PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GARIS DAN SUDUT DI KELAS VII SMP SATAP NEGERI 18 SIGI | Pampi | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 8628 28298 1 PB

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATERI GARIS DAN SUDUT DI KELAS VII SMP SATAP
NEGERI 18 SIGI
Desriyana Pampi
E-mail: desriyanapampi@gmail.com
Ibnu Hadjar
E-mail: Ibnuhadjar67@gmail.com
Muh Rizal
E-mail: Rizaltberu97@yahoo.com
Abstra: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi garis dan sudut di
kelas VII SMP Satap Negeri 18 Sigi. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Penelitian ini mengacu pada desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart yaitu: 1)
perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Penelitian ini dilakukan
dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan pada tes akhir siklus I terdapat 12 siswa tuntas
dan 8 siswa tidak tuntas. Sedangkan pada siklus II terdapat 16 siswa tuntas dan 4 siswa tidak
tuntas. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi garis dan sudut dengan mengikuti fase-fase
model pembelajaran kooperatif tipe STAD , yaitu: 1) penyampaian tujuan pembelajaran dan
pemberian motivasi, 2) penyajian materi pembelajaran, 3) pembentukan kelompok belajar,

4) pembimbingan kelompok dalam menyelesaikan LKS, 5) pemberian tes, dan 6) pemberian
penghargaan kelompok.
Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe STAD , hasil belajar siswa, garis dan sudut.
Abstract: The aim of this research to the description the implementation of cooperative learning
model of STAD can improve students learning outcomes in the material lines and angles in
class VII SMP Satap Negeri 18 Sigi. The kind of this research is classroom action research.
This research refers to the research design of Kemmis and Mc.Taggart’s, namely : 1) planning,
2) action, 3) observation, and 4) reflection. This research was conducted in two cycles. The

result of this research indicating that in final test of cycle 1 there were 12 students
who completed and there were 8 students who didn't complete. While in cycle II there
were 16 students who completed and there were 4 students who didn't complete. The
result of this research show that through the implementation of cooperative learning model of
STAD can improve students learning outcomes in material lines and angles, by following the
phases of cooperative learning model of STAD, those are: 1) convey the purpose of learning
and motivate the students, 2) provide the material learning, 3) organize the students into study
group, 4) guide the students in completing worksheet, 5) give a test, and 6) give reward
Keyword: Cooperative learning model of STAD, student’s learning outcomes, lines and angles

Matematika merupakan satu diantara ilmu pengetahuan yang sangat penting dalam

perkembangan dunia yang semakin maju ini, sehingga matapelajaran ini diajarkan mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Saat belajar matematika siswa akan terbiasa untuk
berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif serta memiliki kemampuan untuk bekerja sama
(Depdiknas, 2006). Oleh karena itu, pembelajaran matematika perlu mendapat perhatian yang
serius serta peningkatan kualitas pendidikan harus dilaksanakan secara terus-menerus dan
berkesinambungan agar pada jenjang berikutnya tidak mengalami masalah.
Berdasarkan hasil dialog dengan guru bidang studi matematika di kelas VII SMP
Satap Negeri 18 Sigi, diperoleh informasi bahwa siswa mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan materi garis dan sudut. Hal ini dapat dilihat

180 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

dari hasil ulangan harian siswa pada tahun 2013 dengan jumlah siswa 20 orang diperoleh
nilai rata-rata matematika siswa adalah 62, pada tahun 2014 dengan jumlah siswa 21 orang
diperoleh nilai rata-rata 63, belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sekolah
yakni 65. Berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian siswa dapat dilihat bahwa peningkatan
hasil belajar siswa belum signifikan. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi pokok garis
dan sudut ini disebabkan karena minat belajar siswa dalam pelajaran matematika masih
kurang, siswa tidak mau terlibat secara aktif dalam pembelajaran, kurangnya interaksi siswa

dan guru, serta siswa cenderung menghafal dari pada memahami materi. Selain itu juga,
karena pembelajaran yang diterapkan selama ini merupakan pembelajaran secara konvensional
yang pada umumnya lebih mengutamakan hafalan dari pada proses. Kegiatan siswa selama
berlangsungnya pembelajaran hanya mendengar penjelasan guru dengan seksama. Saat
proses pembelajaran tampak bahwa guru lebih berperan sebagai subyek pembelajaran dan
siswa sebagai obyek. Akibatnya banyak siswa hanya menghafal materi ajar yang
diterimanya, tetapi tidak memahaminya dengan baik.
Hal lain yang menyebabkan siswa kesulitan dalam materi garis dan sudut adalah
sebagian siswa lebih nyaman bertanya pada temannya dibandingkan bertanya pada gurunya
jika mendapat kesulitan dalam materi. Sebenarnya ini merupakan suatu hal yang sangat
baik karena siswa saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah, namun hal ini belum tentu mendapat bimbingan dari guru sehingga dikhawatirkan
akan terjadi kesalahan konsep diantara para siswa. Hal ini dapat dihindari dengan membuat
kelompok-kelompok kecil dalam kelas sehingga siswa tetap dapat mendiskusikan
penyelesaian dari masalah yang ada namun tetap mendapat bimbingan dari guru agar siswa
dapat menemukan konsep-konsep yang benar.
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, peneliti mencoba menerapkan
suatu cara yang mengajak siswa untuk terlibat aktif saat proses pembelajaran sehingga
siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Satu diantara alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan

agar siswa lebih aktif yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Menurut Isjoni (2009) model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu
model pembelajaran yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal. Adapun keunggulannya yaitu merupakan tipe kooperatif
yang menekankan pada siswa untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi norma-norma kelompok, aktif membantu dan memotivasi semangat
untuk berhasil bersama, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok, serta interaksi siswa seiring dengan peningkatan kemampuan
mereka dalam berpendapat.
Beberapa penelitian yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Sunilawati (2013) menyatakan bahwa kemandirian belajar dan rata-rata
hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD
lebih tinggi dari siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Penelitian yang
dilakukan oleh Eminingsih (2013) menyatakan bahwa penerapan model kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan hasil belajar dan aktifitas siswa pada mata pelajaran matematika
khususnya siswa kelas VII E di SMP Negeri 3 Batang. Penelitian yang dilakukan oleh
Kalim (2013) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki dampak
positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar setiap siklus serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin mendeskripsikan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi garis dan

Desriyana Pampi, Ibnu Hadjar, dan Muh. Rizal, Penerapan Model … 181

sudut di kelas VII SMP Satap Negeri 18 Sigi. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah
bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi garis dan sudut di kelas VII SMP Satap Negeri 18 Sigi ?
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Desain penelitian ini
mengacu pada model penelitian tindakan kelas oleh Kemmis dan Mc.Taggart (2013) yang
terdiri atas empat komponen yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan
refleksi. Komponen tindakan dan pengamatan dilaksanakan pada waktu yang bersamaan.
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Satap Negeri 18 Sigi yang
terdaftar pada tahun ajaran 2014/2015. Selanjutnya dari subjek penelitian tersebut, dipilih
tiga orang informan yang diambil berdasarkan tes awal dan konsultasi dengan guru mata
pelajaran matematika yaitu siswa TA berkemampuan tinggi, siswa JY berkemampuan
sedang, dan siswa DF berkemampuan rendah.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa aktivitas peneliti,
aktivitas belajar siswa, hasil wawancara, dan catatan lapangan selama pembelajaran. Data

kuantitatif berupa tes awal yang dijadikan peneliti untuk mengetahui pengetahuan prasyarat
siswa, penentuan informan serta pembentukan kelompok belajar dan tes akhir tindakan
setelah mengikuti proses pembelajaran dengan mengimplementasikan model pembelajaran
STAD. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada analisis data kualitatif model Miles
dan Huberman (1992) yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Tindakan pada penelitian ini dikatakan berhasil, apabila seluruh aktivitas peneliti
dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas dan seluruh aktivitas siswa selama mengikuti
pembelajaran yang dinilai menggunakan lembar observasi yang di analisis berada pada
kategori baik dan sangat baik. Indikator keberhasilan siklus I yaitu siswa dapat menentukan
kedudukan dua garis serta sudut-sudut yang terjadi jika dua garis sejajar dipotong oleh
sebuah garis. Sedangkan indikator keberhasilan siklus II yaitu siswa dapat menentukan
besar sudut yang terjadi jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain serta dapat
mengggunakan sifat-sifat sudut yang terjadi jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain
dalam memecahkan masalah.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu pelaksanaan pra tindakan dan pelaksanaan
tindakan. Kegiatan peneliti pada pra tindakan yaitu melakukan tes awal kepada siswa yang
berjumlah 20 orang. Tes awal yang diberikan terdiri atas tiga butir soal hubungan antar
sudut yaitu menentukan pasangan sudut yang saling bertolak belakang, besar sudut yang
saling berpenyiku dan besar sudut yang saling berpelurus. Hasil yang diperoleh dari tes

awal menunjukkan bahwa dari 20 siswa yang mengikuti tes, untuk soal nomor 1 ada 13
orang yang mampu menentukan pasangan sudut yang saling bertolak belakang, selanjutnya
untuk soal nomor 2 ada 8 orang yang mampu menentukan besar sudut yang saling
berpenyiku dan untuk soal nomor 3 ada 7 orang yang mampu menentukan besar yang
saling berpelurus.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri atas empat
komponen, yaitu: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi,
sesuai yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (2013). Pada tahap perencanaan,
peneliti menyiapkan perangkat pembelajaran yaitu membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe STAD,

