Hubungan Dependensi dengan Tingkat Ansietas dan Depresi Pasien Pascastroke

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Stroke

2.1.1. Definisi
Stroke adalah sekelompok penyakit serebrovaskular, meliputi
iskemik otak onset akut, emboli atau perdarahan hemoragik di dalam
parenkim otak atau di daerah subdural dan epidural, disebabkan aneurisma
dan trauma, keadaan yang mengancam nyawa pada populasi manula.15
Stroke disebabkan hilangnya suplai oksigen menuju otak menyebabkan
kerusakan jaringan permanen dapat disebabkan trombosis, emboli,
hemoragik.
2.1.2. Epidemiologi
Menurut Riskesdas 2013, pasien stroke di Indonesia sekitar 12,1%
dari total populasi masyarakat.16 Provinsi Jawa Barat memiliki prevalensi
tertinggi, yaitu 238.001 kasus, sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki
prevalensi terendah, yaitu 2.007 kasus. Provinsi Sumatera Utara memiliki
prevalensi 10,3% atau sejumlah 92.078 orang.3
2.1.3. Faktor Faktor Penyebab Stroke

Menurut Brass17, berikut ini adalah faktor faktor yang menyebabkan
terjadinya stroke :
1. Definitif
Merokok, konsumsi alkohol berlebihan, pemakaian obat( kokain,
amfetamin), usia, ras, riwayat keluarga , dan faktor genetik.
2. Probable
Penggunaan oral contraceptive, diet, personalitas, wilayah geografis,
musim, iklim, faktor sosio-ekonomi, inaktivitas fisik, obesitas, serta
kadar lipid abnormal.

Universitas Sumatera Utara

3. Penyakit penyerta
Hipertensi, penyakit jantung, TIA, peningkatan hematokrit, DM,
penyakit sickle cell, peningkatan konsentrasi Hb, migrain, serta carotid
bruit.
2.1.4. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam macam klasifikasi stroke berdasarkan gambaran
klinis, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi berbeda-beda ini penting, sebab setiap jenis stroke memiliki

penatalaksanaan, tindakan preventif dan prognosis yang berbeda, walaupun
patogenesisnya tidak jauh berbeda. 17
Berikut ini adalah klasifikasi stroke modifikasi Marshall :17
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombois serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subaraknoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit ( RIND )
3. Stroke in evolution
4. Completed stroke
Berdasarkan sistem pembuluh darah :
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro- basiler


Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Etiologi dan Patofisiologi
1.

Stroke Iskemik

Stroke iskemik terjadi karena oklusi arteri di otak dan bila tidak ada
sirkulasi kolateral yang adekuat, maka daerah yang disuplai akan menjadi
iskemik hingga infark dan terjadilah serangkaian proses patologik pada
daerah iskemik dimulai dari tingkat seluler diikuti kerusakan fungsi dan
integritas sel, selanjutnya menjadi apoptosis neuron. Daerah di sekitar infark
disebut penumbra yang masih dapat diselamatkan bila perfusi otak normal
kembali dalam 3 jam pertama. 7,14,18
Terdapat 2 bentuk stroke iskemik :
1. Emboli serebri
Plak atau bekuan darah terbentuk di jantung atau arteri besar
menuju otak melalui arteri lalu menyumbat di pembuluh darah otak
sehingga


menyebabkan

stroke18..

Plak

dapat

kalsium,kolesterol,

udara, protein darah, platelet

infeksi dinding

jantung

penyebab
a.

(endokarditis).


berupa

atau produk
14

Beberapa

tersering meliputi : 14

Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark

miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung,
serta kardiomiopati

iskemik

b. Sumber tromboemboli di arteri,

seperti:


bifurkasio

karotis

komunis, arteri vertebralis distal.
c. Keadaan hiperkoagulasi akibat penggunaan kontrasepsi oral,
dan karsinoma

Universitas Sumatera Utara

2.

