Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit Chapter III V
18
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan percobaan Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar (400 m dpl) mulai bulan
Agustus 2016 sampai 24 Januari 2017.
Bahan dan Alat
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
serangga
Elaeidobius kamerunicus, bunga kelapa sawit betina yang reseptif, polen yang
diambil dari bunga jantan anthesis 100 %, Agrivex serta bahan lainnya.
Alat yang digunakan penelitian ini adalah pisau, kamera, timbangan, alat
tulis, tali plastik serta alat yang diperlukan lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
Non-Faktorial
Perlakuan
: Jumlah E. Kamerunicus dengan perbandingan jantan dengan
betina yaitu 1:1
Jumlah Ulangan (r)
J0
: 0
ekor
J1
: 100 ekor
J2
: 200 ekor
J3
: 300 ekor
:
(t-1)(r-1) > 15
(4-1)(r-1) > 15
(3)(r-1) > 15
Universitas Sumatera Utara
19
3r-3 > 15
3r > 18
r >6
Jadi ulangan yang digunakan
:6
Jumlah kombinasi
: 24 pohon
Luas lahan yang digunakan
: 10,8 ha
Model linear yang digunakan adalah :
Yik = μ +αβi + εik
Keterangan :
Yik
= Hasil pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- k
μ
= Efek dari nilai tengah
αi
=Efek perlakuan pada taraf ke- i
Εik
= Galat percobaan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke- k
Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata
maka perlu dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan masingmasing perlakukan.
Pelaksanan Penelitian
Penentuan Lahan
Disiapkan lahan perkebunan dengan blok yang sesuai untuk dilakukannya
pelepasan E. kamerunicus dalam menyerbuk tandan. Pada blok ini juga dilakukan
pengamatan bunga kelapa sawit yang sesuai dengan kriteria 5-9 hari sebelum
masa reseptif untuk per hektarnya. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling.
Universitas Sumatera Utara
20
Bunga betina tersebut diamati tiap hari agar diketahui kapan akan
diberikan ataupun diinokulasikan serangga penyerbuk.
Perbanyakan E. kamerunicus
Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Marihat dengan tujuan untuk memperoleh imago E. Kamerunicus yang
steril atau belum membawa polen.
Kegiatan perbanyakan dimulai dengan menggunakan fase larva. Larva
diperoleh dari bunga jantan yang telah melewati fase kelewat matang yang
diambil dari areal perkebunan Pusat Peneitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat.
Larva diletakkan pada hatch and carry mobile dan dipelihara hingga muncul
imago yang steril dari polen.
Persiapan Polen
Persiapan polen dilakukan dengan mengambil polen langsung dari bunga
jantan yang diambil dari satu pohon dengan tujuan agar memiliki daya kecambah
yang seragam.
Polen yang telah disiapkan ini akan diaplikasikan pada serangga saat akan
diinokulasikan pada bunga betina yang siap diserbuki yaitu dengan ciri bunga
telah mekar secara keseluruhan.
Inokulasi E. kamerunicus
Serangga steril hasil perbanyakan tadi diinokulasikan pada bunga yang
mekar dengan sempurna. Serangga yang diinokulasi berjumlah 0, 100, 200, dan
300 ekor sesuai dengan perlakuan.
Setelah diinokulasikan bunga dibungkus dengan menggunakan kertas
Agrivex dan diikat dengan tali plastik. Pembungkusan ini dilakukan selama
Universitas Sumatera Utara
21
10-12 hari setelah inokulasi. Pada tandan diberikan label dan dicantumkan juga
tanggal polinasi dilakukan.
Pemanenan
Setelah diinokulasi dan disungkup selama 10-12 hari, sungkup dibuka,
diamati dan ditunggu hingga bunga menjadi buah. Setelah usia 5-6 bulan, ketika
bunga telah berubah menjadi buah dilakukan pemanenan dengan kriteria
kematangan fraksi 0, yaitu tanpa adanya brondolan yang jatuh pada piringan.
Peubah Amatan
1. Berat Tandan Kelapa Sawit
Berat tandan yang diamati adalah tandan buah dengan kriteria kematangan
fraksi 0, yaitu tanpa adanya brondolan yang jatuh pada piringan. Tandan yang
diukur beratnya berusia 5-6 bulan. Kemudian tandan buah ditimbang untuk
mengetahui bobotnya.
Umur tanaman memiliki peranan yang sangat penting terhadap produksi
TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun
memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman kelapa sawit
pada umur 7-11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS
yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi
sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang
tinggi pula (Prihutami, 2011).
2.
Bobot Brondolan
Brondolan yang telah dipipil saat menghitung fruit set ditimbang untuk
mengetahui bobot brondolannya. Brondolan yang ditimbang adalah brondolan
yang terbentuk dengan sempurna.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Perhitungan Fruit set
Fruit set adalah perbandingan atau rasio buah yang jadi terhadap
keseluruhan buah pada tandan termasuk buah yang partenokarpi. Fruit set yang
baik pada tanaman kelapa sawit adalah 75% (Susanto et al., 2007).
