Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit

4

TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia mengalami kemajuan
yang pesat, terutama peningkatan luas lahan dan produksi kelapa sawit.
Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama sepuluh tahun
terakhir meningkat dari 5.284723 ha pada tahun 2004 menjadi 10.956.231 ha pada
tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2014).
Kelapa sawit merupakan salah satu bibit kelapa sawit yang palig berharga
ekonomis karena dapat menghasilkan minyak yang tinggi per tandannya. Minyak
kelapa sawit berkualitas tinggi dan secara luas digunakan dalam makanan, obatobatan dan kosmetik. Selain itu, seperti minyak nabati lainnya, minyak sawit
dapat digunakan sebagai biodiesel melalui pencampuran dengan petrodiesel atau
melalui transesterifikasi (Benjumea et al.2008).
Kelapa sawit termasuk kelompok pohon berumah satu yang artinya dalam
satu pohon terdapat tandan bunga jantan dan bunga betina. Pada umumnya dalam
satu pohon, tidak ditemukan tandan bunga jantan yang mekar bersamaan dengan
tandan bunga betina. Tiap tandan bunga mempunyai tangkai sepanjang 30-45cm,
yang mendukung spikelet tersusun spiral. Tandan bunga sawit awalnya tertutup
oleh dua lapis seludang berserat. Enam minggu sebelum anthesis seludang bagian
luar akan pecah dan 2 atau 3 minggu kemudian seludang bagian luar akan pecah

dan 2 atau 3 minggu kemudian seludang bagian dalam akan pecah dan tandan
bunga akan terbuka (Agus et al, 2007).
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak
makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Untuk

Universitas Sumatera Utara

5

meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal
pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi (B2P2TP, 2008).
Tanaman ini merupakan tanaman monokotil yang berasal dari famili : Palmaceae,
Sub-Famili: Cocroideae dan Genus: Elaeis. Tanaman ini juga dapat tumbuh dan
menghasilkan buah yang optimal dibawah umur 20 tahun dan pada umur 20-30
tahun tanaman akan sulit berbuah karena semua proses telah terjadi penurunan
(Appiah dan Aqyei-dwarko, 2013).
Bunga Kelapa Sawit
Kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur sekitar 2 tahun. Tanaman
ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu tanaman terdapat bunga
jantan dan bunga betina yang masing-masing terangkai dalam suatu tandan tetapi

masa masak dari kedua jenis bunga tersebut sangat jarang atau tidak pernah
bersamaan. Oleh karena itu, untuk proses penyerbukan memerlukan bantuan baik
oleh manusia atau serangga penyerbuk (Sitepu, 2008).
Pada waktu bunga-bunga mekar, suhu didalam pembungaan meningkat
5-10oC dan bunga mengeluarkan bau seperti adas (Foeniculum vulgare) yang
kuat. Ujung putik reseptif memiliki 3 cuping berambut seperti sabit. Bunga
pertama yang membuka adalah bunga terletak di dasar spiklet, setelah bunga
mekar cupingnya akan berubah menjadi keunguan karena adanya anthosianin dan
tepung sari tidak dapat berkecambah pada putik ini (Meliala, 2008).
Bunga kelapa sawit yang sedang mekar, baik itu bunga jantan maupun
bunga betina sama-sama mengeluarkan bau yang menyengat. Bunga jantan yang
sedang anthesis memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan dengan bunga betina
reseptif. Ini disebabkan oleh senyawa volatil yang dikeluarkan oleh bunga jantan

