjanjian berikutnya.

Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar berlangsung. Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding. Memorandum of understanding merupakan pencatatan atau


(20)

pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis4. Pada

Memorandum Of Understanding walaupun belum merupakan kontrak, penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum.

Hal ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya Memorandum Of Understanding salah satunya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah Memorandum Of Understanding . Adapun yang merupakan ciri-ciri dari suatu Memorandum Of Understanding adalah sebagai berikut :5

a. Isinya ringkas, bahkan sering satu halaman saja b. Berisikan hal yang pokok saja

c. Hanya berisikan pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci.

d. Mempunyai jangka waktu berlakunya, misalnya 1 bulan, 6 bulan atau setahun. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti dengan

4

http://dedi.blogspot.com/2011/01/perbedaan-memorandum-of-understanding.html (diakses tanggal 14 desember 2011)

5 Munir Fuady,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2002, hal 94.


(21)

penandatanganan suatu perjanjian yang lebih rinci, maka Memorandum Of Understanding tersebut akan batal, kecuali diperpanjang dengan para pihak. e. Biasanya dibuat dalam bentuk di bawah tangan saja tanpa adanya materai.

f. Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk membuat suatu perjanjian yang lebih detil setelah penandatangananMemorandum Of Understanding

Memorandum of understanding juga dapat dibuat antara para pihak dimana saja, oleh karena lebih praktisnya kesepakatan didalam Memorandum of understandingtersebut, membuat para pihak lebih memilih membuat suatu perjanjian

Memorandum of understandingdaripada membuat Perjanjian Otentik lainnya.

Ada beberapa alasan mengapa dibuatMemorandum of understanding terhadap suatu transaksi bisnis6, yaitu :

1. Karena prospek bisnisnya belum jelas benar, sehingga belum bisa dipastikan apakah deal kerja sama tersebut akan ditindaklanjuti atau tidak.

2. Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandatanganinya kontrak tersebut, dibuatlahMemorandum of understandingyang akan berlaku untuk sementara waktu.

3. Karena masing-masing pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan masih perlu waktu untuk pikir-pikir dalam hal menandatangani suatu kontrak, sehingga untuk pedoman awal dibuatlahMemorandum of understanding.


(22)

4. Memorandum of understanding dibuat dan ditandatangani oleh pihak eksekutif (direktur) dari suatu perusahaan tanpa memperhatikan hal detail terlebih dahulu dan tidak dirancang dan dinegoisasi khusus oleh staf-stafnya yang lebih rendah tetapi lebih menguasai teknis.

Menurut pendapat Yunirman Rijan, yang menjadi alasan para pihak lebih tertarik membuat suatuMemorandum of understandingdaripada membuat perjanjian lainnya adalah :7

1. Untuk menghindari kesulitan dalam pembatalan. Jika para pihak belum terlalu yakin terhadap pokok-pokok yang disepakati.

2. Untuk membuat perjanjian/kontrak yang terperinci ada kemungkinan diperlukan waktu yang lama, oleh karena itu dibuat Memorandum of understanding yang berlaku untuk sementara waktu.

Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.

Dalam Memorandum of understanding, kesepahaman para pihak yang tertuang dalam bentuk tertulis dimaksudkan sebagai pertemuan keinginan antara pihak yang membuatnya. Sedangkan akibat dari Memorandum of Understanding

7 Yunirman Rijan & Ira koesoemawati,Cara Mudah Membuat Suatu Kontrak Dan Surat


(23)

apakah ada dan mengikat kepada para pihak, sangat tergantung dari kesepakatan awal pada saat pembuatan dari Memorandum of Understanding tersebut. Ikatan yang muncul dalam Memorandum of understanding adalah ikatan moral yang berlandaskan etika bisnis, yang apabila dikaitkan dengan asas dalam perjanjian yaitu asasPacta Sunt Servandasangat berbanding terbalik.

Asas Pacta Sunt Servanda adalah merupakan asas kepastian hukum karena perjanjian yang di buat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Asas ini dapat disimpulkan dari kata “ berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.8, yang artinya didalam perundang-undangan, kesepakatan didalam Memorandum of understanding tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Sebagai ikatan hukum, pengertian perjanjian atau agreement merupakan pertemuan keinginan (kesepakatan yang dicapai) oleh para pihak yang memberikan konsekuensi hukum yang mengikat kepada para pihak, untuk melaksanakan poin -poin kesepakatan. Suatu perjanjian bisa dikatakan sah dan berlaku mengikat para pihak yang membuat perjanjian bila perjanjian itu sudah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif yaitu :

1. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan diri(toesteming). 2. Adanya kecakapan untuk mengadakan perikatan(bekwaanmheid).

8Much Nurachmad,Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, Cetakan Pertama, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2010, hal 15


(24)

3. Mengenai suatu obyek tertentu(een bepaal onderweap).

4. Mengenai kausa yang diperbolehkan(geoorloofde oorzak.9

Dan apabila salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi, maka pihak yang wanprestasi tersebut diwajibkan untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan sebagaimana disepakati dalam perjanjian. Sedangkan padaMemorandum of understanding tidak ada kewajiban yang demikian. Perjanjian Memorandum of understanding dimaksudkan hanya untuk sebagai pengikat antara para pihak yang bersifat moral saja.

Memorandum of understanding sering di pergunakan banyak pihak karena bersifat lebih praktis dan bersifat sementara, artinya Memorandum of understanding

dapat dibatalkan oleh kedua belah pihak sewaktu-waktu dengan alasan tertentu sebelum perjanjian lain yang bersifat mengatur hak dan kewajiban belum dibuat.

Memorandum of understanding sengaja dibuat dan tidak formal karena biasanya hanya dilakukan di bawah tangan saja.Memorandum of understandingsengaja dibuat ringkas karena pihak yang menandatangani Memorandum of understanding tersebut merupakan pihak-pihak masih dalam negosiasi awal, akan tetapi daripada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah Memorandum of understanding. Namun dalam praktek sering terjadi judul yang digunakanMemorandum of Understanding, namun isinya merupakan perjanjian yang sudah mengikat para pihak sehubungan dengan isi perjanjian tersebut.

