Pengaruh Faktor Psikologis Dan Organisasi Terhadap Kinerja Bidan Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan Di Kota Padangsidimpuan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Setiawan (2007), dengan judul penelitian “Beberapa Faktor
yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Desa dalam Pertolongan Persalinan di
Kabupaten Tasikmalaya”. Jenis penelitian observasional dengan menggunakan
pendekatan

cross-sectional

serta data dianalisis

secara kuantitatif

dengan

menggunakan uji statistic Rank-Spearman. Diperoleh hasil bahwa faktor yang
mempunyai hubungan dengan kinerja: adalah kemampuan (p-value = 0,002),
pengalaman (p-value = 0,000), pembelajaran (p-value = 0,000), imbalan (p-value =
0,003, sumberdaya (p-value) = 0,000 sikap dalam pelayanan (p-value = 0,000) dan
persepsi tehadap beban kerja (p-value = 0,000).

Surani (2007), dengan judul penelitian “Analisis Karakteristik Individu dan
Faktor Instrinsik yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik
Kesehatan Desa dalam Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Kendal. Penelitian
ini merupakan penelitian analitik. Metode penelitian dengan pendekatan belah lintang
(cross sectional). Analisis data dengan menggunakan uji Chi Square. Hasil analisis
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengalaman
dengan kinerja (p-value =0,031), motivasi dengan kinerja (p-value =0,0001), persepsi
terhadap kepemimpinan dengan kinerja (p-value =0,001), persepsi terhadap insentif
dengan kinerja (p-value =0,022), persepsi terhadap beban kerja dengan kinerja (pvalue =0,004), pengalaman dengan kinerja (p-value =0,027), sedangkan yang tidak

12
Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan kinerja adalah umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan,
status kepegawaian dan persepsi terhadap supervisi dengan kinerja (p-value =0,943).
Darsiwan (2002), dengan judul penelitian “Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kinerja Bidan di Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Magelang”. Jenis
penelitian adalah Explanatory research, dan data dianalisis dengan uji korelasi
pearson product moment. Diperoleh hasil bahwa ada hubungan signifikan antara


pengalaman dengan kinerja (p-value =0,018), dan tidak ada hubungan signifikan
antara: kemampuan dengan kinerja (p-value =0,487), gaya kepemimpinan dengan
kinerja (p-value =0,444), imbalan dengan kinerja (p-value =0,963), sikap bidan di
desa dengan kinerja (p-value =0,230), dan motivasi kerja dengan kinerja (p-value
=0,626).

2.4. Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Batasan kinerja menurut Guilbert (1997) adalah apa yang dikerjakan
seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Seperti yang dikutip oleh Thoha (2000)
dari pendapat Kurb yang mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil pekerjaan
yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang.
Sedangkan menurut Ilyas (1999) dalam bukunya yang berjudul “Kinerja”, yang
dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan.
2.2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
seseorang baik sebagai individu ataupun sebagai manusia yang ada dan bekerja dalam
suatu lingkungan. Sebagai individu, setiap orang mempunyai ciri dan karaktersitik
yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan sebagai manusia yang berbeda dalam
lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari
lingkungan tempat tinggal ataupun tempat kerjanya.
Menurut Gibson (1996), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang
memengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu : variabel individu, variabel organisasi
dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku
kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan
dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan untuk mencapai sasaran tugas. Diagram skematis teori perilaku dan
kinerja digambarkan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Variabel Individu :
a. Kemampuan dan

keterampilan :
Mental
Fisik
b. Latar belakang :
Keluarga
Tingkat sosial
Pengalaman
c. Demografi :
Umur
Etnis
Jenis kelamin

Perilaku individu
(Apa yang dikerjakan)
Kinerja
(hasil yang diharapkan)

Psikologis :
Persepsi
Sikap

Kepribadian
Belajar
Motivasi

Variabel Organisasi :
Sumber daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Disain pekerjaan

Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja
Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja
individu. Variabel demografi, menurut Gibson (1996), mempunyai efek tidak
langsung pada perilaku dan kinerja individu.
Variabel psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson, banyak dipengaruhi oleh
keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar merupakan hal
yang komplek dan sulit diukur. Gibson juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan
tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan
bergabung dalam organisasi kerja pada usia etnis, latar belakang budaya, dan
keterampilan berbeda satu dengan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Kopelman (1998), mengemukakan bahwa ada empat determinan utama dalam
produktifitas organisasi termasuk didalamnya adalah prestasi kerja. Faktor
determinan tersebut adalah lingkungan karakteristik organisasi, karakterisik kerja dan
karaktersitik. Karakteristik kerja dan karakteristik organisasi akan memengaruhi
karakteristik individu seperti imbalan, penetapan tujuan akan meningkatkan motivasi
kerja, sedangkan prosedur seleksi tenaga serta latihan dan program pengembangan
akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari individu.
Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan
meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Stoner (1996) mengemukakan bahwa prestasi individu disamping dipengaruhi
oleh motivasi dan kemampuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu
pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi

tinggi. Kemampuan (ability) menunjukkan potensi seseorang untuk melakukan
pekerjaan atau tugas. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2000), ada teori yang
mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yang disingkat
menjadi “ACHIVEVE ” yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity
(kemampuan yang dapat dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja),
Incentive (insentif material maupun nonmaterial), Environment (lingkungan tempat

kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk dan uraian kerja), dan Evaluation
(adanya umpan balik hasil kerja).
Davis (1999) juga mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor

Universitas Sumatera Utara

kemampuan secara psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan
reality, yang artinya karyawan yang memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan tugas sehari-hari, maka
ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
2.2.5. Metode Penilaian Kinerja
Menurut Ilyas (1999), mengenai metode penilaian yang digunakan dalam

penilaian pekerjaan tidak ada kesepakatan antara ahli yang satu dengan yang lain,
namun demikian pada dasarnya penilaian ini dapat dibedakan atas beberapa metode,
yaitu :
a. Metode Penilaian Tehnik Essai Menyeluruh
Pada metode ini, penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan kekurangan
seorang personel yang meliputi prestasi, kerjasama dan pengetahuan personel
tentang pekerjaannya. Dalam penilaian ini atasan melakukan penilaian secara
menyeluruh atas hasil kerja bawahan. Keuntungan cara ini adalah dapat
dilakukannya analisis secara mendalam, tetapi tehnik ini memakan waktu banyak
dan sangat tertantung kepada kemampuan penilai.
b. Metode Penilaian Komparasi
Penilaian

yang

didasarkan

perbandingan

ini


dilakukan

dengan

cara

membandingkan hasil pelaksana pekerjaan seorang personel dengan personel
yang lain, yang melakukan pekerjaan sejenis. Penggunaan metode ini dianggap
cukup

sederhana

dan

tidak

memerlukan

analisis


yang sulit.

Dengan

membandingkan hasil pekerjaan seperti ini akan mudah menentukan personel

Universitas Sumatera Utara

mana yang terbaik prestasinya, sehingga mendapatkan nilai bobot tinggi, yang
dapat dijadikan dasar untuk menentukan kriteria pemberian tingkat kompensasi,
pemberian tanggung jawab yang tinggi dan sebagainya.
c. Metode Penggunaan Daftar Perilaku
Dalam melakukan penilaian pekerjaan seorang personel, kita dapat menggunakan
daftar periksa (check list) yang telah disediakan sebelumnya. Daftar ini berisi
komponen-komponen yang dikerjakan seorang personel, yang dapat diberi bobot
“ya” atau „tidak”, “selesai” atau “belum”, atau dengan bobot persentase
penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan. Biasanya komponen-komponen
tigkah laku dalam pekerjaan yang dinilai itu disusun dalam bentuk pertanyaanpertanyaan singkat. Dengan demikian setiap personel perlu disediakan daftar
checklist sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-masing.


d. Metode Penilain Langsung
Melakukan penilaian kinerja tidak hanya dapat dilakukan di atas kertas
berdasarkan catatan atau laporan-laporan yang ada. Tetapi dapat pula melihat
langsung pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Petugas yang melakukan penilaian
ke lapangan ini adalah orang yang mengetahui apa yang harus dilihat dan dinilai.
Kemudian hasil penilaian ini disampaikan pada pejabat yang berwenang yang
menentukan penilaian pekerjaan selanjutnya. Sewaktu melakukan penilaian di
lapangan, si penilai dapat saja langsung memberitahukan kepada personel yang
dinilai kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang telah dilakukan yang
bersangkutan dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian si personel dapat

Universitas Sumatera Utara

memperbaiki kekurangan-kekurangan itu berdasarkan arahan atau informasi dari
penilai tadi.
e. Metode Penilaian Berdasarkan Perilaku
Penilaian kinerja yang didasarkan uraian pekerjaan yang sudah disusun
sebelumnya. Biasanya uraian pekerjaan tersebut menentukan perilaku apa saja
yang diperlukan oleh seorang personel untuk melaksanakan pekerjaan itu. Oleh
sebab itu metode ini memberi kesempatan kepada personel yang dinilai untuk
mendapat umpan balik. Dengan umpan balik itu, ia dapat memperbaiki
kelemahannya dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tuntutan uraian
pekerjaan. Melalui metode ini akan jelas terlihat apa yang menyebabkan tidak
memuaskannya

pelaksanaan

pekerjaan

tersebut.

Apakah

faktor

kekurangmampuan, faktor kurang motivasi, kurang disiplin, dan sebagainya,
sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya dengan memberi pelatihan, peningkatan
kompensasi dan lain-lain.
f. Metode Penilaian Berdasarkan Kejadian Kritis
Penilaian didasarkan pada kejadian kritis, dilaksanakan oleh atasan melalui
pencatatan atau perekaman peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku
personel yang dinilai dalam melaksanakan pekerjaan penilaian didasarkan insiden
kritis ini, menghendaki kerajinan seorang atasan untuk selalu mencatat peristiwa
perilaku yang terjadi baik positif maupun negatif. Dan pada waktu catatan-catatan
ini akan menjadi sumber penilaian atasan yang diadakan pada akhir tahun.