Buah kelapa sawit yang terbentuk dari bunga yang diserbuki ditandai
dengan buah yang berkembang sempurna. Fruit set dihitung dengan metode direct
counting pada setiap tandan buah yang sudah siap panen dengan cara mencacah
dan memipi tandan buah kelapa sawit yang siap panen. Tandan buah yang akan
dihitung fruit set-nya sebanyak 24 tandan.
Universitas Sumatera Utara
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berat Tandan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah serangga yang diaplikasikan
mempengaruhi berat tandan. Perlakuan J0 (0 ekor) adalah terendah dibandingkan
dari perlakuan lainnya J1 (100 ekor), J2 (200 ekor) dan J3 (300 ekor). Nilai rataan
tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan J2 yaitu dengan jumlah SPKS (200 ekor).
Tabel 1. Nilai rata-rata berat tandan (kg) dengan Perlakuan 0, 100, 200, dan 300
SPKS
Perlakuan
J0
J1
J2
J3
Total
I
4.230
8.648
11.980
8.350
33.208
II
2.010
9.825
6.020
10.700
28.555
ULANGAN
III
IV
5.160
4.980
4.435
5.175
13.650
7.850
5.385
4.885
28.630
22.890
V
3.315
8.240
7.888
5.174
24.617
VI
9.410
6.925
11.760
11.760
39.866
Rataan
4.851
7.208
9.858
7.709
Keterangan : J0 (0 ekor); J1 (100 ekor); J2 (200 ekor); J3 (300 ekor).
Widiastuti dan Endah (2008) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah
polen atau serangga yang diaplikasikan dalam proses penyerbukan cenderung
meningkatkan produksi pembentukan buah. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan, dimana berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah
serangga yang efektif dalam menyerbuk adalah 200 ekor dengan nilai berat tandan
sebesar 9.858 kg.
Dalam perkebunan kelapa sawit, ada istilah buah landak. Ini ditujukan
untuk buah yang memang memiliki bentuk seperti landak. Tandan berbentuk
pipih memanjang dengan duri spiklet yang terlihat menonjol dan buah (brondolan)
yang dihasilkan tandan ini biasanya lebih sedikit. Buah seperti ini dapat terbentuk
karena berbagai alasan dan salah satu dintaranya adalah diakibatkan keberadaan
Universitas Sumatera Utara
24
SPKS. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang
menyatakan
bahwa
buah
landak
menjadi
suatu
permasalahan
karena
mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit. Berbagai macam faktor
penyebab
terjadinya
ketidakseimbangan
buah
hara,
landak
kondisi
antara
tanah
lain
dan
sifat
iklim,
genetik,
serta
pengaruh
keberadaan
E. kamerunicus.
Buah landak dapat dibedakan dengan buah normal dengan secara visual.
Secara visual kriteria buah landak ditunjukkan dengan spiklet dan duri yang lebih
panjang selain itu nilai fruit set nya juga rendah, ini dapat diketahui dengan
banyaknya terdapat buah partenokarpi (tidak terserbuki). Hal ini sesuai dengan
Prasetyo et al. (2012) yang mengatakan bahwa buah landak mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan buah normal kelapa sawit khususnya ukuran
spiklet dan duri buah landak yang lebih pajang dibandingkan dengan buah normal.
Buah landak mempunyai nilai fruitset yang sangat rendah kurang dari 2%. Faktor
utamanya adalah penyerbukan bunga yang tidak berjalan dengan normal.
Berat Brondolan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sejumlah serangga
memberikan pengaruh terhadap berat brondolan. Perlakuan J0 (kontrol)
merupakan perlakuan dengan berat brondolan terendah, hal ini disebabkan banyak
diperoleh brondolan yang tidak mengalami penyerbukan (partenokarpi).
Perlakuan J2 (200 ekor) merupakan perlakuan yang sangat efektif dalam
mempengaruhi berat brondolan. Pada
perlakuan ini diperoleh rataan berat
brondolan sebesar 7.146 kg (sudah termasuk buah jadi dan tidak jadi).
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2. Nilai rata-rata berat brondolan (kg) dengan perlakuan 0, 100, 200 dan
300 SPKS
Perlakuan
J0
J1
J2
J3
Total
I
3.045
6.594
8.956
6.380
24.975
II
1.626
6.926
4.375
8.080
21.007
ULANGAN
III
IV
3.870
1.163
2.936
3.378
9.872
5.570
3.810
3.415
20.488
13.526
V
2.065
5.925
5.102
3.229
16.321
VI
7.206
5.521
9.000
9.065
30.792
Rataan
2.818
5.213
7.146
5.663
20.841
Keterangan : J0 (0 ekor); J1 (100 ekor); J2 (200 ekor); J3 (300 ekor).
