Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013 Chapter III VI

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1.

Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan landasan teori, maka

kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai
berikut:
Pengangguran
(Y21)

X1
X2
X3
X4

Kinerja Keuangan
Daerah (X)


Pertumbuhan
Ekonomi
(Y1)

X5
Kemiskinan
(Y22)

X6

Gambar 3.1
Kerangka Konseptual

Kebijakan pemerintah daerah dalam mengelola daerah melalui kinerja
keuangan daerah semestinya akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah. Pertumbuhan ekonomi yang optimal merupakan syarat dan bisa menjadi
suatu alat yang efektif bagi pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Berdasarkan hal tersebut serta latar belakang, rumusan masalah dan landasan
teori, maka konsep yang dibangun adalah sebagai berikut:
a. Variabel kinerja keuangan daerah (X) merupakan konstruk laten eksogen

yang hanya dapat diamati oleh indikator kinerja keuangan daerah yang

33

34

b. terdiri dari 6 indikator yaitu: indikator rasio kemandirian (X1), rasio
efektivitas (X2), rasio efisiensi (X3), rasio ruang fiskal (X4), rasio
keserasian (X5) dan indeks kapasitas fiskal (X6).
c. Variabel eksogen kinerja keuangan daerah (X) mempengaruhi secara
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1), variabel endogen
pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22). Peningkatan kinerja keuangan
suatu daerah akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan
ekonomi, serta peningkatan kinerja keuangan suatu daerah akan
mempengaruhi penurunan pengangguran dan kemiskinan suatu daerah.
d. Variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) mempengaruhi secara langsung
terhadap variabel pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22). Pertumbuhan
ekonomi yang meningkat akan menyebabkan pengangguran dan
kemiskinan menurun.
e. Variabel


pertumbuhan

ekonomi

(Y1)

memediasi/menjadi

variabel

intervening pengaruh variabel kinerja keuangan daerah (X) terhadap
variabel pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).

3.2.

Hipotesis
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai instrumen

kebijakan bagi pemerintah daerah harus memuat kinerja yang berkaitan dalam

usaha mengurangi pengangguran. Penurunan tingkat pengangguran diduga dapat
terjadi karena peningkatan pertumbuhan ekonomi. Penciptaan lapangan kerja
sebagai akibat pertumbuhan ekonomi akan menyerap angkatan kerja dan
menurunkan tingkat pengangguran. Hal tersebut menjelaskan bahwa jika kinerja

35

keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, maka
peningkatan tersebut akan mempengaruhi secara signifikan terhadap penurunan
jumlah pengangguran.
Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu syarat suatu daerah
untuk memajukan daerahnya atau menaikkan kesejahteraan warganya. Walaupun
pertumbuhan ekonomi tidak bisa berdiri sendiri untuk mengurangi kemiskinan,
namun pertumbuhan ekonomi menjadi satu faktor yang tidak bisa disingkirkan
untuk mengentaskan kemiskinan. APBD sebagai instrumen kebijakan bagi
pemerintah daerah juga harus memuat kinerja yang berkaitan dalam usaha
menurunkan tingkat kemiskinan. Hal tersebut menjelaskan bahwa jika kinerja
keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, maka
peningkatan tersebut akan mempengaruhi secara signifikan terhadap penurunan
jumlah kemiskinan.

Pengelolaan keuangan daerah melalui kinerja keuangan daerah yang
dilakukan secara mandiri, efektif, efisien dan serasi akan mendorong pertumbuhan
ekonomi yang selanjutnya mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan.
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, kerangka konseptual dan uraian di
atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh
signifikan negatif terhadap pengangguran.
2. Kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh
signifikan negatif terhadap kemiskinan.

36

3. Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap
pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi.
4. Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap
kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi.

BAB IV
METODE PENELITIAN


4.1.

Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian sebab akibat,

dimana penelitian yang dilakukan terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara
empiris pengaruh kinerja keuangan terhadap pengangguran dan kemiskinan
dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening di 33 kabupaten/kota
se-Sumatera Utara tahun 2010-2013.

4.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam

penyelesaian penelitian ini diperoleh dari laporan APBD, pertumbuhan ekonomi,
jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin kabupaten/kota se-Provinsi
Sumatera Utara dari perpustakaan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
yang beralamat di Jalan Asrama nomor 179, Medan.

Penelitian dilaksanakan secara bertahap mulai bulan Maret sampai dengan
Juni 2015, jadwal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 95.

4.3.

Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara yang berjumlah 33 kabupaten/kota terdiri dari 25 kabupaten dan 8
kota. Sampel adalah beberapa anggota atau bagian yang dipilih dari populasi yang

37

38

ingin diteliti. Jenis penelitian ini adalah sensus, yaitu menggunakan seluruh
elemen populasi menjadi data penelitian. Seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara berjumlah 33 menjadi objek penelitian, dan periode amatan
adalah 4 tahun (2010-2013) sehinga jumlah data penelitian sebanyak 33

kabupaten/kota x 4 tahun = 132 data penelitian.
Tabel 4.1
Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Nama Kabupaten/Kota
Nias

Mandailing Natal
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Karo
Deli Serdang
Langkat
Nias Selatan
Humbang Hasundutan
Pakpak Barat
Samosir
Serdang Badagai
Batubara
Padang Lawas Utara
Padang Lawas

Labuhan Batu Selatan
Labuhan Batu Utara
Nias Utara
Nias Barat
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Padang Sidimpuan
Gunung Sitoli

39

4.4.

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

dokumentasi. Metode pengumpulan data dengan dokumentasi adalah suatu cara
untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang terkait dengan penelitian.
Metode ini ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian,
meliputi laporan, buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan,
foto-foto, dan data-data yang relevan dengan penelitian tersebut. Data penelitian
merupakan data sekunder yang diperoleh dari arsip Badan Pusat Statistik Provinsi
Sumatera Utara dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

4.5.

Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Definisi operasional memberikan pengertian terhadap suatu variabel

dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk
mengukur atau memanipulasinya.
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
variabel bebas (eksogen) adalah kinerja keuangan daerah yaitu suatu ukuran
kinerja yang menggunakan indikator keuangan yaitu rasio kemandirian, rasio
efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang fiskal, rasio keserasian, dan indeks
kapasitas fiskal. Variabel terikat (endogen) adalah pengangguran dan kemiskinan,
sedangkan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening. Definisi
operasional dan metode pengukuran masing-masing variabel dijelaskan sebagai
berikut:

40

1.

Rasio Kemandirian
Rasio adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan

dengan total pendapatan daerah dengan skala rasio.
2.

Rasio Efektivitas
Rasio

efektivitas

adalah

kemampuan

Pemerintah

Daerah

dalam

merealisasikan PAD yang direncanakan dibanding dengan target yang ditetapkan
berdasarkan potensi riil daerah yang dihitung dengan skala rasio.
3.