Universitas Sumatera Utara

g. Metode Berdasarkan Efektivitas
Penilaian ini berdasarkan efektivitas (effectiveness based evaluation) dengan
menggunakan sasaran perusahaan sebagai indikasi penilaian kinerja. Metode
penilaian ini biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang
mengerjakan banyak personel dan menggunakan sistem pengelolaan perusahaan
berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MBS). Metode ini
cukup rumit karena dalam penilaian yang diukur adalah kontribusi personel,
bukan kegiatan atau perilaku seperti pada yang dilakukan dalam metode penilaian
lainnya. Dalam metode MBS ini para personel tidak dinilai bagaimana
menggunakan waktunya dalam pelaksanaan pekerjaan tetapi yang dinilai adalah
apa yang mereka hasilkan.
h. Metode Penilaian Berdasarkan Peringkat
Metode penilaian peringkat berdasarkan pembawaan yang ditampilkan personel.
Penilaian berdasarkan metode ini dianggap lebih baik, karena keberhasilan
pekerjaan yang dilaksanakan seorang personel amat ditentukan oleh beberapa
unsur ciri pembawaan yang bersangkutan. Oleh sebab itu dalam metode ini yang
dinilai adalah unsur-unsur: kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, prakarsa, kerja
sama, kepemimpinan dan sebagainya.
Tata cara penilaian setiap unsur dalam metode berdasarkan peringkat ini
dinyatakan dalam bentuk spektrum angka, yang masing-masing spektrum
ditetapkan sebutannya masing-masing, misalnya :

Universitas Sumatera Utara

Spektrum angka
91 – 100
81 – 90
71 – 80
61 – 70
60

Sebutan
Sangat baik
Baik
Cukup
Sedang
Kurang

2.2.4. Penilaian Kinerja
Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu upaya terhadap
penampilan kerja seseorang dengan membandingkannya terhadap standar penampilan
yang diharapkan. Menurut Douglas dalam Ilyas (1999), definisi penilaian prestasi
kerja adalah suatu proses yang terus menerus dimana organisasi menilai kulitas dan
berusaha memperbaiki prestasi kerja mereka. Menurut Certo dalam Ilyas (1999),
penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa
tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem
manajemen.
Pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja (Ilyas, 1999) :
a. Penilaian sendiri (self assessment)
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk
mengukur dan memahami perbedaan individu. Ada dua teori yang menyatakan peran
sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut
adalah teori kontrol dan interaksi simbolik. Kedua teori tersebut mendorong dan
memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sendiri.
Menurut teori kontrol, individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk
mencapai tujuan mereka. Pertama, mendapatkan standar untuk perilaku mereka.

Universitas Sumatera Utara

Kedua, mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik).
Ketiga, berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini.
Selanjutnya disarankan agar individu perlu melihat dimana dan bagaimana mereka
mencapai tujuan.
Inti dari teori interaksi simbolik adalah preposisi yaitu kita mengembangkan
konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri berdasarkan pada kepercayaan kita
tentang bagaimana orang lain memahami dan mengevaluasi kita. Teori ini
menegaskan pentingnya memahami pendapat orang lain disekitar mereka terhadap
perilaku mereka. Preposisi ini penting sebagai pedoman interpretasi tentang penilaian
sendiri yang digunakan dalam mengukur atau menilai kinerja personel dalam
organisasi. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia
seperti: penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku
kepemimpinan, penilaian/kinerja dan lainnya. Penilaian sendiri ditentukan oleh
sejumlah faktor kepribadian, pengalaman dan pengetahuan, serta sosio demografis
seperti suku dan pendidikan. Dengan demikian, tingkat kematangan personel dalam
menilai hasil karya sendiri menjadi hal yang patut dipertimbangkan.
b. Penilaian 360 derajat (360 Degree Assesment)
Tehnik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena
dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra, dan atasan personel. Data penilaian
merupakan penilaian kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian silang ini
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerancuan, bila penilai kinerja
hanya dilakukan oleh personel sendiri saja. Menurut Ilyas (1999), penilaian dalam

Universitas Sumatera Utara

360º terhadap karyawan adalah menentukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa
pilihan untuk menentukan siapa yang menilai yaitu: penilaian atasan, penilaian mitra,
dan penilaian bawahan.
Penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk,
personel biasanya dinilai oleh atasan yang tingkatannya lebih tinggi. Penilaian ini
termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung yang kepadanya laporan
kerja personel disampaikan. Sebaliknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain
dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan
interaksi.
Biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang
mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang pengambilan keputusan
pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kelompok
kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan
balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite kelompok kerja dan bukan
oleh panelis. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personel
dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu diperhatikan pada penelitian mitra adalah
kerahasiaan penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai.
Penilaian bawahan, didalam penilaian bawahan terhadap kinerja personel
terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personel.
Pada penilaian bawahan ini meminta kepada atasan untuk dapat menerima penilaian
bawahannya sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Atasan
diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Faktor Psikologis
2.3.1. Sikap
2.3.1.1. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari
berbagai tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek);
2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap;
3. Menghargai