182 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

lembar kerja siswa, lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan
catatan lapangan.
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dan setiap
pertemuan berlangsung selama 2 × 40 menit. Pertemuan pertama pada siklus I yaitu
menentukan kedudukan dua garis dan menentukan sudut-sudut yang terjadi jika dua garis
sejajar dipotong oleh sebuah garis dan pertemuan kedua yaitu pelaksanakan tes akhir

tindakan. Sedangkan, pada pertemuan pertama siklus II menentukan besar sudut dan
menggunakan sifat-sifat sudut dalam memecahkan masalah pada soal dan pertemuan kedua
yaitu pelaksanakan tes akhir tindakan. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama
siklus I dan siklus II dilakukan dalam tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti,
dan kegiatan penutup. Proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan
fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: 1) penyampaikan tujuan
pembelajaran dan pemberian motivasi, 2) penyajian materi pembelajaran, 3) pembentukan
kelompok belajar, 4) pembimbingan kelompok dalam menyelesaikan LKS, 5) pemberian
tes, dan 6) pemberian penghargaan kelompok.
Kegiatan pendahuluan pada siklus I dan siklus II dimulai dengan peneliti membuka
pembelajaran dengan mengucapkan salam dan meminta ketua kelas untuk memimpin
teman berdo’a bersama. Setelah itu, peneliti mengecek kehadiran siswa, seluruh siswa atau
sebanyak 20 siswa hadir mengikuti pembelajaran pada setiap pertemuan siklus I dan siklus
II. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada siklus I
yaitu siswa dapat menentukan kedudukan dua garis dan siswa dapat menentukan sudutsudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis. Sedangkan, tujuan
pembelajaran pada siklus II yaitu siswa dapat menentukan besar sudut dan siswa dapat
menggunakan sifat-sifat sudut dalam memecahkan masalah. Setelah itu, peneliti
memberikan motivasi kepada seluruh siswa sehingga siswa semangat dalam mengikuti
pembelajaran. Motivasi yang diberikan peneliti yaitu menyampaikan manfaat dari
mempelajari materi garis dan sudut dalam kehidupan sehari-hari misalnya siapa yang

bercita-cita ingin jadi pilot atau ingin menjadi nahkoda kapal harus pandai dalam
menentukan besar sudut, karena sudut digunakan dalam menentukan arah peta mata angin.
Kemudian peneliti melakukan apersepsi pada siklus I melalui metode tanya jawab tentang
materi hubungan antar sudut, sedangkan apersepsi pada siklus II berisi materi prasyarat
tentang menentukan kedudukan dua garis dan menentukan sudut-sudut yang terbentuk jika
dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis.
Kegiatan inti dimulai dengan fase penyajian materi pembelajaran. Peneliti
menyajikan secara singkat materi menentukan kedudukan dua garis dan sudut-sudut yang
terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis melalui metode tanya jawab.
Sedangkan kegiatan pada siklus II peneliti menyajikan secara singkat materi menentukan
besar sudut dengan menggunakan sifat-sifat sudut dalam memecahkan masalah melalui
metode tanya jawab kepada siswa. Pencapaian siswa pada fase ini yaitu siswa terlibat aktif
pada proses pembelajaran serta memberikan tanggapan dan pertanyaan kepada peneliti,
apabila ada materi yang belum mereka pahami.
Pada fase pembentukan kelompok belajar peneliti membagi siswa kedalam
5 kelompok yang terdiri atas 4 orang siswa secara heterogen dari tingkat kemampuan yang
berbeda, jenis kelamin serta latar belakang etniknya. Pembentukan kelompok belajar ini
telah ditentukan berdasarkan dialog bersama guru dan nilai yang diperoleh siswa pada saat
tes awal. Berikut disajikan inisial siswa dalam kelompok, yaitu: 1) AAG, MH, WP, CO; 2)
EA, ARD, DTR, MS; 3) MAK, NK, GC, HP; 4) LE, DSW, FFT, MF; 5) AR, CFB, CA,


Desriyana Pampi, Ibnu Hadjar, dan Muh. Rizal, Penerapan Model … 183

MR. Pada siklus II pembagian kelompok berdasarkan hasil refleksi dan hasil tes akhir
tindakan siklus I. Berikut disajikan inisial siswa dalam kelompok, yaitu: 1) EA, DTR, CFB,
WP; 2) MAK, DSW, FFT, AR; 3) MF, CA, AAG, NK; 4) LE, ARD, HP, MS; 5) MR, GH,
GC, CO. Kemudian peneliti mengarahkan siswa untuk bergabung dengan masing-masing
anggota kelompoknya secara tertib dan membagikan LKS pada setiap anggota kelompok.
Pencapaian siswa pada siklus I yaitu siswa bergabung dengan kelompok masing-masing
tetapi masih sangat ribut karena masih ada siswa yang kurang setuju dengan teman
kelompoknya, sedangkan pada siklus II siswa bergabung dengan kelompok masing-masing
secara tertib dan tenang.
Aktivitas peneliti pada fase pembimbingan kelompok dalam menyelesaikan LKS,
yaitu peneliti meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompoknya dalam
menyelesaikan soal yang ada di LKS. Setelah itu, peneliti melakukan pengundian dan
mengarahkan siswa untuk membahas secara bersama-sama LKS yang telah mereka
kerjakan. Pencapaian siswa pada kegiatan siklus I siswa masih kurang memberikan
bimbingan kepada teman kelompoknya sehingga peneliti harus memberikan bimbingan
kepada anggota kelompok yang mengalami kesulitan. Tetapi pada siklus II siswa terbiasa
untuk saling memberikan bimbingan dan mendiskusikan masalah mengenai penyelesaian