Universitas Sumatera Utara

6

lebih banyak. Senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga kelapa sawit pada
umumnya diketahui sebagai kairomon. Senyawa volatil yang diproduksi dan

dilepaskan oleh bunga kelapa sawit berfungsi untuk menarik serangga yang
menguntungkan untuk reproduksi kelapa sawit, yakni agar serangga penyerbuk
berkunjung dan menyerbuki bunga kelapa sawit (Prasetyo dan Agus, 2012).
Bunga Betina
Tandan bunga betina berukuran panjang 24-45 cm, mengandung 700-6000
bulir bunga betina tergantung pada lokasi dan umur tanaman. Waktu yang
diperlukan agar semua bunga betina mekar (reseptif) pada setiap tandan bunga
betina sekitar 3 hari yang dimulai dari bagian pangkal tandan: biasanya 15% pada
hari pertama, 60% mekar pada hari kedua, dan sisanya 15% lagi mekar pada hari
ketiga (Prasetyo dan Agus, 2012).
Tingkat perkembangan bunga betina dapat diketahui dari perbedaan
warnanya. Pada hari pertama sesudah mekar akan berwarna putih, sedangkan pada
hari kedua berubah menjadi kuning gading. Pada hari ketiga warna bunga berubah
menjadi agak kemerahan (jingga) dan akhirnya pada hari keempat menjadi merah
kehitaman. Masa reseptif (masa subur) bunga betina adalah 36-48 jam, sedangkan
saat yang tepat untuk melakukan penyerbukan yaitu pada hari kedua dengan ratarata 82% bunga telah membuka semua (Sitepu, 2008).
Bunga sawit betina receptive ditandai dengan robeknya seludang
(pembungkus) bunga oleh desakan pertumbuhan ukuran bunga. Pecahan atau
sabut dari seludang bunga masih membungkusnya. Bunga kelapa sawit tipe
majemuk dengan tonjoloan ke arah atas tangkai anak bunga dan asesori bunga

membentuk seperti pelindung bunga. Perbungaan tersusun berlapis dari

Universitas Sumatera Utara

7

permukaan atas dilanjutkan sederetan perbungaan yang tersembunyi dibawahnya.
Dalam satu perbungaan, biasanya sebagian besar bunga betina receptive
bersamaan atau dalam beberapa hari saja. Terlihat di permukaan calon buah,
kepala putik yang berbentuk bintang empat berwarna putih dan terasa lengket bila
diraba. Bunga betina receptive beraroma lebih lembut daripada bunga jantan
(Kahono et al., 2012).
Bunga Jantan
Bunga jantan mengalami tingkat perkembangan mulai dari terbentuknya
kelopak bunga sampai siap melakukan perkawinan. Pada hari pertama setelah
kelopak terbuka, tepung sari keluar dari bagian ujung tandan bunga, pada hari
kedua di bagian tengah, sedangkan pada hari ketiga dibagian bawah tandan. Pada
hari ketiga keluarnya tepung sari, bunga jantan juga akan mengeluarkan bau yang
spesifik. Hal ini menandakan bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat
dipergunakan atau dapat diambil untuk penyerbukan buatan (Sitepu, 2008).

Jumlah bunga jantan anthesis menjadi penentu besarnya populasi
kumbang SPKS dan jenis jenis serangga penyerbuk lainnya, karena bunga jantan
merupakan sumber pakan (serbuk sari) dari kumbangSPKSdan serangga lainnya,
habitat tempat melakukan aktivitas biologi kumbang, termasuk berkembangnya
satu generasi kumbangSPKS. Pada tanaman kelapa sawit yang masih muda, ada
kecenderungan bahwa jumlah bunga jantan masih sedikit, tetapi dengan
bertambahnya umur tanaman maka jumlah bunga jantan akan semakin
banyak(Kahono et al.,2012).
Bunga jantan yang sedang anthesis memilik bau yang lebih kuat
dibandingkan dengan bunga betina, itu disebabkan oleh senyawa volatile yang

Universitas Sumatera Utara

8

dikeluarkan oleh bunga jantan lebih banyak. Senyawa volatile adalah senyawa
yang diproduksi dan dilepaskan oleh bunga kelapa sawit yang berfungsi untuk
menarik serangga yang menguntungkan untuk reproduksi kelapa sawit
(Meliala, 2008).
Bunga Hermaprodit