Sejauh mana perbedaan Memorandum of Understanding lebih menunjuk kepada bentuk kesamaan pandangan bagi para pihak pembuatnya. Kesamaan


(25)

pandangan bagi para pihak dan kesamaan kehendak yang kemudian di wujudkan dalam bentuk tertulis. Dalam Memorandum of understanding, kesepahaman para pihak yang tertuang dalam bentuk tertulis dimaksudkan sebagai pertemuan keinginan antara pihak yang membuatnya. Sedangkan akibat dari Memorandum of Understanding apakah ada dan mengikat kepada para pihak, sangat tergantung dari kesepakatan awal pada saat pembuatan dariMemorandum of Understandingtersebut. Ikatan yang muncul dalamMemorandum of understanding adalah ikatan moral yang berlandaskan etika bisnis, sedangkan ikatan dalam perjanjian merupakan ikatan hukum yang berlandaskan pada aturan hukum dan pada kesepakatan para pihak yang dipersamakan dengan hukum.10

Memorandum of understanding dapat dibagi menurut negara yang membuatnya dan menurut kehendak para pihaknya. Menurut negara yang membuatnya, memorandum of understanding dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1) Memorandum of understandingyang bersifat nasional, merupakanmemorandum

of understanding yang kedua belah pihaknya adalah warga negara atau badan hukum Indonesia.

2) Memorandum of understandingyang bersifat internasional, merupakan nota kesepahaman yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asing dan/atau antara badan hukum Indonesia dengan badan hukum asing.11

10

http://andinurdiansah.blogspot.com/2011/01/perbedaan-memorandum-of understanding.html (diakses tanggal 14 desember 2011)

11Salim H.S,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta 2003. hal 50.


(26)

Sedangkan jenis Memorandum of understanding berdasarkan kehendak para pihaknya, dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1) Para pihak membuatMemorandum of understandingdengan maksud untuk

membina ikatan moral saja diantara mereka, dan karena itu tidak ada pengikatan secara yuridis diantara mereka.

2) Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan-kesepakatan yang umum saja, dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap.

3) Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam suatu kontrak, tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat adanya keadaan-keadaan atau kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan.12

Dalam suatu kontrak, semakin kuat kedudukan salah satu pihak, semakin besar pula ancaman terhadap pihak lainnya. Namun masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap kepentingan bisnis pihak mitra Indonesia merupakan akibat dari lemahnya sistem hukum kontrak yang berlaku di Indonesia di mana banyak hal-hal baru yang tidak diatur dalam sistem hukum di Indonesia terutama mengenai kontrak.

Berbeda dengan ketentuan hukum Inggris, keinginan para pihak yang berkontrak untuk menegaskan konsekuensi hukum yang mengikat(intention to create


(27)

legal relation) dari suatu perjanjian ataupun kontrak yang disepakati, dengan tegas dibuat menjadi salah satu syarat tentang keberlakuan kontrak di hukum kontrak. Menurut ketentuan hukum Inggris, misalnya ; untuk sahnya suatu kontrak harus di penuhi lima syarat, yaitu : pertama, adanya penawaran ( offeror); kedua, adanya penerimaan (acceptance) dari pihak yang menerima penawaran (offeree); ketiga, masing-masing pihak mempunyailegal capacity untuk melakukan hubungan hukum tersebut; keempat, adanya pertemuan hak dan kewajiban (consideration); kelima, adanya keinginan dari masing-masing pihak tersebut agar kesepakatan tersebut mengikat secara hukum(intention to create legal relation).13

Di Amerika Serikat, Pengadilan Negeri telah menerapkan doktrin Promissory Estoppel, yaitu doktrin yang mencegah seseorang untuk menarik kembali janjinya dalam hal pihak yang menerima janji tersebut telah melakukan sesuatu perbuatan atau tidak melakukan satu perbuatan sehingga dia akan menderita kerugian jika pihak yang memberi janji menarik janji tersebut.14

Sangat jelas pada syarat kelima di tegaskan bahwa adanya intention to create legal relation merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk mendukung terjadinya suatu kontrak. Dengan demikian, dari awal para pihak telah menentukan sampai sejauh mana sebenarnya daya berlaku dari perjanjian yang telah dibuat tersebut di depan hukum. Atas dasar itu pula lah muncul perjanjian-perjanjian dalam bentuk memorandum of understanding, letter of intent, letter of comfort, dan

13 Ricardo Simanjuntak,teknik perancangan kontrak bisnis, mingguan ekonomi & bisnis

kontan, 2006, hal 37


(28)

perjanjian serupa lainnya yang dari bentuk uraian di atas, secara teori sebenarnya dimaksudkan hanyalah merupakan langkah prakontrak yang seharusnya dimaksudkan untuk tidak mempunyai kekuatan hukum.

Didalam suatu perjanjian yang didahulukan dengan membuatMemorandum of Understanding dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepada pihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama, sehingga agar Memorandum of Understanding dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi. Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah dicantumkan dalam

Memorandum of Understanding akan berakibat bertentangan dengan hukum perjanjian/perikatan, karena dalamMemorandum of Understanding belum ada suatu hubungan hukum antara para pihak, yang berarti belum mengikat. Oleh karena itu, subyek bisnis, tetap mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku curang mitra bisnisnya seperti wanprestasi.

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik yang timbul perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan kedua belah pihak mengenai apa yang menjadi obyek perjanjian. Apabila si yang berkewajiban tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka pihak yang ia melakukan wanprestasi atau ingkar janji sesuai dengan pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi15:

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi


(29)

perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

Pengingkaran terhadap Memorandum of understandingsering ditemui dalam kontrak bisnis dalam hal pengadaan barang dan jasa. Pengingkaran yang terjadi dalam substansi dariMemorandum of understandingdapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu :

a. Pengingkaran terhadap substansi Memorandum of understanding yang tidak berkedudukan sebagai kontrak.

b. Pengingkaran substansi Memorandum of understanding yang berkedudukan sebagai kontrak (wanprestasi).