Rasio Efisiensi
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara

input dan output atau realisasi penerimaan dengan realisasi pengeluaran daerah
yang dihitung dengan skala rasio.
4.

Rasio Ruang Fiskal
Ruang fiskal adalah pendapatan umum setelah dikurangi pendapatan yang

sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) serta belanja yang sifatnya
mengikat seperti belanja pegawai dan belanja bunga yang dihitung dengan skala
rasio.
5.

Rasio Keserasian
Rasio keserasian adalah perbandingan realisasi total belanja publik dengan

total belanja daerah dengan skala rasio.
6.

Indeks Kapasitas Fiskal
Kapasitas Fiskal adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah

yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama,
dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran

41

tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai
dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Indeks kapasitas fiskal adalah
kapasitas fiskal masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal
seluruh daerah yang dihitung dengan skala rasio.
7.

Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh

besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang
diukur atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi diukur PDRB saat ini
dikurangi dengan PDRB sebelumnya dibagi dengan PDRB sebelumnya yang
dihitung dengan skala rasio.
8.

Pengangguran
Jumlah pengangguran adalah jumlah penduduk angkatan kerja yang

sedang mencari pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak
mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang
sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, dan pada waktu bersamaan
mereka tidak bekerja. Jumlah pengangguran dihitung dengan skala rasio.
9.

Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum

kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Jumlah
penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin dihitung

dengan skala rasio.
Definisi operasional seluruh variabel penelitian ini ditunjukkan melalui
tabel sebagai berikut:

42

Tabel 4.2
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No.

Variabel

[1]
[2]
1. Eksogen
Kinerja
Keuangan
(X)

Indikator

Definisi Operasional

Parameter

[3]
1. Rasio
Kemandirian
(X1)

[4]
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dibandingkan dengan
total pendapatan daerah

2. Rasio
Efektivitas
(X2)

=Realisasi
Kemampuan Pemerintah
Daerah dalam merealisasikan PAD/Target
PAD
PAD yang direncanakan
dibanding dengan target yang
ditetapkan berdasarkan
potensi riil daerah
Perbandingan antara input = Realisasi
Penerimaan /
dan output atau realisasi
Realisasi
penerimaan dengan
Pengeluaran
realisasi pengeluaran

3. Rasio
Efisiensi
(X3)

4. Rasio
Ruang Fiskal
(X4)

5. Rasio
Keserasian
(X6)
6. Indeks
Kapasitas
Fiskal
(X9)

daerah
Pendapatan umum setelah
dikurangi pendapatan yang
sudah ditentukan
penggunaannya
(earmarked) serta belanja
yang sifatnya mengikat
seperti belanja pegawai dan
belanja bunga
perbandingan realisasi total
belanja publik dengan total
belanja daerah

[5]
=PAD/Total
Pendapatan

Skala
Ukuran
[6]
Rasio

daerah
Rasio

Rasio

= (Total
Rasio
Pendapatan(DAK+Pendapa
tan Hibah+Dana
Darurat+Dana
Otsus)-Bel.
Pegawai TL)/
Total
Pendapatan
=Belanja
Rasio
Pelayanan
Publik/Total
Belanja
Kapasitas Fiskal adalah
=Kapasitas
Rasio
penerimaan umum Anggaran fiskal daerah /
Pendapatan dan Belanja
Rata-rata
kapasitas fiskal
Daerah untuk membiayai
seluruh daerah
tugas pemerintahan setelah
dikurangi belanja pegawai
dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin. Indeks
kapasitas fiskal adalah
kapasitas fiskal masingmasing daerah dibagi dengan
rata-rata kapasitas fiskal
seluruh daerah

43

[1]
[2]
2. Intervening
Pertumbuhan
Ekonomi
(Y1)

[3]

3. Endogen
Penganguran
(Y21)

4. Endogen
Kemiskinan
(Y22)

4.6.

[4]
Besarnya tingkat
pertumbuhan produk
domestik regional bruto suatu
daerah yang diukur atas dasar
harga konstan
Jumlah penduduk angkatan
kerja yang sedang mencari
pekerjaan, yang sedang
mempersiapkan usaha, yang
tidak mencari pekerjaan dan
yang sudah punya pekerjaan
tetapi belum mulai bekerja
Jumlah penduduk yang
memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per
bulan di bawah garis
kemiskinan

[5]
=((PDRBtPDRBt1)/PDRBt-1)
x100%

[6]
Rasio

Jumlah
Pengangguran

Rasio

Jumlah
Penduduk
Miskin

Rasio

Metode Analisis data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis dalam

penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan Structural Equation Modeling
(SEM).
4.6.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
variabel

penelitian

serta

ringkasan

data-data

penelitian

seperti

tingkat

pengungkapan kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi pengangguran dan
kemiskinan. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan nilai
minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi.
4.6.2. Proses Structural Equation Modeling (SEM)
Dalam penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan bantuan program
AMOS. Langkah-langkah dalam analisis SEM adalah sebagai berikut:

44

1.

Pengembangan Model Teoritis.
Pengembangan model dalam SEM adalah pencarian atau pengembangan
sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Dengan
perkataan lain, tanpa dasar teoritis yang kuat, SEM tidak dapat digunakan.
Hal ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah
model, melainkan digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut
melalui data empirik. SEM bukan untuk menghasilkan kausalitas, melainkan
membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik.

2.

Pengembangan Diagram Alur (Path Diagram).
Model teoritis yang telah dibangun selanjutnya digambarkan dalam sebuah
path diagram, untuk mempermudah peneliti melihat hubungan-hubungan
kausalitas yang ingin diuji. Di dalam pemodelan SEM, ditetapkan konstruk
(construct) atau faktor (factor) yaitu konsep yang memiliki pijakan teoritis
yang cukup untuk menjelaskan berbagai bentuk hubungan. Untuk itu perlu
ditentukan diagram alur dalam artian berbagai konstruk yang akan digunakan
dalam penelitian. Konstruk-konstruk dalam diagram alur dapat dibedakan
dalam dua kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen.
Konstruk eksogen dikenal pula sebagai variabel independen yang tidak
diprediksi oleh variabel lain dalam model. Konstruk endogen adalah faktorfaktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen
dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi
konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.

45

3.

Konversi Diagram Alur ke Dalam Persamaan
Setelah model teoritis dikembangkan dan digambar dalam sebuah diagram
alur, kemudian mengkonversi spesifikasi model tersebut ke dalam rangkaian
persamaan. Persamaan yang dibangun akan terdiri dari persamaan struktural
(structural equations) dan persamaan spesifikasi model pengukuran
(measurement model). Persamaan struktural dirumuskan untuk menyatakan
hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Sedangkan dalam persamaan
spesifikasi model pengukuran ditentukan variabel mana mengukur konstruk
mana,

serta

menentukan

matrik

yang

menunjukkan korelasi yang

dihipotesiskan antar konstruk.
4.