soal yang terdapat pada LKS.
Kegiatan pada tahap penutup peneliti memberikan penghargaan kelompok berupa
pujian bagi semua kelompok dalam melakukan diskusi. Berikut kutipan pujian guru kepada
siswa “selama kegiatan belajar kelompok tadi terdapat beberapa kelompok yang unggul.
Kelompok terkompak dari awal pembelajaran sampai akhir adalah kelompok 2 dan
kelompok 4, kelompok tercepat dalam mengerjakan tugas yang diberikan adalah kelompok
1 dan kelompok 5 dan untuk kelompok 3 kerjanya sudah baik namun harus ditingkatkan
lagi diskusi dalam kelompoknya. Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, peneliti
menanyakan garis-garis besar materi yang baru saja dipelajari kemudian membimbing
siswa menarik kesimpulan dan mengingatkan siswa bahwa pertemuan berikutnya akan
dilakukan tes. Akhirnya, peneliti menutup pembelajaran dengan memberikan PR kepada
siswa dan meminta ketua kelas memimpin temannya untuk berdoa sebelum keluar ruangan.
Setelah berdoa, peneliti mengucapkan salam.
Peneliti melakukan tes akhir tindakan pada pertemuan kedua siklus I dan siklus II.
Berdasarkan jawaban tes akhir tindakan siswa pada siklus I dapat diketahui dari 20 siswa
yang mengikuti tes, terdapat 12 siswa yang mampu menentukan garis sejajar, berpotongan
serta berimpit, dan 8 siswa yang melakukan kesalahan dalam menentukan sudut-sudut yang
terbentuk jika dipotong oleh sebuah garis. Satu diantara soal yang diberikan yaitu: Diketahui
garis g sejajar k dan garis m memotong kedua garis tersebut berturut-turut di titik P dan Q.
Tentukanlah semua: a. Pasangan sudut sehadap; b. Pasangan sudut dalam berseberangan; c.
Pasangan sudut luar berseberangan; d. Pasangan sudut dalam sepihak; e. Pasangan sudut luar
sepihak. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.

HMS101
m

HMS102

Gambar 2. Soal tes akhir tindakan
siklus I

Gambar 3. Jawaban siswa HM pada
soal siklus I

184 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

Berdasarkan Gambar 3, jawaban HM pada (HMS101) benar, sedangkan jawaban HM
pada (HMS102) salah, karena HM lupa untuk menuliskan angka 3 pada jawabannya.
Sedangkan jawaban yang benar untuk menentukan pasangan sudut dalam sepihak adalah P3
dan Q3. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan HM untuk memperoleh
informasi lebih lanjut tentang kesalahan HM sebagaimana transkrip wawancara sebagai
berikut:
HMS109P : coba HM lihat, apa yang salah dari jawaban kamu?
HMS110S : astaga, seharusnya sudut P3 itu dengan sudut Q3 ka, saya lupa tulis angka 3
nya kak, buru-buru saya ka bagaimana tinggal saya sendiri yang belum kumpul
temanku yang lain sudah kumpul semua lembar jawabannya.
HMS111P : iya benar, lain kali harus lebih teliti lagi dan jangan terpengaruh oleh teman
yang sudah selesai. Jadi HM sudah mengerti ?
HMS112S : iya mengerti ka.
Hasil wawancara dengan HM diperoleh informasi bahwa HM sudah memahami cara
menentukan pasangan sudut dalam sepihak (HMS112S), namun HM masih melakukan
kesalahan dalam mengerjakan soal. Kesalahan tersebut disebabkan karena siswa masih
kurang teliti serta terburu-buru (HMS110S) dalam mengerjakan soal karena melihat semua
teman-temannya telah selesai mengerjakan soal dan sudah mengumpulkan lembar jawaban
kepada guru.
Tes akhir tindakan pada siklus II terdiri dari tiga butir soal. Satu di antara soal yang
diberikan yaitu: Hitunglah besar sudut CBE. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
A