Trombosis Serebri
Sumbatan terbentuk di arteri yang mensuplai darah ke otak. Oklusi
arteri dapat disebabkan oleh plak atau bekuan darah yang kemudian
mengurangi aliran darah ke otak dan menyebabkan stroke. 17
Beberapa penyebabnya antara lain :17
a. Aterosklerosis, vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.
b. Robeknya arteri : arteri karotis, arteri vertebralis (


spontan

atau traumatik).
c.

Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2.

Stroke Hemoragik

Perdarahan di otak terjadi saat pembuluh darah otak menjadi rapuh
kemudian pecah dan berdarah di dalam jaringan otak. Hipertensi dan
aneurisma merupakan penyebab tersering pecahnya dinding pembuluh
darah. Stroke hemoragik ini umum terjadi di atas usia 45 tahun dan disertai
penyakit

penyerta

seperti


hipertensi,

diabetes

melitus,

dan

hiperkolesterolemia21. World Health Organization ( WHO ) 2006
mengklasifikasikan stroke hemoragik menjadi dua sub grup mayor, yaitu: 18
a. Perdarahan Intraserebral
Pada perdarahan intraserebral, stroke terjadi saat perdarahan
menyebabkan matinya jaringan otak dan jaringan yang terkena darah
berhenti

bekerja,

umumnya


disebabkan

oleh

hipertensi.

Prevalensinya lebih tinggi pada negara berkembang dikarenakan
pola diet, aktivitas, pengobatan hipertensi tidak adekuat, dan
predisposisi genetik.
b. Perdarahan Subaraknoid
Jenis lainnya adalah perdarahan subaraknoid. Pada tipe ini,
pembuluh darah pecah di antara araknoid dan pia mater. Darah yang
keluar menyebabkan spasme arteri di sekitarnya dan mengurangi
aliran darah menuju otak sehingga

menyebabkan stroke. Gejala

yang sering terjadi adalah sakit kepala tajam tiba-tiba disertai
kesadaran menurun, dan mumnya diakibatkan aneurisma.


Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan perjalanan klinis, stroke iskemik dibagi menjadi empat
jenis, yaitu: 18
a. Transient Ischemic Attack ( TIA ) berlangsung kurang dari 24
jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit ( RIND ) menghilang
dalam 1 hingga 21 hari.
c. Stroke in evolution merupakan defisit neurologis yang sedang
berlangsung secara bertahap dari ringan hingga berat.
d. Completed stroke merupakan defisit neurologis yang sudah
menetap dan tak berkembang lagi.
2.1.6. Tanda dan Gejala
Pasien stroke umumnya mengalami kelemahan pada salah satu
sisi tubuh dan kesulitan dalam berbicara atau memberikan informasi
karena adanya penurunan kemampuan kognitif atau berbahasa.20
Menurut CDC19, berikut ini adalah beberapa gejala yang harus
diwaspadai sebagai stroke :
1.


Rasa kebas mendadak dan kelemahan pada empat
anggota gerak, dan wajah.

2.

Kebingungan mendadak atau kesulitan untuk berbicara
dan mengerti percakapan orang lain.

3.

Penurunan penglihatan pada satu atau kedua mata yang
mendadak.

4.

Perasaan pusing, hilangnya kemampuan untuk menjaga
keseimbangan saat berjalan.

5.

Sakit kepala mendadak tanpa adanya penyebab yang
jelas.

2.1.7. Diagnosis
Diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, dapat segera
ditegakkan dengan menggunakan :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Algoritma Gajah Mada17
Penurunan
Nyeri kepala
Babinski
Kesadaran
+
+
+

