Kebijakan Donald Trump Melarang Masuknya Pengungsi Ke Amerika Serikat Ditinjau Dari Konvensi 1951 Dan Protokol 1967 Tentang Status Pengungsi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pengungsi belakangan ini bagaikan sebuah fenomena yang
lumrah kita dengar dan kita lihat pada saat ini. Media-media pemberitaan baik
radio, televisi hingga portal berita berbasis online pun seakan berlomba-lomba
membahas tentang masalah pengungsi ini. Misalnya saja yang sering kita dengar
adalah mulai dari masalah pengungsian besar-besaran di Suriah yang terdampak
konflik dengan ISIS atau suku Rohingya yang tidak diakui di Myanmar,dan
sebagainya. Problema pengungsi seyogyanya memang sudah menjadi masalah
yang boleh dibilang sangat klasik dalam peradaban manusia.
Pengungsi adalah orang yang terpaksa meninggalkan negara asalnya
karena rasa takut mendasar dan mengalami penindasan (persecution). Rasa takut
yang mendasar inilah yang membedakan pengungsi dengan jenis migran lainnya,
seberat apapun situasinya, dan juga dari orang yang tidak membutuhkan
Pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan dari negara yang seharusnya
memberi perlindungan kepada mereka. 1 Misalnya saja seperti kelaparan,
kemiskinan dan genosida di negara asal mereka. Kemiskinan dan kelaparan juga
menjadi momok menakutkan bagi masyarakat sebagian negara di Afrika seperti
Somalia, Sudan Selatan, dan sebagainya. Akses air bersih juga menjadi masalah di
negara-negara Sub-Sahara Afrika.


1

Yuliantinigsih,Aryuni. 2013. Perlindungan Pengungsi Dalam Perspektif Hukum
Intrnasional dan Hukum Islam ( Studi Terhadap Kasus Manusia Perahu Rohingya ). Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 13, No. 1.

Universitas Sumatera Utara

Pada akhirnya, mereka kemudian tidak memiliki pilihan lagi selain harus
mengungsi keluar dari negara asal mereka yang terdampak perang saudara,
genosida, bencana alam, kemiskinan dan kelaparan. Mereka kemudian melakukan
perantauan ke negara-negara yang dirasa akan memberikan mereka perlindungan
serta rasa aman dan nyaman.
Belakangan ini, dunia dikejutkan dengan kebijakan Presiden Amerika
Serikat, Donald Trump yang mengeluarkan sebuah perintah eksekutif yang intinya
melarang penerimaan imigran dari 7 Negara mayoritas Muslim serta pengungsi
untuk masuk ke Amerika Serikat. Hal ini sudah ia utarakan sejak masa kampanyenya. Trump seolah ingin menunjukkan bahwa apa yang dia kampanyekan selama
masa kampanye bukan hanya bualan belaka, dan benar saja, ia wujudkan ketika
menjadi Presiden Amerika Serikat sekarang. Berikut adalah isi dari perintah

eksekutif tersebut dikutip dari NBC News:
“Protecting the Nation From Foreign Terrorist Entry Into the United States”
Signed: Jan. 27, 2017
The order suspends the entry of immigrants from seven Muslim-majority countries
— Syria, Iran, Iraq, Libya, Sudan, Yemen and Somalia — for 90 days and stops
all refugees from entering the country for 120 days. Syrian refugees are banned
indefinitely. During the time of the ban, the secretary of homeland security and
the secretary of state will review and revise the refugee

admission process.

Also in the order is the suspension of Obama's 2012 Visa Interview Waiver
Program, which allowed frequent U.S. tourists to bypass the visa interview
process.

Universitas Sumatera Utara

White House officials have made a number of contradictory statements, at
times calling the order a "ban" and at other times referring to it as a "travel
restriction." After the order was signed, thousands of protesters popped up at