Untuk Memorandum of understanding yang sifatnya bukan merupakan suatu kontrak maka tidak ada sanksi apapun bagi pihak yang mengingkarinya kecuali sanksi moral. Upaya penyelesaian untuk masalah ini lebih pada musyawarah untuk mencari suatu jalan keluarnya.

Adanya sanksi moral dalam hal ini dimisalkan bahwa pihak yang mengingkarinyaMemorandum of understandinghanya mendapatkan suatu anggapan tidak baik terhadap track recordnya. Dan bila mana mereka mengadakan suatu perjanjian terhadap pihak lain maka kemungkinan tidak akan diberi kepercayaan untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut hal tersebut. Biasanya didalam

Memorandum of understanding, yang sering timbul permasalahan adalah ketika terjadi wanprestasi diantara para pihak. Maksudnya adalah salah satu pihak tidak melakukan prestasinya sesuai dengan yang disepakati didalam Memorandum of understanding.


(30)

Perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan di dalamMemorandum of understanding tersebut di Indonesia sendiri belum diatur secara tegas, disebabakan karena peraturan atau undang-undang yang mengatur mengenai Memorandum of understanding tersebut belum ada. Sehingga yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perlindungan hukumnya serta upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan tersebut untuk menuntut haknya apabila terjadi wanprestasi.

Kemudian bagaimana dengan kedudukan dariMemorandum of understanding

yang tidak mempunyai suatu kekuatan hukum yang memaksa (sanksi) sehingga bisa mempunyai sanksi. Hal itu tentunya tidak terlepas dari teori ratifikasi. Dimana yang dimaksud dengan ratifikasi disini adalah suatu tindakan pengakuan yang menguatkan tindakan yang telah dilakukan sebelumnya, dalam hal ini akan menguatkan perjanjian yang telah dilakukan sebelumnya.16

Jadi dalam hal ini Memorandum of understanding yang telah dibuat sebelumnya diratifikasi menjadi sebuah kontrak baru dengan substansi lebih tegas menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak disertai dengan sanksi yang tegas pula jika terdapat suatu pelanggaran.

Sedangkan untuk Memorandum of understanding yang sifatnya sudah merupakan suatu kontrak maka apabila terjadi suatu wanprestasi terhadap substansi dalam Memorandum of Understanding ini maka pihak tersebut harus memenuhi prestasi yang telah dilanggarnya atau ia akan dikenai sanksi dari perundang-undangan yang berlaku.


(31)

Sebagai salah satu contoh, adanya wanprestasi di dalam Memorandum of Understandingadalah berupa wanprestasi yang terjadi antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo. Dalam Memorandum of Understanding antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo disebutkan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk membuat suatu ikatan dalam hal pengadaan barang dan jasa berupa pengadaan Batu Bara, dimana dalam proses pelaksanaannya, CV. Ponorogo tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan yang disebutkan dalamMemorandum of Understandingtersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka perumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia mengenai Memorandum of

Understandingapabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak pada saat proses pelaksanaanMemorandum of Understandingtersebut?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa terhadap adanya wanprestasi di dalam

Memorandum of Understanding yang di buat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo?

3. Bagaimana sanksi hukum yang diterima oleh para pihak apabila tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalamMemorandum of Understandingtersebut?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian tesis ini berdasarkan permasalahan yang di kemukakan di atas adalah :


(32)

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum di indonesia mengenai

Memorandum of Understanding serta tanggung jawab para pihak di dalamMemorandum of Understandingtersebut.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya hukum yang dapat di tempuh para pihak, apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian Memorandum of Understandingtersebut.

3. Untuk mengetahui sanksi hukum yang di terima oleh para pihak apabila tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalam Memorandum of Understandingtersebut.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan di dalam tesis ini memiliki manfaat teoritis dan manfaat praktis sesuai dengan yang didasarkan pada tujuan penelitian. Adapun kedua manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum dan juga untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata hukum, khususnya dalam lapangan hukum perikatan atau perjanjian yang berlaku di Indonesia yaitu mengenai perjanjian Memorandum Of Understanding antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo. 2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para penegak hukum dan pembuat peraturan perundang-undangan untuk menyempurnakan


(33)

kembali peraturan-peraturan dibidang hukum perikatan atau perjanjian, sehingga tercipta suatu unifikasi hukum di masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, ternyata penelitiaan tentang ‘Tinjauan Yuridis terhadap adanya wanprestasi didalam perjanjian Memorandum of Understanding antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo belum pernah di temukan judul atau penelitian tentang judul diatas sebelumnya, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat di pertanggung jawabkan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.17 Pengertian lain dari teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.18 Adapun Teori menurut Maria S.W. Sumarjono adalah : “Seperangkat proporsi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah ada didefenisikan dan saling berhubungan antaravariabelsehingga menghasilkan pandangan sistimatis dari

17

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-ilmu social, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal 203

18 H.R.Otje Salman dan Anton F Susanto,Teori Hukum, Refika Aditama,Bandung, 2005, hal.21


(34)

fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel yang lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antara variabel tersebut.19 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem)yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.20

Yang menjadi unsur-unsur sahnya perjanjian telah diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, didalam pasal tersebut yang menjadi salah satu unsur sahnya adalah adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak. Dalam hal kesepakatan, maka kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan dirinya. Kemauan yang bebas merupakan syarat pertama untuk sahnya perjanjian. Perjanjian dianggap tidak ada apabila ada cacat-cacat kemauan yang berupa paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), atau penipuan (bedrog) Jadi, kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi, ada beberapa macam teori yaitu :

(1) Teori kehendak (wilstheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima tawaran dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

(2) Teori pengiriman (verzendentheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

19 Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12.


(35)

(3) Teori pengetahuan (vernemingstheorie), mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima (walaupun penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara langsung).

(4) Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.21

Untuk mengetahui kapan terjadinya kesepakatan, terdapat beberapa macam teori, antara lain :

1) Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan menerima penawaran itu.