Jenis Stroke
Perdarahan

+

-

-

Perdarahan

-

+

-

Perdarahan

-

-

+

Iskemik

-

-

-

Iskemik

Pemeriksaan penunjang berupa CT scan tanpa kontras dan MRI
untuk membedakan stroke hemoragik dan iskemik.17 Gambaran CT scan
pada stroke hemoragik terlihat gambaran hiperdens, sedangkan pada
stroke iskemik terlihat gambaran hipodens.17
2.1.8. Dampak Stroke terhadap Tubuh
Stroke adalah penyebab terbesar dari disabilitas kompleks.
Hampir sebagian besar pasien stroke mengalami disabilitas.21 Bila
bagian otak yang mengatur emosi terganggu, maka stroke dapat
mempengaruhi cara berpikir, perasaan, dan tindakan.2 Pasien stroke
mengalami gangguan fungsional tubuh seperti berjalan, berkemih,
berbicara, penglihatan, menelan dan fungsi persepsi yang ditandai
dengan ketidakmampuan menginterpretasikan sensasi, baik berupa
visual, spasial maupun sensori.5
Selain itu, terjadi kerusakan pada kognitif dan efek psikologis
berupa berkurangnya memori dan intelektualitas, sehingga efek dari
disfungsi ini menyebabkan lapang pandang terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, mudah lupa dan kurang motivasi.5,6 Bagian otak kiri
mengatur sisi kanan tubuh, sehingga lesi pada otak kiri akan
menyebabkan kesulitan dalam pemecahan masalah perhitungan dan
eksakta.5 Sedangkan bagian otak kanan mengatur sisi kiri tubuh, lesi
yang terjadi pada otak kiri menyebabkan seseorang kehilangan sisi
seninya, seperti emosi, mendengarkan musik dan berbahasa.5

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Dependensi Pascastroke
Stroke menyebabkan gangguan mental dan fisik yang tampak sebagai

disabilitas fisik dan memilik efek yang sangat ignifikan terhadap kapasitas
fungsional dalam melakukan aktivitas sehari- hari. Keterbatasan ini
selanjutnya akan mempengaruhi kualitas hidup pasien sehari- hari.6
Setelah stroke, pasien akan mengalami perubahan secara fisik maupun
emosional tergantung fokal otak yang terganggu. Beberapa dampak di
antaranya seperti gangguan penglihatan, insomnia, kejang, refleks berkemih,
pergerakan tubuh, sensasi nyeri, dan gangguan emosi seperti depresi.7
menurut WHO, komplikasi pascastroke meliputi motorik (50-83%), kognitif
(50%), afasia (23-36%), serta gangguan psikologis (20%).
Salah satu defisit yang umum terjadi adalah visuospasial, di mana
penderita stroke cenderung mengabaikan sisi tubuh yang sakit, sehingga
memperlambat proses penyembuhan. Keterbatasan kemampuan ADL pasien
menyebabkan ketergantungan atau dependensi terhadap lingkungan sekitar.4
Efek kumulatif dari somatosensorik dan perburukan kognitif di luar
gangguan

motorik

juga

mempunyai

peran

definitf

dalam

proses

penyembuhan.22 Kejadian yang paling sering dilaporkan adalah asosiasi
antara depresi pascastroke dengan ADL.7Pasien yang mengalami kelalaian
umumnya lebih banyak mengalami simtom depresif dibandingkan pasien
biasa.23
2.1.

Ansietas dan Depresi

2.1.1. Definisi
Ansietas berasal dari bahas Latin anxietas, yang artinya
menghambat, mencekik, menyusahkan, mengacaukan, dan mengandung
respon perilaku, kognitif, afektif, serta persepsi bahaya yang diperlukan
untuk bertahan hidup.24
Menurut konsep Barlow, ansietas adalah keadaan mood yang
mengkhawatirkan peristiwa negatif di masa mendatang, sedangkan
ketakutan adalah respon alarm terhadap bahaya mengancam. Ansietas
memiliki dua komponen, yaitu : kesadaran akan sensasi fisiologis