B

DRS201

x

0

45

C
0

750

DRS202
DRS203

D

E

Gambar 4. Soal tes akhir tindakan
siklus II

DRS204
Gambar 5. Jawaban siswa DR pada soal
siklus II

Berdasarkan hasil analisis tes akhir tindakan pada siklus II dapat diketahui dari 20
siswa yang mengikuti tes terdapat 16 siswa yang mampu menentukan besar sudut dan 4
siswa melakukan kesalahan dalam operasi hitung. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah
dapat mengerjakan soal dengan baik. Namun, pada soal nomor 1 masih ditemukan jawaban
siswa yaitu DR yang kurang tepat. Terlihat pada jawaban DR sebagaimana Gambar 5.
Jawaban DR pada (DRS201) dan (DRS201) sudah benar, sedangkan jawaban DR pada
(DRS203) dan (DRS204) salah, karena DR salah mengoperasikan jawabannya. Sedangkan
jawaban yang benar dalam menentukan besar sudut CBE yaitu 600. Transkrip wawancara
peneliti dengan DR tentang jawabannya pada tes akhir tindakan siklus II seperti berikut ini:
DRS208P : tapi kamu masih keliru dalam menentukan nilai x nya sehingga jawabanmu
masih ada yang salah

Desriyana Pampi, Ibnu Hadjar, dan Muh. Rizal, Penerapan Model … 185

DRS209S : iya ka, saya cepat-cepat mengerjakan makanya saya salah tulis disitu ka.
DRS210P : kalau begitu jawaban yang benar seharusnya seperti apa ?
DRS211S : seharusnya 1800 – 1200 ka, jadi hasilnya 600 bukan 3000.
DRS212P : iya benar, lain kali kalau mengerjakan harus lebih teliti lagi dan periksa
ulang pekerjaanmu sebelum dikumpulkan.
DRS213S : Iya ka
Hasil wawancara pada siklus II diperoleh informasi bahwa DR telah paham dalam
menentukan besar sudut (DRS211S), namun terdapat sedikit kesalahan yang disebabkan
DR kurang teliti dan terburu-buru dalam menuliskan jawabannya (DRS209S).
Aspek-aspek yang diamati terhadap aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran
menggunakan lembar observasi, yaitu: 1) memberi salam dan mengajak siswa untuk
berdoa, 2) mengecek kesiapan belajar siswa dan mengabsennya, 3) menyampaikan tujuan
pembelajaran, 4) memberikan motivasi, 5) memberikan apersepsi pada materi sebelumnya,
6) menyajikan informasi materi garis dan sudut, 7) mengontrol pemahaman siswa dengan
mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya,
8) membagi siswa kedalam kelompok belajar, 9) membagi lembar kerja siswa kepada setiap
kelompok, 10) meminta siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan teman
kelompoknya, 11) membimbing siswa dalam menyelesaikan LKS yang telah diberikan, 12)
meminta beberapa kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil kerjanya dan
memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan tanggapan, 13)
memberikan tes kepada siswa yang dikerjakan secara indvidu, 14) mengarahkan siswa
membuat kesimpulan, 15) memberikan penghargaan kepada kelompok yang bekerja
dengan baik, 16) menginformasikan materi pertemuan selanjutnya dan pesan untuk tetap
belajar, 17) mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam, 18) efektivitas
pengelolaan waktu, 19) penampilan guru dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, pada
siklus II aspek-aspek yang dinilai sama dengan aspek-aspek siklus I.
Data hasil observasi terhadap aktivitas guru yaitu aspek nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10,
12, 13, 15, 16, 17, dan 19 memperoleh bobot kualitatif baik dari pengamat, aspek nomor 4,
8, 11, 14 dan 18 memperoleh bobot kualitatif cukup dari pengamat. Oleh karena itu,
aktivitas peneliti pada pertemuan pertama disiklus 1 dikategorikan baik. Selanjutnya pada
siklus II, aspek nomor 4, 6, 7, 14 dan 18 memperoleh bobot kualitatif baik dari pengamat,
aspek nomor 1, 2, 3, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17 dan 19 memperoleh bobot kualitatif
sangat baik dari pengamat. Oleh karena itu, aktivitas peneliti pada pertemuan pertama
disiklus II dikategorikan sangat baik.
Aspek-aspek yang diamati terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran
menggunakan lembar observasi yaitu: 1) menjawab salam dan ikut berdoa, 2) menyiapkan
diri untuk belajar, 3) menyimak penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai, 4) memperhatikan penjelasan guru, 5) bertanya kepada guru mengenai halhal yang belum dipahami pada materi, 6) bergabung sesuai kelompok yang dibagikan oleh
guru, 7) kerjasama yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengerjakan LKS secara
berkelompok, 8) mempresentasikan hasil diskusi kelompok, 9) kemampuan mengeluarkan
pendapat, 10) mengerjakan tes akhir tindakan secara individu, 11) membuat kesimpulan
mengenai kedudukan dua garis dan sudut-sudut yang terjadi jika dua garis sejajar dipotong
oleh garis lain, 12) memperoleh reward dari guru, 13) merespon terhadap hal-hal yang
menjadi tugasnya dirumah, 14) menjawab salam, 15) antusias Siswa. Selanjutnya, pada