2) Teori Pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada satu kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

3) Teori Pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

4) Teori Penerimaan, mangajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihakyang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.22

Bila pernyataan yang keluar tidak sama dengan kehendak yang sebenarnya maka terdapat beberapa teori yang dapat dipergunakan, antara lain :23

21

http://eprints.uns.ac.id/265/1/170232311201010211.pdf, diakses tanggal 30 juni 2012. 22Salim HS,Op.Cithal 30-31

23Djaja S. Meliala,Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuans Aulia, Bandung, hal-93-94


(36)

1) Teori Kehendak, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi kontrak adalah adanya kehendak dari para pihak.

2) TeoriPernyataan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi kontrak adalah adanya pernyataan, Jika terjadi perbedaan antara kehendak dengan pernyaaan amakakontrk tetap terjadi.

3) Teori Kepercayaan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi kontrak atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat dipercaya.

Penelitian tesis ini sendiri menggunakan teori Kepastian Hukum, dimana Teori kepastian hukum mengandung pengertian24:

a. adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan.

b. berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Didalam Memorandum of Understanding antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo teori kepastian hukum ini dipakai untuk menjelaskan bahwaMemorandum of Understandingpengadaan barang dan jasa yang terjadi antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo sebagai pihak yang

24 J.B Dayo,Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa , Jakarta : Prennahlindo, 2001, hal.120


(37)

menyediakan barang, haruslah memberikan kekuatan hukum yaitu jaminan atas pelaksanaan hak dan kewajiban diantara kedua pihak sehingga pelaksanaan

Memorandum of Understanding tersebut dapat dipertanggung jawabkan dengan segala akibatnya menurut hukum. Kepastian Hukum adalah tujuan utama dari hukum yang oleh Roscue Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya ‘Predictability’25

Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan kedua berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Memorandum merupakan suatu nota / surat peringatan tak resmi yang merupakan suatu bentuk komunikasi yang berisi antara lain mengenai saran, arahan dan penerangan26. Terhadap suatu Memorandum of Understanding, selain istilah

Memorandum of Understanding yang sering dipakai sebagai singkatan dari

Memorandum of Understanding, juga banyak dipakai istilah-istilah lain misalnya nota kesepahaman atau terkadang disebut sebagai nota kesepakatan. Tetapi, walaupun begitu istilah Memorandum of Understanding tetap merupakan istilah yang paling populer dan lebih bersifat internasional dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya.

25Pieter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group , Jakarta, 2009, hal.158


(38)

Dalam perbendaharaan kata-kata Indonesia, istilah Memorandum of Understanding

diterjemahkan ke dalam berbagai istilah yang bervariasi, yang tampak belum begitu baku. Sebut saja misalnya istilah seperti “Nota Kesepakatan atau Nota Kesepahaman”.

Istilah lain yang sering juga dipakai untuk Memorandum of Understanding

ini, terutama oleh negara-negara Eropa adalah apa yang disebut dengan Head Agreement, Cooperation Agreement, dan Gentlement Agreement yang sebenarnya mempunyai arti yang sama saja dengan arti yang dikandung oleh istilah

Memorandum of Understanding.27 Untuk melihat apakah Memorandum of Understandingtersebut kontrak atau bukan, terlebih dahulu dijabarkan beberapa asas-asas yang berlaku dalam hukum kontrak.28

Asas-asas tersebut antara lain :

1) Hukum kontrak bersifat mengatur

Sebagaimana diketahui bahwa hukum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Hukum memaksa (dwingend recht, mandatory law)

b. Hukum mengatur (aanvullen recht, optional law)

Hukum tentang kontrak pada prinsipnya tergolong kepada hukum yang mengatur. Artinya bahwa hukum tersebut baru berlaku sepanjang para pihak tidak mengaturnya lain. Jika para pihak dalam kontrak mengaturnya secara lain dari yang diatur dalam hukum kontrak, maka yang berlaku adalah apa

27 Munir Fuady,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, PT. Citra Aditya Bakti Bandung ,2002, hal 90


(39)

yang diatur sendiri oleh para pihak tersebut kecuali undang-undang menentukan lain.

2) Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.29 Salah satu asas dalam hukum kontrak adalah asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Artinya adalah bahwa para pihak bebas membuat kontrak dan mengaturnya sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut :

(a) Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak (b) Tidak dilarang oleh undang-undang (c) Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku (d) Adanya suatu itikad baik

Asas kebebasan berkontrak ini merupakan refleksi dari sistem terbuka (opensystem) dari hukum kontrak tersebut.

Asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 KUHPerdata. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan terhadap seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian tersebut antara lain :30

a. Bebas menentukan akan melakukan perjanjian atau tidak

29

Subekti dan Tjitrosudibio. 2008.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, hal 342

30Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 4.


(40)

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian

e. Kebebasan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

3) Asaspacta sun servanda

Asaspacta sun servada(janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu

kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUH Perdata kita juga menganut prinsip dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti undang-undang bagi para pihak.

4) Asas konsensual dari suatu kontrak

Menurut Moch Najib Imanullah, makna dari asas konsensualisme bahwa perjanjian itu akan mengikat para pihak pada detik tercapainya kata sepakat diantara para pihak yang membuatnya mengenai objek perjanjian31

Hukum kita juga menganut asas konsensual. Maksudnya asas konsensual ini adalah bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kesepakatan, tentunya selama syarat sahnya kontrak lainnya sudah terpenuhi. Jadi, dengan ada nya kata sepakat, kontrak tersebut pada prinsipnya sudah mengikat dan sudah punya akibat hukum, sehingga mulai saat itu juga sudah timbul hak dan kewajiban di antara para pihak.

5) Asas obligator dari suatu kontrak

31Moch Najib Imanullah, “Penerapan Asas-asas Hukum Perjanjian Dalam Kontrak

Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah”. Yustisia Jurnal Hukum. Edisi 66. Tahun XVI, Surakarta, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2004, hal 938


(41)

Menurut hukum kontrak, suatu kontrak bersifat obligator. Maksudnya adalah setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah ke pihak lain. Untuk dapat memindahkan hak milik, dipergunakan kontrak lain yang disebut dengan kontrak kebendaan. Perjanjian kebendaan inilah yang sering disebut dengan “penyerahan” (levering).