Tabel 2 menunjukkan rataan tertinggi seiring dengan berat tandan, yaitu
berat brondolan tertinggi pada perlakuan 200 ekor (7.146 kg) dengan perlakuan
jumlah serangga sebanyak 200 ekor, dan rataan terendah dengan perlakuan
kontrol yaitu tanpa menggunakan serangga penyerbuk yaitu seberat 2.818 kg.
Berat brondolan yang dihitung adalah berat dari brondolan yang jadi dari
hasil penyerbukan (memiliki kernel) dan berat buah yang tidak jadi
(partenokarpi). Brondolan yang berkembang karena adanya peyerbukan memiliki
ukuran brondolan yang lebih besar dibanding buah partenokarpi. Berat brondolan
yang berkembang juga lebih berat dibandingkan dengan berat brondolan yang
partenokarpi. Hal ini sesuai dengan Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan
bahwa buah yang dicirikan dengan adanya inti buah (kernel) yang merupakan
hasil akhir dari perkawinan polen yang dibawa oleh SPKS dan bunga betina,
sedangkan buah partenokarpi tidak memiliki kernel. Buah yang jadi umumnya
akan berkembang dan memiliki daging buah yang mengandung minyak. Buah
partenokarpi cenderung tidak berkembang dan sangat sedikit mengandung
minyak, walaupun terkadang dijumpai buah partenokarpi dengan daging yang
tebal tetapi tidak memiliki kernel.
Universitas Sumatera Utara
26
Penyerbukan tidaklah selalu sempurna berlangsung 100%. Ada beberapa
bagian bunga betina yang tidak dapat terserbuki sehingga menghasilkan buah
partenokarpi. Buah partenokarpi adalah buah yang terbentuk tanpa adanya
pertemuan serbuk sari dengan kepala putik. Buah partenokarpi ditandai dengan
tidak ditemukannya kernel (inti) walaupun brondolan berukuran besar. Hal ini
sesuai dengan literatur Apriniarti (2011) yang menyatakan bahwa pada tandan
bunga kelapa sawit, tidak seluruh bunga mampu diserbuki. Buah yang terbentuk
tanpa proses penyerbukan dan fertilisasi disebut partenokarpi ini biasanya tanpa
biji dan kurang menguntungkan bagi program pembentukan biji atau benih. Buah
partenokarpi berukuran lebih kecil dari buah normal, berwarna putih atau kuning
pucat, dan tidak memiliki biji
Dalam penentuan buah berhasil (development) dan tidak berhasil tersebuki
(partenokarpi) dapat diperkirakan dari tampak fisual saja seperti warna buah dan
ukuran brondolan. Hal ini sesuai dengan penelitian Apriniarti (2011) yang
menyatakan bahwa penentuan tipe brondolan buah hasil penyerbukan dan buah
tanpa penyerbukan didasarkan pada perbedaan, seperti warna, ukuran, dan ada
tidaknya biji pada buah. Buah kelapa sawit hasil penyerbukan umumnya memiliki
ukuran lebih besar, warna buah kuning kemerahan hingga keunguan, dan
memiliki biji. Buah tanpa penyerbukan mempunyai ukuran lebih kecil, warna
putih atau kuning pucat, dan buah tidak mengandung biji.
Nilai Fruit set
Buah kelapa sawit yang terbentuk dari bunga yang diserbuki ditandai
dengan buah yang berkembang (development), dan sebaliknya yang terbentuk dari
bunga yang tidak diserbuki dinamakan partenokarpi. Fruit set yang dihitung dari
Universitas Sumatera Utara
27
total keseluran jumlah buah yang berkembang dan partenokarpi pada 4 perlakuan
(24 tandan) menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Perlakuan J0 diperoleh fruit
set sebanyak 143.68%, perlakuan J1 diperoleh fruit set sebanyak 341.39%,
perlakuan J2 diperoleh fruit set sebanyak 314.33 %, dan perlakuan J3 diperoleh
fruit set sebanyak 245.81%.
Tabel 3. Jumlah fruit set (%) dengan perlakuan 0, 100, 200, dan 300 SPKS
Perlakuan
J0
J1
J2
J3
Total
I
16.93
75.07
67.06
80.84
239.90
II
4.99
88.66
47.63
72.46
213.74
ULANGAN
III
IV
12.09
12.87
54.58
17.91
92.51
21.24
23.04
20.61
182.22
72.63
V
34.45
28.20
13.78
76.43
VI
96.80
70.72
57.69
35.08
260.29
Rataan
23.95
56.90
52.39
40.97
174.20
Keterangan : J0 (0 ekor); J1 (100 ekor); J2 (200 ekor); J3 (300 ekor).