186 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

siklus II aspek-aspek yang dinilai sama dengan aspek-aspek siklus I.
Data hasil observasi aktivitas siswa yaitu aspek nomor 5, 7, 9, dan 13 memperoleh
nilai cukup, aspek nomor 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 11, 12, 14 dan 15 memperoleh nilai baik.
Jumlah skor yang diperoleh adalah 41, sehingga aktivitas siswa pada siklus I berkategori
baik. Selanjutnya pada siklus II, aspek nomor 3, 5, 6, 9, 13 dan 15 memperoleh nilai baik,
aspek nomor 1,2, 4, 7, 8, 10, 11, 12, dan 14 memperoleh nilai sangat baik. Jumlah skor
yang diperoleh adalah 54, sehingga aktivitas siswa pada siklus II berkategori sangat baik.
PEMBAHASAN
Sebelum pelaksanakan tindakan peneliti terlebih dahulu memberikan tes awal yang
bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa mengenai materi prasyarat. Hasil tes awal
juga digunakan sebagai pedoman dalam pembentukan kelompok belajar yang heterogen
dan penentuan informan dalam penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Manurung (2014)
bahwa pemberian tes awal sebelum pelaksanaan tindakan bertujuan untuk mengetahui
kemampuan siswa pada materi prasyarat dan sebagai pedoman dalam pembentukan
kelompok belajar yang heterogen serta penentuan informan.
Kegiatan pembelajaran pada siklus I dan siklus II melalui tiga tahapan yaitu: kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan
fase-fase dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang di kemukakan oleh Isjoni
(2009) yaitu penyampaikan tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi, penyajian
materi pembelajaran, pembentukan kelompok belajar, pembimbingan kelompok dalam
menyelesaikan LKS, pemberian tes dan pemberian penghargaan kelompok.
Fase penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi peneliti menyampaikan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai agar siswa terarah dalam pembelajaran. Selanjutnya
peneliti memberikan motivasi kepada seluruh siswa dengan menyampaikan manfaat dari
mempelajari materi garis dan sudut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudojo (1990)
yang menyatakan bahwa pemberian motivasi dilakukan dengan menjelaskan manfaat
mempelajari materi yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa menjadi
siap dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Setelah itu, peneliti
memberikan apersepsi dengan mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat siswa untuk
menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada
hal-hal yang akan dipelajari. Hal ini sejalan dengan pendapat Ningsih (2013) yang
menyatakan bahwa kegiatan memberikan apersepsi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar
terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari.
Pada fase penyajian materi pembelajaran siklus I peneliti menyajikan materi
menentukan kedudukan dua garis dan sudut-sudut yang terjadi jika dua garis sejajar dipotong
oleh sebuah garis secara singkat melalui metode tanya jawab. Kemudian pada siklus II
peneliti menyajikan materi menentukan besar sudut dan menggunakan sifat-sifat sudut dalam
memecahkan masalah secara singkat melalui metode tanya jawab. Hal ini sesuai dengan
pendapat Qudsyi (2011) yang menyatakan bahwa penyajian materi pembelajaran secara
singkat melalui metode tanya jawab sangatlah penting, karena disinilah siswa diberikan
informasi pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan siswa dalam mengembangkan
konsep materi yang dipelajari pada kegiatan aktivitas kelompok.