Mengenai sifat kontrak yang berkaitan dengan saat mengikatnya suatu kontrak dan saat peralihan hak milik ini, berbeda-beda dari masing-masing sistem hukum yang ada, yang terpadu ke dalam 2 (dua) teori sebagai berikut :

a. Kontrak bersifat riil

Teori yang mengatakan bahwa suatu kontrak bersifat mengajarkan dimana suatu kontrak baru dianggap sah jika telah dilakukan secara riil. Artinya, kontrak tersebut mengikat jika telah dilakukan kesepakatan kehendak dan telah dilakukan

leveringsekaligus. Kata sepakat saja belum punya arti apa-apa menurut teori ini. Prinsip transaksi yang bersifat “terang” dan “tunai” dalam hukum adat Indonesia merupakan perwujudan dari prinsip kontrak riil ini.

b. Kontrak bersifat final

Teori yang menganggap suatu kontrak bersifat final ini mengajarkan bahwa jika suatu kata sepakat telah terbentuk, maka kontrak telah mengikat dan milik sudah berpindah tanpa perlu kontrak khusus.

Terdapat beberapa pendapat mengenai kedudukan dari Memorandum of Understanding, maka dikenal dua macam pendapat sebagai berikut :


(42)

Pendapat ini mengajarkan bahwa Memorandum of Understanding hanyalah merupakan suatu gentlement agreement saja. Maksudnya kekuatan mengikatnya suatuMemorandum of Understandingtidak sama dengan perjanjian biasa.

2. Agreement is Agreement

Ada juga pihak yang berpendapat bahwa sekali suatu perjanjian dibuat, apapun bentuknya. Lisan atau tertulis, pendek atau panjang, lengkap/ detil ataupunhanya diatur pokok-pokoknya saja, tetap saja merupakan suatu perjanjian, dan karenanya mempunyai kekuatan hukum mengikat layaknya suatu perjanjian, sehingga seluruh ketentuan pasal-pasal tentang hukum perjanjian telah bisa diterapkan kepadanya. Dan menurut pendapat ini untuk mencari alas yuridis yang tepat bagi penggunaan Memorandum of Understanding adalah terdapat dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang artinya apapun yang dibuat sesuai kesepakatan kedua belah pihak, merupakan hukum yang berlaku baginya sehingga mengikat kedua belah pihak tersebut. Selain itu menurut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensual maka hal apa saja asalkan halal menurut hukum dan telah secara bebas disepakati maka berlaku suatu perjanjian atau jika diterapkan secara tertulis maka hal tersebut bisa dikatakan sebagai kontrak.

Pijakan lain dari pendapat diatas adalah dengan menggunakan suatu teori yang disebut teoripromissory estopel. Teoripromissory estoppel atau disebut juga dengan

detrimental reliancemangajarkan bahwa dianggap ada kesesuaian kehendak di antara para pihak jika pihak lawan telah melakukan sesuatu sebagai akibat dari tindakan-tindakan pihak lainnya yang dianggap merupakan tawaran untuk ikatan suatu kontrak. Doktrin lainnya adalah Teori kontrak quasi (quasi contract atau implied in law). Teori ini mengajarkan bahwa dalam hal-hal tertentu, apabila dipenuhi


(43)

syarat-syarat tertentu, maka hukum dapat menganggap adanya kontrak di antara para pihak dengan berbagai konsekuensinya, sungguhpun dalam kenyataannya kontrak tersebut tidak pernah ada.

Suatu perjanjian jika yang diatur hanya hal-hal pokok saja, maka mengikatnya hanya pun hanya terhadap hal-hal pokok tersebut. Sama halnya jika suatu perjanjian hanya berlaku untuk suatu jangka waktu tertentu, maka mengikatnya pun hanya untuk jangka waktu tertentu tersebut. Sungguh pun para pihak tidak dapat dipaksakan untuk membuat perjanjian yang lebih rinci sebagai tindak lanjut dari

Memorandum of Understanding, paling tidak, selama jangka waktu perjanjian itu masih berlangsung, para pihak tidak boleh membuat perjanjian yang sama dengan pihak lain. Ini tentu jika dengan tegas disebutkan untuk itu dalam Memorandum of Understandingtersebut.

Memorandum of understanding dapat dibagi menurut negara yang membuatnya dan menurut kehendak para pihaknya. Sedangkan jenisMemorandum of Understanding berdasarkan kehendak para pihaknya, dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1) Para pihak membuatMemorandum of Understandingdengan maksud untuk membina ikatan moral saja diantara mereka, dan karena itu tidak ada pengikatan secara yuridis diantara mereka.

2) Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan-kesepakatan yang umum saja, dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap.


(44)

3) Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam suatu kontrak, tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat adanya keadaan-keadaan atau kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan.32

2. Kerangka Konsepsi

Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.33 Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak dengan realita. Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.

Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Kegunaan dari adanya konsepsi supaya adanya pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan. Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara

variabe-variabelyang menentukan adanya hubungan empiris.34 Maka yang menjadi konsepsional dalam tesis ini adalah :

a. Memorandum of Understandingadalah suatu peringatan, lembar peringatan, atau juga suatu lembar catatan.

b. Memorandum of Understandingsecara umum merupakan suatu nota dimana

32 Op.cit, hal 51. 33

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal 7.

34Koentjoroningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat,Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal 21


(45)

masing-masing pihak melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding sebagai suatu pedoman awal tanda adanya suatu kesepahaman diantara mereka.

c. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.

d. Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). e. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.35

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk menempel gejalah hukusm tertentu dengan jalan menganalisanya.

Penelitian terhadap kasus ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui upaya-upaya hukum atas MOU. Penelitian ini

35Subekti dan Tjitrosudibio. 2008.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, hal 342


(46)

dilakukan melalui pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang mengacu pada fakta-fakta hukum yang terdapat di lapangan, yaitu dengan cara melakukan wawancara langsung kepada beberapa pihak yang berkaitan didalam pembuatan

Memorandum of Understanding tersebut, seperti pihak PT. Matahari Anugerah Perkasa yang, pihak dari CV. Ponorogo.