Universitas Sumatera Utara

seperti palpitasi dan berkeringat, serta kesadaran tentang rasa gugup
atau ketakutan. Ansietas mempengaruhi pikiran, persepsi, dan distorsi
persepsi yang kemudian menurunkan konsentrasi, mengurangi daya
ingat dan mengganggu kemampuan menghubungkan satu hal dengan
hal lain, yaitu membuat asosiasi.25
Seseorang yang ansietas cenderung hanya memperhatikan beberapa
hal di lingkungan mereka dengan upaya untuk membuktikan bahwa
dugaan mereka benar sehingga ansietas meningkat, dan apabila usaha
tersebut gagal, maka ansietas berkurang.8 Ansietas yang dirasakan sulit
untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala gejala somatik
seperti ketegangan otot, iritabilitas dan kegelisahan sehingga gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.8
Depresi adalah gangguan mental biasa yang ditandai dengan adanya
perasaan tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, berkurangnya
energi, minder, gangguan tidur dan makan, serta konsentrasi melemah.
Selain

itu,

depresi

dapat

disertai

dengan

simtom

ansietas.6

Menurut DSM V, yang termasuk gangguan depresif antara lain :
1.Disruptive mood dysregulation disorder,
2.Major Depressive Disorder (MDD),
3.Persistent depressive disorder (dysthymia),
4.Premenstrual dysphoric disorder,
5.Substance atau medication-induced depressive disorder
6.Gangguan depresi akibal medikasi,
7.Depresi akibat penyakit,
8.Depresi terspesifikasi,
9.Depresi tak terspesifikasi
2.3.2. Epidemiologi
Gangguan ansietas merupakan gangguan psikiatri yang sering
ditemukan. National Comorbidity Study melaporkan satu dari empat orang
setidaknya memenuhi sebuah kriteria gangguan ansietas dan terdapat angka
prevalensi satu tahun sebesar 17,7% dengan prevalensi seumur hidup lebih

Universitas Sumatera Utara

tinggi pada perempuan yaitu 30,5%, sedangkan laki-laki 19,2%.7 Angka
prevalensi untuk gangguan ansietas menyeluruh adalah 3% sampai dengan
8 % dan rasio antara perempuan dan laki-laki adalah sekitar 2 : 1.27
Depresi adalah kontibutor signifikan sebagai komorbid penyakit dan
mempengaruhi seluruh komunitas di dunia.9 Saat ini, diperkirakan ada 350
juta orang terserang depresi. 9 The World Mental Health Survey mengadakan
studi di 17 negara dan menemukan 1 dari 20 orang mengalami depresi. 28
Depresi berat sering terjadi dengan prevalensi seumur hhidup sekitar 15
%.29 Menurut Kaplan dan Sadock25, gangguan depresif berat prevalensinya
dua kali lebih berat pada perempuan, sekitar 25%.

2.3.3. Etiologi dan Patofisiologi
1.

Ansietas

Terdapat beberapa teori maupun hipotesis tentang patofisiologi
ansietas. Berikut adalah beberapa teori tentang ansietas :21
Kontribusi Ilmu Psikologis
1.

Teori Psikoanalitik
Sigmon Freud menyatakan ansietas merupakan sinyal bahaya
pada

bawah sadar, sehingga sebagai respons dari dari sinyal ini,

terjadi mekanisme

pertahanan ego untuk mencegah pikiran dan

perasaan

yang tak dapat

diterima agar tak muncul ke

kesadaran.

Amigdala meningkatkan respons

rasa takut tanpa

adanya sebab berarti.
2.

Teori Perilaku-Kognitif
Model ini menerangkan ansietas sebagai respons yang dipelajari
terhadap stimulus lingkungan spesifik, berdasarkan pengalaman
buruk sebelumnya.

3.

Teori Eksistensial
Konsep pusat teori eksistensial adalah bahwa orang menaydari
rasa kosong yang mendalam di kehidupan mereka, sehingga ansietas

Universitas Sumatera Utara

merupakan respons terhadap kehampaan yang luas mengenai
eksistensi dan persepsi.

Kontribusi Ilmu Biologis
1.

Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menimbulkan gejala tertentu
seperti gejala : kardiovaskular (takikardi), gastrointestinal (diare),
pernafasan (takipnu), tanpa adanya rasa ansietas subjektif yang
mendahului.