Satu tandan bunga hermaprodit terdiri dari beberapa spikelet bunga jantan
dan beberapa spikelet bunga betina. Umumnya, spikelet bunga jantan berada di
antara bawah bunga betina dan akan mekar terlebih dahulu. Tandan bunga seperti
ini dianggap abnormal meskipun bila penyerbukan terjadi dengan baik, beberapa
spikelet bunga betina dapat membentuk buah yang bisa dipanen (Prasetyo dan
Agus, 2012).
E. kamerunicus
Serangga penyerbuk yang berasal dari Kamerun benua Afrika ini
sebenarnya sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1982, dan dianggap mampu
meningkatkan produktivitas kelapa sawit. Ini terjadi karena dalam penyerbukan
tanaman kelapa sawit memerlukan perantara, meskipun kelapa sawit berumah satu
(monocious) namunbunga-bunga pada bulir (spikelet) jantan dan betina mekar
pada waktu yang berlainan sehingga selalu terjadi penyerbukan antar tumbuhan
atau penyerbukan silang. Diintroduksikan tahun 1982 dari Afrika Barat,
E. kamerunicus untuk telah menggantikan penyerbukan buatan oleh manusia yang
membutuhkan biaya sangat besar dan tidak efektif (Simatupang, 2014 ).
Lama perkembangan pradewasa SPKS yang merupakan hasil penjumlahan
stadia telur, larva, dan pupa berkisar antara 14-16 hari. Stadia telur rata-rata hanya
3 hari, namun fase larva membutuhkan waktu perkembangan yang paling lama


Universitas Sumatera Utara

9

dibandingkan dengan fase telur dan pupa. Lama perkembangan pradewasa
kumbang ini lebih dipengaruhi suhu ruangan. Suhu yang lebih tinggi dapat lebih
mempercepat metabolisme serangga yang akhir mempercepat perkembangannya
(Herlinda et al., 2006).
Tubuh SPKS terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan
abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang sayap, yaitu sepasng sayap yang tebal
(elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membranous). Kumbang jantan dan
betina memiliki beberapa perbedaan, diantaranya betina memiliki ukuran tubuh
yang lebih kecil (2-3 mm), moncong panjang, dan terdapat rambut-rambut halus.
Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih panjang (3-4 mm), moncong lebih
pendek, terdapat rambut-rambut halus yang lebih banyak di bagian abdomen dari
kumbang betina, dan terdapat tonjolan dipangkal elytra (Harumi, 2011).
Biologi
Telur
E. Kamerunicus bertelur setelahberumur 2-3 hari sebanyak 1-11 butir per
hari yang diletakkan di dalam yang dibuat pada sisi luar tangkai kantong sari

bunga kelapa sawit yang sedang mekar. Telur berbentuk bulat dengan lebar 0,5
mm dan panjang 0,5 mm. Telur berwarna kuning bening yang lama-kelamaan
akan

berubah

warna

dengan

sendirinya

menjadi

warna

kuning

(Herlinda et al., 2006).
Telur diletakkan dengan alat peletak telur (ovipositor) ke dalam lubang

bagian luar tangkai sari bunga jantan mekar, lubang tersebut terjadi karena
jaringan tangkai sari sebelumnya dimakan oleh kumbang. Jaringan yang
membatasi lubang gigitan kumbang tersebut mulai mengeras dan mengerut