2. Sumber Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui Studi kepustakaan ( Library research ), yaitu dengan pengumpulan data skunder, yaitu yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tertier.36 Pengumpulan data sekunder dengan menelaah bahan kepustakaan tersebut meliputi :

a. Bahan Hukum Primer yaitu merupakan bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah maupun pengertian tentang fakta yang diketahui mengenai gagasan, seperti peraturan perundang-undang dan perjanjian-perjanjian tentang ada wanprestasi dalam perjanjian-perjanjian memorandum of understandingyang terkait langsung dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan pustaka yang meliputi buku-buku, hasil karya ilmiah kalangan hukum dan berbagai makalah yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa bahan pustaka seperti kamus hukum dan kamus lainnya yang menyangkut penelitian ini.


(47)

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan mengunakan 2 (dua) metode yakni :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan (Library Research) 37 yaitu menghimpun data dengan melelakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier,38 yaitu berupa perjanjian itu sendiri maupun peraturan-peraturan, buku, jurnal, majalah, dan lain-lain dalam bentuk tulisan yang terkait dengan penelitian ini. Bahkan menurut Ronny Hanitijo Soemitro dokumen pribadi dan pendapat para ahli hukum termasuk dalam hukum skunder.39

b. Penelitian lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan (Field Research) Untuk mendapatkan data yang aktual mengenai masalah yang dibahas dengan penelitian lapangan (field research), maka penelitian yang dipaparkan yang dapat berupa wawancara langsung antara CV Ponorogo dengan PT Matahari Anugerah Perkasa. Penelitian ini dilakukan dengan menggambungkan dua metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka/studi pustaka dokumen (documentary study) dan penelitian lapangan (Field Research).

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, katagori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

37

Soejono Soekanto,Ibid, hal 115

38Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 1996), hal.14 39 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian HukumGhal.ian Indonesia, Jakarta, 1982, hal.56


(48)

dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data.40 Data diperoleh diklasifikasikan yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.41 Analisis data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif, maka data yang telah diperoleh akan disusun secara sistematik42, sehingga dapat menghasilkan klarifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yang bertujuan untuk memperoleh jawaban yang baik.43

Oleh karena itu setelah data sekunder diperoleh kemudian, disusun secara sistematik dan subtansinya dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan. Dengan demikian penelitian ini akan diharapkan dapat memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.

40Lexy, Moelwong,Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal 103

41Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2002), hal.106

42Burhan Bungi,Analisis Data Penelitian Kualitatif:Pemahaman Filosofis dan Metodologi

Kearah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Grafindo,2003), hal 135


(49)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI MOU APABILA TERJADI WANPRESTASI DALAM PROSES PELAKSANAAN MOU DI INDONESIA

Dilihat dari istilahnya Memorandum Of Understandingberasal dari dua kata, yaitu Memorandum dan Understanding. Secara gramatikal Memorandum Of Understanding diartikan sebagai nota kesepemahaman. Dalam Black’s Law Dictiobary, yang dimaksud dengan Memorandum adalah “ dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa datang (is to serve as the basis of future formal contrac),atau dapat diartikan bahwa memorandum itu sebagai permulaan untuk mengadakan ikatan hukum atau perjanjian yang akan dituangkan dalam suatu akta yang autentik. Understanding diartikan sebagai : An implied agreement resulting from the express term of another agreement, whether written or oral. Artinya, pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun tertulis.

Memorandum of Understanding dalam pengertian idealnya sebenarnya merupakan suatu bentuk perjanjian atau kesepakatan awal menyatakan langkah pencapaian saling pengertian antara kedua belah pihak (prelimary understanding of parties) untuk melangkah kemudian pada penandatanganan suatu kontrak. Contohnya dalam suatumemorandum of understandingdicantumkan kalusula sebagai berikut :

This memorandum of understanding shall come into effect from the date hereof and continue until february 2004 in which period the parties shall negotiate


(50)

the terms and conditions of biding Agreement to be executed by the parties within the said period unless this MOU is terminated earlier in accordance with point 12 herein. Dari pengertian tersebut, sejak awal para pihak telah mempunyai maksud untuk memberlakukan langkah tersebut sebagai bagian kesepakatan untuk bernegosiasi (agreement to negotiate). Karena itu, seharusnya tidak dimaksudkan untuk menciptakan akibat hukum (no intention to create legal relation) terhadap konsekuensi pelaksanaan kesepakatan darimemorandum of understandingtersebut.44. Menurut Erman Radjagukguk Memorandum of Understanding mengandung pengertian sebagai dokumen yang memuat saling pengertian dan pemahaman para pihak sebelum dituangkan dalam perjanjian yang formal yang mengikat kedua belah pihak, oleh sebab itu muatan Memorandum of Understanding harus dituangkan kembali dalam perjanjian sehingga menjadi kekuatan yang mengikat.45

Salim H. S memberikan pengertian Memorandum of Understanding adalah “Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun antarnegara untuk melakukan kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu”46, sedangkan menurut I Nyoman Sudana menyatakan bahwaMemorandum of Understanding merupakan perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.47

44Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis Kontan, Jakarta, 2006, hal 37.

45Erman Rajagukguk ,Kontrak Dagang Internasional dalam Praktik diIndonesia,Universitas Indonesia, Jakarta, 1994, hal.4.

46Salim H. S,Opcit, hal 47

47 INyoman Sudana dkk, 1998, Teaching Material Penyusunan Kontrak Dagang, Depok, Tanpa penerbit, hal. 9


(51)

Dengan kata lain dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil permufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan”48 Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi tersebut, meliputi :

1) para pihak yang membuatMemorandum of Understandingtersebut adalah subjek hukum, baik berupa badan hukum publik maupun badan hukum privat.

2) wilayah keberlakuan dariMemorandum of Understandingitu, bisa regional, nasional, maupun internasional.

3) substansi Memorandum of Understanding adalah kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.

4) jangka waktunya tertentu.49

Menurut Munir Fuady mengartikan Memorandum of Understanding sebagai berikut :

Suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti oleh dan akan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya lebih detail, karena itu dalam

Memorandum of Understanding hanya berisikan hal-hal yang pokok saja. Sedangkan mengenai lain-lain aspek dariMemorandum of Understanding relatif sama saja dengan perjanjian perjanjian lainnya.50

Menurut Hikmahanto Juwana, penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis. Secara Teoritis, dokumen Mou tidak mengikat secara hukum

48Ibid, hal 46. 49Ibid.