airports across the country to denounce it.2
Setelah Trump mengeluarkan kebijakan kontroversialnya tersebut, gelombang
protes berdatangan, baik di dalam negeri hingga luar negeri. Warga negara dari
negara Eropa juga tidak ketinggalan menyuarakan suara mereka menentang
kebijakan Donald Trump ini. Mereka tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh
Trump dan menganggap ini merupakan sebuah kebijakan yang sangat konyol.
Mereka melakukan protes. Tujuan mereka hanya satu, mereka menuntut Donald
Trump untuk mencabut kebijakannya tersebut. 3
Dalam perintah eksekutif itu, Donald Trump akan melarang masuknya
imigran-imigran yang berasal dari 7 Negara mayoritas Muslim ( Suriah, Iran, Irak,
Libya, Sudan, Yaman dan Somalia ) selama 90 hari sejak perintah eksekutif itu
ditandatangani dan Trump juga menghentikan sementara program penerimaan
pengungsi untuk masuk ke Amerika Serikat selama 120 hari sejak perintah
eksekutif itu dikeluarkan. Terkhusus untuk pengungsi Suriah, belum ditentukan
jangka waktu yang pasti kapan larangan itu akan dicabut.
Perintah eksekutif ini sungguh menyakitkan, Trump terlihat sangat
diskriminatif. Ia menolak imigran dari negara tertentu untuk masuk ke Amerika
Serikat serta menolak para pengungsi untuk masuk ke Amerika Serikat.

2


http://www.nbcnews.com/politics/white-house/here-s-full-list-donald-trump-s-executiveorders-n720796 diakses tanggal 29 Maret 2017.
3
http://www.express.co.uk/news/world/764444/donald-trump-migrant-muslim-baneurope diakses tanggal 29 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara

Untuk para pengungsi Suriah, mereka adalah orang-orang yang tidak lagi
mendapatkan rasa aman dan nyaman di negara asal mereka. Kekacauan sungguh
melanda Suriah. Baru-baru ini lagi, Suriah kembali berduka. Rezim Assad diduga
menggunakan senjata kimia untuk membantai warga Suriah. Di saat yang
bersamaan, Amerika memberlakukan pelarangan masuknya pengungsi Suriah ke
Amerika Serikat. Namun, Amerika seolah-olah terlihat peduli dengan Suriah,
mereka melancarkan serangan ke Suriah sebagai bentuk “bantuan”, namun
menolak pen gungsi Suriah.
Kebijakan eksekutif pertama Donald Trump yang ia keluarkan pada tanggal 27
Januari 2017 telah ditolak oleh Hakim Pengadilan Federal Amerika Serikat, ,
James Robart yang berasal dari Partai Republik dan mereka meminta penundaan
pemberlakuan perintah eksekutif milik Donald Trump tersebut.4 Setelah perintah
eksekutifnya ditolak oleh Hakim Federal, Donald Trump berang bukan main.

Bahkan di akun twitter-nya, Donald Trump menghujat Hakim yang membekukan
perintah eksekutifnya tersebut, Trump mengatakan bahwa :”Jika terjadi sesuatu di
Amerika, salahkan saja hakim dan sistem peradilan!”. 5 Ada sekitar 60.000
penduduk imigran Amerika Serikat yang mengalami pembatalan VISA. Dengan
adanya putusan Hakim James Robart, kini mereka bisa bebas bepergian di
Amerika

Serikat,

asalkan

telah

memiliki

VISA

yang

valid. 6


Pemerintahan Donald Trump melakukan banding terhadap Pengadilan
Federal Amerika Serikat , namun perintah eksekutif milik Donald Trump tetap
4

http://global.liputan6.com/read/2846694/seorang-hakim-mampu-batalkan-kebijakankontroversial-donald-trumpdiakses tanggal 19 April 2017.
5
http://www.kompasiana.com/maniksukoco/kebijakan-ditolak-trump-salahkan-hakimdan-sistem-peradilan_58985dd3d27e61c906ca58da diakses tanggal 19 April 2017.
6
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

ditangguhkan. Dikutip dari Kompas 7,Pengadilan banding federal Amerika Serikat,
Jumat pagi WIB (10/2/2017), memutuskan, kebijakan "anti-imigran" yang diambil
Presiden Donald Trump tetap ditangguhkan.Putusan bulat dari panel tiga hakim
ini sekaligus mengartikan, warga dari tujuh negara mayoritas Muslim akan terus
dapat melakukan perjalanan ke AS. Hal itu mengabaikan perintah eksekutif
Trump bulan lalu."Di satu sisi, masyarakat memiliki perhatian yang kuat dalam
keamanan nasional, hal itu menjadi kemampuan seorang presiden terpilih untuk

