Perubahan Ph Saliva Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren Pada Mahasiswa Fkg Usu

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis aftosa rekuren
SAR merupakan inflamasi yang terjadi secara berulang, menimbulkan sakit
dan etiologinya tidak diketahui. SAR dapat timbul secara tunggal maupun
berkelompok. Gejala awal ditandai dengan rasa terbakar/nyeri yang terlokalisasi
selama 24-48 jam sebelum ulser muncul, dalam beberapa jam terbentuk papula kecil
berwarna putih, kemudian secara bertahap membesar selama 48-72 jam.8,9 Gambaran
lesi berbentuk bulat atau oval, dangkal, adanya jaringan nekrotik yang ditutupi
pseudomembran berwarna kuning keabu-abuan, dan memiliki tepi eritematus. Rasa
sakit dapat mengganggu saat makan, menelan, serta berbicara.8,9,10

2.2 Epidemiologi
Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada golongan sosioekonomi atas dan
diantara para mahasiswa selama waktu-waktu ujian.11

2.3 Gambaran Klinis
Secara klinis SAR diklasifikasikan menjadi 3 kategori menurut ukurannya
yaitu, SAR minor, mayor, dan herpetiformis.12


2.3.1 SAR minor
Sebagian besar pasien (80%) khususnya pada kelompok usia 10-40 tahun,
menderita bentuk minor.11 Subtipe dari SAR ini ditandai dengan adanya ulser oval
atau bulat, dangkal, dengan diameter kurang dari 1cm dan dapat sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut.9 Ulserasi pada SAR minor cenderung mengenai daerah
non-keratin seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan dasar mulut. Ulserasi dapat
berbentuk tunggal atau berkelompok yang terdiri atas empat atau lima ulser.
Secara umum, dasar ulser berwarna kekuning-kuningan dan dikelilingi oleh

erythematous halo serta terkadang disertai dengan adanya edema. SAR minor ini
umumnya dapat sembuh dalam waktu 10-14 hari dan dapat terjadi rekurensi dalam
jangka waktu 1-4 bulan.11

Gambar 1. SAR minor.13

2.3.2

SAR mayor

SAR mayor terjadi kira-kira 10% dari penderita SAR, dengan gambaran klinis

sedikit berbeda daripada SAR minor.11 SAR subtipe ini sering disebut tipe ulser
periadenitis. Ulser biasanya tunggal dan berukuran lebih dari 1 cm.13 Pada umumnya
SAR mayor muncul setelah pubertas dengan gambaran klinis bulat atau ovoid dengan
tepi yang jelas. Gejala prodromal lebih sering muncul daripada SAR minor. Ulser
tersebut biasanya berbentuk tidak beraturan yang disertai dengan rasa sakit dan dapat
muncul pada bibir, palatum lunak, dan tenggorokan.7
Dasar ulser ditutupi oleh lapisan keabu-abuan dengan dasar yang sedikit
menonjol. Biasanya juga terlihat adanya limfadenopati submandibula dan pasien
merasa sakit dengan demam ringan. SAR mayor dapat terjadi pada bagian mana saja
pada mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin seperti dorsum lidah dan
palatum. Ulser biasanya terasa sangat sakit dan tetap ada selama 6 minggu.12,13
Apabila ulser sembuh maka dapat terbentuk jaringan parut.7

Gambar 2. SAR mayor.7

2.3.3 SAR tipe herpetiformis
Tipe SAR ketiga adalah SAR herpetiformis. Bentuk klinis SAR ini dapat
mencapai 100 ulser kecil-kecil dalam satu waktu dan mirip dengan gingivostomatitis
herpetik primer, tetapi virus herpes tidak ditemukan dalam ulser ini.11 Subtipe ini
biasanya dijumpai pada kelompok usia yang lebih tua daripada subtipe SAR lainnya

dan sering ditemukan pada wanita.6 Mula-mula ulser tampak kecil dan dikelilingi oleh
erythematous halo, tetapi ulser akhirnya akan bergabung membentuk kelompok.13
Ulser ini dapat dijumpai pada mukosa berkeratin.12,11
Selain ukurannya yang kecil, ulser juga terasa sangat sakit sehingga dapat
menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Proses penyembuhan dapat terjadi lebih
cepat daripada tipe ulser yang lain dan memakan waktu sekitar 3-4 hari, namun
setelah ulser hilang dapat muncul ulser yang baru.13