Memilih Jenis Matrik Input Dan Estimasi Model.
Tujuan dalam tahap ini adalah menetapkan jenis matrik input dalam
pemodelan dan teknik estimasi model. Dalam SEM matrik input yang
dianalisis adalah berupa matrik kovarian atau matrik korelasi. Para pakar
menyarankan untuk menggunakan matrik kovarian daripada matrik korelasi,
karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid
antara populasi yang berbeda/sampel yang berbeda, di mana hal tersebut tidak
dapat disajikan oleh matriks korelasi dan juga standard error yang dilaporkan
dari berbagai penelitian umumnya menunjukkan angka yang kurang akurat
bila matrik korelasi digunakan sebagai input.
Teknik estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Maximum
Likelihood Estimation (ML) yang terdapat dalam program AMOS. Estimasi
dilakukan melalui dua tahap yaitu:
a. Estimasi Model Pengukuran (Measurements Model)

46

Untuk menguji unidimensionalitas dari konstruk-konstruk eksogen dan
endogen digunakan teknik confirmatory factor analysis. Jika probabilitas
yang dihasilkan signifikan, berarti hipotesis yang menyatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara matriks-kovarians sampel dan matriks kovarians
populasi yang diestimasikan tidak dapat ditolak atau hipotesis nol diterima.
b. Estimasi Model Struktur Persamaan (Structure Equation Model)
Estimasi dilakukan dengan menganalisis full-model untuk melihat
kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model
yang diuji.
5.

Kemungkinan Munculnya Masalah Identifikasi.
Masalah

identifikasi

pada

prinsipnya

adalah

masalah

mengenai

ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan
estimasi yang unik. Masalah identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala
sebagai berikut :
a. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar.
b. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya
disajikan.
c. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif.
6.

Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit dan Pengujian Asumsi SEM
Evaluasi kriteria goodness of fit:
a.

Chi-Square Statistic
Pengukuran yang paling mendasar adalah Likelihood Ratio Chi-Square
dimana semakin rendah nilainya maka semakin baik model tersebut dan

47

diterima berdasarkan probabilitas dengan cut off value sebesar p ≥ 0,5
atau p ≥ 0,10.
b.

Significanced Probability
Significanced Probability untuk menguji tingkat signifikansi model.

c.

The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
RMSEA merupakan ukuran untuk menguji konfirmantori atau competing
model strategy dengan jumlah sampel besar. Jika nilainya
≤ 0,08
merupakan ukuran yang dapat diterima.

d.

Goodness of Fit Index (GFI)
GFI adalah suatu pengukuran non statitical dimana nilainya antara 0
(poor fit) sampai dengan 1 (perfect fit). Nilai yang semakin mendekati 1
menunjukkan tingkat kesesuaian yang lebih baik. Tingkat penerimaan
yang direkomendasikan adalah GFI menunjukkan nilai ≥ 0,90.

e.

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
AGFI merupakan nilai GFI yang diadjust dengan degree of freedom yang
tersedia. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah jika AGFI
menunjukkan nilai ≥ 0,90.

f.

CMIN/DF
Yang dimaksud dengan CMIN/DF adalah Chi-Square dibagi dengan
degree of freedom. Beberapa pengarang menganjurkan menggunakan
ratio ukuran ini untuk mengukur Fit. Nilai ratio 5 atau kurang dari 5
merupakan ukuran yang reasonable. Peneliti lainnya mengusulkan nilai
ratio ini < 2 merupakan ukuran Fit.

48

g.

Tucker Lewis Index (TLI)
TLI merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model
yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan
sebagai acuan dapat diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,9 0
dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit.

h.

Comparative Fit Index (CFI)
Bila mendekati 1 maka merupakan indikasi tingkat fit yang paling tinggi.
Adapun nilai yang direkomendasikan adalah sebesar ≥ 0,90.

Cut off value yang menjadi batasan dari masing-masing alat uji di atas
tercantum pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Cut-Off Value Evaluasi Kriteria Goodness of Fit
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Goodness of Fit Index
Chi-square
Significanced Probability
RMSEA
GFI
AGFI
CMIN/DF
TLI
CFI

Cut-off Value
Diharapkan kecil
≥ 0,05
≤ 0,08
≥ 0,90
≥ 0,90
≤ 2,00
≥ 0,90
≥ 0,90

Pengujian Asumsi:
a.

Uji Ukuran Sampel
Ukuran Sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah
minimum 100. Selanjutnya menggunakan perbandingan 5-10 observasi
untuk tiap parameter.

b.

Uji Normalitas Data

49

Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariate adalah
normalitas yang mencerminkan bentuk suatu distribusi data adalah
normal. Jika suatu distribusi data tidak membentuk distribusi normal
maka hasil analisis dikhawatirkan menjadi bias. Distribusi data
dikatakan normal pada tingkat signifikansi 0,01 jika Critical Ratio (CR)
Skeweness (kemiringan), atau CR Curtosis (keruncingan) tidak lebih
dari ± 2,58.
c.

Uji Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim
karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya yang terlihat
sangat jauh berbeda dari observasi-observasi. Salah satu cara untuk
mendeteksi multivariate outliers adalah dengan menggunakan uji
Mahalanobis Distance yang menunjukkan seberapa jauh sebuah data
dari pusat titik tertentu. Deteksi terhadap multivariate outliers
dilakukan dengan memperhatikan hasil uji Observations Farthest From
The Centroid (Mahalanobis Distance). Kriteria yang digunakan adalah
Chi-square pada derajat kebebasan (degree of freedom), yaitu jumlah
indikator pada tingkat signifikansi dengan p < 0,01. Apabila nilai
mahalanobis d-squared lebih besar dari nilai mahalanobis pada tabel,
maka data tersebut adalah multivariate outliers yang harus dikeluarkan.

d.

Uji Multikolinearitas
Asumsi multikolinearitas mengharuskan tidak adanya korelasi yang
sempurna

atau

besar

diantara

variabel-variabel

independen.

Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarian.

50

Apabila korelasi antar konstruk eksogen < 0,85 berarti tidak terjadi
multikolinearitas.
7.

Interpretasi Hasil Pengujian dan Modifikasi Model
Langkah terakhir adalah menginterpretasikan model dan dalam tahap ini
dimungkinkan memodifikasikan model bagi model-model yang tidak
memenuhi syarat pengujian dengan tetap harus berdasarkan teori yang
mendukung.

