Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan orangtua terhadap tindakan fungsi lumbal pada pasien anak dengan infeksi sistem saraf pusat

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi SSP
Infeksi SSP adalah Infeksi pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur ataupun parasit. Infeksi SSP dapat dibedakan menurut
lokasi utama terjadinya peradangan, yaitu: meningitis, ensefalitis, araknoiditis,
mielitis, atau kombinasi meningoensefalitis.1,2,6
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui; aliran darah (hematogen),
perluasan langsung dari infeksi (yang disebabkan oleh infeksi dari sinus
paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus), implantasi langsung
(trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan miolokel),
aspirasi dari cairan amnion pada saat bayi lahir melalui jalan lahir.1,2,6
2.2 Pungsi lumbal
Pungsi lumbal pertama kali dilaporkan dilakukan pada akhir abad ke 19 oleh
Heinrich Irenaeus Quincke ada 3 pasien meningitis, dan pada waktu yang
bersamaan Wallter Essex Winter melaporkan 4 pasien menjalani pungsi
lumbal dan semuanya meninggal. Tidak ada teknik pencitraan yang tersedia
dan prosedur ini berhubungan dengan mortalitas yang tinggi, yang mungkin
telah menyebabkan reputasi prosedur yang buruk.2,3
Pungsi lumbal merupakan prosedur sederhana dengan beberapa

komplikasi. Menurut The Health and Social Care Information Centre for
England, terdapat 55.427 kejadian di rumah sakit yang termasuk diagnostik

Universitas Sumatera Utara

6
pungsi lumbal di tahun 2011-2012, 0,53% dari semua kejadian di rumah sakit
pusat rujukan, dimana pada sistem kesehatan Northern Ireland terdapat
600.000 kasus pertahun dengan rata-rata 8 kali pungsi lumbal perhari.2
Pungsi lumbal adalah cara untuk memperoleh cairan serebrospinal
(CSS) yang paling sering dilakukan pada segala umur, dan relatif aman.
Cairan serebrospinal ditemukan di ventrikel otak dan sisterna dan ruang
subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis.2,4
Pungsi lumbal adalah tindakan yang dilakukan untuk memperoleh CSS
untuk membantu dalam mendiagnosis infeksi, inflamasi, onkologi, dan proses
metabolik. Pungsi lumbal merupakan cara untuk mengkonfirmasi atau
menyingkirkan adanya perdarahan subarakhnoid, meningitis dan penyakit
inflamasi saraf.4,7
Pada


tahun

2008,

American

Academy

of

Pediatrics

(AAP)

merekomendasikan bahwa pungsi lumbal dilakukan pada anak-anak dengan
kejang demam yang disertai tanda-tanda dan gejala meningitis, (seperti kaku
kuduk, Kernig sign, Brudzinski), atau pemeriksaan menunjukkan adanya
meningitis atau infeksi intrakranial.8
2.3 Indikasi Pungsi lumbal
Pungsi lumbal dapat menilai gambaran cairan serebrospinal yang kemudian

digunakan untuk menilai kadar glukosa, kadar protein, sel radang, dan tanda–
tanda infeksi intrakranial lainnya. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan
dari hasil pungsi lumbal adalah kultur penyebab infeksi.9

Universitas Sumatera Utara

7
Pungsi lumbal di indikasikan pada pasien – pasien :10-12
1. Meningitis: untuk menegakkan diagnosa dan tatalaksana pengobatan.
2. Penurunan kesadaran: untuk menegakkan diagnosa.
3. Kejang: untuk menegakkan diagnosa.
2.4 Kontraindikasi & Komplikasi Pungsi lumbal
Kontraindikasi dari pungsi lumbal adalah syok, infeksi sekitar daerah pungsi,
tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak
ruang dalam otak. Penyakit cardiorespiratory harus menghindari pungsi
lumbal, dikarenakan posisi saat menjalani pungsi lumbal.13
Adapun komplikasi dari tindakan pungsi lumbal yang paling sering
adalah sakit kepala. Sakit kepala sering dikeluhkan memburuk dalam
beberapa menit saat berdiri dan meningkat pada posisi berbaring. Komplikasi
lain dari pungsi lumbal adalah herniasi, cardiorespiratory compromised, nyeri