Hasil penelitian menunjukkan rataan tertinggi berada pada perlakuan
J1 (56.90 %) yaitu dengan pemberian 100 ekor serangga dan terendah dengan
perlakuan Kontrol yaitu tanpa menggunakan serangga (23.95). Disimpulkan
bahwa pemberian serangga penyerbuk E. kamerunicus dengan jumlah 100 telah
efektif dalam menyerbuk bunga bentina kelapa sawit. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan pendapat Kahono et al., (2012) yang mengatakan bahwa
jumlah serangga penyerbuk sangat berpengaruh terhadap fruit set. Semakin
banyak jumlah penyerbuk dalam suatu kebun, maka semakin besar persentase
fruit set yang dihasilkan begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan oleh berbagai
faktor antara lain ukuran tandan yang berbeda dan jumlah spikelet yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah SPKS yang
diinokulasi tidak berpengaruh terhadap nilai fruit set. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh perbedaan waktu dalam inokulasi SPKS. Prasetyo dan Agus (2012)
menyatakan bahwa kegiatan penyerbukan yang baik dilakukan pada pagi hingga
Universitas Sumatera Utara
28
siang hari (07.00-13.00) khususnya pada cuaca yang terang. Hal ini karena proses
penyerbukan bunga tergantung pada suhu dan cahaya. Apabila kegiatan
penyerbukan dilakukan pada waktu siang sampe sore hari, maka nilai fruit set
kelapa sawit yang terbentuk kurang dari 60%.
Dalam meningkatkan nilai fruit set kita harus memahami apa faktor
pembentuk fruit set itu sendiri. Penyerbukan bunga betina merupakan salah satu
usaha yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan nilai fruit set. Kegiatan
penyerbukan buatan (assited pollinated) merupakan langkah yang dapat
meningkatkan nilai fruit set hingga 70%, selain itu ada dikenal dengan teknik
hatch & carry. Dalam penelitian ini menggunakan teknik hatch & carry dan
memperoleh hasil lebih kecil dibandingkan dengan teknik penyerbukan sendiri.
Hal ini sesuai dengan penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan
bahwa kegiatan penyerbukan buatan (assisted pollination) merupakan langkah
paling efektif meningkatkan fruit set hingga 70%, namun biaya aplikasinya cukup
mahal. Solusi peningkatan fruit set walaupun lebih rendah dari kegiatan assited
pollination adalah teknik hatch & carry. Meskipun lebih rendah peningkatan fruit
set -nya, teknik hatch & carry membutuhkan biaya yang relatif murah sehingga
pendapatan kebun dari tandan buah segar lebih besar.
Hasil penelitian menunjukkan nilai fruit set terendah ada pada perlakuan
J0 (kontrol) sebanyak 23.95%, dari sini dapat kita ketahui bahwa SPKS sangat
berperan penting terhadap peningkatan produksi kelapa sawit. Hal ini sesuai
dengan penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan bahwa produksi
kelapa sawit ditentukan antara lain oleh sukses tidaknya penyerbukan.
Penyerbukan bunga sering disebut dengan istilah polinasi yaitu proses
Universitas Sumatera Utara
29
pemindahan polen dari bunga jantan ke bunga betina. Diketahui bahwa kelapa
sawit adalah tanaman monoceus, dimana memiliki bunga jantan dan bunga betina
pada pohon yang sama tetapi tidak matang pada waktu yang bersamaan. Oleh
karena itu dibutuhkan SPKS untuk membawa polen yang berasal dari bunga
jantan pohon lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 100 ekor SPKS
merupakan perlakuan yang paling efektif dalam mempengaruhi nilai fruit set.
Seperti diketahui bahwa 100 ekor bukanlah perlakuan tertinggi tetapi
menghasilkan nilai rataan fruitset yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lain, dengan kata lain bahwa jumlah populasi serangga yang banyak
tidaklah sebagai jaminan bahwa fruit set akan tinggi. Hal ini didukung oleh
penelitian Purba et al. (2010) yang menyatakan bahwa tingginya populasi
kumbang pada suatu lokasi tidaklah serta-merta menghasilkan fruit set yang
tinggi. Ada 3 komponen polinasi yang penting, dan rasio ketiganya sangat
menentukan besaran fruit set TBS, yakni populasi kumbang penyerbuk, jumlah
bunga masa jantan yang anthesis dan bunga betina yang reseptif.
Universitas Sumatera Utara
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Inokulasi 200 ekor E. kamerunicus merupakan perlakuan yang paling
efektif terhadap berat tandan dan berat brondolan.
2. Inokulasi 100 ekor E. kamerunicus merupakan perlakuan yang efektif
terhadap fruit set.
3. Penyerbukan tidak selalu berhasil 100%, sehingga diperoleh dua jenis
brondolan yaitu partenokarpi (tidak memiliki kernel) dan brondolan yang
terserbuki sempurna (memiliki kernel).
4. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan fruit set ialah waktu inokulasi
serangga dan waktu bunga reseptif.
5. Serangga E. kamerunicus memiliki musuh alami seperti semut yang sangat
banyak dijumpai pada tanaman kelapa sawit itu sendiri.
Saran
Sebaiknya ukuran bunga betina yang diamati berukuran sama besar dan
memiliki usia yang tidak berbeda sewaktu reseptif dan umur SPKS yang akan
diinokulasikan memiliki umur yang sama.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan percobaan Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar (400 m dpl) mulai bulan
Agustus 2016 sampai 24 Januari 2017.