memberlakukan kebijakan," tulis para hakim, seperti dilansir CNN."Dan di sisi
lain, masyarakat

juga

memiliki perhatian dalam kebebasan perjalanan,

menghindar dari pemisahan keluarga, dan kebebasan dari diskriminasi.""Dengan
demikian, banding untuk memberlakukan kebijakan itu ditolak," sebut majelis
hakim.
Namun , Donald Trump tidak menyerah. Dia masih tetap bersikeras
mempertahankan perintah eksekutifnya dan melakukan revisi terhadap perintah
eksekutifnya yang telah ditolak oleh Pengadilan Federal Amerika Serikat. Di
dalam perintah eksekutifnya yang baru, Trump mengeluarkan Irak dari daftar
negara yang dilarang masuk ke Amerika Serikat. 8
Akan tetapi, seorang Hakim di distrik Hawaii, Derrick Watson kembali menolak
revisi perintah eksekutif milik Donald Trump tersebut. Sebab, menurutnya revisi

7


http://internasional.kompas.com/read/2017/02/10/06594231/banding.trump.gagal.hakim.
tolak.pemberlakuan.kebijakan.anti-imigran. diakses tanggal 19 April 2017.
8
https://news.detik.com/internasional/3440074/trump-teken-revisi-kebijakan-imigrasiwarga-irak-kini-bisa-ke-as diakses tanggal 19 April 2017

Universitas Sumatera Utara

dari perintah eksekutif tersebut masih identik dengan perintah eksekutifnya yang
pertama dan ini dianggap melanggar konstitusi Amerika Serikat. 9
PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa) sendiri sebenarnya telah memiliki badan
khusus untuk menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan pengungsi yaitu
UNHCR / United Nations High Comissioner for Refugees. Tujuan utamanya
adalah untuk melindungi hak – hak dan keamanan pengungsi. UNHCR bekerja
untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mencari suaka dan
mendapatkan suaka yang aman di negara lain, dengan pilihan selanjutnya untuk
kembali ke negara asalnya secara sukarela, diintegrasi secara lokal atau
ditempatkan di negara ketiga. UNHCR juga dimandatkan oleh Majelis Umum
PBB untuk membantu dan mencari solusi bagi orang – orang tanpa
kewarganegaraan 10.
UNHCR sendiri telah mengecam apa yang dilakukan oleh Donald Trump,

"Tentu saja UNHCR percaya bahwa pengungsi harus ditawarkan bantuan,
perlindungan,

peluang

untuk

mendapatkan

pemukiman

kembali,

tanpa

memandang ras, agama atau etnis," kata juru bicara UNHCR, Vannina
Maestracci. 11 Akan tetapi, Trump seolah-olah menutup matanya dari keberadaan
PBB, UNHCR dan gelombang pendemo yang menentang serta mengecam keras
kebijakannya yang sangat kontroversial tersebut.


9

https://news.detik.com/internasional/d-3448167/hakim-hawaii-bekukan-revisi-kebijakanimigrasi-trump diakses tanggal 19 April 2017.
10
www.unhcr.or.id/id/tentang-unhcr diakses tanggal 29 Maret 2017.
11
https://international.sindonews.com/read/1174913/41/pbb-kecam-keputusan-trumpsoal-penyiksaan-dan-pengungsi-1485531914 diakses tanggal 29 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara

Dalam Konvensi PBB tahun 1951 dan Protokol 1967 tentang Status
Pengungsi pun telah diatur tentang hal tersebut, seperti perlindungan terhadap
hak-hak pengungsi dan bagaimana seharusnya perlakuan negara penerima
terhadap para pengungsi. Terlebih lagi, Amerika Serikat merupakan salah satu
pihak yang turut serta menandatangani Protokol 1967 tentang Status Pengungsi.
Setiap negara mempunyai tugas umum untuk memberikan perlindungan
internasional sebagai kewajiban yang dilandasi hukum internasional, termasuk
hukum hak asasi internasional dan hukum kebiasaan internasional. Prinsip nonrefoulement sebagaimana tercantum dalam pasal 33 Konvensi mengenai Status
Pengungsi 1951 merupakan aspek dasar hukum pengungsi yang melarang negara
untuk mengusir atau mengembalikan seseorang ke negara asalnya dimana

kehidupan dan kebebasannya akan terancam, dan oleh karenanya mengikat semua
negara yang menjadi peserta Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi. 12
Berdasarkan fakta-fakta dan opini-opini yang ada diatas, penulis tertarik
untuk membahas dan melakukan penelitian terkait masalah ini dengan judul
“Kebijakan Donald Trump Melarang Masuknya Pengungsi ke Amerika Serikat
Ditinjau Dari Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi”
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan Hukum Internasional bagi para pengungsi?

