Perubahan Ph Saliva Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren Pada Mahasiswa Fkg Usu

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Dalam rongga mulut terdapat cairan kompleks yang mempunyai peranan
penting untuk mempertahankan ekosistem di rongga mulut yang disebut dengan
saliva. Saliva memiliki peran sebagai pelindung, lubrikasi, pembersih mekanis,
pelumuran elemen gigi geligi untuk mengurangi keausan oklusi akibat daya
pengunyahan, aktifitas buffer, dan anti bakteri sehingga menghalangi pertumbuhan
bakteri.1 Saliva mengandung enzim amilase yang memecah pati menjadi maltosa larut
dan fragmen dekstrin, dimana dalam hal ini berperan menginisiasi pencernaan
makanan dan pencernaan lemak diawali di dalam saliva karena adanya lipase.2,3
Unsur protein utama pada saliva adalah amilase (20%), phospoprotein seperti
statherin (7%), dan prolin kaya protein (60%), prolin kaya protein merupakan
komponen utama dari pelikel protein pada permukaan gigi selain itu saliva juga
penting untuk menetralkan asam dan pembentukan pelikel. Saliva yang diproduksi
dipengaruhi pada saat proses sekresi saliva dimana pada stimulasi kelenjar saliva, sel
melalui eksositosis mentransfer cairan sekresi saliva kepada lumen. Setelah saliva
disekresi di dalam lumen kemudian diangkut melalui saluran pengeluaran sehingga
komposisi saliva dapat berubah.1,2,3 Pada glandula parotis, submandibularis, natrium
dan klorida diresorbsi, kalium, kalsium dan bikarbonat merupakan proses sekresi

yang terbesar. Pada saliva terdapat buffer saliva 85% yang ditentukan oleh
konsentrasi bikarbonat, 14% ditentukan oleh konsentrasi fosfat dan 1% oleh protein.3
Hal ini mempunyai dampak bahwa pada saat kenaikan kecepatan sekresi, konsentrasi
bikarbonat menjadi lebih tinggi, sehingga pH lebih tinggi.1
Derajat asam suatu larutan dinyatakan dengan pH. Di dalam serum dan
plasma sel pH tetap konstan, tetapi di dalam cairan eksokrin seperti urin dan saliva
pH dapat berubah dan tergantung oleh kecepatan sekresi. Derajat asam dan kapasitas
buffer saliva akan selalu dipengaruhi oleh perubahan yang disebabkan oleh cycardian

yaitu pada keadaan istirahat atau setelah bangun pH saliva meningkat dan kemudian
turun kembali dengan cepat, pH saliva juga rendah pada malam hari. Diet
mempengaruhi buffer saliva seperti diet kaya karbohidrat dapat menurunkan
kapasitas buffer dan pH saliva karena karbohidrat meningkatkan metabolisme
produksi asam oleh bakteri rongga mulut, sedangkan diet kaya serat memiliki efek
meningkatkan buffer dan pH, faktor lain yaitu perangsangan kecepatan sekresi dapat
juga merubah pH saliva.1
pH saliva secara normal berkisar 7, sedangkan derajat keasaman (pH) saliva
optimum untuk pertumbuhan bakteri yaitu 6,5-7,5. Apabila pH rongga mulut rendah
antara 4,5-5,5 akan memudahkan pertumbuhan bakteri seperti streptokokus mutans,
helicobacter pylori, prevotella akan mudah berkembang dan menimbulkan penyakit

seperti stomatitis aftosa rekuren.4 Berdasarkan penelitian Abbas F. Al-Taee dan
Ahmed S Khudur pada tahun 2010, dengan percobaan klinis dengan kontrol,
dilakukan pada 60 subjek dimana subjek dibagi menjadi 30 subjek normal dan 30
subjek dengan stomatitis aftosa rekuren. pH saliva diukur dengan menggunakan
chair-side pH meter. Hasil sangat signifikan, pH level yang diamati diantara subjek
dan kelompok kontrol diperoleh nilai pH t-value 5.420 dan p< 0,0001. Sedangkan pH
antara pria dan wanita dinyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan. Kesimpulan
hasil penelitian tersebut didapat bahwa pH saliva pada pasien stomatitis aftosa
rekuren lebih asam daripada subjek normal, dengan kata lain bahwa ada hubungan
antara perubahan pH saliva terhadap terjadinya stomatitis aftosa rekuren (SAR).5
SAR merupakan gangguan rongga mulut yang umum dan paling sering
terjadi. Berdasarkan hasil penelitian Donatsky, prevalensi SAR pada mahasiswa
pendidikan kesehatan sebesar 54%, pada mahasiswa kedokteran gigi di Denmark
sebesar 56% dan prevalensi SAR tertinggi pernah dilaporkan pada mahasiswa
kedokteran gigi di Amerika Serikat yaitu sebesar 66,2%. SAR jenis minor terjadi
80% dari sebagian besar populasi dan pada SAR jenis mayor sebesar 10%.6
Pada tahun 2002 Andy Sun melakukan penelitian untuk melihat apakah ada
keterkaitan dengan bakteri dan antigen terhadap terjadinya SAR, dengan melihat
respon poliferatif (PR) untuk spesies streptokokus yang berbeda dalam sel


mononuclear dengan menggunakan subjek penelitian 39 yang menderita SAR dan 21
subjek penelitian menderita lichen planus, dan sebagai kontrol digunakan 22 orang
yang sehat diperoleh p