Bahan dan Alat
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
serangga
Elaeidobius kamerunicus, bunga kelapa sawit betina yang reseptif, polen yang
diambil dari bunga jantan anthesis 100 %, Agrivex serta bahan lainnya.
Alat yang digunakan penelitian ini adalah pisau, kamera, timbangan, alat
tulis, tali plastik serta alat yang diperlukan lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
Non-Faktorial
Perlakuan
: Jumlah E. Kamerunicus dengan perbandingan jantan dengan
betina yaitu 1:1
Jumlah Ulangan (r)
J0
: 0
ekor
J1
: 100 ekor
J2
: 200 ekor
J3
: 300 ekor
:
(t-1)(r-1) > 15
(4-1)(r-1) > 15
(3)(r-1) > 15
Universitas Sumatera Utara
19
3r-3 > 15
3r > 18
r >6
Jadi ulangan yang digunakan
:6
Jumlah kombinasi
: 24 pohon
Luas lahan yang digunakan
: 10,8 ha
Model linear yang digunakan adalah :
Yik = μ +αβi + εik
Keterangan :
Yik
= Hasil pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- k
μ
= Efek dari nilai tengah
αi
=Efek perlakuan pada taraf ke- i
Εik
= Galat percobaan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke- k
Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata
maka perlu dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan masingmasing perlakukan.
Pelaksanan Penelitian
Penentuan Lahan
Disiapkan lahan perkebunan dengan blok yang sesuai untuk dilakukannya
pelepasan E. kamerunicus dalam menyerbuk tandan. Pada blok ini juga dilakukan
pengamatan bunga kelapa sawit yang sesuai dengan kriteria 5-9 hari sebelum
masa reseptif untuk per hektarnya. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling.
Universitas Sumatera Utara
20
Bunga betina tersebut diamati tiap hari agar diketahui kapan akan
diberikan ataupun diinokulasikan serangga penyerbuk.
Perbanyakan E. kamerunicus
Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Marihat dengan tujuan untuk memperoleh imago E. Kamerunicus yang
steril atau belum membawa polen.
Kegiatan perbanyakan dimulai dengan menggunakan fase larva. Larva
diperoleh dari bunga jantan yang telah melewati fase kelewat matang yang
diambil dari areal perkebunan Pusat Peneitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat.
Larva diletakkan pada hatch and carry mobile dan dipelihara hingga muncul
imago yang steril dari polen.
Persiapan Polen
Persiapan polen dilakukan dengan mengambil polen langsung dari bunga
jantan yang diambil dari satu pohon dengan tujuan agar memiliki daya kecambah
yang seragam.
Polen yang telah disiapkan ini akan diaplikasikan pada serangga saat akan
diinokulasikan pada bunga betina yang siap diserbuki yaitu dengan ciri bunga
telah mekar secara keseluruhan.
Inokulasi E. kamerunicus
Serangga steril hasil perbanyakan tadi diinokulasikan pada bunga yang
mekar dengan sempurna. Serangga yang diinokulasi berjumlah 0, 100, 200, dan
300 ekor sesuai dengan perlakuan.
Setelah diinokulasikan bunga dibungkus dengan menggunakan kertas
Agrivex dan diikat dengan tali plastik. Pembungkusan ini dilakukan selama
Universitas Sumatera Utara
21
10-12 hari setelah inokulasi. Pada tandan diberikan label dan dicantumkan juga
tanggal polinasi dilakukan.
Pemanenan
Setelah diinokulasi dan disungkup selama 10-12 hari, sungkup dibuka,
diamati dan ditunggu hingga bunga menjadi buah. Setelah usia 5-6 bulan, ketika
bunga telah berubah menjadi buah dilakukan pemanenan dengan kriteria
kematangan fraksi 0, yaitu tanpa adanya brondolan yang jatuh pada piringan.
Peubah Amatan
1. Berat Tandan Kelapa Sawit
Berat tandan yang diamati adalah tandan buah dengan kriteria kematangan
fraksi 0, yaitu tanpa adanya brondolan yang jatuh pada piringan. Tandan yang
diukur beratnya berusia 5-6 bulan. Kemudian tandan buah ditimbang untuk
mengetahui bobotnya.
Umur tanaman memiliki peranan yang sangat penting terhadap produksi
TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun
memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman kelapa sawit
pada umur 7-11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS
yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi
sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang
tinggi pula (Prihutami, 2011).
2.
Bobot Brondolan
Brondolan yang telah dipipil saat menghitung fruit set ditimbang untuk
mengetahui bobot brondolannya. Brondolan yang ditimbang adalah brondolan
yang terbentuk dengan sempurna.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Perhitungan Fruit set
Fruit set adalah perbandingan atau rasio buah yang jadi terhadap
keseluruhan buah pada tandan termasuk buah yang partenokarpi. Fruit set yang
baik pada tanaman kelapa sawit adalah 75% (Susanto et al., 2007).
Buah kelapa sawit yang terbentuk dari bunga yang diserbuki ditandai
dengan buah yang berkembang sempurna. Fruit set dihitung dengan metode direct
counting pada setiap tandan buah yang sudah siap panen dengan cara mencacah
dan memipi tandan buah kelapa sawit yang siap panen. Tandan buah yang akan
dihitung fruit set-nya sebanyak 24 tandan.
Universitas Sumatera Utara
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berat Tandan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah serangga yang diaplikasikan
mempengaruhi berat tandan. Perlakuan J0 (0 ekor) adalah terendah dibandingkan
dari perlakuan lainnya J1 (100 ekor), J2 (200 ekor) dan J3 (300 ekor). Nilai rataan
tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan J2 yaitu dengan jumlah SPKS (200 ekor).
Tabel 1. Nilai rata-rata berat tandan (kg) dengan Perlakuan 0, 100, 200, dan 300
SPKS
Perlakuan
J0
J1
J2
J3
Total
I
4.230
8.648
11.980
8.350
33.208
II
2.010
9.825
6.020
10.700
28.555
ULANGAN
III
IV
5.160
4.980
4.435
5.175
13.650
7.850
5.385
4.885
28.630
22.890
V
3.315
8.240
7.888
5.174
24.617
VI
9.410
6.925
11.760
11.760
39.866
Rataan
4.851
7.208
9.858
7.709
Keterangan : J0 (0 ekor); J1 (100 ekor); J2 (200 ekor); J3 (300 ekor).
Widiastuti dan Endah (2008) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah
polen atau serangga yang diaplikasikan dalam proses penyerbukan cenderung
meningkatkan produksi pembentukan buah. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan, dimana berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah
serangga yang efektif dalam menyerbuk adalah 200 ekor dengan nilai berat tandan
sebesar 9.858 kg.
Dalam perkebunan kelapa sawit, ada istilah buah landak. Ini ditujukan
untuk buah yang memang memiliki bentuk seperti landak. Tandan berbentuk
pipih memanjang dengan duri spiklet yang terlihat menonjol dan buah (brondolan)
yang dihasilkan tandan ini biasanya lebih sedikit. Buah seperti ini dapat terbentuk
karena berbagai alasan dan salah satu dintaranya adalah diakibatkan keberadaan
Universitas Sumatera Utara
24
SPKS. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang
menyatakan
bahwa
buah
landak
menjadi
suatu
permasalahan
karena
mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit. Berbagai macam faktor
penyebab
terjadinya
ketidakseimbangan
buah
hara,
landak
kondisi
antara
tanah
lain
dan
sifat
iklim,
genetik,
serta
pengaruh
keberadaan
E. kamerunicus.
Buah landak dapat dibedakan dengan buah normal dengan secara visual.
Secara visual kriteria buah landak ditunjukkan dengan spiklet dan duri yang lebih
panjang selain itu nilai fruit set nya juga rendah, ini dapat diketahui dengan
banyaknya terdapat buah partenokarpi (tidak terserbuki). Hal ini sesuai dengan
Prasetyo et al. (2012) yang mengatakan bahwa buah landak mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan buah normal kelapa sawit khususnya ukuran
spiklet dan duri buah landak yang lebih pajang dibandingkan dengan buah normal.
Buah landak mempunyai nilai fruitset yang sangat rendah kurang dari 2%. Faktor
utamanya adalah penyerbukan bunga yang tidak berjalan dengan normal.
Berat Brondolan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sejumlah serangga
memberikan pengaruh terhadap berat brondolan. Perlakuan J0 (kontrol)
merupakan perlakuan dengan berat brondolan terendah, hal ini disebabkan banyak
diperoleh brondolan yang tidak mengalami penyerbukan (partenokarpi).
Perlakuan J2 (200 ekor) merupakan perlakuan yang sangat efektif dalam
mempengaruhi berat brondolan. Pada
perlakuan ini diperoleh rataan berat
brondolan sebesar 7.146 kg (sudah termasuk buah jadi dan tidak jadi).
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2. Nilai rata-rata berat brondolan (kg) dengan perlakuan 0, 100, 200 dan
300 SPKS
Perlakuan
J0
J1
J2
J3
Total
I
3.045
6.594
8.956
6.380
24.975
II
1.626
6.926
4.375
8.080
21.007
ULANGAN
III
IV
3.870
1.163
2.936
3.378
9.872
5.570
3.810
3.415
20.488
13.526
V
2.065
5.925
5.102
3.229
16.321
VI
7.206
5.521
9.000
9.065
30.792
Rataan
2.818
5.213
7.146
5.663
20.841
Keterangan : J0 (0 ekor); J1 (100 ekor); J2 (200 ekor); J3 (300 ekor).