(52)

agar mengikat secara hukum harus dilanjuti dengan perjanjian.51Sama halnya dengan pendapat yang diberikan oleh I Nyoman Sudana yang menyatakan bahwaMemorandum of Understandingmerupakan perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.52

A. KedudukanMemorandum Of UnderstandingDalam Hukum Perjanjian. Secara Internasional, di dalam sebuah perjanjian internasional yang menjadi subjek hukum dalam perjanjian tersebut adalah antar negara, oleh demikian ketentuan dalam perjanjian Internasional ini didasarkan pada Konvensi Wina 1969. Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 (Vienna Convention 1969) mengatur mengenai Perjanjian Internasional Publik antar Negara sebagai subjek utama hukum internasional. Konvensi ini pertama kali open for ratification pada tahun 1969 dan baru entry into force pada tahun 1980. Sebelum adanya Vienna Convention 1969 perjanjian antar negara, baik bilateral maupun multilateral, diselenggarakan semata-mata berdasarkan asas-asas seperti, good faith, pacta sunt servanda dan perjanjian tersebut terbentuk atas consent dari negara-negara di dalamnya. Singkatnya sebelum keberadaan Vienna Convention 1969 Perjanjian Internasional antar Negara diatur berdasarkan kebiasaan internasional yang berbasis pada praktek Negara dan keputusan-keputusan Mahkamah Internasional atau Mahkamah Permanen

51

Hikmahanto Juwana, 2002,Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional.Lentera Hati, Jakarta hal. 123.

52 I Nyoman Sudana dkk, 1998, Teaching Material Penyusunan Kontrak Dagang, Depok,Tanpa penerbit, hal. 9.


(53)

Internasional (sekarang sudah tidak ada lagi) maupun pendapat-pendapat para ahli hukum internasional (sebagai perwujudan dariopinion juris).53

Sedangkan secara Nasional, yang menjadi dasar hukum adanya Memorandum of

Understanding adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional.54 Dalam Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, telah disebutkan pengertian perjanjian internasional, yaitu : “Perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik” .

Selanjutnya dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, disebutkan bahwa : “Perjanjian internasional yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah setiap perjanjian di bidang hukum publik, diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dengan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain” Apabila kita perhatikan definisi dan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, maka perjanjian internasional dalam prakteknya dapat disamakan dengan : treaty (perjanjian); convention (konvensi/kebiasaan internasional);

agreement (persetujuan); Memorandum of Understanding (nota kesepahaman);

protocol (surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan); charter (piagam);

declaration (pernyataan); final act (keputusan final); arrangement (persetujuan);

exchange of notes (pertukaran nota); agreed minutes (notulen yang disetujui);

53 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4268/konvensi-wina-1969-induk- pengaturan-perjanjian-internasional


(54)

summary records(catatan ringkas);process verbal (berita acara);modus vivendi; dan

letter of intent(surat yang menungkapkan suatu keinginan).55

Apabila kita perhatikan nama – nama tersebut, maka Memorandum Of Understanding yang di buat antara Negara yang satu dengan Negara yang lain termasuk dalam kategori perjanjian internasional sehingga di dalam Implementasinya berlaku kaidah – kaidah Internasional.

1. Tahap-Tahap Pembuatan Perjanjian.

Suatu kontrak bisnis yang baik memerlukan suatu persiapan atau perencanaan yang baik sebelumnya. Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :56

1). Prakontrak yang mencakup proses : a. Negosiasi

b. Memorandum of Understanding (MoU)

c. Studi kelayakan d. Negosiasi (lanjutan). 2). Kontrak

a. Penulisan naskah awal b. Perbaikan naskah c. Penulisan naskah akhir

55Ibid, hal 51.

56Marbun, B.N, ,Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum,Jakarta, PuspaSwara, 2009, hal. 13


(55)

d. Penandatanganan. 3). Pascakontrak

a. Pelaksanaan b. Penafsiran

c. Penyelesaian sengketa.

Menurut teori baru, perjanjian tidak hanya dilihat semata-mata tetapi harus dilihat pembuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahapan dalam pembuatan perjanjian, yaitu :

1) Tahappra-contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;

2) Tahapcontractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak;

3) Tahappost-contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian57

Adapun menurut Salim H.S, yang menjadi tahapan dalam perancangan kontrak harus memenuhi delapan tahap58, yaitu :

a. Penawaran Dan Penerimaan.

Dalam sistem Anglo Amerika, tahap penawaran dan penerimaan disebut denganOffer danacceptance. Offer (penawaran) adalah suatu janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang akan datang. Penwaran ini ditujukan kepada setiap orang. Acceptance adalah kesepakatan antara pihak

57Salim, H.S,opcit, hal 16 58Ibid, hal 83.


(56)

penerima dan penawar terhadap persyaratan yang diajukan oleh penawar. Penerimaan itu harus bersifat absolut dan tanpa syaray atas tawaran itu. Penerimaan yang belum disampaikan kepada pemberi tawaran, belum berlaku sebagai penerimaan tawaran. Akan tetapi, dalam perundingan yang dilakukan dengan korespondensi, penerimaan yang dikirim dengan media yang sama dianggap sudah disampaikan

b. Kesepakatan Para Pihak.

Kesepakan para pihak merupakan tahap persesuaian pernyataan kehendak para pihak tentang objek perjanjian. Dalam sistem Anglo Amerika, kesepakatan para pihak disebut dengan meeting of minds (persesuaian kehendak). Meeting of minds, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak tentang objek kontrak. Apabila objeknya jelas maka kontrak itu dikatakan sah. Persesuaian kehendak harus dilakukan secara jujur, tetapi apabila kontrak itu dilakukan dengan adanya penipuan (fraud), kesalahan (mistake), paksaan (duress), dan penyalahgunaan keadaan (undue influence), maka kontrak itu menjadi tidak sah, dan kontrak itu dapat dibatalkan.

c. Pembuatan Kontrak.

