Respon Masyarakat Nelayan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah di Kampung Nelayan Seberang Lingkungan XII Kelurahan I Kecamatan Medan Belawan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha
sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat
dan kemampuan manusia. Pengembangan masalah ketenagakerjaan dan jaminan
sosial bagi tenaga kerja di Indonesia mutlak diperlukan mengingat bidang ini
sangat menentukan keberhasilan pembangunan dalam segala segi. Perlindungan
dan pemeliharaan jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan dalam bentuk
program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat mendasar dengan berasaskan
usaha bersama, kekeluargaan dan gotong royong sebagaimana terkandung dalam
jiwa dan semangat Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Perlindungan
tenaga kerja melalui program jaminan sosial tidak semata-mata diperuntukkan
bagi tenaga kerja itu sendiri, tetapi diperuntukkan pula bagi keluarganya pada saat
terjadi risiko-risiko seperti misalnya kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia da
hari tua (Lanny, 1997 : 1,2).
Indonesia telah sukses melaksanakan berbagai adaptasi sebagai upaya
untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Berdasarkan Data dari Badan Pusat
Statistika jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237 641
326 jiwa, yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan
sebanyak 118 320 256 jiwa (49,79 persen) dan di daerah perkotaan sebanyak 119

321 070 jiwa (20,21 persen). Dari jumlah tersebut, jumlah angkatan kerja
penduduk Indonesia, yakni penduduk 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi
yaitu mereka yang bekerja, mencari pekerjaan atau mempersiapkan usaha sebesar

1
Universitas Sumatera Utara

107,7 juta jiwa, yang terdiri dari 68,2 juta orang laki-laki dan 39,5 juta orang
perempuan. Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, jumlah angkatan kerja
yang tinggal di perkotaan sebesar 50,7 juta orang dan yang tinggal di pedesaan
sebesar 57,0 juta orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, jumlah penduduk
yang bekerja sebanyak 104,9 juta jiwa dan yang mencari kerja sebesar 2,8 juta
jiwa.Pada bulan september 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,51 juta orang (11,13 persen), berkurang sebesar 0.08 juta orang
dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 28.59 juta orang (11,22
persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar
8,29 persen, turun menjadi 8,22 persen pada september 2015. Sementara
persentase penduduk miskin di daerah pedesaan turun dari 14,21 persen pada

Maret 2015 menjadi 14,09 persen pada september 2015. Selama periode Maret
2015-September 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun
sebanyak 0,03 juta orang (dari 10,65 juta orang pada Maret 2015 menjadi 10,62
juta orang pada September 2015), sementara di daerah pedesaan turun sebanyak
0,05 juta orang (dari 17,94 juta orang pada Maret 2015 menjadi 17,89 juta orang
pada September 2015). Pada periode Maret 2015-September 2015, baik Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung
mengalami penurunan.
Pengembangan sistem jaminan sosial ini dirasakan sangat mendesak oleh
karena isu kemiskinan, kesenjangan dan keadilan sosial yang belum seluruhnya
terselesaikan walaupun Indonesia sudah merdeka sejak beberapa puluh tahun

2
Universitas Sumatera Utara

yang lalu. Program jaminan sosial ini sudah dikenal lama, ketika pemerintahan
Hindia Belanda hingga sistem ini terus berlangsung ketika Indonesia merdeka,
hanya saja program ini berjalan lamban. Didalam perjalanannya yang panjang
telah banyak dikembangkan sistem sosial namun sifatnya masih partial dan hanya
ditujukan kepada kelompok tertentu saja. Penyelenggara program jaminan sosial

bagi berbagai kelompok masyarakat dan jenis programnya, ternyata menerapkan
prinsip yang berbeda sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dibentuk berdasarkan UndangUndang pada awalnya adalah perusahaan perseroan jaminan sosial tenaga kerja
(Jamsostek), perusahaan perseroan dana tabungan dan asuransi pegawai negeri
sipil (Taspen), perusahaan perseroan asuransi sosial angkatan bersenjata republik
Indonesia (Asabri), perusahaan perseroan asuransi kesehatan Indonesia (Askes).
Namun, setelah mengikuti proses yang cukup panjang maka dari 4 PT (Persero)
yang selama ini menyelenggarakan program jaminan sosial berubah menjadi 2
BPJS (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan) yang sudah menjadi perintah
Undang-Undang, karena itu harus dilaksanakan. Perubahan tersebut harus
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar berjalan sesuai dengan ketentuan UU
BPJS. Keberadaan BPJS mutlak ada sebagai implementasi Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Untuk
menerapkan sistem tersebut, maka di tahun 2011, dibuat pula UU NO.24/2011
mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan BPJS Kesehatan
mulai beroperasi menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan pada tanggal 1
Januari 2014 kemudian menentukan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi
BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014.