Desriyana Pampi, Ibnu Hadjar, dan Muh. Rizal, Penerapan Model … 187

Fase pembentukan kelompok belajar peneliti mengelompokkan siswa kedalam
5 kelompok yang terdiri atas 4 orang siswa secara heterogen dari tingkat kemampuan yang
berbeda, jenis kelamin dan latar belakang etniknya. Hal ini bertujuan agar terjadi interaksi
antara siswa yang berkemampuan rendah dapat bertanya kepada siswa yang berkemampuan
tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Asworo (2014) yang menyatakan bahwa dalam
pengelompokkan para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang
berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakang etniknya. Selanjutnya,
peneliti membagikan LKS kepada setiap kelompok dan meminta siswa untuk bekerjasama
melakukan penyelidikan dalam memecahkan masalah yang ada pada LKS. Sesuai dengan
pendapat Trianto (2009) bahwa LKS adalah panduan siswa yang digunakan untuk
melakukan penyelidikan atau pemecahan masalah yang di dalamnya terdapat sejumlah
prosedur kerja dan pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara sistematis sehingga dapat
membantu siswa dalam proses penemuan.
Fase pembimbingan kelompok dalam menyelesaikan LKS pada siklus I dan siklus II
yaitu peneliti mengarahkan siswa untuk berdiskusi dan saling bertukar pendapat kepada
teman kelompoknya agar setiap kelompok memperoleh suatu kesimpulan dan setiap
anggota kelompok mengetahui jawaban dari setiap pertanyaan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Saptono (2011) yang mengatakan bahwa dalam pembelajaran berkelompok setiap
siswa saling bertukar pendapat kepada teman kelompoknya agar setiap kelompok
memperoleh suatu kesimpulan dan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban dari
setiap pertanyaan. Peneliti bertindak sebagai fasilitator untuk mengontrol kerjasama siswa
dan memberikan bimbingan yang bersifat terbatas kepada kelompok yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugianto (2014) yang
menyatakan bahwa guru bertindak sebagai fasilitator, membimbing siswa yang mengalami
kesulitan dan bimbingan yang diberikan guru hanya sebagai petunjuk agar siswa bekerja
lebih terarah. Setelah menyelesaikan LKS, peneliti memilih 3 dari 5 kelompok secara acak
dan setiap perwakilan kelompok maju untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
di depan kelas.
Pada kegiatan penutup peneliti memberikan penghargaan kelompok. Pemberian
penghargaan kelompok bertujuan untuk memotivasi siswa mengikuti kegiatan belajar pada
saat penyajian materi oleh peneliti maupun pada saat pembelajaran kelompok. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hamalik (2009) bahwa motivasi belajar
dapat timbul berkat dorongan dari luar seperti pemberian angka, kerja kelompok, dan
penghargaan. Setelah itu, peneliti membimbing siswa untuk menyimpulkan materi
pembelajaran yang telah dipelajari. Siswa membuat kesimpulan sesuai dengan hasil yang
mereka peroleh dari proses penemuan konsep atau rumus. Sesuai pendapat yang
dikemukakan oleh Purnomo (2011) bahwa guru membimbing siswa untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dengan proses penemuan konsep atau rumus.
Berdasarkan data hasil analisis tes akhir tindakan dapat diketahui bahwa siswa yang
tuntas mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Dari 20 siswa yang mengikuti tes
terdapat 12 siswa yang mampu menentukan garis sejajar, berpotongan serta berimpit dan 8
siswa yang melakukan kesalahan dalam menentukan sudut-sudut yang terbentuk jika
dipotong oleh sebuah garis. Sedangkan pada siklus II, dari 20 siswa yang mengikuti tes
terdapat 16 siswa yang mampu menentukan besar sudut dan 4 siswa melakukan kesalahan
operasi hitung dalam menentukan besar sudut. Sedangkan, hasil observasi yang dilakukan
pengamat, dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas guru dan aktivitas
siswa dari kegiatan siklus I ke siklus II. Setiap aspek yang dinilai pada lembar observasi
aktivitas guru maupun aktivitas siswa pada siklus I berada pada kategori baik, sedangkan

188 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

pada siklus II berada pada kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas guru
dalam hal ini peneliti dan aktivitas siswa memenuhi indikator keberhasilan tindakan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VII SMP Satap Negeri 18 Sigi pada materi garis dan sudut dengan
mengikuti fase-fase yaitu: 1) penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi, 2)
penyajian materi pembelajaran, 3) pembentukan kelompok belajar, 4) pembimbingan
kelompok dalam menyelesaikan LKS, 5) pemberian tes, dan 6) pemberian penghargaan
kelompok.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII
SMP Satap Negeri 18 Sigi pada materi garis dan sudut mengikuti fase-fase, yaitu: 1)
penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi, 2) penyajian materi
pembelajaran, 3) pembentukan kelompok belajar, 4) pembimbingan kelompok dalam
menyelesaikan LKS, 5) pemberian tes, dan 6) pemberian penghargaan kelompok.
Fase penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi, peneliti membuka
kegiatan pembelajaran yaitu dengan mengucapkan salam, berdoa, mengecek kehadiran siswa,
dan mempersiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran. Kemudian peneliti menyampaikan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, memotivasi siswa dan memberikan apersepsi. Pada
fase penyajian materi pembelajaran peneliti menyajikan secara singkat materi garis dan
sudut melalui metode tanya jawab. Fase pembentukan kelompok belajar yaitu peneliti
mengelompokkan siswa dalam 5 kelompok belajar dan setiap kelompok terdiri dari 4 siswa.
Fase pembimbingan kelompok dalam menyelesaikan LKS, pada fase ini peneliti meminta
siswa untuk mengerjakan LKS secara. Selanjutnya pada fase pemberian tes siswa
mengerjakan tes secara individu. Fase pemberian penghargaan kelompok, peneliti
memberikan penghargaan berupa pujian kepada setiap kelompok atas hasil kerja keras
mereka bersama. Setelah itu, peneliti meminta siswa untuk membuat kesimpulan terhadap
pembelajaran yang telah dilaksanakan dan menutup pembelajaran dengan berdoa bersama dan
mengucapkan salam.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan tersebut peneliti dapat memberikan saran yaitu pembelajaran
matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD kiranya dapat
dijadikan alternatif oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran
matematika. Bagi peneliti selanjutnya diperlukan kemampuan dalam mengkoordinir kelas
dan waktu sehingga pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asworo,,T.,(2014).,Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) dan Misshouri Mathematic Project (MMP) pada
Materi Prisma dan Limas Siswa Kelas VII SMP Negeri 17 Porworejo Tahun
Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pendidikan Matematika. [Online]. Vol 9(1). 9