Pembuatan kontrak merupakan tahap untuk menyusun dan merancang substansi kontrak yang akan di setujui dan ditandatangani para pihak. Penyusunan dan pembuatan kontrak ini dapat dilakukan oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak dengan menyiapkan rancanagan kontrak yang diinginkan oleh para pihak. d. Penelaahan Kontrak.


(1)

B. SARAN

1. Di dalam pembuatan suatu Memorandum of understanding, para pihak seharusnya harus lebih memperhatikan unsur-unsur yang terdapat didalam memorandum of understanding tersebut, artinya pembuatan memorandum of understanding tersebut haruslah didasarkan dengan syarat-syarat yang telah di tentukan dalam undang-undang, agar pada proses pelaksanaan dari memorandum of understanding tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak nantinya

2. Pengaturan mengenai Memorandum of Understanding ini sudah seharusnya dibuat pengaturan yang lebih jelas oleh pemerintah, untuk menghindari dualisme pendapat mengenai kekuatan hukum berlakunya memorandum of understanding ini. Dengan kata lain pemerintah sudah harus segera mungkin membuat undang-undang khusus yang mengatur mengenai memorandum of understanding.

3. Memorandum of Understanding yang telah dibuat sebaiknya bersifat final sebagai suatu perjanjian, hal ini bertujuan agar apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaannya oleh salah satu pihak, maka pihak yang lain dapat menuntut haknya berupa ganti rugi atas kerugian yang dideritanya, dengan kata lain pihak yang melakukan wanprestasi dapat dijatuhi sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 1990. Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. A. Qirom Syamsudin M, 1985. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya,Liberty, Yogyakarta.

Agus. M Tohar , 1990. Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembanganya, Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta

Ade Maman Suherman, 2004, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia Anggota IKAPI, Jakarta Amirizal, 1999. Hukum Bisnis, Risalah Teori dan Praktik, Djambatan, Jakarta.

Asyhadie Zaeni, 2005, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Andi Hamzah, 1986. Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Bambang Waluyo, 1996. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Burhan Bungi, 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan

Metodologi Kearah Penguasaan Model Aplikasi, Grafindo. Jakarta. Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum

Perikatan, Nuans Aulia, Bandung


(3)

Erman Rajagukguk, 1994.Kontrak Dagang Internasional dalam Praktik diIndonesia, Universitas Indonesia, Jakarta.

Gunawan Widjaja, 2005. Seri Hukum Bisnis, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Raja Graindo Persada, Jakarta.

Hikmahanto Juwana, 2002,Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional.Lentera Hati, Jakarta

Harimurti Subanar, 1998.Manajemen Usaha Kecil, BPFE, Yogyakarta.

H. Priyatna Abdulrrasyid , 2002, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa, pt. Fikahati aneska & bani, Jakarta

Huala Adolf, 2002. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional cetakan III, Rajawali Pers, Jakarta.

H.R.Otje Salman dan Anton F Susanto, 2005. Teori Hukum, Refika Aditama,Bandung.

I Nyoman Sudana dkk, 1998, Teaching Material Penyusunan Kontrak Dagang, Depok.

J.B Dayo, 2001. Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa , Jakarta : Prennahlindo.

J. Satrio, 1999.Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Alumni, Bandung J.J.J. M. Wuisman, 1996. dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-ilmu

social, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Koentjoroningrat, 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lexy, Moelwong, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung


(4)

Moch Najib Imanullah, 2004. “Penerapan Asas-asas Hukum Perjanjian Dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah”. Yustisia Jurnal Hukum. Edisi 66. Tahun XVI, Surakarta, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,

Marbun, B.N, 2009. Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum, Jakarta, PuspaSwara,

M. Yahya Harahap, 1986.Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

Mariam Darus Badrulzaman, 1983, KUH Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung.

Munir Fuady, 2002,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek,PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Mr. J.H. Nieuwenhuis, terjemahan Djasadin Saragih, 1985. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Airlangga University Press, Surabaya.

Much Nurachmad, 2010. Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, Cetakan Pertama, Transmedia Pustaka, Jakarta

Maria S.W. Sumarjono, 1989. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta

M.Solly Lubis, 1994.Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung Purwahid Patrik, 1994. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian Dan Dari Undang-Undang), Mandar Maju, Bandung.

Pieter Mahmud Marzuki, 2009. Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group , Jakarta,

R. Setiawan, 1977.Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung


(5)

Ricardo Simanjuntak, 2006.Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis Kontan

Ridwan Syahrani, 1989. Seluk Beluk dan Azaz-Azaz Hukum Perdata,Alumni, Bandung.

Ricardo Simanjuntak, 2006. Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis Kontan, Jakarta.

Subekti, 1987,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

________,1985.Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta. Soetojo Prawirohamidjodjo, 1984.Hukum Perikatan,Bina Ilmu. Surabaya.

Salim H.S, 2003. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta

Suharnoko,2007. Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus,Kencana, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1986.Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press.

Salim H.S., 2003.Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Subekti dan Tjitrosudibio. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita

Suyud Margono, 2002. Cetakan Kedua ADR & Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,Ghalia Indonesia.

Taryana Soenandar, 2004. Prinsip-Prinsip UNIDROIT Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Gafika, Jakarta.


(6)

Yunirman R, Ira Koesoemawati, 2009, Cara Mudah Membuat Suatu Kontrak dan Surat Penting Lainnya, Raih Asa Sukses, Jakarta.

Internet

http://andinurdiansah.blogspot.com/2011/01/perbedaan-memorandum-of understanding.html (diakses tanggal 14 desember 2011)

http://eprints.uns.ac.id/265/1/170232311201010211.pdf,“Perbandingan

Memorandum of understanding dengan Perjanjian”diakses tanggal 30 juni 2012.

http://hendramardika.wordpress.com “Sejarah MOU (Memorandum of Understanding)”diakses tanggal 11 Mei 2012

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/540/jbptunikompp-gdl-alifaozini-26993-6-unikom_a-x.pdf, “Penjelasan Memorandum of Understanding” diakses tanggal 11 Mei 2012