3

Universitas Sumatera Utara

Program Bukan Penerima Upah ini sendiri memiliki latar belakang yang
dijelaskan pihak BPJS Ketenagakerjaan yaitu karena animo masyarakat yang
terkategori pekerja mandiri ini yang sangat minim. Menurut pihak BPJS, pekerja
mandiri ini memang sudah layak masuk peserta BPJS tenaga kerja karena sudah
bisa dianggap sebagai pencari nafkah. Pihak BPJS Ketenagakerjaan juga
mengatakan para pekerja sektor informal ini yang seharusnya mendapatkan
layanan BPJS Ketenagakerjaan, namun sayangnya ketertarikannya masih sangat
kurang

(http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/program/Bukan-Penerima-

Upah-(BPU).html).
Ada sebuah hal yang menarik dari program Bukan Penerima Upah ini
sendiri untuk para pesertanya yang seharusnya membuat para pekerja sektor
informal lebih antusias untuk mendaftar. Hal menarik dari program Bukan
Penerima Upah ini adalah diberikannya fasilitas khusus yang tidak dimiliki oleh
peserta BPJS Ketenagakerjaan dari kategori pekerja tetap atau dibandingkan
dengan Jamkesmas maupun Jamkesda, yaitu mendapatkan fasilitas perawatan dan

pengobatan, mendapatkan cover penuh sesuai dengan penghasilan yang
dilaporkan, mendapatkan jaminan kematian, dan iuran yang murah dan
terejangkau.
Badan Pusat Statistika menjelaskan secara sederhana, bahwa angkatan
kerja sektor formal dan sektor informal dari penduduk yang bekerja dapat di
identifikasi berdasarkan dari beberapa status pekerjaan. Terdapat 7 status
pekerjaan yang menjadi data dari BPS yaitu, berusaha sendiri, berusaha di bantu
buruh tidak tetap, berusaha di bantu buruh tetap, buruh/karyawan, pekerja bebas
di pertanian, pekerja bebas di non pertanian dan pekerja keluarga/tidak dibayar.

4
Universitas Sumatera Utara

Komponen pekerja sektor informal sendiri terdiri dari penduduk bekerja dengan
status berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di
pertanian, pekerja bebas di non pertanian dan pekerja keluarga/tidak dibayar. Pada
bulan Februari 2013-Februari 2014 Pekerja sektor informal secara absolut
bertambah sebanyak 420 ribu orang, tetapi secara persentase pekerja informal
berkurang dari 60,34 persen pada Februari 2013 menjadi 59,81 persen pada
Februari 2014.

Bekerja di sektor informal memang harus siap menerima risiko absennya
sejumlah aspek perlindungan sosial, seperti upah minimum, uang pesangon, cuti,
upah lembur, jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun. Kegiatan
sektor informal umumnya cenderung tidak stabil dan pekerjanya rentan
terperangkap dalam pengangguran dan kemiskinan. Hadirnya pekerja sektor
informal tidak bisa dihindari karena hal itu berkaitan dengan kinerja ekonomi
yang belum mampu menciptakan kesempatan kerja formal secara memadai.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah ketenagakerjaan adalah bagian
integral dari masalah ekonomi, sehingga masalah pembangunan ketenagakerjaan
juga merupakan bagian dari masalah pembangunan ekonomi. Globalisasi juga
melanda bidang ketenagakerjaan yang berimplikasi pada dua segi, yaitu
memberikan kesempatan yang lebih terbuka (oportunity) kepada Tenaga Kerja
Indonesia untuk mengisi kesempatan kerja diluar negeri terhadap tenaga kerja
yang masuk ke Indonesia. Dengan kondisi seperti ini, tantangan yang dihadapi
dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan ada dua, yaitu menciptakan
lapangan pekerjaan formal/modern yang seluas-luasnya, kedua diberikan
dukungan kepada pekerja agar dapat berpindah dari pekerjaan dengan