2.

Studi Genetik
Studi genetik menyatakan bahwa sedikitnya beberapa komponen
genetik turut berperan dalam timbulnya ansietas. Hampir

separuh

dari semua pasien dengan gangguan panik memiliki riwayat
keluarga dengan gangguan ansietas.
Neurotransmitter
1.

Norepinephrine (NE)
Perubahan

signal

noradrenergik

ansietas. Sama halnya stimulasi

menyebabkan
locus

berkelanjutan

gangguan
cerelus

dimanifestasikan dengan simtom ansietas.
2.

Serotonin (5HT)
Neuron serotoninergik mengatur nafsu makan,tidur, dan fungsi
kognitif dalam ansietas. Perannya dalam ansietas disebabkan
efek modulasinya dalam locus cerulus dan proyeksinya ke
amigdala. Rasa takut mengaktivasi jalur serotoninergik.

3.

Arginine vasopressin (AVP)
Melalui regulasi aksis HPA yang memperkuat efek CRH pada
pelepasan ACTH. AVP meregulasi CRH

melalui

G

protein‐

coupled receptors V1A dan V1BSSR149415.
4.

Kortikotrpin (CRH)
CRH memediasi respons endokrin, perilaku dan otonom
terhadap stres 15.

Universitas Sumatera Utara

5.

Glutamat
Glutamat meningkat pada paparan stres15.
Glucagonlike peptide1(GLP-1)

6.

Banyak dijumpai pada batang otak, yang menginervasi locus
cerulus,

hipokampus,

dan

amigdala.

Injeksi

GLP-1

ke

amigdala memproduksi efek anxiogenic15.
Melanin Concentrating Hormone (MCH)

7.

Reseptor MCH memediasi regulasi emosi dan respons stres.
Blokade

reseptor

MCH

menyebabkan

anxiolytic

efek

dan

antidepressant 15.
8.

GABA
Diperkirakan sejumlah pasien dengan gangguan ansietas
memiliki

fungsi

abnormal

reseptor

GABAA,

walaupun

15

hubungan ini belum terlihat langsung .
2.

Depresi

Banyak faktor yang berperan dalam depresi, termasuk faktor genetik,
kimia, struktur otak, serta pengalaman hidup seperti: trauma, kehilangan,
kegagalan hubungan, dan kejadian buruk. 21 Disfungsi kimiawi neuron bisa
mendasari patofisiologi depresi. 21
Penyebab depresi antara lain sebagai berikut : 25
Faktor Biologis
1.

Amin Biogenik
Norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling

terkait

di

dalam

patofisiologi

depresi.

Norepinefrin

menyebabkan

keterlibatan reseptor prasinaps β2 adrenergik pada depresi, aktivasi reseptor
menurunkan jumlah NE yang dilepaskan, sedangkan kekurangan serotonin
mencetuskan depresi.

Universitas Sumatera Utara

2.

Aksis Adrenal
Neuron PVN melepaskan CRH yang merangsang pelepasan ACTH dari

hipofisis anterior. Selanjutnya ACTH merangsang pelepasan kortisol dari
kelenjar adrenal, dan terjadi umpan balik negatif terhadap hormon lain yang
mempengaruhinya.
2.1.5. Tanda dan Gejala Ansietas dan Depresi
Lang mengklasifikasikan simtom rasa takut dan ansietas dalam 3 bentuk
respons, yaitu : verbal-subjektif, aksi motorik,dan aktivitas somato-viseral9.
Pada hal ini, ansietas mengalami kekhawatiran (verbal-subjektif),

aksi

motorik (menarik diri), dan kaku otot (aktivitas somato-viseral). 27 Ansietas
dapat berkembang menjadi gangguan ansietas bila berlangsung dalam waktu
yang cukup lama dan mulai mempengaruhi aktivitas seseorang.27 Berikut ini
adalah tanda dan gejala ansietas menurut Stroke Association6