Tabel 2 menunjukkan rataan tertinggi seiring dengan berat tandan, yaitu
berat brondolan tertinggi pada perlakuan 200 ekor (7.146 kg) dengan perlakuan
jumlah serangga sebanyak 200 ekor, dan rataan terendah dengan perlakuan
kontrol yaitu tanpa menggunakan serangga penyerbuk yaitu seberat 2.818 kg.
Berat brondolan yang dihitung adalah berat dari brondolan yang jadi dari
hasil penyerbukan (memiliki kernel) dan berat buah yang tidak jadi
(partenokarpi). Brondolan yang berkembang karena adanya peyerbukan memiliki
ukuran brondolan yang lebih besar dibanding buah partenokarpi. Berat brondolan
yang berkembang juga lebih berat dibandingkan dengan berat brondolan yang
partenokarpi. Hal ini sesuai dengan Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan
bahwa buah yang dicirikan dengan adanya inti buah (kernel) yang merupakan
hasil akhir dari perkawinan polen yang dibawa oleh SPKS dan bunga betina,
sedangkan buah partenokarpi tidak memiliki kernel. Buah yang jadi umumnya
akan berkembang dan memiliki daging buah yang mengandung minyak. Buah
partenokarpi cenderung tidak berkembang dan sangat sedikit mengandung
minyak, walaupun terkadang dijumpai buah partenokarpi dengan daging yang
tebal tetapi tidak memiliki kernel.
Universitas Sumatera Utara
26
Penyerbukan tidaklah selalu sempurna berlangsung 100%. Ada beberapa
bagian bunga betina yang tidak dapat terserbuki sehingga menghasilkan buah
partenokarpi. Buah partenokarpi adalah buah yang terbentuk tanpa adanya
pertemuan serbuk sari dengan kepala putik. Buah partenokarpi ditandai dengan
tidak ditemukannya kernel (inti) walaupun brondolan berukuran besar. Hal ini
sesuai dengan literatur Apriniarti (2011) yang menyatakan bahwa pada tandan
bunga kelapa sawit, tidak seluruh bunga mampu diserbuki. Buah yang terbentuk
tanpa proses penyerbukan dan fertilisasi disebut partenokarpi ini biasanya tanpa
biji dan kurang menguntungkan bagi program pembentukan biji atau benih. Buah
partenokarpi berukuran lebih kecil dari buah normal, berwarna putih atau kuning
pucat, dan tidak memiliki biji
Dalam penentuan buah berhasil (development) dan tidak berhasil tersebuki
(partenokarpi) dapat diperkirakan dari tampak fisual saja seperti warna buah dan
ukuran brondolan. Hal ini sesuai dengan penelitian Apriniarti (2011) yang
menyatakan bahwa penentuan tipe brondolan buah hasil penyerbukan dan buah
tanpa penyerbukan didasarkan pada perbedaan, seperti warna, ukuran, dan ada
tidaknya biji pada buah. Buah kelapa sawit hasil penyerbukan umumnya memiliki
ukuran lebih besar, warna buah kuning kemerahan hingga keunguan, dan
memiliki biji. Buah tanpa penyerbukan mempunyai ukuran lebih kecil, warna
putih atau kuning pucat, dan buah tidak mengandung biji.
Nilai Fruit set
Buah kelapa sawit yang terbentuk dari bunga yang diserbuki ditandai
dengan buah yang berkembang (development), dan sebaliknya yang terbentuk dari
bunga yang tidak diserbuki dinamakan partenokarpi. Fruit set yang dihitung dari
Universitas Sumatera Utara
27
total keseluran jumlah buah yang berkembang dan partenokarpi pada 4 perlakuan
(24 tandan) menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Perlakuan J0 diperoleh fruit
set sebanyak 143.68%, perlakuan J1 diperoleh fruit set sebanyak 341.39%,
perlakuan J2 diperoleh fruit set sebanyak 314.33 %, dan perlakuan J3 diperoleh
fruit set sebanyak 245.81%.
Tabel 3. Jumlah fruit set (%) dengan perlakuan 0, 100, 200, dan 300 SPKS
Perlakuan
J0
J1
J2
J3
Total
I
16.93
75.07
67.06
80.84
239.90
II
4.99
88.66
47.63
72.46
213.74
ULANGAN
III
IV
12.09
12.87
54.58
17.91
92.51
21.24
23.04
20.61
182.22
72.63
V
34.45
28.20
13.78
76.43
VI
96.80
70.72
57.69
35.08
260.29
Rataan
23.95
56.90
52.39
40.97
174.20
Keterangan : J0 (0 ekor); J1 (100 ekor); J2 (200 ekor); J3 (300 ekor).
Hasil penelitian menunjukkan rataan tertinggi berada pada perlakuan
J1 (56.90 %) yaitu dengan pemberian 100 ekor serangga dan terendah dengan
perlakuan Kontrol yaitu tanpa menggunakan serangga (23.95). Disimpulkan
bahwa pemberian serangga penyerbuk E. kamerunicus dengan jumlah 100 telah
efektif dalam menyerbuk bunga bentina kelapa sawit. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan pendapat Kahono et al., (2012) yang mengatakan bahwa
jumlah serangga penyerbuk sangat berpengaruh terhadap fruit set. Semakin
banyak jumlah penyerbuk dalam suatu kebun, maka semakin besar persentase
fruit set yang dihasilkan begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan oleh berbagai
faktor antara lain ukuran tandan yang berbeda dan jumlah spikelet yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah SPKS yang
diinokulasi tidak berpengaruh terhadap nilai fruit set. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh perbedaan waktu dalam inokulasi SPKS. Prasetyo dan Agus (2012)
menyatakan bahwa kegiatan penyerbukan yang baik dilakukan pada pagi hingga
Universitas Sumatera Utara
28
siang hari (07.00-13.00) khususnya pada cuaca yang terang. Hal ini karena proses
penyerbukan bunga tergantung pada suhu dan cahaya. Apabila kegiatan
penyerbukan dilakukan pada waktu siang sampe sore hari, maka nilai fruit set
kelapa sawit yang terbentuk kurang dari 60%.
Dalam meningkatkan nilai fruit set kita harus memahami apa faktor
pembentuk fruit set itu sendiri. Penyerbukan bunga betina merupakan salah satu
usaha yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan nilai fruit set. Kegiatan
penyerbukan buatan (assited pollinated) merupakan langkah yang dapat
meningkatkan nilai fruit set hingga 70%, selain itu ada dikenal dengan teknik
hatch & carry. Dalam penelitian ini menggunakan teknik hatch & carry dan
memperoleh hasil lebih kecil dibandingkan dengan teknik penyerbukan sendiri.
Hal ini sesuai dengan penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan
bahwa kegiatan penyerbukan buatan (assisted pollination) merupakan langkah
paling efektif meningkatkan fruit set hingga 70%, namun biaya aplikasinya cukup
mahal. Solusi peningkatan fruit set walaupun lebih rendah dari kegiatan assited
pollination adalah teknik hatch & carry. Meskipun lebih rendah peningkatan fruit
set -nya, teknik hatch & carry membutuhkan biaya yang relatif murah sehingga
pendapatan kebun dari tandan buah segar lebih besar.
Hasil penelitian menunjukkan nilai fruit set terendah ada pada perlakuan
J0 (kontrol) sebanyak 23.95%, dari sini dapat kita ketahui bahwa SPKS sangat
berperan penting terhadap peningkatan produksi kelapa sawit. Hal ini sesuai
dengan penelitian Prasetyo dan Agus (2012) yang menyatakan bahwa produksi
kelapa sawit ditentukan antara lain oleh sukses tidaknya penyerbukan.
Penyerbukan bunga sering disebut dengan istilah polinasi yaitu proses
Universitas Sumatera Utara
29
pemindahan polen dari bunga jantan ke bunga betina. Diketahui bahwa kelapa
sawit adalah tanaman monoceus, dimana memiliki bunga jantan dan bunga betina
pada pohon yang sama tetapi tidak matang pada waktu yang bersamaan. Oleh
karena itu dibutuhkan SPKS untuk membawa polen yang berasal dari bunga
jantan pohon lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 100 ekor SPKS
merupakan perlakuan yang paling efektif dalam mempengaruhi nilai fruit set.
Seperti diketahui bahwa 100 ekor bukanlah perlakuan tertinggi tetapi
menghasilkan nilai rataan fruitset yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lain, dengan kata lain bahwa jumlah populasi serangga yang banyak
tidaklah sebagai jaminan bahwa fruit set akan tinggi. Hal ini didukung oleh
penelitian Purba et al. (2010) yang menyatakan bahwa tingginya populasi
kumbang pada suatu lokasi tidaklah serta-merta menghasilkan fruit set yang
tinggi. Ada 3 komponen polinasi yang penting, dan rasio ketiganya sangat
menentukan besaran fruit set TBS, yakni populasi kumbang penyerbuk, jumlah
bunga masa jantan yang anthesis dan bunga betina yang reseptif.
Universitas Sumatera Utara
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Inokulasi 200 ekor E. kamerunicus merupakan perlakuan yang paling
efektif terhadap berat tandan dan berat brondolan.
2. Inokulasi 100 ekor E. kamerunicus merupakan perlakuan yang efektif
terhadap fruit set.
3. Penyerbukan tidak selalu berhasil 100%, sehingga diperoleh dua jenis
brondolan yaitu partenokarpi (tidak memiliki kernel) dan brondolan yang
terserbuki sempurna (memiliki kernel).
4. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan fruit set ialah waktu inokulasi
serangga dan waktu bunga reseptif.
5. Serangga E. kamerunicus memiliki musuh alami seperti semut yang sangat
banyak dijumpai pada tanaman kelapa sawit itu sendiri.
Saran
Sebaiknya ukuran bunga betina yang diamati berukuran sama besar dan
memiliki usia yang tidak berbeda sewaktu reseptif dan umur SPKS yang akan
diinokulasikan memiliki umur yang sama.
Universitas Sumatera Utara