4.6.3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang dilakukan pada dasarnya merupakan jawaban
atas berbagai hubungan yang mungkin terdapat dalam model penelitian. Model ini
menunjukkan pola hubungan yang relatif komprehensif antar berbagai variabel,
dalam pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect)
dan pengaruh keseluruhan (total effect), dengan diagram alur sebagai berikut:
e8

e1

X1

e2

X2

e3

X3

e4

X4

e5

X5

e6

X6

Pengangguran
(Y21)

λX1
λX2
λX3
λX4
λX5
λX6

ρY21X
Kinerja Keuangan
(x)

e7

Pertumbuhan
Ekonomi
(Y1)

ρY1X

ρY21Y1

e9

ρY22Y1

ρY22X
Kemiskinan
(Y22)

Gambar 4.1
Diagram Alur
Berdasarkan diagram alur, konversi spesifikasi model dinyatakan dalam rangkaian
model pengukuran dan persamaan struktural sebagai berikut:

51

Model Pengukuran:
X1 = λX1 X + ε1

……………………. (1)

X2 = λX2 X + ε2

……………………. (2)

X3 = λX3 X + ε3

……………………. (3)

X4 = λX4 X + ε4

……………………. (4)

X5 = λX5 X + ε5

……………………. (5)

X6 = λX6 X + ε6

……………………. (6)

Persamaan Struktural:
Y1 = ρY1X X + ε11

……………………. (7)

Y21 = ρY21X X + ρY21Y1 Y1 + ε12…………

(8)

Y22 = ρY22X X + ρY22Y1 Y1 + ε13…………

(9)

dimana:
X1

= Rasio Kemandirian

X2

= Rasio Efektivitas

X3

= Rasio Efisiensi

X4

= Rasio Ruang Fiskal

X5

= Rasio Keserasian

X6

= Indeks Kapasitas Fiskal

Y1

= Pertumbuhan Ekonomi

Y21 = Penggangguran
Y22 = Kemiskinan
4.6.3.1. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi adalah koefisien untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan variabel-variabel eksogen dalam model untuk menerangkan/

52

menjelaskan variabel endogen. Dalam analisis SEM dengan AMOS, koefisien
determinasi dapat diamati dari nilai Square Multiple Correlations masing-masing
variabel endogen.
4.6.3.2. Pengujian Hipotesis 1 dan Hipotesis 2
Hipotesis 1 dan hipotesis 2 menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah
dan

pertumbuhan

ekonomi

berpengaruh

signifikan

negatif

terhadap

pengangguran“ dan “Kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi
berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan“. Nilai Critical Ratio (CR)
dan signivicance probability dalam regressions weights dapat menunjukkan
tingkat signifikansi dan arah pengaruh variabel eksogen terhadap variabel
endogen.
4.6.3.3. Pengujian Hipotesis 3 dan Hipotesis 4
Hipotesis 3 dan hipotesis 4 menyatakan bahwa “Kinerja keuangan daerah
berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran melalui pertumbuhan
ekonomi“ dan “Kinerja keuangan daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap
kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi“. Hipotesis tersebut merupakan
pengaruh total variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel
intervening yang merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung.
Pengaruh Langsung
a.

Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi = ρY1X.

b.

Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran =
ρY21X.

53

c.

Pengaruh langsung Kinerja Keuangan terhadap Kemiskinan = ρY22X.

d.

Pengaruh langsung Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran = ρY21Y1.

e.

Pengaruh langsung Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan = ρY22Y1.

Pengaruh Tidak Langsung
a.

Pengaruh tidak langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran
melalui Pertumbuhan Ekonomi = ρY1X * ρY21Y1.

b.

Pengaruh tidak langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Kemiskinan
melalui Pertumbuhan Ekonomi = ρY1X * ρY22Y1.

Pengaruh Total
a.

Pengaruh total Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran adalah
Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran, dan
pengaruh Kinerja Keuangan Daerah terhadap Pengangguran melalui
Pertumbuhan Ekonomi = ρY21X + ρY1X * ρY21Y1.

b.

Pengaruh total Kinerja Keuangan Daerah terhadap Kemiskinan adalah
Pengaruh langsung Kinerja Keuangan Daerah terhadap Kemiskinan, dan
pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Kemiskinan melalui Pertumbuhan
Ekonomi = ρY22X + ρY1X * ρY22Y1.

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.

Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode statistik

diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:
5.1.1. Deskripsi Data Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara di Jalan
Asrama nomor 179, Medan.
Data variabel kinerja keuangan daerah yang terdiri dari indikator rasio
kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang fiskal dan rasio
keserasian merupakan pengolahan data dari Laporan Realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara yang dipublikasikan BPS Provinsi Sumatera Utara dalam buku Statistik
Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yang diterbitkan setiap
tahun. Data indeks kapasitas fiskal diperoleh dari Peraturan Menteri Keuangan
tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah yang ditetapkan setiap tahun. Data
pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin
diperoleh dari hasil pendataan dan penghitungan BPS Provinsi Sumatera Utara
dan dipublikasi dalam buku Sumatera Utara Dalam Angka yang diterbitkan setiap
tahun

54

55

Tabel 5.1
Statistik Deskriptif
N
Rasio Kemandirian
Rasio Efektivitas
Rasio Efisien
Rasio Ruang Fiskal
Rasio Keserasian
Indeks Kapasitas Fiskal
Pertumbuhan Ekonomi
Pengangguran
Kemiskinan
Valid N (listwise)

Minimum
132
132
132
132
132
132
132
132
132
132

.0078
.2049
.5413
.1021
.0188
.0391
3.35
112
4940

Maximum
.3829
3.3276
1.1217
.5526
1.0000
2.0173
12.79
133811
212300

Mean
.055164
1.094108
.803624
.355639
.227949
.425519
5.9239
12773.60
43298.26

Std. Deviation
.0590093
.4149246
.0878003
.1102771
.1032462
.3284580
.91717
20859.317
37137.794

Rata-rata rasio kemandirian 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara
selama periode 2010-2013 sebesar 0,0552 atau 5,52 persen, rasio kemandirian
paling rendah sebesar 0,0078 berada di Kabupaten Nias Barat tahun 2010,
sedangkan rasio kemandirian paling tinggi berada di Kota Medan tahun 2012
sebesar 0,3829.
Rasio kemandirian menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat
yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan pemerintah
daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat
ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu pula
sebaliknya. Tingginya rasio kemandirian di Kota Medan tersebut disebabkan oleh
tingginya sumber-sumber PAD khususnya dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Sementara itu, Kabupaten Nias Barat memiliki rasio kemandirian terendah
disebabkan oleh rendahnya PAD, khususnya pajak daerah dan retribusi daerah di
wilayah tersebut, dan tingginya dana transfer yang diterima.