(valuing),

mengajak

orang

lain

untuk

mengerjakan

atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga;
4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Saifuddin (1998), sikap dapat dikatakan sebagai respon. Respon
hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu gejala yang menghendaki
timbulnya suatu reaksi individu. Bentuk respon tersebut disebut sebagai respon
evaluatif. Respon evaluatif didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
akan memberikan kesimpulan nilai dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif,
menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian
membentuk sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek sikap. Dengan respon

Universitas Sumatera Utara

evaluatif, akan lebih mendekatkan kepada suatu operasionalisasi sikap, dalam
kaitannya dengan penyusunan alat ungkapnya yang nantinya akan dapat
mengklasifikasikan respon evaluatif seseorang pada suatu posisi setuju atau tidak
setuju. Hal itu juga didukung oleh Ajzen (1994) bahwa sikap tumbuh karena adanya
suatu kecenderungan untuk merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek,
orang lembaga, atau peristiwa tertentu. Mueller (1996) mempertegas pernyataan
diatas bahwa sikap ditunjukkan oleh luasnya rasa suka atau tidak suka terhadap
sesuatu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berkowitz, “sikap seseorang terhadap
objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorabel) ataupun perasaan tidak
mendukung (tak-favorabel) terhadap objek,” (Saifuddin, 1998). Dengan kata lain,
sikap dapat bersifat positif dan negatif.
Menurut Sarlito (1998), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak
terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat
negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan
untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
Kotler (2000), menjelaskan bahwa sikap merupakan hasil dari proses
pembentukan persepsi seseorang. Mangkunegara dalam Arindita (2002), berpendapat
bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan.
Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus,
pengorganisasian

stimulus,

dan

penafsiran

terhadap

stimulus

yang

telah

diorganisasikan dengan cara pembentukan sikap dan mempengaruhi perilaku.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.2 Komponen Sikap
Menurut Sarlito (1998), sikap terdiri atas tiga komponen yang saling
menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan
komponen konatif (conative).
a. Komponen kognitif
Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai oleh subjek pemilik sikap.
Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui.
Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan
mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu
terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang
diharapkan dan apa yang tidak diharapkannya dari objek tertentu. Pengalaman
pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri
merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan.
b. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap sesuatu. Reaksi emosional ditentukan oleh kepercayaan atau apa yang kita
percayai sebagai benar bagi objek termaksud.
c. Komponen konatif
Komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berprilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki oleh subjek. Kepercayaan dan perasaan memengaruhi
perilaku. Maksudnya, bagaimana orang akan berprilaku dalam situasi tertentu dan

Universitas Sumatera Utara

terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan
perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecendrungan berprilaku secara konsisten
selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual.
Kecendrungan berprilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk
perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi
bentuk-bentuk prilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan
seseorang.
2.3.1.3 Pengukuran Sikap
Metode pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat
memberikan penafsiran terhadap sikap manusia adalah pengukuran melalui skala
sikap (attitude

scale).

Suatu skala sikap tidak lain daripada kumpulan

pernyataanpernyataan sikap. Pertanyaan sikap adalah rangkaian kalimat yang
mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang diukur. Suatu pernyataan sikap dapat
berisi halhal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung
atau yang memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan yang
favorabel. Sebaliknya suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif

mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak
atau tidak mendukung terhadap objek sikap dan karenanya disebut dengan pernyataan
yang unfavorable (Notoatmodjo, 2007).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat dan mengukur sikap
seseorang, yaitu (Notoatmodjo, 2007):

Universitas Sumatera Utara

a. Metode Wawancara langsung
Metode wawancara langsung untuk mengetahui bagaimana perasaan
seseorang terhadap objek psikologis yang dipilihnya, maka prosedur yang termudah
adalah dengan menanyakan secara langsung pada orang tersebut.
b. Observasi Langsung
Pendekatan obervasi langsung adalah dengan mengobservasi secara langsung
tingkah laku individu terhadap objek psikologisnya. Pendekatan ini terbatas
penggunaannya, karena tergantung individu yang diobservasi. Dengan kata lain,
bertambahnya faktor yang diobservasi, maka makin sukar dan makin kurang objektif
terhadap tingkah laku yang dilakukan.
c. Pernyataan Skala
Skala yang digunakan dalam mengukur sikap ini dapat membuktikan
pencapaian suatu ketetapan derajat efek yang diasosiasikan dengan objek psikologis.
Oleh karena itu, skala ini dikombinasikan dan/atau dikonstruksikan, yang akhirnya
menghasilkan sejumlah butir yang distandarsiasikan dalam tes psikologis. Butir-butir
yang membentuk skala sikap ini disebut “statement” yang dapat didefinisikan sebagai
pernyataan yang menyangkut objek psikologi. Skala sikap bertujuan untuk
menentukan perasaan sesorang. Salah satu cara untuk mengukur sikap adalah dengan
menggunakan metode skala Likert.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Motivasi Kerja
2.3.2.1. Pengertian Motivasi Kerja
Pengertian motivasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Stonner (1996)
adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Menurut George
and Jones (2002), bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang
individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.
Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu
yang dihadapinya. Karena itu terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang
ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu yang dihadapinya.
Adalah penting untuk diperhatikan bahwa tingkat motivasi berbeda antara seseorang
dengan orang lain dan berbeda pula dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan.
Dalam kehidupan orgaisasi yang menjadi sasaran utama pemberian motivasi
oleh para pemimpin kepada bawahannya adalah peningkatan prestasi kerja para
bawahan yang bersangkutan dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
Prestasi kerja tidak dapat ditingkatkan hanya melalui pemberian motivasi kerja
karena merupakan perkalian antara kemampuan dan motivasi.
Ada tiga hal penting yang berkaitan dengan motivasi yaitu (George and Jones,
2002):
a. Pemberian motivasi berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi. Dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan
dan sasaran pribadi para anggota yang diberi motivasi.