yang

umumnya dijumpai :
a.Perasaan terganggu, sulit berkonsentrasi dan cepat lelah.
b.Menghindari hal yang normalnya dilakukan, seperti berjumpa
dengan kawan, berbelanja, dan melakukan hobi.
c.Kesulitan untuk tidur karena pikiran terus terfokus pada objek
yang dicemaskan.
d. Menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan hal yang menjadi
masalah.
e.Mengalami sensasi fisik seperti palpitasi, dan takikardi.
Depresi merupakan masalah kesehatan yang umum dijumpai dalam
masyarakat. Perempuan mengekspresikan depresi dengan perasaan bersalah,
sedih, dan putus asa, sedangkan laki- laki mengekspresikan depresi dengan
hilangnya minat, kelelahan, dan insomnia.7

Universitas Sumatera Utara

Depresi umumnya ditandai dengan adanya salah satu gejala di bawah ini :30
a.Sedih berkelanjutan, cemas dan perasaan hampa
b.Perasaan putus asa dan pesimis
c.Perasaan bersalah, tidak berharga, dan putus asa
d.Hilangnya minat dalam kesenangan, aktivitas dan hobi
e.Berkurangnya energi, lelah dan pekerjaan menjadi terhambat
f.Kesulitan

dalam

berkonsentrasi,

mengingat,

dan

membuat

keputusan
2.5.

Ansietas dan Depresi Pascastroke
Stroke banyak menimbulkan dampak yang berbeda, baik disabilitas

fisik, maupun perubahan emosi, yang tidak dapat diamati secara langsung.
Perubahan emosi pascastroke dapat disebabkan lesi fokal di area emosi
otak.5
Depresi dan ansietas umum terjadi pada pasien pascastroke di
komunitas maupun rumah sakit. Depresi pascastroke adalah terminologi
yang lebih umum dibahas dibandingkan ansietas pascastroke yang baru
diteliti.10,31 Sebuah penelitian menyatakan perempuan dan usia ≤59 tahun
lebih rentan terhadap ansietas. Ansietas terjadi pada 20% hingga 36% pasien
pascastroke dan menetap lebih lama hingga setahun pascastroke.10,31 Sekitar
20% hingga 60% pasien stroke mengalami dengan depresi atau ansietas.31
Hasil sebuah studi menyatakan depresi umumnya dialami selama tiga bulan
pertama stroke, dan lesi pada hemisfer kiri berhubungan dengan
peningkatan skor ansietas dan depresi.32
Depresi merupakan salah satu konsekuensi neuropsikiatri yang paling
nyata pada pasien stroke.2 Depresi mayor terjadi lebih dari 25% pasien, dan
depresi minor terjadi pada 30% pasien.30 Depresi pascastroke wajar terjadi
dan efeknya berkelanjutan di masa mendatang. Bukti sebuah penelitian
menyatakan bahwa depresi dalam 3 bulan berhubungan dengan risiko

Universitas Sumatera Utara

stroke, gangguan kognitif, kesehatan, kualitas hidup ansietas dan outcome
rehabilitasi yang buruk hingga 5 tahun.
Sembuh dari depresi ≤ 1 tahun tidak mengurangi resiko selama 5 tahun.
Diyakini bahwa defek kognitif adalah akibat depresi, hal ini dijelaskan
dengan kortisol yang meningkat selama depresi menyebabkan hippocampus
atropi sehingga menimbulkan defek kognitif dengan cara apoptosis dan
ketidakseimbangan aksis HPA.28,38
Pasien dengan depresi umumnya disertai simtom ansietas dan
sebaliknya. Keduanya dapat terjadi secara bersamaan, sebab itu perlu
dibedakan penatalaksanaannya.10 Hasil dari sebuah studi menyatakan
depresi dan ansietas wajar dialami dalam 3 bulan pertama pascastroke, dan
lesi hemisfer kiri mengindikasikan peningkatan skor ansietas dan depresi.33
Faktor kognitif seperti kemampuan mengolah kata dan memori verbal lebih
berhubungan dengan gangguan mood dibanding independensi fisik.39
Disebutkan bahwa ansietas pascastroke tak berkorelasi signifikan
dengan fungsi fisik, kognitif atau sosial sementara penelitian lainnya
melaporkan