56

Berdasarkan kelompok kemandirian keuangan daerah yang terdiri 4
(empat) kelompok yaitu tinggi, sedang, rendah dan rendah sekali, kondisi rasio
kemandirian keuangan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara sangat rendah.
Seluruh kabupaten/kota kecuali Kota Medan berada pada kelompok rendah sekali,
sedangkan Kota Medan berada pada kelompok rendah.
Rata-rata rasio efektivitas 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara
selama periode 2010-2013 sebesar 1,0941 atau 109,41 persen dengan standar
deviasi sebesar 0,4149. Rasio efektivitas paling rendah sebesar 0,2049 berada di
Kabupaten Labuhan Batu Selatan tahun 2013, sedangkan rasio efektivitas paling
tinggi berada di Kabupaten Nias Utara tahun 2011 sebesar 3,3276.
Terdapat 5 (lima) kategori kinerja keuangan berdasarkan indikator rasio
efektivitas yaitu sangat efektif, efektif, cukup efektif, kurang efektif dan tidak
efektif. Dilihat dari Tabel 5.2, sebagian besar yaitu sebanyak 20 atau 60,61 persen
kabupaten/kota berada pada kategori sangat efektif dan tidak terdapat
kabupaten/kota dengan kategori tidak efektif. Untuk kategori efektif sebanyak 8
kabupaten/kota, kategori cukup efektif sebanyak 3 kabupaten/kota dan 2
kabupaten/kota untuk kategori kurang efektif. Secara umum rasio efektivitas
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2013 menunjukkan
kinerja efektivitas yang sangat baik.

57

Tabel 5.2
Rasio Efektivitas Menurut Kabupaten/Kota 2010-2013
No

Kabupaten/Kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Nias
Mandailing Natal
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Karo
Deli Serdang
Langkat
Nias Selatan
Humbang Hasundutan
Pakpak Barat
Samosir
Serdang Badagai
Batubara
Padang Lawas Utara
Padang Lawas
Labuhan Batu Selatan
Labuhan Batu Utara
Nias Utara
Nias Barat
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Padang Sidimpuan
Gunung Sitoli

2010
224,58
94,90
91,26
83,57
164,70
80,67
108,06
110,50
116,75
217,97
104,47
104,02
96,66
73,01
70,46
103,53
124,38
83,63
114,31
58,85
96,32
160,53
207,46
116,78
95,84
90,81
136,69
84,94
148,92
120,98
80,98
90,14
106,54

Rasio Efektivitas (%)
Kategori
2011
2012
2013 Rata-rata
187,72 127,17 146,49 171,49 Sangat Efektif
110,10 47,28 101,42
88,42 Cukup Efektif
150,72 99,78 108,01 112,44 Sangat Efektif
108,27 81,30 87,06
90,05 Efektif
170,78 146,65 105,02 146,79 Sangat Efektif
117,87 87,47 104,19
97,55 Efektif
104,17 118,88 74,80 101,48 Sangat Efektif
119,66 118,84 99,36 112,09 Sangat Efektif
72,80 54,15 153,62
99,33 Efektif
121,85 101,97 80,20 130,50 Sangat Efektif
113,53 88,08 96,21 100,57 Sangat Efektif
71,23 76,57 70,61
80,61 Cukup Efektif
89,40 218,02 95,00 124,77 Sangat Efektif
230,31 80,94 100,00 121,06 Sangat Efektif
70,54 166,60 115,91 105,88 Sangat Efektif
125,00 101,32 97,27 106,78 Sangat Efektif
69,04 124,15 133,25 112,71 Sangat Efektif
100,52 95,86 93,65
93,42 Efektif
81,15 94,14 78,62
92,05 Efektif
57,87 87,20 101,98
76,47 Kurang Efektif
45,31 35,07 89,29
66,50 Kurang Efektif
169,92 101,34 20,49 113,07 Sangat Efektif
134,70 145,21 110,53 149,47 Sangat Efektif
332,76 134,16 70,86 163,64 Sangat Efektif
138,07 67,79 88,09
97,45 Efektif
121,43 126,53 96,31 108,77 Sangat Efektif
123,00 86,88 99,64 111,55 Sangat Efektif
102,62 83,15 85,68
89,10 Cukup Efektif
120,27 163,55 146,66 144,85 Sangat Efektif
119,92 81,05 68,58
97,63 Efektif
80,11 136,95 106,57 101,15 Sangat Efektif
109,42 102,26 83,02
96,21 Efektif
151,28 118,27 50,70 106,70 Sangat Efektif

Rata-rata rasio efisiensi 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara
selama periode 2010-2013 sebesar 0,8036 atau 80,36 persen dengan standar
deviasi sebesar 0,0878. Rasio efisiensi paling rendah sebesar 0,5413 berada di
Kabupaten Nias tahun 2010, sedangkan rasio efisiensi paling tinggi berada di
Kabupaten Nias Utara tahun 2010 sebesar 1,1217.

58

Tabel 5.3
Rasio Efisiensi Menurut Kabupaten/Kota 2010-2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Kabupaten/Kota
Nias
Mandailing Natal
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Karo
Deli Serdang
Langkat
Nias Selatan
Humbang Hasundutan
Pakpak Barat
Samosir
Serdang Badagai
Batubara
Padang Lawas Utara
Padang Lawas
Labuhan Batu Selatan
Labuhan Batu Utara
Nias Utara
Nias Barat
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Padang Sidimpuan
Gunung Sitoli

2010
54,13
83,60
98,45
95,37
78,54
78,46
67,90
77,05
76,65
83,54
76,04
81,84
87,38
59,74
82,72
87,76
80,01
81,58
75,90
100,30
76,06
83,91
77,99
112,17
93,41
89,83
80,16
80,84
80,15
67,26
89,09
91,66
101,10

Rasio Efisiensi (%)
Kategori
2011 2012 2013 Rata-rata
68,04 75,59 77,95
68,93 Kurang Efisien
87,04 82,22 84,39
84,31 Cukup Efisien
99,10 84,03 73,52
88,78 Cukup Efisien
80,05 76,55 70,76
80,68 Cukup Efisien
66,35 75,71 78,90
74,88 Kurang Efisien
82,94 77,17 76,58
78,79 Kurang Efisien
80,87 81,67 77,51
76,99 Kurang Efisien
68,56 74,87 81,16
75,41 Kurang Efisien
78,30 79,44 85,73
80,03 Cukup Efisien
81,23 88,20 86,60
84,89 Cukup Efisien
72,39 81,00 77,72
76,79 Kurang Efisien
75,52 84,73 85,41
81,88 Cukup Efisien
89,95 86,65 79,85
85,96 Cukup Efisien
73,48 67,35 74,50
68,77 Kurang Efisien
83,17 82,25 77,90
81,51 Cukup Efisien
75,41 89,09 85,13
84,35 Cukup Efisien
72,95 89,35 80,07
80,60 Cukup Efisien
87,43 87,28 79,67
83,99 Cukup Efisien
72,06 84,50 81,25
78,43 Kurang Efisien
70,09 73,07 76,68
80,04 Cukup Efisien
71,97 95,43 86,28
82,44 Cukup Efisien
66,49 76,82 59,13
71,59 Kurang Efisien
74,34 69,90 71,11
73,34 Kurang Efisien
93,04 79,06 72,01
89,07 Cukup Efisien
93,00 97,71 69,51
88,41 Cukup Efisien
80,46 80,51 87,54
84,58 Cukup Efisien
87,75 79,52 99,50
86,73 Cukup Efisien
77,03 83,07 79,63
80,14 Cukup Efisien
64,85 75,96 75,47
74,11 Kurang Efisien
70,78 83,64 83,57
76,32 Kurang Efisien
75,17 75,47 73,45
78,29 Kurang Efisien
79,19 81,33 81,59
83,44 Cukup Efisien
85,45 85,32 78,27
87,53 Cukup Efisien