Universitas Sumatera Utara

10

sehingga memberikan perlindungan terhadap telur yang terdapat didalamnya.
Telur yang akan menetas akan berwarna lebih gelap, masa inkubasi telur berkisar
aantara 2-3 hari (2,4 + 0,5 hari) (Meliala, 2008).
Larva
Larva memiliki 3 instar, tiap instar memiliki perilaku yang berbeda-beda.
Larva memiliki panjang 1-3,5 mm dengan lebar 1 mm dengan mempunyai kepala,
tungkai dan alat mulut (seperti kepala, toraks dan abdomen). Warna larva ini
sendiri adalah putih kekuning-kuningan yang lama kelamaan akan menjadi kuning
(Herlinda et al., 2006).
Stadia telur rata-rata hanya 3 hari, namun fase larva membutuhkan waktu
perkembangan yang paling lama dibandingkan fase telur dan pupa. Lama
perkembangan pradewasa kumbang ini lebih dipengaruhi suhu ruangan. Semakin

tinggi suhu, semakin singkat lama perkembangan pradewasa. Suhu yang lebih
tinggi dapat lebih mempercepat metabolisme serangga yang akhir mempercepat
perkembangannya (Herlinda et al., 2006).
Pupa
Pupa yang baru terbentuk berwarna kuning, semakin tua warnanya
semakin coklat. Setelah beberapa hari berubah menjadi warna hitam. Pupa juga
telah mempunyai tiga bagian tubuh, yaitu kepala, toraks dan abdomen. Pupa
sendiri berukuran panjang 3 mm dan lebar 1,5 mm (Herlinda et al.,2006).
Larva instar ketiga juga menjadi tidak aktif sekitar sehari sebelum
terbentuknya pupa. Pupa berwarna kuning cerah dan sudah tampak bagian-bagian
tubuhnya seperti bakal tungkai, mandible dan bakal kepalanya. Pupa berukuran
panjang sekitar 5-7 mm (6,35 + 0,74 mm) dengan lebar tubuh sekitar 2-3 mm

Universitas Sumatera Utara

11

(2,65 + 0,46 mm), periode pupa diselesaikan dalam waktu 5-6 hari (5,5 + 0,51
hari). Tipe pupa tersebut termasuk dalam kelompok eksarat yaitu pupa tersebut
dilengkapi dengan embelan bebas dan biasanya tidak melekat pada tubuh serta

tidak memiliki kokon (Meliala, 2008).
Imago
Serangga dewasa penyerbuk kelapa sawit E. Kamerunicus berupa
kumbang dengan alat mulut berbentuk moncong (weevil) dan sayap depan
mengeras, sedangkan sayap belakang pipih transparan. Selama hidupnya, dewasa
(kumbang) SPKSmemakan tangkai sari bunga jantan yang sudah mekar.
Perkawinan (kopulasi) terjadi pada siang hari, antara 2-3 hari sesudah kumbang
menjadi dewasa, tetapi ada juga yang berkopulasi lebih awal (Simatupang, 2015).
Lama hidup imago jantan 19,73 hari sedangkan

betina 17,47 hari, lama

siklus hidup 13,58 hari, dan imago betina mampu menghasilkan 32,77 butir telur
semasa hidupnya (Firmansyah, 2012).
Peran
Bunga kelapa sawit yang sedang mekar , baik itu bunga jantan maupun
bunga betina sama-sama mengeluarkan bau yang menyengat. Bunga jantan yang
sedang anthesis memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan dengan bunga betina
reseptif. Ini disebabkan oleh senyawa volatil yang dikeluarkan oleh bunga jantan
lebih banyak. Senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga kelapa sawit pada
umumnya diketahui sebagai kairomon. Populasi SPKS paling banyak ditemukan
pada jam 10.00-11.00 WIB di tandan bunga jantan, sedangkan di tandan bunga
betina, populasinya paling banyak ditemukan pada jam 08.00-09.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara

12

Populasi SPKS meningkat pada musim kemarau dan relatif menurun pada musim
penghujan (Prasetyo dan Agus, 2012).
Manfaat atas kehadiran serangga SPKS adalah membantu penyerbukan
dari kelapa sawit dan dapat meningkatkan produksi tandan buah dan juga adanya
SPKSsangat signifikan dalam meningkatkan nilai fruit set tandan kelapa sawit.
Hal ini disebabkan karena serangga penyerbuk ini mampu menjangkau buah
bagian dalam, sehingga proses penyerbukan bunga padat dan sebelah dalam dapat
terjadi. Jadi hubungan mereka sangat penting bagi kehidupan satu sama lain,
serangga mendapatkan nutrisi dari buah sawitnya, sedangkan tanaman kelapa
sawit sendiri dibantu penyerbukannya. Cara alami tersebut menggantikan cara
penyerbukan buatan ‘assisted pollination’ yang selama ini kurang efektif dan
mahal (Simatupang, 2014).
Kumbang E. kamerunicus jantan dapat membawa polen (serbuk sari) lebih
banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Hal ini disebabkan oleh ukuran
tubuh jantan yang lebih besar serta banyaknya bulu pada sayap kumbang jantan.
Kumbang SPKS tidak pernah ditemukan pada bunga jantan yang belum anthesis,
tetapi segera mengunjungi bunga jantan begitu ada bunga yang mulai anthesis.
Jumlah SPKS pada tandan bunga jantan tergantung pada jumlah bunga yang
mekar pada bulir . E. kamerunicus akan ditemukan dalam jumlah yang sedikit
pada hari pertama bunga anthesis, tetapi jumlahnya akan meningkat pada hari
kedua dan ketiga serta akan mencapai maksimum pada hari keempat, bertepatan
dengan waktu mekarnya semua bunga (Prasetyo dan Agus, 2012).

Universitas Sumatera Utara

13

Perilaku
Kehidupan kumbang ini bergantung pada bunga jantan kelapa sawit.
Pada saat SPKS berada di bunga jantan dan merayap pada spikelet, butiran polen
yang melekat pada tubuhnya akan jatuh pada stigma disaat kumbang mengunjungi
bunga betina untuk mengambil nektar. Adanya SPKS pada perkebunan sawit
dapat memberikan keuntungan bagi produktivitas kelapa sawit, diantaranya dapat
meningkatkan produksi minyak dan nilai fruit set. Nilai fruit set yang baik pada
kelapa sawit adalah diatas 75%. Nilai ini dapat dicapai dengan adanya populasi
kumbang E. kamerunicus minimum sekitar 20.000 ekor per hektar (Simatupang,
2014).
Kumbang betina dapat menyelesaikan proses penelurannya di hari
pertama, yang diletakkan pada bunga jantan dan mati pada hari ke-9 setelah
bertelur. Perbandingan jenis kelamin hampir di dominasi oleh betina dengan
53,6%, dan rata-rata telur yang dihasilkan oleh kumbang betina sebesar 7,2 butir
telur (Herlinda et al., 2006).
Adaigbe et al. (2011) mengatakan bahwa kumbang penyerbuk
E. kamerunicus sangat menyukai bunga jantan kelapa sawit dibandingkan dengan
bunga jantan kelapa untuk peletakkan telur. Hal ini disebabkan oleh aroma dari
serbuk sari yang dapat merangsang penciuman serangga.
Kunjungan E. kamerunicus pada bunga jantan selain mengambil sumber
makanan juga akan digunakan sebagai tempat berkembang biak. Pada bunga
betina, serangga ini diduga hanya 'tertipu' oleh senyawa volatil yang dikeluarkan
sehingga secara tidak sengaja akan mengantarkan polen ke putik bunga yang
sedang reseptif. Populasi E. kamerunicus paling banyak ditemukan pada jam

Universitas Sumatera Utara

14

10.00-11.00 WIB di tandan bunga jantan, sedangkan di tandan bunga betina,
populasinya paling banyak ditemukan pada jam 08.00-09.00 WIB. Populasi
SPKS meningkat pada musim kemarau dan relatif menurun pada musim
penghujan (Prasetyo dan Agus, 2012).
Aktivitas kembang SPKS pada malam hari berkerumun pada Spiklet,
tetapi tidak melakukan aktivitas terbang. Sepanjang malam kumbang tinggal pada
bunga jantan anthesis, berjalan-jalan diatas permukaan spikelet, sedikit yang
melakukan perkawinan, diam istirahat atau makan serbuk sari, atau seperti
melakukan aktivitas bertelur (Kahono et al., 2012).
Penyerbukan pada Kelapa Sawit
Penyerbukan merupakan proses berpindahnya serbuk sari dari bunga
jantan kebagian bunga betina, yang merupakan bagian tanaman mampu tumbuh
bunga, biji dan buah-buahan. Umumnya vitamin dan mineral yang ada dalam
makanan manusia berasal dari buah-buahan dan sayuran yang tentunya
memerlukan penyerbukandari serangga atau binatang. Nilai pengeluaran untuk
penyerbukan telah diperkirakan antara $120 miliar sampai $200.000.000.000 per
tahun (Gemmill-Herrenet al., 2007).
Penyerbukan pada kelapa sawit umumnya dilakukan oleh serangga.
Serangga yang paling efektif untuk penyerbukan tanaman kelapa sawit adalah
E. kamerunicus dan E. plagiatus. Penurunan populasi dari serangga penyerbuk ini
terutama di perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab rendahnya hasil
produksi kelapa sawit (Tuo et al.,2011).
Sebagai perantara penyerbukan, SPKS jauh lebih efektif dibandingkan
dengan thrips, sehubungan dengan sifatnya yang mampu berdaptasi pada musim

Universitas Sumatera Utara

15

basah dan musim kering serta memiliki kemampuan yangjauh lebih besar untuk
memindahkan

tepung

sari,

mencari

dan

mengenali

bunga

betina.

SPKSbenar-benar spesifik bagi tanaman kelapa sawit, karena itu serangga ini
dianggap sebagai serangga penyerbuk yang paling sesuai untuk tanaman kelapa
sawit di Malaysia dan Asia Tenggara lainnya (Sitepu, 2008).
Jumlah

SPKS yang efektif untuk menyerbuki bunga betina

adalah

20000 kumbang per hektar. Populasi SPKS kurang dari 700 ekor per tandan
bunga betina anthesis akan menyebabkan fruit set menjadi rendah. Fruit set
adalah perbandingan/rasio buah yang jadi terhadap keseluruhan buah pada tandan
termasuk buah yang partenokarpi/mantel. Fruit set yang baik pada tanaman
kelapa sawit adalah diatas 75% (Arif, 2009).
Faktor yang Mempengaruhi Populasi E. kamerunicus
Di Indonesia, perkembangan populasi SPKS lebih cepat pada musim
penghujan dibandingkan denganmusim kemarau walaupun secara perilaku lebih
aktif pada musimkemarau. Perkembangan populasi SPKS akan pesat jikacurah
hujan bulanan mencapai lebih dari 250 mm. Di Afrika Barat selain
E. kamerunicus ditemukan juga seranggapenyerbuk lain, misalnya E. subvittatus,
E. plagiatus dan E. singularis serta masih banyak lagi famili serangga lain yang
datang ke bungakelapa sawit. Keempat Elaeidobius itu keberadaannya sudah
stabil dan saling mendukung,meskipun dominasinya berbeda tergantung cuaca,
letak geografis dantingkat kemekaran bunga. SPKS lebih dominan di
daerahdengan curah hujan tinggi (> 3.500 mm/tahun) pada daerah dataranrendah.
Di daerah dataran tinggi (> 1.000 m dpl) E. Subvittatus merupakan serangga yang

Universitas Sumatera Utara

16

dominan dan menandai bahwa spesies inimemiliki daya jelajah yang lebih
kuat(Prasetyo dan Agus, 2012).
Perkembangan populasi kumbang E. kamerunicus dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: predator utama tikus, dimana tikus akan memakan semua
serangga yang terdapat pada bunga begitu pula dengan E. kamerunicus yang
tinggal dan berkembang pada bunga jantan. Larva dan kepompong E.
kamerunicus menduduki tempat kedua setelah cocopet yang berada dalam analisa
isi lambung tikus; banyak bunga jantan yang mekar dimana apabila jumlah bunga
jantan yang mekar sedikit maka populasi akan turun dengan cepat. Dari kenyataan
ini dapat diketahui bahwa faktor makanan merupakan faktor penting dalam
kendali populasi di lapangan (Meliala, 2008).
Populasi E. kamerunicus dapat menurun ole sejumlah musuh alami yang
berupa predator maupun parasit. Jenis parasit yang juga dapat menurunkan
populasi adalah nematoda Cylindrocorpus invectus yang ditemukan pada
abdomen kumbang, selain itu ada juga bakteriophahagous nematode dan ungau
sebagai parasit (Prasetyo dan Agus, 2012).
Fruit set
Fruit set (tatanan buah) adalah istilah yang sering digunakan dalam bidang
kelapa sawit untuk menggambarkan perbandingan/rasio buah yang jadi (hasil dari
penyerbukan) terhadap keseluruhan buah pada satu tandan termasuk buah yang
partenokarpi/mantel. Buah yang jadi dicirikan dengan adanya inti buah (kernel)
yang merupakan hasil akhir dari perkawinan polen (tepung sari) dari bunga jantan
dengan sel telur di dalam bunga betina kelapa sawit, sedangkan buah partenokarpi
tidak memiliki kernel. Buah yang jadi umumnya akan berkembang dan

Universitas Sumatera Utara

17

mempunyai daging buah (mesocarp) yang mengandung minyak. Buah
partenokarpi cenderung tidak berkembang dan sangat sedikit mengandung
minyak, walaupun terkadang dijumpai buah partenokarpi dengan daging yang
tebal tetapi tidak mempunyai kernel namun berjumlah kurang dari 0,1% per
tandan (Prasetyo dan Agus, 2012).
Pembentukan buah (fruit set) kelapa sawit yang dikaitkan dengan populasi
kumbang E. kamerunicus dan jenis penyerbuk lainnya yang mendukung proses
penyerbukannya, memerlukan pengetahuan keanekaragaman penyerbuk, seleksi
jenis penyerbuk potensial melalui evaluasi perilaku dan kesesuaian antara
morfologi serangga dan biologi reproduksi bunga. Pada perkebunan kelapa sawit
yang populasi kumbangnya tinggi, fruit set paling banyak dipengaruhi oleh
kumbang, sebaliknya, perkebunan yang populasi kumbangnya rendah, maka peran
jenis serangga penyerbuk lainnya menjadi lebih besar dalam fruit set kelapa sawit
(Kahono et al., 2012).
Fruit set suatu tandan adalah 80%, artinya dalam satu tandan tersebut
persentase buah yang jadi adalah 80% sedangkan buah yang partenokarpi adalah
20%. Fruit set yang baik pada tanaman kelapa sawit adalah diatas 75%. Semakin
tinggi nilai fruit set, maka berat, kualitas dan ukuran tandan akan semakin
meningkat, sedangkan ukuran buah semakin kecil. Persentase kernel/tandan,
mesokarp buah/tandan ataupun minyak/tandan akan meningkat juga. Berat tandan
buah tergantung pada jumlah spikelet, jumlah bunga per spikelet, fruit set, berat
buah dan efisiensi penyerbukan (Prasetyo dan Agus, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

6 115 51

Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. Di Laboratorium

1 55 44

Biologi Serangga Penyerbuk (Elaeidobius kamerunicus Faust) (Coleoptera : Curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit di Daerah Dataran Tinggi

0 0 3

Biologi Serangga Penyerbuk (Elaeidobius kamerunicus Faust) (Coleoptera : Curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit di Daerah Dataran Tinggi

1 1 8

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit

0 0 10

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit

0 0 2

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit

0 0 3

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit Chapter III V

0 2 13

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit

0 8 3

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit

0 0 8