pada bekas tusukan, perdarahan, infeksi, kista subarakhnoid, kebocoran dari
cairan serebrospinal.4,7 Komplikasi-komplikasi inilah yang membuat rasa
ketakutan para orangtua sehingga tindakan pungsi lumbal terlambat
dilakukan sehingga tatalaksana selanjutnya juga terlambat. 13,14
2.5 Cara kerja Pungsi lumbal
Cara

untuk

melakukan

tindakan

pungsi

lumbal,

diawali

dengan


membersihkan tempat pungsi lumbal dengan larutan yodium kemudian
dengan larutan alkohol 70%. Memasang kain penutup steril di atas dan di
bawah dan daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka. Menentukan tanda di

Universitas Sumatera Utara

8
daerah yang akan ditusuk dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril kira-kira 15 – 30 detik. Tindakan ini akan
memberi tanda di daerah tersebut selama kurang lebih 1 menit. Jarum pungsi
lumbal yang sesuai ditusukkan di daerah yang telah ditentukan tersebut.
Jarum akan melalui beberapa lapisan yang terasa sebagai tahanan, misalnya
ligamentum flavun dan duramater. Setelah menembus jaringan ini terasa
tahanan berkurang, terlebih setelah melewati duramater. Kemudian mandren
dicabut dari pungsi lumbal perlahan–lahan untuk mengetahui apakah daerah
cairan serebrospinal telah tercapai. Bila cairan belum keluar jarum diputar 90⁰
pada tempat yang sama, mungkin ada yang menyumbat. Bila masih belum
keluar cairan, tusukkan sedikit lebih dalam lagi dengan mandren yang telah
dimasukkan kembali ke dalam jarum, kemudian cek lagi dengan cara seperti

di atas. Jarak antara kulit dan ruang subaraknoid berbeda pada setiap anak,
sesuai dengan umur dan keadaan gizi pasien. Biasanya 1,5 – 2,5 cm pada
bayi dan meningkat sampai 5 cm pada umur 3 - 5 tahun, dan pada remaja
jaraknya 6 – 8 cm.6,15,16

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 1. Cara Kerja Pungsi lumbal15

2.6 Sikap dan Pandangan Orangtua terhadap pungsi lumbal
Sikap merupakan keyakinan, perasaan, dan kecenderungan bertindak
seseorang terhadap obyek tertentu. Obyek sikap tersebut dapat berupa
benda, orang, institusi sosial maupun peristiwa tertentu. 17 Sikap atau kualitas
pribadi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan, sistem
nilai dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan dan penolakan terhadap
sesuatu.18
Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran, dan
predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan

sekitarnya.19 Sikap merupakan suatu pola perilaku atau kesiapan antisipasif

Universitas Sumatera Utara

10
untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana sikap
adalah respon terhadap stimuli sosial yang terkondisikan. 20
Menurut teori Lawrence Green, ada 3 faktor yang mempengaruhi
perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai berikut :21
a. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana
dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
c. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat
perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami,
orangtua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu;22

a. Pengalaman, pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman pribadi
maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu
cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.
b. Ekonomi (pendapatan), dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer)
maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik
akan lebih tercukupi bila dibandingkan dengan keluarga status
ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

11
akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan
sekunder.
c. Lingkungan sosial ekonomi manusia adalah makhluk sosial dimana
didalam kehidupan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu
yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar
terpapar informasi.
d. Pendidikan, tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam
pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang
yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih

rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana
keuntungan yang akan mereka dapatkan.
e. Paparan Media Massa atau Informasi melalui berbagai media, baik
cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh
masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media
massa (TV, radio, majalah dan lain-lain) akan memperoleh informasi
yang lebih banyak dibandingkan dengan orang tidak pernah terpapar
informasi media massa.
f. Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan, mudah atau
sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan berpengaruh
terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

12
Menurut Rogers, perubahan perilaku tidak selalu harus melewati
tahap-tahap di atas. Rogers mengemukakan ada lima tahapan proses adopsi
perilaku dalam Teori Difusi Inovasi yaitu :22
1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki
informasi mengenai tambahan pengetahuan yang baru. Untuk itu

informasi

mengenai

pengetahuan

yang

baru

tersebut

harus

disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa
melalui

media

elektronik,


media

cetak,

maupun

komunikasi

interpersonal diantara masyarakat.
2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat
pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan
yang akan ia dapat jika mengadopsi pengetahuan yang baru tersebut
secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain,
ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak pengetahuan
yang baru tersebut.
3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat
keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak
sebuah pengetahuan yang baru tersebut. Namun bukan berarti setelah
melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan
terdapat perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan pengetahuan
yang baru ini sambil mempelajari lebih jauh tentang pengetahuan
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

13
5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang
kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah
pengetahuan tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan
mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup
kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya
menolak jadi menerima pengetahuan yang baru, setelah melakukan
evaluasi.
Menurut Notoatmodjo, pengetahuan yang mencakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 22
1. Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan, tingkatan ini
adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai mengingat
suatu kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
3. Aplikasi

(application),

aplikasi

diartikan

sebagai

kemampuan

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara

14
4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru di formulasi-formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu objek atau materi tertentu.
Dalam praktik dokter anak seringnya masalah yang dihadapi adalah
ketidakmampuan pasien (bayi atau anak) untuk memberikan informed
consent. Pada umumnya secara legal dan etis orangtua pasien dianggap
pihak yang berhak memberikan persetujuan untuk tindakan pengobatan
ataupun diagnostik. Memperoleh persetujuan orangtua untuk melakukan
prosedur pungsi lumbal pada anak mereka, melibatkan keterampilan dokter
dalam berinteraksi kepada orangtua, memberi keyakinan, persepsi atau
pemahaman orangtua tentang penyakit anak mereka dan perlunya prosedur
pungsi lumbal dalam menegakkan diagnosis.23,24
Meskipun pungsi lumbal merupakan prosedur yang relatif aman yang
umum dilakukan untuk diagnostik, namun terdapat penolakan yang cukup
besar pada tindakan pungsi lumbal, sehingga beberapa orangtua takut untuk
dilakukan tindakan tersebut. Beberapa orangtua mendapat informasi tentang
tindakan pungsi lumbal dari teman atau kerabat, sehingga orangtua memiliki
pandangan yang buruk tentang tindakan pungsi lumbal. Pada studi yang

Universitas Sumatera Utara

15
dilakukan di Malaysia pada tahun 2000 didapatkan dari 28 keluarga yang
diminta persetujuannya untuk tindakan pungsi lumbal pada anak mereka, dan
8 diantaranya menolak. Suatu penelitian lain di Arab pada tahun 2011
menunjukkan bahwa ketidak tahuan persepsi, kepercayaan, dan ketakutan
dari orangtua mengakibatkan penolakan tindakan pungsi lumbal.24
Pada penelitian di Narchi tahun 2012 terdapat 24 keluarga menolak
tindakan lumbal pungsi, dimana 7 orang tidak terbiasa dengan tindakan
pungsi lumbal, 18 pasien orangtua takut terhadap resiko kelumpuhan dan
nyeri, 5 pasien merasa pungsi lumbal tidak diperlukan. Dan dari penelitian di
Iran pada tahun 2013 didapati 50 orangtua menolak dilakukannnya pungsi
lumbal dikarenakan takut akan adanya komplikasi seperti kelumpuhan dan
nyeri punggung.5,25 Pada penelitian di iran pada tahun 2014 dilaporkan dari
55 keluarga yang diminta persetujuannya untuk dilakukannya pungsi lumbal
terhadap anaknya, dan didapati 33 keluarga menolak tindakan tersebut. 26
Dari penelitian lain dilaporkan orangtua memiliki tingkat kecemasan
yang tinggi saat dilakukannya tindakan pungsi lumbal terhadap anak
mereka.25 Dari penelitian–penelitian sebelumnya didapatkan alasan orangtua
menolak tindakan pungsi lumbal adalah takut akan adanya komplikasi,
ketidakpercayaan orangtua terhadap dokter, dan persepsi orangtua terhadap
tidak pentingnya tindakan pungsi lumbal. Dan adanya ketakutan orangtua
akan terjadinya parese ataupun nyeri. 23,2,28
Hal ini mengindikasi bahwa lebih banyak pandangan negatif yang
diterima pasien ataupun keluarga pasien mengenai pungsi lumbal seiring