12

Wagiman. 2012. Hukum Pengungsi Internasional. (Sinar Grafika, Jakarta Timur). Hlm.

120.

Universitas Sumatera Utara

2. Bagaimana hubungan kedaulatan negara dengan kewajiban penerimaan
pengungsi dalam Hukum Internasional?
3. Bagaimana pandangan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status
Pengungsi terhadap kebijakan Donald Trump?
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan Hukum Internasional bagi para
pengungsi.
b. Untuk mengetahui bagaimana daya mengikat Hukum Internasional bagi
sebuah negara.
c. Untuk mengetahui apakah yang dilakukan oleh Donald Trump bertentangan
dengan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan adalah sebagai berikut :
a. Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmu pengetahuan, khususnya
terhadap perlindungan hak-hak pengungsi yang diatur di dalam Protokol 1967
tentang Status Pengungsi
b. Secara Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran yuridis bagi para pengungsi yang terkena
imbas daripada kebijakan Donald Trump ini.
D. Keaslian Penulisan

Universitas Sumatera Utara

Setelah dilakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum USU, ditemukan
beberapa skripsi yang membahas tentang pengungsi dari perspektif Hukum
Internasional, akan tetapi yang membahas dan mengaitkan pengungsi dengan
kebijakan Donald Trump tidak ada. Sehingga dapat dipastikan penelitian ini
merupakan asli atau orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan secara kode etik
penulisan ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Sebagai titik tolak dari perumusan tinjauan pustaka, dapat diuraikan
beberapa konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
Pengungsi adalah seseorang yang mengungsi dari negara asalnya pergi ke
negara lain untuk menyelamatkan diri dan mencari rasa aman.
Pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi,
namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan.
Konvensi yang pada saat ini khusus mengatur tentang Pengungsi adalah
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi
United Nations High Commissioner for Refugees atau UNHCR bertujuan
untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi berdasarkan
permintaan sebuah pemerintahan atau PBB kemudian untuk mendampingi para
pengungsi tersebut dalam proses pemindahan tempat menetap mereka ke tempat
yang baru.
Hukum Pengungsi internasional adalah turunan dan salah satu pengaturan
hukum internasional. Hukum pengungsi internasional lahir demi menjamin
keamanan dan keselamatan pengungsi internasional di negara tujuan mengungsi.

Universitas Sumatera Utara

Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia
semenjak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu dipahami
bahwa Hak Asasi Manusia tersebut tidaklah bersumber dari negara dan hukum,
tetapi semata bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya,
sehingga hak asasi manusia itu tidak dapat dikurangi ( non-derogable right )
Kedaulatan negara merupakan prinsip yang mendasari hubungan antar
negara dan juga merupakan landasan dari tatanan dunia. Prinsip ini merupakan
bagian dari hukum kebiasaan internasional (international customary law) yang
tercantum dalam Piagam PBB (United Nations Charter) serta menjadi komponen
penting dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan dunia. Kedaulatan
negara menunjukkan kompetensi, independensi dan kesetaraan hukum antar
negara−negara.
Pacta Sunt Servanda (agreements must be kept) adalah asas hukum yang
menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para
pihak yang melakukan perjanjian.
Jus cogens adalah prinsip dasar hukum internasional yang diakui oleh
komunitas internasional sebagai norma yang tidak boleh dilanggar.
Negara Pihak yaitu negara anggota yang ikut dalam konvensi
internasional dalam hal ini termasuk Konvensi 1951 dan Protokol 1967
Perintah Eksekutif adalah sebuah perintah yang dikeluarkan oleh
Presiden Amerika Serikat (semacam Keppres di Indonesia)
Konvensi-konvensi digunakan untuk perjanjian internasional multilateral
yang mengatur tentang masalah yang besar dan penting dan dimaksudkan untuk