5
Universitas Sumatera Utara


produktivitas rendah ke pekerjaan dengan produktivitas tinggi. Upah pekerja
formal yang semakin meningkat akibat kenaikan upah minimum yang tidak
diimbangi dengan meningkatnya upah tenaga kerja informal.
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang
memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam
penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan
kerja, pada saat krisis ekonomi peranan sektor perikanan semakin signifikan,
terutama dalam hal mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya, sektor perikanan
selama ini belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan
pengusaha, padahal bila sektor perikanan dikelola secara serius akan memberikan
kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dapat
mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan
dan petani ikan (Mulyadi, 2005 : 15).
Masyarakat nelayan menghadapi sejumlah masalah politik, sosial dan
ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah tersebut adalah kemiskinan,
kesenjangan sosial dan tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat,
keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar sehingga mempengaruhi dinamika
usaha, kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, kualitas sumber
daya masyarakat yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan,

kesehatan dan pelayanan publik, degradasi sumber daya lingkungan bak di
kawasan pesisir, laut maupun pulau-pulau kecil dan belum kuatnya kebijakan
yang berorientasi pada kemaritinan sebagai pilar utama pembangunan nasional
(Kusnadi, 2009 dalam https//gracilliaraystra.wordpress.com diakses pada 07 April
2017 pukul 20.00 WIB).

6
Universitas Sumatera Utara

Kampung nelayan seberang lingkungan XII kelurahan I kecamatan Medan
Belawan, berdasarkan data prasurvey yang dilakukan terdapat 565 kepala
keluarga dan 80 persen mayoritas masyarakatnya adalah bekerja pada sektor
informal yaitu nelayan. Kondisi nelayan begitu penuh dengan ketidakpastian
pendapatan serta carut marut kemiskinan. Kampung nelayan seberang termasuk
dalam kategori miskin karena tidak memiliki faktor produksi sendiri, tidak
mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi dengan
kekuatan sendiri, bahkan untuk tingkat pendidikan umunya rendah, hanya terdapat
pendidikan Sekolah Dasar di daerah Kampung Nelayan tersebut (Siagian M,
2011 : 20).
Kondisi penduduk berdasarkan pendidikannya di Kampung Nelayan

Seberang secara umum dapat dikatakan distribusinya belum seperti yang
diharapkan. Bersadarkan hasil wawancara diketahui bahwa banyak penduduk
yang ada di Kampung Nelayan Seberang hanya tamatan SD/Sederajat. Selain itu,
Wilayah Kampung Nelayan yang dipisahkan oleh laut daru daratan utama
Kecamatan Medan Belawan membuat akses pendidikan diwilayah ini menjadi
terhambat. Hal ini dibuktikan dengan fasilitas pendidikan yang minim berupa
gedung sekolah yang ada di Kampung Nelayan Seberang. Hanya terdapat 2
gedung sekolah, 1 (satu) gedung sekolah SD Negeri dan 1 (satu) gedung sekolah
SMP Negeri yang akan menampung ratusan anak usia sekolah yang ada disana.
Tentu dengan jumlah anak usia sekolah yang tidak sebanding dengan kelas
yang ada membuat banyak anak yang tidak bisa bersekolah serta kualitas
pendidikan pun akan menjadi terganggu. Banyak anak usia sekolah yang ada di
Kampung Nelayan Seberang memilih untuk melanjutkan sekolah di luar daerah

7
Universitas Sumatera Utara

mereka tinggal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut orangtua yang pekerjaan
mereka nelayan tentu membutuhkan banyak biaya untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.

Melihat hal tersebut, tidak dapat dihindarkan apabila terjadi kecelakaan
pada saat bekerja atau melaut. Hadirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan
kesejateraan pekerja sektor informal khususnya nelayan dan keluarganya melalui
program bukan penerima upah atau pekerja yang bekerja diluar hubungan kerja.
Peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor itu sangat dimungkinkan karena BPJS
ketenagakerjaan memuat layanan jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua,
dan pensiunan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang dituangkan dengan judul “Respon Masyarakat Nelayan Terhadap
Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah Di Kampung
Nelayan Seberang Lingkungan XII Kelurahan I Kecamatan Medan Belawan”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana Respon
Masyarakat Nelayan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan
Bukan Penerima Upah Di Kampung Nelayan Seberang Lingkungan XII
Kelurahan I Kecamatan Medan Belawan?”


8
Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk “Mengetahui Respon
Masyarakat Nelayan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan
Bukan Penerima Upah Di Kampung Nelayan Seberang Lingkungan XII
Kelurahan I Kecamatan Medan Belawan.
1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
rangka :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang program Bukan Penerima Upah
yang dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam upaya peningkatan
derajat kesejahteraan pekerja di sektor informal.
2. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa kritik dan saran kepada
pihak-pihak pelaksana program Bukan Penerima Upah dengan mengetahui
respon peserta BPJS Ketenagakerjaan.
3. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.

1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
9
Universitas Sumatera Utara

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek
yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel
penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian
dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu
disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil
penelitian.

10
Universitas Sumatera Utara