Universitas Sumatera Utara

b. Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan perumusan
kebutuhan tertentu. Dengan kata lain, motivasi merupakan kesediaan untuk
mengarahkan usaha tingkat tinggi untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Kebutuhan yaitu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha
tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan
menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan
tertentu dalam diri seseorang. Untuk menghilangkan ketegangan mereka
melakukan usaha tertentu.
Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering dikenal
dengan istilah motivasi internal atau intrinsik dan juga dari luar diri orang yan
bersangkutan yang disebut motivasi eksternal atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik
maupun ekstrinsik ada yang bersifat positif maupun negatif. Kunci keberhasilan
seorang manajer dalam menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuannya
untuk memahami faktor-faktor motivasi tersebut sedemikian rupa, sehingga menjadi
daya pendorong yang efektif.
Seseorang yang merasa berhasil menunaikan kewajibannya dengan sangat
memuaskan, memperoleh dorongan positif untuk bekerja lebih keras lagi dimasa yang
akan datang sehingga meraih keberhasilan yang lebih besar dalam kariernya. Dengan
demikian jelas terlihat motivasinya positif. Sebaliknya jika seseorang kurang berhasil
dalam melakukan tugasnya, sehingga mendapat teguran dari atasannya, maka teguran
itu yang merupakan faktor motivasional yang negatif. Oleh yang bersangkutan

Universitas Sumatera Utara

dijadikan dorongan untuk memperbaiki kekurangan atau kesalahannya sehingga
dimasa depan situasi kekurangberhasilan itu tidak terulang kembali.
Kedua contoh di atas menggambarkan motivasi yang sifatnya internal
meskipun stimulasi berasal dari luar dirinya. Sedangkan contoh faktor motivasional
eksternal yang sifatnya positif adalah seorang pimpinan memberikan pujian kepada
seorang bawahan yang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik disertai dengan
penghargaan. Dalam hal demikian seorang manajer memberikan dorongan bagi
pekerja yang bersangkutan dan karena itu diharapkan lebih baik giat meningkatkan
prestasi kerjanya.
Jadi yang dapat diidentifikasi dari motivasi seseorang adalah manifestasinya
seperti produktifitas, kehadiran atau perilaku kerjanya. Manivestasi inilah yang dapat
diukur dan dinilai secara objektif.
2.3.2.2. Teori-Teori Motivasi
Banyak dikemukakan teori tentang motivasi dalam berbagai literature.
Masing-masing teori motivasi tersebut pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa
motivasi itu timbul dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung (Handoko, 1998).
a. Teori Hirarkhi Kebutuhan Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu mempunyai lima kebutuhan yang
tersusun dalam suatu hirarki dan berawal dari yang paling besar. Kelima
kebutuhan manusia tersebut adalah.

Universitas Sumatera Utara

1. Kebutuhan fisiologis (Physiological needs)
Manifestasi kebutuhan ini yaitu sandang, pangan, papan dan kesehatan.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan
psikologis dan biologis.
2. Kebutuhan rasa aman (Safety needs)
Manifestasi kebutuhan ini antara lain kebutuhan akan keamanan jiwa,
keamanan harta, perlakuan yang adil dan jaminan hari tua.
3. Kebutuhan sosial (Social needs)
manifestasi kebutuhan ini adalah kebutuhan perasaan dierima orang lain,
kebutuhan untuk maju dan tidak gagal, kebutuhan untuk ikut serta.
4. Kebutuhan penghargaan atau prestasi (Esteem needs)
Semakin tinggi status semakin tinggi pula prestasi. Prestasi dan status ini
dapat dimanifestasikan dalam jabatan, kedua dan sebagaimana.
5. Kebutuhan Aktualisasi (Self Actualization)
Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan
potensi secara maksimal.
Hirarkhi kebutuhan menurut Maslow tidak dimaksudkan sebagai kerangka
yang berguna dalam meramalkan tingkah laku berdasarkan kemungkinan
yang tinggi atau rendah. Apabila dikatakan bahwa timbulnya perilaku
seseorang pada saat tertentu ditentukan oleh kebutuhan yang memiliki
kekuatan tinggi, maka penting bagi manajer untuk memiliki pengertian
tentang kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan penting bagi bawahan.