Desriyana Pampi, Ibnu Hadjar, dan Muh. Rizal, Penerapan Model … 189

Halaman.,Tersedia: http://ejournal.umpwr.ac.id.% 20index. php/ekuivalen/ %20article/
download. [12 Maret 2016].
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Eminingsih. (2013). Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran
Koopertif Tipe STAD pada Siswa Kelas VII E SMP Negeri 3 Batang. Lembaran Ilmu
Kependidikan.[Online].,Vol.,42,,Nomor,,1..April,,2013,,,hal.,,34.Tersedia:,http://journa
l.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK. [05 Maret 2016]
Hamalik, O. (2009). Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CSBA.
Cetakan ke lima. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Hudojo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika . Malang: IKIP Malang.
Isjoni, H. (2009). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar
Peserta Didik. Jakarta: Pustaka Belajar.
Kalim, N. (2013). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo. [Online].
Vol.,,1,,,No.,1,..April,,2013,..hal.,,81..Tersedia:,http://lppm.stkippgrisidoarjo.ac.id/file
s/Model,Pembelajaran,Kooperatif,STAD,dalam,Meningkatkan,Hasil,Belajar,Matemati
ka.pdf%20%5b10. [5 Maret 2016]
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. (2013). The Action Research Planner: Doing Critical
Participatory Action Research. Singapore: Springer Sience. [Online]. Tersedia:
https://books.google.co.id/books?id=GB3IBAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=ke
mmis+and+mctaggart&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=kemmis%20and%
20mctaggart&f=false. [5 Maret 2016].
Manurung, N. (2014). Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Mata Pelajaran Matematika Kelas VII.2 SMP Negeri 5 Tebing Tinggi.
Jurnal,,pendidikan,Matematika .,[Online].,Vol,,2,,(2).11,.halaman.Tersedia:http://jurn
al.unimedac.id/2012/index.php/school/article /down load/1905/1585. [9April 2016]
Miles, M. B. dan Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang
Metode-Metode Baru. Terjemahan Oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press.
Ningsih. (2013). Perbedaan Pengaruh Pemberian Apersepsi Terhadap Kesiapan Belajar
Siswa Matapelajaran,IPS,Kelas,VII,A. ,Jurnal,Untan. ,[Online]., 11,halaman.,
Tersedia: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/downlo ad/2349/2281. [5
Maret 2016]
Purnomo, Y. W. (2011). Keefektifan Model Penemuan Terbimbing dan Cooperative
Learning pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Kependidikan. [Online]. Vol. 41 No.
1, 12 halaman. Tersedia: http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/20article/ view/1916 [02
Agustus 2016].
Qudsyi. (2011). Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dan
Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA. Jurnal Proyeksi. [Online]. Vol 6
(2),16,halaman.,Tersedia:http://jurnal.unissula.ac.id/index. php/proyeksi/article/view/245.
[16 Februari 2016].
Saptono. (2011). Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter. Jakarta: Erlangga.

190 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016
Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016

Sugianto. (2014). Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Ditinjau
dari Kemampuan Penalaran dan Matematis Siswa. Jurnal Dedaktik Matematika .
[Online].,Vol,1(1).,16,halaman.,Tersedia:http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/DM/article/d
o%20%20%20wnload%20/1342/1223.%20%5b10. [10 Mei 2016].
Sunilawati, N. M. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap
Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa Kelas IV SD.
Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha . [Online]. Vol. 3 Tahun 2013. 7 halaman.
Tersedia:,http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnalpendas/article%20/view/513.
[23 Maret 2016]
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana
Prenada Media

Dokumen yang terkait

Perbandingan antara model pembelajaran cooperative learning tipe stad dengan pembelajaran konvensional dalam rangka meningkatkan hasil belajar PAI (eksperimen kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang)

2 14 159

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN BANTUAN MEDIA POWERPOINT DI KELAS VII SMP NEGERI 4 MEDAN PADA MATERI BANGUN DATAR SEGIEMPAT.

0 3 26

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GARIS DAN SUDUT DI KELAS VII SMP KRISTEN BALA KESETAN PALU | Topile | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 8444 27743 1 PB

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GARIS DAN SUDUT DI KELAS VII SMP KRISTEN BALA KESETAN PALU | Topile | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 7276 24248 1 PB

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN DI KELAS VIII SMP NEGERI 18 PALU | Lestari | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 8452 27775 1 PB

0 0 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LOGARITMA DI KELAS X IPA MODEL 1 SMAN 1 SIGI | Alfriyanti | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 8461 27808 1 PB

0 1 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI HUBUNGAN ANTAR GARIS DAN SUDUT DI KELAS VII SMP NEGERI 12 PALU | Wisnawati | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 7176 23865 1 PB

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 6 TOJO PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT | Samsudin | AKSIOMA : Jurnal Pendidikan Matematika 7742 25543 1 PB

0 0 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN KEGIATAN PRAKTIKUM DI LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GERAK KELAS VII DI SMP NEGERI 2 MENGANTI

0 0 12