Untuk indikator rasio efisiensi juga terdapat 5 (lima) kategori kinerja
keuangan yaitu sangat efisien, efisien, cukup efisien, kurang efisien dan tidak
efisien. Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa, rasio efisiensi kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2013 kurang baik. Dari lima kategori
hanya dua kategori yang menggambarkan kondisi rasio efisiensi kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara yaitu cukup efisien dan kurang efisien, dimana terdapat

59

20 kabupaten/kota termasuk kategori cukup efisien dan sisanya sebanyak 13
kabupaten/kota termasuk kategori kurang efisien.
Rata-rata rasio ruang fiskal 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara
selama periode 2010-2013 sebesar 0,3556 atau 35,56 persen dengan standar
deviasi sebesar 0,1103. Rasio ruang fiskal paling rendah sebesar 0,1021 berada di
Kabupaten Simalungun tahun 2011, sedangkan rasio ruang fiskal paling tinggi
berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan tahun 2010 sebesar 0,5526.
Rata-rata rasio keserasian 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara
selama periode 2010-2013 sebesar 0,2279 atau 22,79 persen dengan standar
deviasi sebesar 0,1032. Rasio keserasian paling rendah sebesar 0,0188 berada di
Kabupaten Labuhan Batu Selatan tahun 2013, sedangkan rasio keserasian paling
tinggi berada di Kota Pematang Siantar tahun 2013 sebesar 1,0000.
Rata-rata indeks kapasitas fiskal 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara selama periode 2010-2013 sebesar 0,4255 atau 42,55 persen dengan standar
deviasi sebesar 0,3285. Indeks kapasitas fiskal paling rendah sebesar 0,0391
berada di Kabupaten Simalungun tahun 2012, sedangkan indeks kapasitas fiskal
paling tinggi berada di Kabupaten Nias Utara tahun 2011 sebesar 2,0173.
Untuk kinerja keuangan berdasarkan indikator indeks kapasitas fiskal,
kondisi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2013 termasuk
kurang baik. Dari 4 kelompok kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang dan
rendah, sebagian besar yaitu sebanyak 26 atau 78,79 persen kabupaten/kota
berada pada kategori rendah, dan tidak terdapat kabupaten/kota dengan kategori
sangat tinggi. Untuk kelompok kategori tinggi hanya terdapat 1 kabupaten/kota

60

dan 6 kabupaten/kota berada pada kelompok kategori sedang. Selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4
Indeks Kapasitas Fiskal Menurut Kabupaten/Kota 2010-2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Kabupaten/Kota
Nias
Mandailing Natal
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Karo
Deli Serdang
Langkat
Nias Selatan
Humbang Hasundutan
Pakpak Barat
Samosir
Serdang Badagai
Batubara
Padang Lawas Utara
Padang Lawas
Labuhan Batu Selatan
Labuhan Batu Utara
Nias Utara
Nias Barat
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Padang Sidimpuan
Gunung Sitoli

Indeks Kapasitas Fiskal
2010
0,2033
0,3427
0,5324
0,2336
0,5886
0,8811
0,0894
0,2710
0,2697
0,5522
0,3996
0,4700
0,2197
0,3146
1,0086
2,0173
0,6336
0,3655
0,4203
0,5129
0,8763
0,0894
0,0894
0,2033
0,2033
0,9191
0,5483
0,5348
0,7340
0,4077
0,7259
0,7085
0,2033

2011
0,3411
0,2413
0,4352
0,1781
0,2772
0,4208
0,2064
0,2654
0,0913
0,3636
0,2028
0,3076
0,2150
0,2397
0,6075
1,8159
0,6678
0,2634
0,3262
0,5883
0,5584
0,4026
0,3047
0,1123
0,1104
0,8551
0,5176
0,2727
0,4826
0,3505
0,5326
0,3111
0,0495

2012
0,4349
0,1559
0,4175
0,1305
0,2230
0,2884
0,1442
0,1229
0,0391
0,2524
0,1506
0,2607
0,1711
0,2161
0,5401
1,8031
0,6779
0,1728
0,2805
0,4733
0,4055
0,2969
0,2961
0,2926
0,4444
0,7481
0,5170
0,1477
0,3561
0,3099
0,5203
0,2034
0,2314

Kategori
2013 Rata-rata
0,1354
0,2787 Rendah
0,3279
0,2670 Rendah
0,3015
0,4217 Rendah
0,2722
0,2036 Rendah
0,2790
0,3420 Rendah
0,2372
0,4569 Rendah
0,1518
0,1480 Rendah
0,4784
0,2844 Rendah
0,2346
0,1587 Rendah
0,3991
0,3918 Rendah
0,2844
0,2594 Rendah
0,3526
0,3477 Rendah
0,7932
0,3498 Rendah
0,7608
0,3828 Rendah
0,2461
0,6006 Sedang
0,2995
1,4840 Tinggi
0,8077
0,6968 Sedang
0,5851
0,3467 Rendah
0,5665
0,3984 Rendah
0,4175
0,4980 Rendah
1,8086
0,9122 Sedang
0,1943
0,2458 Rendah
0,6735
0,3409 Rendah
0,2453
0,2134 Rendah
0,6282
0,3466 Rendah
0,3286
0,7127 Sedang
0,5604
0,5358 Sedang
0,7972
0,4381 Rendah
0,3825
0,4888 Rendah
0,4756
0,3859 Rendah
0,2677
0,5116 Sedang
0,4444
0,4169 Rendah
0,2232
0,1769 Rendah

Rata-rata pertumbuhan ekonomi 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara selama periode 2010-2013 sebesar 5,92 persen, pertumbuhan ekonomi
paling rendah sebesar 3,35 persen, terjadi di Kabupaten Batubara tahun 2013,
sedangkan pertumbuhan ekonomi paling tinggi terjadi pada tahun 2013 di

61

Kabupaten Deli Serdang sebesar 12,79. Pada Tahun 2011 rata-rata pertumbuhan
ekonomi mengalami peningkatan dari 5,79 persen menjadi 5,99 persen, sedangkan
tahun 2012 dan 2013 mengalami sedikit penurunan dengan nilai yang sama
sebesar 5,96 persen.
Rata-rata jumlah pengangguran 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara selama periode 2010-2013 sebanyak 12.744 orang. Kota Medan merupakan
kabupaten/kota dengan jumlah pengangguran terbesar yaitu sebanyak 133.811
orang pada tahun 2010, sedangkan Kabupaten Nias pada tahun 2012 dengan
jumlah pengangguran paling sedikit yaitu 112 orang. Selama kurun waktu 20102013 jumlah pengangguran terbesar di Provinsi Sumatera Utara terjadi pada tahun
2010 dengan jumlah pengangguran sebanyak 491.806. Pada tahun 2011 dan 2012
mengalami penurunan, namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah
pengangguran menjadi 421.529 orang.
Rata-rata jumlah kemiskinan 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara selama periode 2010-2013 sebanyak 43.298 orang. Selain pengangguran,
Kota Medan juga merupakan kabupaten/kota dengan jumlah kemiskinan terbesar
yaitu sebanyak 212.300 orang pada tahun 2010, sedangkan Kabupaten Pakpak
Barat pada tahun 2013 dengan jumlah kemiskinan paling sedikit yaitu 4.940
orang. Selama kurun waktu 2010-2013 pola perkembangan jumlah kemiskinan
sama dengan jumlah pengangguran, dimana jumlah terbesar terjadi pada tahun
2010 kemudian pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan, dan pada tahun
2013 mengalami peningkatan.

62

Tabel 5.5
Perkembangan Indikator Variabel Kinerja Keuangan, Variabel
Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan 2010-2013
No.

Variabel/Indikator

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Rasio Kemandirian
Rasio Efektivitas
Rasio Efisiensi
Rasio Ruang Fiskal
Rasio Keserasian
Indeks Kapasitas Fiskal
Pertumbuhan Ekonomi
Pengangguran
Kemiskinan

2010
0,0467
1,1404
0,8275
0,3167
0,2650
0,5021
5,79
14.903
44.761

Rata-rata
2011
2012
0,0533 0,0575
1,2186 1,0602
0,7832 0,8135
0,3180 0,3908
0,2160 0,2037
0,3914 0,3553
5,99
5,96
12.186 11.515
43.074 42.438

2013
0,0632
0,9573
0,7904
0,3971
0,2271
0,4533
5,96
12.491
42.921

Laju Pertumbuhan
2011 2012 2013
14,13 7,88 9,91
6,86 -13,00 -9,71
-5,35 3,87 -2,84
0,41 22,89 1,61
-18,49 -5,69 11,49
-22,05 -9,22 27,58
0,20 -0,03 0,00
-18,23 -5,51 8,48
-3,77 -1,48 1,14

Tabel 5.5 di atas menunjukkan perkembangan indikator variabel kinerja
keuangan yaitu rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ruang
fiskal, rasio keserasian dan indeks kapasitas fiskal serta variabel pertumbuhan
ekonomi, pengangguran dan kemiskinan selama periode 2010-2013. Pada tahun
2011 dan 2012 tiga indikator kinerja keuangan mengalami penurunan, penurunan
juga terjadi pada variabel pengangguran dan kemiskinan. Pada tahun 2013,
sebagain besar indikator kinerja keuangan mengalami peningkatan, peningkatan
juga terjadi pada variabel pengangguran dan kemiskinan.
5.1.2. Proses dan Analisis Structural Equation Modeling (SEM)
Penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a.

Pengembangan model teoritis.

b.

Pengembangan diagram alur (path diagram).

c.

Konversi diagram alur ke dalam persamaan.

d.

Memilih jenis matrik input dan estimasi model.

e.

Kemungkinan munculnya masalah identifikasi.

63

f.

Evaluasi kriteria goodness of fit dan pengujian Asumsi SEM

g.

Interpretasi hasil pengujian dan modifikasi model.

5.1.2.1. Pengembangan Model Teoritis
Model dalam penelitian ini telah dibangun berdasarkan teori yang telah
disusun berdasarkan referensi yang kuat sebagaimana telah dibahas dalam babbab sebelumnya. Model teoritis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
f.

Variabel kinerja keuangan daerah (X) merupakan unobserved variable atau
konstruk laten eksogen yang hanya dapat diamati oleh variabel teramati
indikator kinerja keuangan daerah yang terdiri dari 6 indikator yaitu:
indikator rasio kemandirian (X1), rasio efektivitas (X2), rasio efisiensi (X3),
rasio ruang fiskal (X4), rasio keserasian (X5) dan indeks kapasitas fiskal (X6).

g.

Variabel eksogen kinerja keuangan daerah (X) diduga mempengaruhi secara
langsung

terhadap

pertumbuhan

ekonomi

(Y1),

variabel

endogen

pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).
h.

Variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga mempengaruhi secara langsung
terhadap variabel endogen pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).

i.

Variabel pertumbuhan ekonomi (Y1) memediasi/menjadi variabel intervening
pengaruh variabel kinerja keungan daerah (X) terhadap variabel endogen
pengangguran (Y21) dan kemiskinan (Y22).

5.1.2.2. Pengembangan Diagram Alur
Model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama digambarkan
dalam sebuah diagram alur. Berikut adalah diagram alur dalam penelitian ini:

64

e8

e1

X1

e2

X2

e3

X3

e4

X4

e5

X5

e6

X6

Pengangguran
(Y21)

λX1
λX2
λX3
λX4
λX5

ρY21X
Kinerja Keuangan
(x)

ρY1X

e7

Pertumbuhan
Ekonomi
(Y1)

ρY21Y1

e9

ρY22Y1

ρY22X

λX6

Kemiskinan
(Y22)

Gambar 5.1
Pengembangan Diagram Alur
5.1.2.3. Konversi Diagram Alur ke Dalam Persamaan
Berdasarkan diagram alur, konversi spesifikasi model dinyatakan dalam
rangkaian model pengukuran dan persamaan struktural sebagai berikut:
Model Pengukuran:
X1 = λX1 X + ε1

……………………. (1)

X2 = λX2 X + ε2

……………………. (2)

X3 = λX3 X + ε3

……………………. (3)

X4 = λX4 X + ε4

……………………. (4)

X5 = λX5 X + ε5

……………………. (5)

X6 = λX6 X + ε6

……………………. (6)

Persamaan Struktural:
Y1 = ρY1X X + ε11

……………………. (7)

Y21 = ρY21X X + ρY21Y1 Y1 + ε12…………

(8)

Y22 = ρY22X X + ρY22Y1 Y1 + ε13…………

(9)

65

dimana:
X1

= Rasio Kemandirian

X2

= Rasio Efektivitas

X3

= Rasio Efisiensi

X4

= Rasio Ruang Fiskal

X5

= Rasio Keserasian

X6

= Indeks Kapasitas Fiskal

Y1

= Pertumbuhan Ekonomi

Y21 = Penggangguran
Y22 = Kemiskinan
5.1.2.4. Memilih Jenis Matrik Input dan Estimasi Model
Jenis matrik input yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa matrik
kovarian. Teknik estimasi Maximum Likelihood Estimation (ML) dilakukan

melalui dua tahap yaitu:
c.

Estimasi Model Pengukuran (Measurements Model)
Pengujian kesesuaian model dengan Confirmatory Factor Analisis

Measurement Model adalah proses permodelan dalam penelitian yang diarahkan
untuk menyelidiki unidimensionalitas dari indikator-indikator yang menjelaskan
sebuah faktor atau sebuah variabel laten. Dasar pengambilan keputusannya adalah
jika p ≥ 0, 05 maka tidak ada perbedaan antara matriks kovarians populasi yang
diestimasi dengan matriks kovarians sampel. Jika≤ p0,

05 maka terdapat

perbedaan antara matriks kovarians populasi yang diestimasi dengan matriks
kovarians sampel. Berikut disajikan hasil pengolahan data dengan AMOS pada
variabel Kinerja Keuangan Daerah:

66

MEASUREMENT MODEL
CONFIRMANTORY FACTOR ANALYSIS
KINERJA KEUANGAN
Standardized Estimates
.00
e1

X1

e2

X2

.01

e3

X3

.08

.01

e4

X4

.03

e5

X5

.92

e6

X6

-.05
-.11
.09
.28
.18
.96

Kinerja Keuangan
(x)

Goodnes of Fit:
Chi Square: 4.349
Probability: .887
Degree of Freedom: 9
GFI: .989
CFI: 1.000
RMSEA: .000
AGFI: .974
TLI: 2.330

Gambar 5.2
Hasil Confirmantory Factor Analysis
Hasil uji terhadap hipotesis di atas menunjukkan bahwa uji model
kesesuaian model ini menghasilkan tingkat penerimaan yang baik, seperti terlihat
dari nilai chi-square model ini sebesar 4,349 di bawah nilai chi-square tabel
dengan tingkat signifikansi 0,05 sebesar 11,0705 dan probabilitas 0,887 (≥ 0,05)
serta indeks GFI, AGFI, TLI, CLI, dan RMSEA berada dalam rentang nilai yang
diharapkan. Hasil uji terhadap hipotesis model di atas juga menunjukan bahwa uji
kesesuaian model ini menghasilkan tingkat penerimaan yang baik, seperti yang
terlihat dari factor loading masing-masing indikator yang nilainya mencapai ≥
0,05. Oleh karena itu hipotesis yang menyatakan bahwa indikator-indikator
tersebut merupakan dimensi acuan (underlying dimension) bagi sebuah konstruk
yang disebut kinerja keuangan dapat diterima.

67

d.

Estimasi Model Struktur Persamaan (Structure Equation Model)
Setelah analisis CFA, maka berikutnya adalah dilakukan analisis secara

full model. Estimasi dilakukan dengan menganalisis full-model untuk melihat
kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model yang
diuji. Full model dilakukan dengan mengganti dua anak panah korelasi dengan
satu anak panah yang melambangkan hipotesis yang diberikan dalam penelitian
ini seperti gambar berikut:
e8

.97

.68
e1

X1

e2

X2

e3

X3

e4

X4

e5

X5

e6

X6

Pengangguran
(Y21)

.01
-.83
.01 .11
.08
.01
Kinerja Keuangan -.25
.09
(x)
.05
.00
.14
.02

-.99 e7

-.01
.06

Pertumbuhan
Ekonomi
(Y1)

-.94

Goodnes of Fit:
Chi Square: 49.545
Probability: .002
Degree of Freedom: 25
GFI: .922
CFI: .938
RMSEA: .087
AGFI: .860
TLI: .911

e9

-.10
.85
Kemiskinan
(Y22)

Gambar 5.3
Hasil Analisis Full Model
Hasil output diagram di atas memberikan nilai hubungan antar variabel
dengan nilai Chi-Square sebesar 49,545 dengan taraf signifikansi sebesar 0,002.
Nilai GFI sebesar 0,922, nilai df sebesar 25, nilai Cmin/df sebesar 1,982, nilai CFI
sebesar 0,938, nilai RMSEA sebesar 0,087 dan nilai TLI sebesar 0,911.

68

5.1.2.5. Kemungkinan Munculnya Masalah Identifikasi
Masalah identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala sebagai berikut :
a.

Standard error yang besar untuk satu atau beberapa koefisien.
Nilai standard error hasil estimasi seperti pada lampiran 3 halaman 106,

menunjukkan bahwa standard error terbesar untuk indikator adalah sebesar 0,021
(e2). Nilai tersebut relatif kecil (< 0,4) sehingga tidak terdapat masalah
identifikasi pada standard error. Masalah terjadi jika terdapat satu atau lebih
standard error yang nilainya lebih dari 0,4.
b.

Program tidak mampu menghasilkan matriks informasi yang seharusnya
disajikan.
Pada beberapa kondisi, program AMOS tidak mampu mengeluarkan

sebuah solusi yang unik sehingga output tidak muncul. Hal tersebut dikarenakan
adanya masalah identifikasi pada model atau pada data observasi. Ketika Program
AMOS mampu mengeluarkan output, berarti terdapat solusi yang unik pada
model penelitian berdasarkan data observasi yang ada. Ketika program tidak
mampu menghasilkan solusi yang unik akan keluar pesan: This Solution is not
admissible. Output dalam penelitian ini tidak memunculkan adanya pesan tersebut
yang menandakan bahwa program mampu menghasilkan sebuah solusi yang unik
berdasarkan data observasi yang ada.
c.

Munculnya angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang
negatif.
Varians error pada seluruh indikator tersebut seperti pada lampiran

Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA KEUANGAN TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUD PADA KABUPATEN / KOTA DI DIY)

0 2 99

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

0 0 16

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

0 0 2

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

0 0 7

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

0 0 25

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

0 2 4

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

0 0 25

Analisis Kinerja Keuangan Dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran Dan Kemiskinan (Di Kabupaten Dan Kota Propinsi Sumatera Utara)

0 0 15

Analisis Kinerja Keuangan Dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran Dan Kemiskinan (Di Kabupaten Dan Kota Propinsi Sumatera Utara)

0 0 2

Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah terhadap Alokasi Belanja Modal dengan Dana Alokasi Khusus sebagai Variabel Moderating pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Chapter III VI

0 0 40