korelasi

yang

signifikan

apabila

ansietas

pascastroke

berlangsung 3 tahun setelah stroke dan hal ini sesuai dengan studi yang
menyatakan ansietas dan depresi mempengaruhi kualitas hidup jangka
panjang dan lebih bermakna dibandingkan depresi.7,12
Depresi diasosiasikan dengan perawatan yang lebih lama dan hasil
rehabilitasi yang lebih buruk.36 Disebutkan 30% pasien stroke akan
mengalami simtom depresif selama 1 minggu dari onset stroke .10 Penelitian
hubungan depresi dengan ADL dilakukan Ratnasari pada pasien stroke di
RS Tugurejo (r = 0,5), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara depresi dengan ADL.13
Hospital Anxiety Depression Scale ( HADS )

2.3.

HADS merupakan alat penapis yang dikembangkan untuk dipergunakan
dalam kepentingan medis. Pertama kali dikembangkan oleh Zigmond dan
Snaith pada 1983 yang bertujuan untuk memberikan alat bantu yang dapat
diterima, dapat dipercaya, valid, dan mudah bagi para klinisi untuk
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kecemasan dan depresi.24

Universitas Sumatera Utara

HADS digunakan untuk menilai keparahan simtom dan masalah ansietas
dan depresi baik pada somatik, psikiatri dan pasien di layanan primer,dan
populasi.24
HADS terdiri dari 14 pertanyaan yang dibagi masing masing menjadi 7
pertanyaan untuk mengukur simtom ansietas dan simtom depresif tapi
bukan untuk menetapkan diagnosa pasti. Skor total di antara 0 hingga 42
dengan sub skor ansietas dan depresi dari 0 hingga 21.35
Titik potong yang direkomendasikan adalah : lebih dari 16 menyatakan
kasus berat, titik potong 11-15 merupakan kasus sedang, titik potong 8-10
merupakan kasus ringan, dan kurang dari 7 bukan merupakan suatu kasus
kecemasan atau depresi.24 Skor yang semakin tinggi mengindikasikan
semakin parahnya simtom depresi dan ansietas. Penelitian yang melibatkan
sebanyak 20 penderita pascastroke yang terdiri dari 16 orang laki-laki (80%)
dan 4 orang perempuan (20%) penderita stroke di ruang rawat inap maupun
poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar dengan usia rata-rata 53,35 ± 2,56
tahun, dengan stroke non hemoragik sebanyak 13 kasus (65%) dan stroke
hemoragik sebanyak 7 kasus (35%).24,33
Hasil dari kesepakatan antar pemeriksa (koefisien Kappa) skala
HADS yaitu sebesar 0,706 untuk subskala kecemasan dan 0,681 untuk
subskala depresi. Skala HADS versi bahasa Indonesia menunjukkan
reliabilitas yang baik dengan kesepakatan antar pemeriksa yang baik.24

2.4.

Barthel Index ( BI)
Dalam stroke, pengkuran outcome dapat dikategorikan menjadi 3

jenis, yaitu : disabilitas fisik, kemampuan fungsional dan kualitas hidup. 34
Barthel Index adalah kuesioner berjumlah 10 soal dan digunakan untuk
memeriksa independensi dalam Activity of Daily Living (ADL) sebagai
indikator disabilitas dan merupakan indikator yang baik untuk digunakan
pada pasien stroke ataupun orang tua yang mengalami penurunan fungsi
tubuh seiring waktu.

35-37

Skor berkisar dari 0 hingga 100.36 Skor yang

semakin rendah mengindikasikan dependensi yang semakin tinggi31.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Interpretasi Skor Barthel Index
Skor

ADL

80-100

Independen

60-79

Bantuan minimal

40-59

Dependensi parsial

20-39

Sangat dependen