Universitas Sumatera Utara

b. Teori Dua Faktor Herzberg
Teori dua faktor tentang motivasi yang mempunyai implikasi-implikasi luas bagi
manajemen dan usaha-usahanya kearah pemanfaata sumber daya manusia yang
efektif.
1. Faktor yang membuat orang merasa tidak puas.
Ada serangkai kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa
tidak puas diantara karyawan, apabila kondisi ini tidak ada. Jika kondisi ini
ada, maka hal ini tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi ini adalah faktorfaktor

kesehatan,

karena

faktor-faktor

tersebut

diperlukan

untuk

mempertahankan tingkat yang paling rendah, yakni tingkat tidak adanya
ketidakpuasan. Faktor-faktor ini mencakup upah, keadman kerja, kondisi
kerja, status, prosedur perusahaan, mutu dari supervisi teknis, mutu dari
hubuangan interpersonal diantara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan
bawahan.
2. Faktor yang membuat orang merasa puas
Ada serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan, yang apabila terdapat
dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat
menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka
kondisi ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
Faktor-faktor ini m eliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan,
pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang.

Universitas Sumatera Utara

c. Teori Kebutuhan Alderfer
Teori ini merupakan perluasan dari teori Maslow dan teori Herzberg Alderfer
mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu :
1. Kebutuhan akan keberadaan adalah akan tetap bisa hidup. Kebutuhan ini kirakira sama dengan kebutuhan fisik dari Maslow dan sama dengan faktor
higiene dari Herzberg.
2. Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin hubungan
dengan sesamanya, melakukan hubungan sosial dan bekerja sama dengan
orang lain. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan sosial dari Maslow dan
sama dengan faktor higiene dai Herzberg.
3. Kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan dari seseorang untuk
mengembangkan dirinya. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan penghargaan
dan aktualisasi dan Maslow dan sama dengan faktor motivator dan Herzberg.
Pada teori ini Alderfer tidak menyatakan bahwa tingkat yang di bawah harus
terlebih dahulu dipenuhi baru naik ke tingkat yang di atasnya. Lebih lanjut
Alderfer mengatakan bahwa makin sedikit suatu kebutuhan dipuaskan makin
besar dorongan individu pada tingkat hirarki (menurut Maslow) yang tinggi
dipuaskan, makin banyak pula kebutuhan-kebutuhan dari tingkat yang lebih
renda diinginkan. Makin banyak suatu kebutuhan dipuaskan, makin banyak
pula kebutuhan dari tingkat yang lebih tinggi diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

d. Teori Motivasi dari Rensia Likert
Likert menandai empat macam manajemen yaitu eksploitatif otoritatif (otoriter
yang bersifat eksploitatif), otoritatif yang bersifat penuh kebijakan, konsultatif
dan partisipatif. Sistem partisipatif diketahui/didapatkan paling efektif, karena
sistem tersebut memenuhi semua/keseluruhan kebutuhan manusia. Keputusankeputusan penting diambil oleh kelompok-kelompok dan hal ini memberikan
pencapaian hasil/target yang tinggi dan produktivitas yang luar biasa. Ada
kepercayaan penuh dalam kelompok tersebut dan ada rasa untuk berperan yang
mengarah pada tingkat motivasi yang tinggi.
e. Teori Kemungkinan dari Fred Luthans
Luthans menganjurkan

suatu pendekatan

yang dinamakan “Pendekatan

Kemungkinan”, dengan dasar bahwasanya praktek-praktek bagi orang-orang
tertentu dan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Sebagaimana suatu contoh, pekerjaanpekerjaan yang ditetapkan secara jelas dan kaku, kepemimpinan yang bersifat
otoritatif dan pengawasan yang ketat dalam beberapa hal mengarah pada
produktifitas yang tinggi dan kepuasan diantara para pekerja. Dalam beberapa hal
lainnya, hal tersebut akan berakibat sebaliknya. Karenanya perlu untuk
menyelesaikan gaya kepemimpinan terhadap kelompok pekerja tertentu dan
terhadap pekerjaan tertentu.
f. Teori Pengharapan dari Victor Vroom
Teori pengharapan yang dikemukakan Vroom adalah perluasan dari teori
kemungkinan.

Gaya

kepemimpinan

seharusnya

disesuaikan

dengan

Universitas Sumatera Utara

keadaan/situasi tertentu dan kelompok tertentu. Dalam beberapa kasus adalah
paling tepat bagi pimpinan untuk keputusan dan dalam kasus lain kelompok harus
mencapai suatu kesepakatan. Seseorang seharusnya juga mendapat penghargaan
yang menurutnya penting baginya dan bukan menurut sang manajer.
g. Teori Motivasi dan Chriss Argyris
Chriss

Argyris

interpersonal.

mengemukakan

Didalam

bagaimana

meningkatkan

mencoba/berusaha menganalisa

hal

kecakapan
ini,

Argyris

membandingkan nilai-nilai birokratis/piramidal (yakni imbangan yang bersifat
organisasional terhadap asumsi-asumsi teori X mengenai orang) yang masih
mendominasi kebanyakan atau sebagian besar organisasi dengan sistem nilai yang
lebih humanistis (manusiawi) atau lebih demokratis.