Universitas Sumatera Utara

16
dengan pertambahan usia, yang berperan dalam penolakan tindakan. Dari
berbagai penelitian yang dilakukan di Arab, Iran, dan Malaysia didapati
kesimpulan bahwa latar belakang pendidikan orangtua menjadi salah satu
faktor penolakan tindakan pungsi lumbal. Dengan demikian penjelasan
mengenai tindakan pungsi lumbal yang diberikan kepada orangtua dengan
latar belakang pendidikan rendah lebih cenderung menolak. 5,25,26,27
Untuk memperoleh persetujuan tindakan ini dokter harus bisa
meyakinkan orangtua pasien tentang tindakan pungsi lumbal ini, dengan
memberikan penjelasan tentang penyakit anak mereka, dan tentang perlunya
prosedur pungsi lumbal dalam penegakkan diagnosis sehingga orangtua
dapat memahami tujuan dari tindakan yang dilakukan. 23,24,29

Universitas Sumatera Utara

17
2.7 Kerangka Teori
Sarana /
Prasarana

Etiologi

Pendidikan
1. Ayah
2. Ibu

Prognosis

Keterlambatan
diagnosa

Keahlian dokter

Keputusan
keluarga

Pengetahuan
1. Penjelasan pungsi
lumbal
2. Manfaat pumgsi
lumbal
3. Komplikasi
pumgsi lumbal
4. Efek Samping
pungsi lumbal

Alasan
1. Tidak perlu
dilakukan pungsi
lumbal
2. Takut komplikasi
3. Menunggu
persetujuan
keluarga
4. Pengobatan
alternatif lain

Keterangan
: variabel yang diteliti
Gambar 2. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

18
2.8 Kerangka Konseptual
Pungsi lumbal merupakan tindakan yang dilakukan untuk memperoleh cairan
serebrospinal dalam mendiagnosis infeksi, inflamasi, onkologi, dan proses
metabolik. Diagnosa dini yang cepat dan tepat dapat membantu dalam
mengurangi angka kematian. Tindakan pungsi lumbal ini memiliki resikoresiko dalam pelaksanaannya sehingga seringkali orangtua menolak untuk
dilakukan tindakan pungsi lumbal yang pada akhirnya diagnosa tidak dapat
ditegakkan sehingga angka mortalitas meningkat. Keputusan ini dipengaruhi
oleh tingkat

pendidikan

orangtua

maupun sosial–ekonomi.

Orangtua

menganggap bahwa tidak pentingnya tindakan pungsi lumbal, karena
komplikasi yang akan terjadi, menunggu kesepakatan pihak keluarga,
mencari alternatif ke dokter lain ataupun menganggap bahwa tanpa
pungsi lumbal pasien dapat sembuh. Dengan melakukan wawancara kepada
orangtua, dapat diketahui alasan keputusan orangtua terhadap tindakan
pungsi lumbal.

Universitas Sumatera Utara

19

PENDIDIKAN

KEPUTUSAN
PENGETAHUAN

TERHADAP PUNGSI
LUMBAL

ALASAN
ORANGTUA

Gambar 3. Kerangka konseptual penelitian

Keterangan:

yang diteliti

Universitas Sumatera Utara