Gambar 3. SAR tipe herpetiformis.7

2.4 Faktor predisposisi
Etiologi SAR yang pasti hingga saat ini belum diketahui. Ada beberapa
faktor yang terbukti mempengaruhi terjadinya SAR, misalnya faktor genetik, dimana
anak kembar identik lebih sering terkena SAR daripada kembar non identik.
Beberapa faktor yang diperkirakan dapat menjadi penyebab munculnya SAR14:

2.4.1 Faktor Genetik
Hampir 50% pasien mempunyai riwayat SAR yang mengenai salah seorang
dari orang tuanya. Menurut Sircus bila kedua orang tua terserang SAR, maka dapat
diperkirakan bahwa SAR dapat terjadi juga pada anak. Antigen spesifik dari genetik

yang disebut subtype human leukocyte antigen (HLA) telah diidentifikasi pada
pasien SAR, namun belum ditemukan adanya hubungan yang pasti, karena
bervariasi tergantung ras dan etnik tertentu.14

2.4.2 Trauma
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis bahwa sekelompok SAR terjadi setelah
adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi setelah dilakukan
perawatan gigi, dan suntikan anastesi lokal dapat menimbulkan ulserasi di rongga
mulut.7,13

2.4.3 Infeksi Bakteri
Terdapat beberapa teori yang menunjukkan adanya hubungan antara SAR
dengan sejumlah Bakteri termasuk streptokokus, Helicobacter pylori dan
streptococci.9 Namun literatur lain menyebutkan bahwa tidak terdapat bukti adanya
hubungan yang langsung antara SAR dan mikroba. Munculnya SAR dikaitkan
dengan reaksi silang antigen streptokokus.14

2.4.4 Hipersensitifitas Terhadap Makanan
Makanan seperti coklat, kopi, kacang, sereal, almond, stroberi, keju, , tomat,
dan tepung terigu dapat berpengaruh pada beberapa pasien. Dalam suatu penelitian


pada pasien SAR yang menggunakan tes patch yaitu untuk menilai reaktif terhadap
zat tertentu seperti asam benzoat, dan cinnamaldehyde, nilainya sebanyak 50%
menunjukkan klinis ketika makanan tersebut tidak di konsumsi lagi.8

2.4.5 Pengaruh Hormon
SAR sering terjadi pada saat pra menstruasi. Para ahli menemukan bahwa
insiden SAR menurun selama kehamilan. Bishop menyatakan bahwa, SAR
ditemukan pada sekelompok wanita yang dihubungkan dengan faktor endokrin
dimana beberapa pasien tersebut mengalami dismenorhoea.15

2.4.6

Penyakit Sistemik

SAR ditemukan pada penderita penyakit sistemik seperti inflammatory bowl
disease, chron disease, HIV dan AIDS, serta celiac sprue.7

2.4.7


Stres

Stres dapat merangsang terjadinya SAR, dimana insiden terjadinya ulser
banyak terdapat pada remaja putri sedang dalam pendidikan, pekerjaan dan dalam
kehidupan sehari-hari.7

2.4.8

Berhenti Merokok

SAR terbentuk pada perokok yang dahulunya tanpa gejala simtom, ketika
kebiasaan merokok dihentikan. Hal ini mungkin disebabkan merokok memiliki efek
proteksi terhadap SAR. Efek proteksi ini berhubungan dengan peningkatan
keratinisasi pada mukosa mulut pada perokok. Lapisan keratin ini berperan sebagai
barier mekanis dan kimiawi pada mukosa mulut terhadap agen mikroba sehingga
tidak rentan terhadap terjadinya ulser.22

2.4.9

Defisiensi Nutrisi


Defisiensi zat besi, asam folat, vitamin B12, atau B kompleks dapat terjadi
pada sebagian penderita SAR.11

2.5

Perubahan pH Saliva Berpengaruh Pada Terjadinya SAR

Saliva memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan mukosa dengan
mempertahankan jaringan serta mengontrol pH pada mukosa. pH saliva dapat
dipertahankan dengan sistem bikarbonat, sistem fosfat dan sistem protein.
Peningkatan bikarbonat dalam saliva dapat meningkatkan sekresi saliva yang diikuti
dengan meningkatnya pH saliva.5 Berdasarkan penelitian diketahui bahwa terdapat
hubungan antara sekresi saliva dan pH saliva terhadap timbulnya SAR, dimana
sekresi saliva dan sistem buffer yang rendah atau sedang akan menghasilkan
resistensi saliva terhadap serangan bakteri berkurang, dengan kata lain perubahan
volume, sekresi, dan pH saliva berpengaruh terhadap timbulnya SAR.15

2.6 Saliva
Saliva merupakan sekresi eksokrin yang terdiri dari 99% air yang

mengandung elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium,
bikarbonat, dan fosfat. Pada saliva juga terdapat protein yang terdiri dari enzim,
immunoglobulin, dan bahan lainnya seperti peran antimikroba, glikoprotein mukosa,
albumin, dan beberapa polipeptida dan oligopeptida yang penting bagi kesehatan
tubuh dan rongga mulut, semua komponen tersebut berinteraksi terhadap fungsi dari
saliva.2
Secara umum, saliva disekresikan oleh kelenjar mayor dan kelenjar minor.
Kelenjar mayor terdiri atas:1
1. kelenjar parotis
2. kelenjar submandibula
3. kelenjar sublingual
Kelenjar minor terdiri atas:3
1. kelenjar lingual yang terletak pada lidah
2. kelenjar bukal dan labial terletak pada pipi dan bibir
3. kelenjar palatina terletak pada bagian palatum
4. kelenjar glossopalatina terletak pada lipatan glossopalatine.

Sifat kelenjar saliva dan sekresinya ditentukan oleh tipe sel sekretori yaitu
serous, seromukus dan mukus, dimana saliva serous menunjukkan saliva yang encer,
keadaan saliva mukus menunjukkan saliva yang pekat. Sekresi saliva dari kelenjar

jenis tertentu memiliki komposisi protein yang khas seperti lisozim, laktoperoksidase
dan laktoferin yang memiliki sifat antimikroba. Saliva sublingual sangat kaya akan
mucin dan mengandung sedikit amilase, sementara saliva parotis merupakan sumber
utama amilase. Dalam hal ini, enzim amilase berperan dalam proses pemecahan pati
menjadi karbohidrat sehingga lebih mudah untuk dicerna, selain itu saliva juga
meningkatkan pengecapan rasa pada saat makanan masuk ke mulut dengan memecah
molekul makanan menjadi larutan yang kemudian berpengaruh dengan tastebud.3,4
Selain memiliki sifat antimikroba, saliva juga mengandung antibodi atau
immunoglobulin. Seperti imunoglobulin A (IgA) yang berfungsi sebagai pengikat
patogen, sehingga patogen tidak menempel pada reseptor permukaan sel epitel
mukosa, serta sebagai pencegahan infeksi. IgA memiliki dua molekul yang
dihubungkan oleh sebuah rantai J- yang disintesis oleh sel plasma yang berhubungan
dengan kelenjar saliva.16

2.6.1 Derajat keasaman (pH) saliva
Derajat asam suatu larutan dinyatakan dengan pH. pH saliva yang normal
berada pada skala 7.1 Berdasarkan penelitian Reams menyatakan bahwa pH rata-rata
dari urin dan saliva berada tepat di skala 6,4 karena pada derajat pH tersebut sangat
spesifik untuk ionisasi dalam tubuh. Skala dari derajat asam dimulai dari 0-14 dimana
0-6 bersifat asam dan 8-14 bersifat basa.17

Diet kaya karbohidrat juga dapat menurunkan kapasitas buffer dan pH karena
diet dapat menaikkan metabolisme produksi asam oleh bakteri pada rongga mulut.1
Tarakji B mengungkapkan bahwa kebiasaan diet tidak memiliki peran penting dalam
berkembangnya SAR akan tetapi diet mempunyai sedikit peran dalam patogenesis
SAR dengan cara menyebabkan hipersensitivitas pada mukosa. Berdasarkan
penelitian yang diakukan Tarakji B pada tahun 2012, diketahui bahwa pada pasien

yang lebih sering memakan makanan mengandung asam seperti jeruk dan lemon
dapat terkena SAR.19
Hay dan Reade pada penelitian tahun 2012 menunjukkan bahwa ada
hubungan antara SAR dengan makanan seperti tomat, saus tomat, cuka, lemon, nanas,
susu, keju dan tepung terigu dapat menyebabkan SAR. Selain itu pada diet buah sitrat
dan makanan pedas juga dapat menjadi faktor pemicu timbulnya SAR. Hal ini
menekankan fakta bahwa makanan yang mengandung asam secara statis terlihat
signifikan bagi perkembangan lesi.20

2.6.2 Sistem Buffer Saliva
Perangsangan kecepatan sekresi saliva terjadi pada saat adanya stimulasi yang
akan menaikkan kecepatan sekresi saliva sehingga terjadi kenaikan buffer dan pH
saliva.1 Derajat keasaman dan kapasitas buffer dipengaruhi oleh susunan bikarbonat.

Hal ini diartikan bahwa pH dan kapasitas buffer saliva meningkat sesuai dengan
kenaikan laju kecepatan sekresi saliva. Peningkatan pH saliva oleh kemampuan
buffer bikarbonat memiliki mekanisme sebagai berikut, pada kondisi pH saliva
rendah, konsentrasi ion H+ saliva akan berlebih, untuk menetralkan kondisi ini maka
akan terjadi penambahan konsentrasi bikarbonat. Reaksi antara ion H+ dan bikarbonat
menghasilkan asam karbonat (H2CO3). Asam karbonat yang terjadi akan segera
berubah menjadi air (H2O) dan gas karbondioksida (CO2), sehingga dengan
penambahan konsentrasi bikarbonat, pH saliva akan kembali netral.19 Komponen
saliva seperti fosfat terutama HPO42- dan protein hanya merupakan tambahan
sekunder pada kapasitas buffer.18
Ureum pada saliva dapat digunakan oleh mikroorganisme pada rongga mulut
untuk menghasilkan pembentukkan ammonia, terutama pada pasien hemodialisis.
Amonia akan menetralkan hasil akhir asam metabolisme bakteri sehingga pH menjadi
lebih tinggi.1
Efektifitas buffer saliva sangat penting untuk menekan jumlah bakteri yang
ada. Sialin yang merupakan saliva peptide berperan dalam meningkatkan pH saliva

setelah terpapar fermentasi karbohidrat. Hal tersebut dapat menurunkan resiko SAR
pada seseorang.1,15

2.6.3 Derajat Keasaman Saliva Tidak Distimulasi
pH saliva yang tidak distimulasi bersifat asam. Derajat pH saliva bervariasi
mulai dari 6,4 sampai 6,9. Konsentrasi bikarbonat saliva saat istirahat bersifat rendah,
sehingga suplai bikarbonat untuk kapasitas buffer saliva paling tinggi hanya
mencapai 50%, sedangkan pada saliva yang distimulasi dapat menyuplai sampai
85%. Saliva pada keadaan istirahat, perbandingan bikarbonat terhadap H2CO3
menjadi turun. Penurunan pH saliva pada saat istirahat tersebut paling jelas terlihat
pada kelenjar saliva parotis, dimana pH saliva tetap kurang dari netral karena dalam
keadaan istirahat kelenjar parotis tidak berfungsi secara aktif, maka pada keadaan
istirahat saliva yang dihasilkan pekat (mukus).1
Berdasarkan penelitian Moritsuka pada tahun 2005, pengukuran pH saliva
pada saat tidak distimulasi dilakukan 2 jam sebelum atau sesudah makan dan
sekurang-kurangnya 1 jam setelah menyikat gigi, hal ini dilakukan agar
meminimalisasi berubahnya komposisi saliva.15

KERANGKA TEORI

Saliva

-Bikarbonat
- Buffer Saliva

Buffer Saliva

Bikarbonat

pH

Bakteri

SAR

KERANGKA KONSEP

pH Saliva

Stomatitis Aftosa

Non stomatitis aftosa
rekuren

Rekuren

Efek +

Efek -

Efek +

Efek -