Universitas Sumatera Utara

dapat berlaku sebagai kaidah hukum internasional yang dapat berlaku secara luas,
baik dalam ruang lingkup regional maupun umum.
Protokol merupakan jenis perjanjian internasional yang kurang formal,
jika dibandingkan dengan traktat (treaty) ataupun konvensi (convention)
Negara adalah salah satu subyek hukum Internasional yang memiliki
kemampuan penuh untuk mengadakan atau untuk duduk sebagai pihak dalam
suatu perjanjian internasional
Prinsip non-refoulement adalah larangan atau tidak diperbolehkannya
suatu negara untuk mengembalikan atau mengirimkan pengungsi (refugee) ke
suatu wilayah tempat dia akan menghadapi persekusi atau penganiayaan
yang membahayakan hidup-nya karena alasan-alasan yang berkaitan dengan
ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, atau
karena keyakinan politiknya
Hukum nasional adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu negara
yang terdiri dari prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat
pada suatu negara tersebut.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis
normatif adalah pendekatan yang melakukan analisa hukum atas peraturan
perundang-undaangan dan keputusan hakim dalam penulisan ini pendekatan
yuridis normatif ini dilakukan untuk menelti normanorma hukum yang berlaku

Universitas Sumatera Utara

yang mengatur tentang perlindungan pengungsi sebagaimana yang terdapat di
dalam perangkat hukum nasional maupun perangkat hukum Internasional.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu metode
penelitian

yang

menggambarkan

semua

data

kemudian

dianalisis

dan

dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan selanjutnya
mencoba untuk diberikan pemecahan masalahnya.
3. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Bahan hukum primer,yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

yang

merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan
hukum Primer yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Konvensi 1951
dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi serta konvensi- konvensi
internasional yang berkaitan dengan masalah pengungsi, kemanusiaan serta
perjanjian internasional.
b. Bahan hukum sekunder,yaitu bahan hukum yang menunjang dan member
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah
dan pendapat para ahli hukum internasional yang terkait dengan masalah
pengungsi.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya
4. Teknik Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui Penelitian Pustaka
(Library Research). Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mempelajari dan
menganalisis berbagai macam bahan bacaan yang berkaitan dengan objek kajian
dalam skripsi ini antara lain berupa buku, jurnal, dokumen-dokumen, artikel dan
karya-karya tulis dalam bentuk media cetak dan media internet. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan landasan dalam menganalisa data-data yang diperoleh dari
berbagai sumber yang dapat dipercaya maupun tidak langsung (internet). Dengan
demikian akan diperoleh kesimpulan yang lebih terarah dari pokok bahasan.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa
yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode yang diperoleh
menurut kualitas kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang
diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas
permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan ini hanya menjabarkan secara singkat
mengenai isi dari skripsi ini untuk memudahkan pemahaman materi skripsi ini.
Penulis membagi skripsi ini dalam 5 (lima) bab yang berhubungan erat satu sama
lain, dengan perincian sebagai berikut :

BAB I

PENDAHULUAN

Universitas Sumatera Utara

Dalam BAB I ini diuraikan tentang hal yang menjadi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II

PERLINDUNGAN

PENGUNGSI

DALAM

HUKUM

INTERNASIONAL

Dalam BAB II ini dibahas tinjauan umum tentang pengungsi,
perlindungan pengungsi dan kewajiban serta hak pengungsi

BAB III

DAYA IKAT HUKUM INTERNASIONAL DAN KAITANNYA

DENGAN KEDAULATAN NEGARA

Dalam BAB III ini dibahas tinjauan umum tentang kedaulatan
negara,mengikatnya perjanjian internasional dan prinsip non-refoulement sebagai
jus cogens

BAB IV

KEBIJAKAN DONALD TRUMP DITINJAU DARI KONVENSI

1951 DAN PROTOKOL 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI

Dalam BAB IV ini dibahas tentang sejarah Pengungsi di Amerika Serikat,
kebijakan Donald Trump dikaitkan dengan Konvensi 1951 dan Protokol 1967
hingga dampak atau implikasi dari kebijakan Donald Trump bagi para pengungsi.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
BAB

KESIMPULAN DAN SARAN
V

ini

berisi

kesimpulan

dan

saran-saran

Universitas Sumatera Utara