Hubungan Rinitis Alergi dengan Kejadian Asma Bronkial Pada Siswall SMPN I Medan

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
Hidung dan rongga hidung memiliki sejumlah fungsi penting. Aliran udara

ke dalam saluran hidung diperlukan untuk kedua indra penciuman dan rasa.
Saluran hidung juga bertindak sebagai filter melindungi paru-paru dari partikelpartikel udara kotor yang terhirup. Selain itu, luas permukaan mukosa hidung
yang relatif besar bertindak untuk menghangatkan dan melembabkan udara
sebelum masuk ke paru-paru. Ketika aliran udara secara signifikan terhambat,
semua fungsi ini dapat terpengaruh. Dalam rinitis, kombinasi peradangan mukosa
hidung dan peningkatan produksi lendir dapat menyebabkan obstruksi aliran
udara tersebut (WAO, 2005).
Rinitis alergi merupakan penyakit kronis pada hidung serta mukosa hidung
yang paling sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Rinitis alergi adalah
kelainan yang terjadi pada saluran nafas atas dengan gejala seperti rhinorrhea ,
bersin-bersin, gatal-gatal pada hidung serta hidung tersumbat. Pola kedua

penyakit ini hampir sama, sebuah proses inflamasi dimana ketika stabil atau
ketika dalam respon terhadap pemaparan eksperimental alergen (Jeffery, 2006).
Rinitis alergi terjadi karena sistem kekebalan tubuh kita bereaksi
berlebihan terhadap partikel-partikel yang ada di udara yang kita hirup. Sistem
kekebalan tubuh kita menyerang partikel-partikel itu, menyebabkan gejala-gejala
seperti bersin-bersin dan hidung meler. Partikel-partikel itu disebut alergen yang
artinya partikel-partikel itu dapat menyebabkan suatu reaksi alergi (PERSI, 2007).
Asma sendiri merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran nafas
bawah yang menyebabkan obstruksi reversible saluran nafas dikarenakan
hiperaktifitas bronkus terhadap suatu paparan atau kondisi pencetus. Gejala klinis
dari asma adalah adanya suara wheezing/mengi, periode ekspirasi yang
memanjang, batuk produktif dan adanya chest tightness (WAO, 2012).
Rinitis alergi dan asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran nafas.
Adanya kesamaan kedua pola penyakit ini terbukti dari studi-studi epidemiologis

Universitas Sumatera Utara

2

dan klinis. Sebuah laporan dari American Academy of Allergy Asthma and

Immunology (2001) menunjukan bahwa sebanyak 78% pasien asma memiliki
gejala hidung dan sebanyak 38% pasien rinitis alergi mengalami asma bronkial.
Dikutip dari Evans, penelitian dilakukan dari tahun 1965 sampai tahun
1984 di AS, didapatkan hasil yang hampir sama yaitu 38% pasien rinitis alergi
juga memiliki gejala asma bronkial, atau sekitar 3-5% dari total populasi. Menurut
International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC, 2006),

Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan Yunani
memiliki prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari 5%. Begitu juga
dengan prevalensi asma bronkial juga kurang dari 5%. Prevalensi rinitis tertinggi
di Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay (30-35%) dan Hongkong (25-30%).
Prevalensi terjadinya asma meningkat pada pasien yang menderita rinitis
alergi. Pasien rinitis alergi memiliki faktor risiko 3 kali lebih besar untuk
berkembang menjadi asma dibandingkan dengan orang yang sehat. Di Indonesia,
dikutip dari Sundaru, menyatakan bahwa rinitis alergi yang menyertai asma atopi
pada 55% kasus dan menyertai asma atopi dan non atopi pada 30,3% kasus.
Mekanisme yang pasti untuk menghubungan antara kedua penyakit
saluran nafas ini masih terus dicari oleh peneliti. Sebuah konsep untuk
menghubungan antara penyakit saluran nafas atas dan bawah ini adalah prinsip
“One airway One Disease”. Adanya hubungan anatomis , korelasi neural antara

hidung dan saluran nafas bawah serta mediator-mediator inflammasi yang
memiliki kesamaan dan mepunyai kemungkinan beredar melalui peredaran darah
telah dipercaya menjadi faktor-faktor penghubung antara kedua penyakit ini
(Mehta, 2014).
Penelitian terbaru pada manusia menunjukkan bahwa alergen yang
ditemukan pada hidung pasien rinitis alergi dapat dengan cepat menimbulkan
inflamasi yang berarti di paru-paru. Hal ini bisa terjadi meski tidak ada riwayat
sakit asma atau hiperaktifitas saluran nafas bronkial. Kaitan ini amat penting
diketahui oleh para klinisi sehingga semua pasien dengan rinitis diberikan
pengujian penyakit saluran nafas bawah dan untuk semua pasien dengan asma
diberikan pengujian penyakit saluran nafas atas (Casale, 2001).

Universitas Sumatera Utara

3

Dari latar belakang ini, saya belum pernah baca penelitian tersebut yang
dilakukan di lingkungan sekolah khususnya Sekolah Menengah Pertama Negeri 1,
Medan. Oleh itu peneliti berminat untuk membuat penelitian ini untuk melihat
apakah ada hubungan antara rinitis alergi dan asma bronkial di SMPN 1, Medan.


1.2.Rumusan Masalah
Apakah rinitis alergi mempunyai hubungan dengan terjadinya asma bronkial.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara rinitis alergi dengan terjadinya asma bronkial.

1.3.2. Tujuan khusus,
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jumlah penderita rinitis alergi yang juga
menderita asma bronkial pada siswa/i SMPN 1 Medan.
2. Untuk mengetahui jumlah penderita rinitis alergi tanpa menderita
asma bronkial pada siswa/i SMPN 1 Medan.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Penelitian ini dapat memperjelaskan bahwa risiko rinitis alergi untuk
terjadinya asma bronkial.
2. Penelitian ini dapat menjadi salah satu landasan atau pedoman untuk

melakukan penelitian lebih lanjut
3. Meningkatkan ilmu pengetahuan terutama dalam hal studi literatur baik
bagi penulis maupun pembaca dan masyarakat luas.
4. Memberi sumbangsih bagi kemajuan ilmu kedokteran, terutama dalam
diagnosis dan penanganan asma dengan memperhitungkan pengaruh
adanya komorbiditas berupa rinitis alergi.

Universitas Sumatera Utara