2.4. Faktor Organisasi
2.4.1. Sumber Daya
2.4.1.1. Pengertian Sumber Daya
Salah satu faktor pendukung yang tidak boleh dilupakan dalam pelayanan
adalah faktor sarana atau alat dalam pelaksanaan tugas pelayanan. Sarana pelayanan
yang dimaksud disini adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas
lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan (Sota,
2003).
Dalam standar pelayanan kesehatan, standar fasilitas dan peralatan adalah
tersedianya ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang mendukung administrasi dan

Universitas Sumatera Utara

fungsi teknik pelayanan kesehatan lingkungan sehingga terjamin terselenggaranya
pelayanan secara fungsional dan profesional dengan kriteria tersedianya fasilitas yang
dapat

menjamin

semua

barang

tetap

dalam

kondisi

baik

dan

dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan (Depkes RI, 1999). Menurut Timple
(1992), fasilitas kerja berhubungan dengan penampilan kerja, dimana fasilitas
diperlukan agar keterampilan petugas bisa dilaksanakan sehingga motivasi petugas
meningkat yang akan meningkatkan kinerja petugas. Lebih lanjut, Azwar (1996)
menambahkan bahwa sarana/alat merupakan suatu unsur dari organisasi untuk
mencapai suatu tujuan.
Fungsi sarana pelayanan menurut Moenir (2006), adalah diantaranya:
1. Untuk mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menghemat
waktu,
2. Meningkatkan produktivitas baik barang ataupun jasa,
3. Kualitas produk yang lebih baik/terjamin,
4. Lebih mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya,
5. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan,
6. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga
dapat mengurangi sifat emosional mereka.
2.4.1.2. Hubungan Sumber Daya dengan Kinerja
Berbeda-bedanya macam pekerjaan memerlukan peralatan yang berpeda pula,
mencocokan alat-alat yang tepat akan membuat kinerja lebih produktif, suatu
peralatan belum tentu cocok karena alat itu mahal atau lebih besar peralatan paling

Universitas Sumatera Utara

baik adalah peralatan yang dapat mengerjakan pekerjaan yang diperlukan dengan
usaha minimum, dengan kerumitan yang minimum dan dengan kekuatan yang
minimum pula (Drucker, 1998).
Peralatan kerja yang serbaguna apabila diperhatikan dari segi efisiensi akan
lebih menguntungkan, akan tetapi peralatan kerja yang mempunyai sifat serga guna
tersebut tidaklah banyak, bahkan dibidang industri hampir tidak dijumpai kecuali
pada peralatan bantu. Bekerja memerlukan alat-alat atau perlengkapan yang cocok,
peralatan merupakan jembatan antara kerja dan pekerjaan dan harus cocok dengan
kedua-duanya. Peralatan dapat dipakai untuk mekanisasi atau untuk mengautomasian,
masing-masing dengan penerapan analisis, sintesis menjadi proses produksi (Drucker,
1998).

2.4.2. Imbalan
Menurut Hasibuan (2007), imbalan adalah semua pendapatan yang berbentuk
uang atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai
imbalan atas jasa yang diberikan kepada organisasi. Pada dasarnya manusia bekerja
juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah
seorang pegawai mulai menghargai kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas
terhadap perusahaan dan karena itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap
prestasi kerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan imbalan jasa.
Menurut Simamora (2001), terdapat dua kondisi yang harus dipenuhi jika
menghendaki para karyawan merasa bahwa imbalan mereka terkait dengan kinerja.

Universitas Sumatera Utara

Pertama hubungan antara kinerja dan imbalan. Imbalan mestilah kelihatan dengan
jelas pada anggota-anggota organisasi. Kedua tingkat kepercayaan yang memadai
haruslah ada antara para pegawai dengan manajemen organisasi.
Setiap program imbalan harus mampu mendorong seseorang untuk bekerja,
seperti yang dikemukakan oleh Peterson dan Plowman dalam (Sofyandi, 2008),
bahwa orang mau bekerja karena adanya empat faktor, yaitu orang mempunyai
keinginan untuk hidup merupakan keinginan yang utama. Orang bekerja untuk
memenuhi kebutuhannya dan tetap mampu untuk bertahan hidup. Keinginan untuk
memiliki sesuatu merupakan kebutuhan berikutnya yang menyebabkan mengapa
orang mau bekerja. Adanya keinginan untuk memiliki kekuasaan, dan adanya
keinginan untuk mendapat pengakuan dari pihak lain.
2.4.2.1. Tujuan Memberikan Imbalan
Tujuan program dalam memberikan imbalan menurut Leavitt (1997), antara
lain:
1. Manajer memberikan upah kepada karyawan sebagai pengganti hasil kerja yang
baik.
2. Manajer memberikan upah kepada karyawan sebagai hadiah dari hasil kerja yang
baik.
3. Manajer memberikan imbalan kepada karyawan untuk mendorong supaya mereka
bekerja lebih giat.
Gibson (1996) menjelaskan bahwa tujuan program pemberian imbalan
diantaranya untuk:

Universitas Sumatera Utara

1. Menarik orang-orang yang berkualitas untuk bergabung dalam organisasi.
2. Mempertahankan karyawan agar mereka tetap dapat bekerja.
3. Memotivasi karyawan untuk mencapai hasil kerja yang tinggi.
Menurut Gitosudarmo, dkk. (2000), tujuan pemberian imbalan diantaranya
adalah :
1. Memotivasi anggota organisasi, artinya sistem imbalan yang dibentuk oleh
organisasi harus mampu untuk memacu motivasi kerja dari anggota organisasi
agar berprestasi pada tingkat yang lebih tinggi. Caranya dengan memperhatikan
secara cermat bahwa imbalan harus memiliki nilai dimata pegawai.
2. Membuat betah pekerja yang sudah ada artinya mempertahankan agar para
pekerja terutama yang berkualitas tetap mencintai pekerjaannya dan tidak mudah
untuk berpindah ke pada organisasi lainnya.
3. Menarik personil yang berkualitas untuk masuk dalam organisasi.
2.4.2.2. Macam-Macam Imbalan
Mathis dan Jackson (2002), membagi imbalan atas dua jenis yaitu intrinsik
(internal) dan ekstrinsik (eksternal). Imbalan instrinsik antara lain termasuk pujian
yang didapatkan untuk menyelesaikan suatu proyek atau berhasil memenuhi beberapa
tujuan kinerja. Mereka juga menyatakan bahwa efek psikologis dan sosial yang lain
dari imbalan juga merupakan gambaran dari jenis imbalan instrinsik.
Imbalan ekstrinsik bersifat terukur, memiliki bentuk imbalan moneter maupun
non moneter. Imbalan ekstrinsik/terukur ini pun dibagi lagi atas 2 (dua) jenis, yaitu
imbalan langsung dan imbalan tidak langsung. Imbalan langsung meliputi gaji pokok

Universitas Sumatera Utara

dan gaji variabel, sedangkan imbalan tidak langsung meliputi tunjangan pegawai
dalam hal penelitian ini adalah bidan.
Poin penting yang perlu dicatat mengenai imbalan-imbalan ekstrinsik adalah
bahwa imbalan tersebut semua dihasilkan oleh sumber-sumber eksternal untuk
seseorang, agar mendapatkan imbalan-imbalan moneter, tunjangan pelengkap, dan
penghasilan tambahan, individu tersebut tergantung kepada kebijakan-kebijakan gaji
dan imbalan dari organisasi sedangkan perolehan pujian dan promosi tergantung
kepada persepsi dan pertimbangan individu oleh atasannya.

2.5. Bidan
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program Pendidikan Bidan
yang diakui oleh negara serta memperolehkualifikasi dan diberi izin untuk
menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan
supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama
masahamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin
persalinan atas tanggung jawanya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan
bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukantindakan pertolongan gawat
darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting
dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi
juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan
antenatal, dan persiapan untuk menjadiorang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari

Universitas Sumatera Utara

ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktik di rumah sakit,
klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat lainnya (Depkes, RI.
2003).

2.6. Jaminan Persalinan
2..1. Pengertian
Jaminan persalinan merupakan jaminan pembiayaan pelayanan persalinan
yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas
termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir (Permen Kes
RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011).
2.6.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh
dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB melalui jaminan
pembiayaan

untuk

pelayanan

persalinan

(Permen

Kes

RI

Nomor

2562/Menkes/Per/XII/2011).
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan
pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan.
b. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.
c. Meningkatnya cakupan pelayanan KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

d. Meningkatnya cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan
bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.
e. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan
akuntabel (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011).
2.6.3. Sasaran
Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah (Permen Kes RI Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011):
a. Ibu hamil
b. Ibu bersalin
c. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
d. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
2.6.4. Ruang Lingkup Jaminan Persalinan
Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan
rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari (Permen Kes RI
Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011):
1. Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca
persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada

Universitas Sumatera Utara

saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat
pertama.
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergesi Dasar) serta jaringannya termasuk Polindes
dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama
(PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi (Permen Kes
RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011):
a. Pemeriksaan kehamilan
b. Pertolongan persalinan normal
c. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan
d. Pelayanan bayi baru lahir
e. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir.
2. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada
ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di rumah
sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi
kedaruratan Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi (Permen Kes RI
Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011):

Universitas Sumatera Utara

a. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit
b. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan
di pelayanan tingkat pertama.
c. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.

2.7. Landasan Teori
Menurut Gibson (1996), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang
memengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu : variabel individu, variabel organisasi
dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku
kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan
dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan untuk mencapai sasaran tugas. Diagram skematis teori perilaku dan
kinerja digambarkan sebagai berikut :
Variabel Individu :
a. Kemampuan dan
keterampilan :
Mental
Fisik
b. Latar belakang :
Keluarga
Tingkat sosial
Pengalaman
c. Demografi :
Umur
Etnis
Jenis kelamin

Perilaku individu
(Apa yang dikerjakan)
Kinerja
(hasil yang diharapkan)

Psikologis :
Persepsi
Sikap
Kepribadian
Belajar
Motivasi

Variabel Organisasi :
Sumber daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Disain pekerjaan

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja
2.8. Kerangka Konsep Penelitian
Psikologis :

1. Sikap
2. Motivasi
Kinerja Bidan

Organisasi:
1. Sumber Daya
2. Imbalan
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara