Pengaruh Karakteristik Individu, Organisasi dan Psikologis terhadap Kinerja Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

T E S I S

Oleh

HALIK HADI 077023004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

HALIK HADI 077023004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN Nama Mahasiswa : Halik Hadi

Nomor Induk Mahasiswa : 077023004

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si) (

Ketua Anggota

dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 29 November 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

2. Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S 3. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, ORGANISASI DAN PSIKOLOGI TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011

Halik Hadi 077023004/IKM


(6)

ABSTRAK

Imunisasi efektif menekan angka kesakitan dan kematian bayi akibat “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat PD3I dengan penempatan bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi. Meski demikian pencapaian cakupan imunisasi tahun 2010 hanya sebesar 17,3%, belum mencapai target cakupan sebesar 95,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh karakteristik individu, organisasi dan psikologis terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan berjumlah 110 orang dan sampel sebanyak 70 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukan variabel karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah variabel karakteristik individu.

Disarankan kepada : 1) Bidan di desa sebagai penanggung jawab progam imunisasi sesuai ketetapan Kemenkes RI perlu meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan, 2) Bidan di desa perlu menyesuaikan beban kerja antara kegiatan imunisasi dengan progam pelayanan kebidanan/persalinan, 3) Dinas Kesehatan perlu menyediakan Polindes sebagai tempat tinggal bidan di desa, 4) Kepala Puskesmas dan koordinator imunisasi diharapakan berperan dalam meningkatkan progam imunisasi yang dilakukan bidan di desa melalui supervisi serta menyesuaikan imbalan untuk bidan di desa.


(7)

ABSTRACT

Immunization effective to reduce infant morbidity and mortality caused by “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). The goverment of Tapanuli Selatan district have attempted to reduce infant morbidity and mortality due to the placement of midwives in the implementation of immunization programs. However the achievement of immunization coverage in 2010 only 17,3%, have not reached the target coverage of 95,0%.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual, organizational, and psychological characteristics on the performance of village midwives in implementation of immunization program in Tapanuli Selatan district. The population of this study were all of the midwives village in Tapanuli Selatan district as many as 110 people, and 70 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%

The result of this study showed that statistically the variable individual characteristics, characteristics organizational, and psychological characteristics had significant influence on the performance of village midwives in the implementation of immunization programs at Tapanuli Selatan district. Variable of the individual characteristics was the biggest variable which influence on the performance of village midwives.

It is recommended to : 1) The village midwives who are responsible for the immunization program based the agree of the Ministry of Health, the Republic of Indonesia is suggested to improve their knowledge through training. 2) The village midwives to be adjusted workload of between of immunization activity and midwifery/service program. 3) The management of District Health Office needs to provide rural polyclinics as the residence of village midwives. 4) The Head of Health Centre and Coordinator of Immunization Program are suggested to play their role in increasing the immunization program implemented by village midwives through supervision and provides rewards for the village midwives.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Karakteristik

Individu, Organisasi dan Psikologis terhadap Kinerja Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

3. Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan

penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

4. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah berkenan memberikan izin melakukan penelitian di wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam penyelesaian tesis, tepatnya di 15 Puskesmas yang menjadi sasaran penelitian.

7. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

9. Istri tercinta drg. N. Nirmala Siregar, serta anak-anak: M. Farhan Habibie dan M. Faristz Afarabie yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2011 Penulis

Halik Hadi 077023004/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Halik Hadi, lahir pada tanggal 3 Juli 1973 di Tanjung Raya, anak keenam dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. Said Abunawar dan Ibunda Hj. Suraidah dan telah menikah dengan drg. N.Nirmala Siregar pada bulan Juli Tahun 2001.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung Raya, selesai Tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tanjung Raya, selesai Tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di SMA YPL Muara Enim, selesai tahun 1992. Sekolah Pembantu Penilik Higiene (SPPH) Palembang, selesai Tahun 1994, Akademi Penilik Kesehatan (APK) Depkes RI Kabanjahe, selesai Tahun 2000, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, selesai Tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai staf di Puskesmas Binanga Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 1995 sampai tahun 1997, Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan pada Subdin Promosi Kesehatan, tahun 2000 sampai tahun 2002, Kepala Seksi Peran Serta Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 2005 sampai tahun 2006, Kepala Puskesmas Simarpinggan Kecamatan Siais, tahun 2006 sampai tahun 2007. Staf Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Medan UPT Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, tahun 2007 sampai 2008, Staf Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada Subdin


(12)

Selanjutnya mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2007.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan. ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Teori tentang Imunisasi ... 11

2.1.1 Pengertian Imunisasi ... 11

2.1.2 Program Imunisasi ... 11

2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi ... 15

2.2.1 Kebijakan ... 15

2.2.2 Strategi ... 15

2.2.3 Pelaksanaan ... 16

2.3 Teori tentang Kinerja ... 16

2.3.1 Pengertian Kinerja ... 16

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 17

2.3.3 Penilaian Kinerja ... 18

2.4 Teori Karakteristik Individu ... 23

2.4.1 Pengertian Karakteristik Individu ... 23

2.4.2 Unsur- Unsur Karakteristik Individu ... 24

2.5 Teori Karakteristik Organisasi ... 30

2.5.1 Pengertian Karakteristik Organisasi ... 30

2.5.2 Unsur- Unsur Karakteristik Organisasi ... 30

2.6 Teori Karakteristik Psikologis ... 36

2.6.1 Pengertian Karakteristik Psikologis ... 36

2.6.2 Unsur- Unsur Karakteristik Psikologis ... 36


(14)

2.7.1 Pengertian Bidan dan Bidan Desa ... 39

2.7.2 Tugas Pokok Bidan di Desa ... 40

2.7.3 Fungsi Bidan di Wilayah Kerjanya ... 40

2.7.4 Fungsi Bidan di Desa dalam Program Imunisasi ... 41

2.8 Landasan Teori ... 44

2.9 Kerangka Konseptual Penelitian ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Jenis Penelitian ... 47

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 47

3.2.2 Waktu Penelitian ... 47

3.3 Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1 Populasi ... 47

3.3.2 Sampel ... 48

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.4.1 Jenis dan Sumber Data ... 50

3.4.2 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.6 Metode Pengukuran ... 52

3.7 Metode Analisis Data ... 54

3.7.1 Analisis Univariat ... 54

3.7.2 Analisis Bivariat ... 54

3.7.3 Analisis Multivariat ... 55

3.7.4 Pengujian Asumsi Klasik ... 57

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

4.1.1 Geografis ... 60

4.1.2 Demografi ... 60

4.1.3 Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 61

4.2 Karakteristik Responden ... 62

4.3 Karakteristik Individu ... 64

4.3.1 Pengetahuan ... 64

4.3.2 Kemampuan ... 71

4.4 Karakteristik Organisasi ... 71

4.4.1 Sumber Daya ... 71

4.4.2 Kepemimpinan ... 73

4.4.3 Imbalan ... 75

4.4.4 Supervisi ... 77

4.4.5 Sarana Kerja ... 79


(15)

4.5.1 Sikap ... 82

4.5.2 Motivasi ... 84

4.6 Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi ... 87

4.7 Analisis Bivariat ... 90

4.8 Analisis Multivariat ... 91

1 Uji Asumsi Klasik ... 91

2 Uji Hipotesis ... 95

3 Uji F (Uji Serempak) ... 95

4 Uji t (Uji Parsial) ... 96

5 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 97

BAB 5. PEMBAHASAN ... 100

5.1 Pengaruh Karakteristik Individu (X1) Karakteristik Organisasi (X2) dan Karakteristik Psikologis (X3 5.2 Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 101

) terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 100

5.3 Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 106

5.4 Pengaruh Karakteristik Psikologis terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 113

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

6.1 Kesimpulan ... 116

6.2 Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa ... 49 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 52 3.3 Variabel, Indikator, Hasil Pengukuran, Kategori dan Skala Ukur ... 53 4.1 Distribusi Bidan Desa menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli

Selatan Tahun 2010 ... 62 4.2 Distribusi Karakteristik Responden di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 63 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dalam Pelaksanaan

Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 67 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan dalam Pelaksanaan

Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik Individu

dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Daya dalam Pelaksanaan

Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 72 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemimpinan dalam Pelaksanaan

Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 75 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan dalam Pelaksanaan Program

Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 77 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Supervisi dalam Pelaksanaan

Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 79 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Kerja dalam Pelaksanaan

Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 81 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik Organisasi


(17)

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dalam Pelaksanaan Program

Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 83

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 86

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Karakteristik Psikologis dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 86

4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 90

4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 91

4.17 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 92

4.18 Hasil Uji Normalitas Data ... 94

4.19 Hasil Uji Multikolinieritas Data ... 95

4.20 Hasil Uji Regresi ... 95

4.21 Koefisien Determinasi (R2 4.22 Uji F ... 96

) ... 96


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Teori Kinerja. ... 45

2.2 Kerangka Konsep Penelitian. ... 46

4.1 Hasil Uji Normalitas Data. ... 92


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 122

2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 135

3 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 138

4 Hasil Uji Bivariat ... 140

5 Hasil Uji Multivariat ... 143

6 Master Data Penelitian ... 144

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(20)

ABSTRAK

Imunisasi efektif menekan angka kesakitan dan kematian bayi akibat “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat PD3I dengan penempatan bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi. Meski demikian pencapaian cakupan imunisasi tahun 2010 hanya sebesar 17,3%, belum mencapai target cakupan sebesar 95,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh karakteristik individu, organisasi dan psikologis terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan berjumlah 110 orang dan sampel sebanyak 70 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukan variabel karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan progam imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah variabel karakteristik individu.

Disarankan kepada : 1) Bidan di desa sebagai penanggung jawab progam imunisasi sesuai ketetapan Kemenkes RI perlu meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan, 2) Bidan di desa perlu menyesuaikan beban kerja antara kegiatan imunisasi dengan progam pelayanan kebidanan/persalinan, 3) Dinas Kesehatan perlu menyediakan Polindes sebagai tempat tinggal bidan di desa, 4) Kepala Puskesmas dan koordinator imunisasi diharapakan berperan dalam meningkatkan progam imunisasi yang dilakukan bidan di desa melalui supervisi serta menyesuaikan imbalan untuk bidan di desa.


(21)

ABSTRACT

Immunization effective to reduce infant morbidity and mortality caused by “Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi” (PD3I). The goverment of Tapanuli Selatan district have attempted to reduce infant morbidity and mortality due to the placement of midwives in the implementation of immunization programs. However the achievement of immunization coverage in 2010 only 17,3%, have not reached the target coverage of 95,0%.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual, organizational, and psychological characteristics on the performance of village midwives in implementation of immunization program in Tapanuli Selatan district. The population of this study were all of the midwives village in Tapanuli Selatan district as many as 110 people, and 70 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%

The result of this study showed that statistically the variable individual characteristics, characteristics organizational, and psychological characteristics had significant influence on the performance of village midwives in the implementation of immunization programs at Tapanuli Selatan district. Variable of the individual characteristics was the biggest variable which influence on the performance of village midwives.

It is recommended to : 1) The village midwives who are responsible for the immunization program based the agree of the Ministry of Health, the Republic of Indonesia is suggested to improve their knowledge through training. 2) The village midwives to be adjusted workload of between of immunization activity and midwifery/service program. 3) The management of District Health Office needs to provide rural polyclinics as the residence of village midwives. 4) The Head of Health Centre and Coordinator of Immunization Program are suggested to play their role in increasing the immunization program implemented by village midwives through supervision and provides rewards for the village midwives.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada

program-program yang mempunyai daya ungkit besar guna mencapai visi pembangunan di bidang kesehatan. Landasan yang kuat, terutama dalam analisa situasi, perumusan

isu strategis dan arah kebijakan pembangunan kesehatan merupakan prioritas pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 (Bappenas, 2009).

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai salah satu program utama bidang kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko melalui peningkatan imunisasi dan peningkatan Komunikasi, Informasi Dan Edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit (Bappenas, 2009).

Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB), dari berbagai penyebab kematian tersebut adalah kematian yang disebabkan oleh


(23)

Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), saat ini angka kematian akibat PD3I masih cukup tinggi, yaitu sekitar 120.000 setiap tahunnya, untuk itu dibutuhkan suatu penanganan yang serius, salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I tersebut adalah program imunisasi. Perlu upaya yang ekstra keras untuk mempercepat penurunan AKI guna mencapai target yang diinginkan. Jika sasaran yang ingin dicapai pada akhir RPJMN 2010-2025 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dapat dicapai apabila penurunan AKI per tahun adalah 4,7 persen. Namun jika angka ini tetap ingin dicapai pada tahun 2015 seperti yang disarankan dalam MDGs, maka penurunan AKI diharapkan mencapai 9,5 persen per tahun (Bappenas, 2009).

Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1611/Menkes/SK/XI/ 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyebutkan bahwa imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian zat kekebalan tubuh, harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes RI, 2006).

Sejak penetapan EPI (the Expanded Program on Immunisation) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan


(24)

pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya. Vaksinasi terhadap 5 (lima) penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang yaitu : BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Ali, 2003).

Program imunisasi di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006).

Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi PD3I dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomylitis dan Hepatitis B (Depkes RI, 2005).

Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan atau kejadian luar biasa (KLB) PD3I. Untuk itu upaya imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilance epidemiologi serta peningkatan dan perbaikan kinerja unsur-unsur pelaksana yang terlibat dalam kegiatan imunisasi sehinga tercapai target atau sasaran imunisasi yang merupakan salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan program imunisasi (Lanasari, 2007).


(25)

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) target imunisasi Indonesia tahun 2010 yaitu tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), dimana cakupan imunisasi lengkap minimal 95% secara merata pada bayi di 100% di desa dan kelurahan (Depkes RI, 2010). Hal ini berarti bahwa di setiap desa harus mencapai cakupan 95/12 sekitar 7,9 % setiap bulannya. Bila cakupan rata-rata bulanan di bawah 7,9% selama 3 bulan berturut-turut, maka harus dilakukan sweeping.

Cakupan imunisasi dasar di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010 berada pada urutan 31 dari 33 propinsi di Indonesia, yaitu sebesar 32,6%. Pencapaian tertinggi cakupan imunisasi di Provinsi DI Yogyakarta mencapai 93,7%, sedangkan pencapaian terendah di Provinsi Papua yaitu dan 20,7%. Rata-rata pencapaian program imunisasi secara nasional di Indonesia sebesar 58,5%.

Dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu kabupaten dengan pencapaian program imunisasi rendah dengan pencapaian yaitu 17,3%, angka tersebut lebih rendah dari rata-rata pencapaian imunisasi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar 32,6% (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010). Sehingga berbagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I telah dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan salah satunya yaitu penempatan bidan di desa yang diharapkan dapat memberikan harapan baru dalam upaya


(26)

mendekatkan pelayanan kesehatan di tengah masyarakat. Penempatan bidan desa ini diharapkan juga berangsur-angsur dapat menekan angka kesakitan dan kematian tersebut.

Bidan di Desa (Bides) yang bertugas di desa secara fungsional berbeda dengan bidan yang bertugas di puskesmas, karena bidan desa mempunyai wilayah kerja tertentu yaitu desa tempat tugasnya sehingga merupakan ujung tombak pelaksanaan program imunisasi dengan salah satu tugas adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan pada bayi dan balita termasuk imunisasi (Depkes RI, 2007). Namun dalam pelaksanannya ditemukan bahwa sebahagian besar Bides bertempat tinggal tidak di desa, melainkan tinggal di Ibu kota Kabupaten yaitu Padangsidimpuan, dengan alasan tidak tersedianya Polindes ataupun rumah penduduk yang layak untuk ditempati walaupun dengan cara sewa.

Gagasan pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ini menuju well born baby dan well health mother merupakan komitmen politik, diikuti dengan penempatan bidan di desa sebanyak 50.000 orang dalam waktu singkat pada tahun 2003. Saat ini telah ditempatkan sekitar 18.000 bidan desa, tetapi hanya sebagian kecil yang mampu mewujudkan pondok bersalin desa (Depkes RI, 2004).

Hasil penelitian Rahmawati (2007) tentang analisis faktor sumber daya manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi puskesmas di Kabupaten Blora tahun 2006, menyimpulkan bahwa faktor


(27)

yang berpengaruh terhadap hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi di Kabupaten Blora adalah supervisi pimpinan puskesmas, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, persepsi terhadap kompensasi.

Cakupan imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan menurut hasil survey

Millenium Corporation Cellent-Indonesia Immunization Project (MCC-IIP) tahun

2009 di temukan lebih rendah dengan yang dilaporkan setiap bulannya ke Dinas Kesehatan. Hal ini mengisyaratkan bahwa secara kualitas program imunisasi belum berjalan dengan baik dan ini sangat erat kaitanya dengan karakteristik organisasional, individual dan psikologi dalam pelaksanaan program imunisasi.

Pelaksanaan program imunsasi tidak terlepas dari peran manajemen organisasional serta teknis pelaksana individual yakni sumber daya manusia dalam melaksanakan kegiatan tersebut, agar keberhasilan program imunisasi dalam upaya menurunkan angka kematian akibat PD3I dapat ditekan sekecil mungkin, sehingga dengan pelaksanaan program imunisasi sesuai dengan pedoman diharapkan cakupan imunisasi tinggi dan merata tetap dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat

population immunity atau kekebalan masyarakat, yang pada akhirnya angka kesakitan

dan kematian akibat PD3I dapat diturunkan. Salah satu faktor penentu kinerja dalam organisasi menurut Gibson et al (1996), yaitu karakteristik individu, organisasi dan psikologis dapat memengaruhi kinerja dalam suatu organisasi.


(28)

Hasil penelitian Subagio (2004) yang mengkaji ”Fungsi Manajemen Puskesmas dalam Program Imunisasi di Kabupaten Pelalawan - Riau Tahun 2003” mengungkapkan bahwa imunisasi terutama untuk Universal Child Immunitation (UCI) desa adalah 100 % tahun 2000 di Kabupaten Pelalawan terdiri 10 kecamatan dan memiliki 88 desa, dari jumlah desa tersebut ternyata yang belum mencapai UCI adalah 38 desa atau sekitar 43,2 %. Masih banyaknya desa-desa yang belum mencapai UCI ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah manajemen program imunisasi, faktor petugas, faktor masyarakat sebagai sasaran program imunisasi dan faktor eksternal.

Peran serta Tokoh Masyarakat (Toma) dan Tokoh Agama (Toga) dan PKK juga penting dalam rangka menurunkan PD3I. Hal ini sejalan dengan penelitian Muazaroh (2009), yang mengungkapkan bahwa ada hubungan antara komunikasi dan keberhasilan implementasi program imunisasi. Komunikasi oleh bidan desa yang masih kurang pada sasaran antara (PKK, Toma, Toga) begitu juga dengan sumberdaya dan keberhasilan implementasi program imunisasi, ketersediaan sumberdaya finansial yang masih kurang yaitu jumlah transport yang diberikan kurang memadai, bidan masih menarik biaya pelayanan imunisasi, sedangkan untuk sumberdaya non finansial yang kurang mendukung program yaitu cool pack yang dibawa dalam bentuk beku, tidak membawa KIPI kit pada waktu pelayanan dan


(29)

ketersediaan poster, leaflet tentang imunisasi kurang serta faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi adalah struktur birokrasi.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis bahwa rendahnya cakupan imunisasi meliputi DPT 35%, HV-B 13,6%, TT WUS 8,1%, TT Bumil 2,2%, BCG 76%, Polio 77,1% dan Campak 74,1%, sedangkan berdasarkan target pencapaian UCI dari 12 Kecamtan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, ada 6 Kecamatan yang mencapai UCI dan 6 Kecamatan belum mencapai UCI. Beberapa penyebab rendahnya cakupan imunisasi tersebut diakibatkan bidan desa belum melaksanakan tugasnya secara optimal dalam program imunisasi. Hal ini dikhawatirkan munculnya kembali kasus PD3I, seperti kasus campak pada tahun 2010 yang terjadi beberapa kali di Kecamatan Angkola Selatan, Batang Toru dan Kecamatan Pintupadang yang sudah dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak oleh Pemerintah daerah setempat (Dinkes Tapsel, 2010).

Bidan desa sebagai pelaksana program imunisasi di desa sangat menentukan tingkat pencapaian atau cakupan imunisasi di desa tempat tugasnya. Besarnya tanggung jawab bidan desa sebagaimana disebutkan dalam prosedur pelaksanaan imunisasi bahwa setiap bidan desa bertanggung jawab dalam melakukan : persiapan petugas imunisasi di desa, inventarisasi sasaran imunisasi, persiapan vaksin dari polindes/tempat tinggal bidan desa ke tempat pelaksanaan imunisasi (misalnya posyandu), peralatan rantai vaksin dari puskesmas/pustu ke desa, persiapan ADS


(30)

untuk pemberian imunisasi, pesiapan safety box untuk membawa vaksin dari polindes ke lokasi pelaksanaan imunisasi, persiapan sasaran imunisasi, pemberian imunisasi dan koordinasi. Sedangkan koordinator imunisasi yang bertugas di puskesmas lebih berperan dalam pengelolaan logistik imunisasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke puskesmas serta mendistribusikan logistik imunisasi ke setiap puskesmas pembantu dan bidan desa.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh karakteristik individu (X1), karakteristik

organisasi puskesmas (X2) dan karakteristik psikologis (X3) terhadap kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli

Selatan?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (X1), karakteristik organisasi puskesmas (X2), karakteristik psikologis (X3) terhadap kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan.


(31)

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah karakteristik individu (X1), karakteristik organisasi puskesmas (X2), karakteristik psikologis (X3) berpengaruh terhadap

kinerja (Y) Bidan di Desa dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan seluruh Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Selatan tentang pelaksanaan program imunisasi.

2. Sebagai wahana pengembangan ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan khususnya tentang kinerja dalam pelaksanaan program imunisasi.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah Bayi (di bawah satu tahun), Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15-39 tahun termasuk ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (catin) serta anak usia sekolah tingkat dasar (Depkes RI, 2005).

2.1.2 Program Imunisasi

Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling effective cost. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006).

Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah : Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomelitis dan Hepatitis B (Depkes RI, 2005).


(33)

Kemajuan dalam bidang transportasi telah membantu meningkatkan mobilitas penduduk, termasuk penyakit. Importasi virus polio liar dari negara yang masih endemis polio (dari benua Afrika) ke Indonesia telah terjadi pada bulan Maret tahun 2005. Kejadian ini ditetapkan sebagai KLB Nasional yang memerlukan upaya penanggulangan yang bersifat nasional, karena Indonesia harus segera memutuskan rantai penularannya agar tidak menjadi negara endemis polio dan menjadi ancaman bagi negara lain (Depkes RI, 2006).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke dalam penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Perkembangan teknologi lain adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin yang dapat digabung sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi. Jenis-jenis Vaksin dalam Program Imunisasi adalah : Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine), Vaksin DPT, TT, DT, Polio (Oral Polio Vaccine=OPV), Campak, Hepatitis B dan DPT-HB.

Menurut Depkes RI (2005) Kegiatan dalam program imunisasi lain terdiri dari :

1. Imunisasi Rutin

Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus-menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi : imunisasi rutin pada bayi, imunisasi rutin pada wanita usia subur dan imunisasi rutin pada anak


(34)

Pada kegiatan imunisasi rutin terdapat kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi rurin pada bayi dan Wanita Usia Subur (WUS) seperti kegiatan sweeping pada bayi dan kegiatan akselerasi MNTE (Maternal Neonatal Tetanus

Elimination) pada WUS.

Pelayanan imunisasi rutin dapat dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin, Posyandu, di sekolah atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan imunisasi rutin ini dapat juga dilakukan oleh swasta seperti rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek.

2. Imunisasi Tambahan

Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini sifatnya tidak rutin dan membutuhkan biaya khusus. Kegiatan ini dilakukan dalam suatu periode tertentu.

Yang termasuk ke dalam kegiatan imunisasi tambahan ini adalah : (a) Backlog

Fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur di

bawah 3 tahun pada desa yang selama 2 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI, (b) Crash Program, kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB dan ditujukan pada desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI.

3. Imunisasi dalam Penanganan KLB

Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit masing-masing.


(35)

4. Kegiatan Imunisasi Tambahan untuk Penyakit tertentu dalam Wilayah yang luas dan waktu tertentu, misalnya :

a. Pekan Imunisasi Nasional (PIN) merupakan suatu upaya yang dilaksanakan serentak secara nasional untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio kepada setiap balita termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN di samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio.

b. Sub PIN merupakan suatu upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan satu kasus polio dalam wilayah terbatas dengan pemberian dua kali imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak pada seluruh sasaran berumur kurang dari satu tahun (Depkes RI, 2006).

c. Catch Up Campaign Campak merupakan upaya untuk memutuskan transmisi

penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi campak selain untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua).


(36)

2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi

Pelaksanaan program imunisasi dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1611 / MENKES / SK / XI / 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyangkut :

2.2.1 Kebijakan Program Imunisasi

a. Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.

b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.

c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.

d. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu.

e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis (Depkes RI, 2005).

2.2.2 Strategi Program Imunisasi

a. Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat atau swasta. b. Membangun kemitraan dan jejaring kerja.

c. Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik.

d. Menerapkan sistem pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.


(37)

f. Pelaksanaan sesuai dengan standar.

g. Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien

h. Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan (Depkes RI, 2005).

2.2.3 Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi

Pelaksanaan kegiatan imunisasi meliputi : 1) persiapan petugas (inventarisasi sasaran, persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS dan safety box); 2) persiapan masyarakat; 3) pemberian pelayanan imunisasi; 4) koordinasi (Depkes RI, 2006).

Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan imunisasi tambahan semakin kecil.

Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi : Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak ( pada bayi); DT, Campak dan TT (pada anak sekolah); TT (pada WUS).

2.3 Kinerja

2.3.1 Pengertian Kinerja

Menurut Ilyas (2000), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel


(38)

tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.

Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan tujuan organisasi, dimana organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan. Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku atau perbuatan. Tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, disamping itu kinerja adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan spesifik mempunyai beberapa bentuk komponen kerja, yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel lain. Kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Bernadin et.al, 1998).

Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari profisiensi kerja adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi (level of

performance). Individu di tingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi

kerjanya tidak mencapai standar disebut tidak produktif. Job performance (penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut : P = M x A, dimana P (Performance), M (Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat dijelaskan bahwa performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang


(39)

yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah motivasinya (Wijono, 2000).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal, dilakukan kajian terhadap teori kinerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau tugas (Gibson

et al, 1996).

Gibson et al (1996) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja adalah variabel individu, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Variabel organisasi yang mempengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, sarana kerja, kepemimpinan, supervisi dan imbalan. Variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak


(40)

psikologis seperti sikap, kepribadian, dan pembelajaran merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dengan organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan ketrampilan yang berbeda satu dengan lainnya.

2.3.3 Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.


(41)

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored

Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja


(42)

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.


(43)

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

3. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan


(44)

dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata.

Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan o!eh atasan (Rivai, 2005).

2.4 Karakteristik Individu

2.4.1 Pengertian Karakteristik Individu

Menurut Sutrisna (1994) bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses psikologis yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku.

Menurut Mathis (2001), bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga, tanggung jawab dan masa jabatan.

Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun teknis pelaksanaan. Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik individu seperti pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, ketrampilan, kemampuan, jenis kelamin, tempat tinggal dan lama kerja secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan


(45)

tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program imunisasi.

2.4.2 Unsur-Unsur Karakteristik Individu

a. Umur

Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru. Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru dan masa kreatif. Pada masa dewasa ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan ketrampilan profesional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (Soekanto, 1990).

Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personel meningkat sejalan dengan peningkatan usia pekerja. Pekerja usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih tua, karena pekerja lebih muda belum berpijak pada realitas, sehingga seringkali mengalami kekecewaan dalam bekerja. Hal ini menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja (Notoatmodjo, 2003).


(46)

b. Jenis Kelamin

Diasumsikan bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang menyebabkan perbedaan kinerja tetapi berbagai faktor berkaitan dengan jenis kelamin misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain. Siagian (2006) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produtivitas kerja antara karyawan wanita dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebahagian kecil berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awarenes ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).


(47)

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

d. Pendidikan

Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni :

a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidikan (pelaku Pendidikan).

b. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain.

c. Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).


(48)

Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

Pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mewujudkan motivasi kerja yang berbeda dengan pendidikan yang lebih rendah. Siagian (2006) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah. Hal serupa dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktivitas kerjanya. e. Kemampuan

Kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan, kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (Muchlas, 1997)

Kemampuan intekektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan mental misalnya pemahaman verbal, deduksi, persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kekuatan dan ketrampilan. Kadar kemampuan dan keterampilan ini dapat diperoleh


(49)

melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, tampa mengabaikan kepatuhan terhadap prosedur dan pedoman yang ada, menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan.

Menurut Gibson et al (1996) kemampuan mental sama dengan intelegensia merupakan kemampuan mengingat konfigurasi fisual, kemampuan untuk mengutarakan dan mengaji hipotesis, kemampuan untuk mengingat kembali dengan sempurna dan pengetahuan tentang kata-kata dan artinya.

Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat (Soekanto, 1990).

Kemampuan merupakan sifat yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang diperolehnya dari proses pembelajaran yang memungkinkannya dapat menyelesaikan atau melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

f. Keterampilan

Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat (Soekanto, 1990).


(50)

g. Tempat Tinggal

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), petugas kesehatan yang bertempat tinggal dirumah jabatan memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak bertempat tinggal di rumah dinas atau rumah jabatan.

Hal ini sangat logis karena dari fakta yang ditemukan responden yang tidak bertempat tinggal di rumah jabatan dan jaraknya jauh dari puskesmas sebagian waktu kerjanya habis tersita oleh perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal ke puskesmas. h. Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Setiap organisasi pelayanan kesehatan menginginkan turn overnya rendah dalam arti tenaga atau karyawan aktif yang lebih lama bekerja di kantor tersebut tidak pindah ke unit kerja lain, sebab dengan turn over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja tersebut.

Siagian (2006) mengatakan bahwa semakin banyak tenaga aktif yang meninggalkan organisasi dan pindah ke organisasi lain mencerminkan ketidakberesan organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya.


(51)

2.5 Karakteristik Organisasi

2.5.1 Pengertian Karakteristik Organisasi

Menurut Gibson et al (1996) karakteristik organisasi yang memengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, insentif, struktur dan desain pekerjaan.

Karakteristik organisasi juga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, karakteristik organisasi seperti sumber daya, kepemimpinan dan imbalan secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program imunisasi.

2.5.2 Unsur-Unsur Karakteristik Organisasi

a. Sumber Daya

Menurut Notoatmojo (2003), sumber daya terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sarana, dana dan metoda merupakan bagian dari unsur masukan yang keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi.

Pada peneltian ini, sumber daya yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia tenaga kesehatan yang terdiri dari koordinator imunisasi dan bidan desa yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan program imunisasi, hal ini sesuai dengan salah satu tugas pokok koordinator imunsasi dan bidan desa yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak (KIA), khususnya pelayanan


(52)

kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan Ibu nifas, pelayanan kesehatan bayi dan anak balita termasuk imunisasi (Depkes RI, 2006).

b. Kepemimpinan

Gibson et al (1996) berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk yaitu : formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi kebutuhan orang lain.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dengan orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Rivai, 2007).

Menurut Siagian (2006) kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapain tujuan organisasi akan sangat ditentukan oleh kemampuan atau efektivitas pemimpin dalam


(53)

menggerakkan dan mendorong anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan faktor yang vital bagi keberhasilan suatr organisasi. Seorang pimpinan yang efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan bawahan, membangkitkan motivasi kerja bawahan, mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan. c. Imbalan

Imbalan yang diterima karyawan baik berupa honorarium maupun dalam bentuk fasilitas yang lain, berhubungan langsung dengan kebutuhankebutuhan pokok karyawan, seperti kebutuhan ekonomi masa sekarang dan mendatang. Kebutuhan pokok yang relatif cukup terpenuhi menyebabkan

karyawan lebih berkonsentrasi terhadap pekerjaannya.

Pendapat Gibson et al (1996) mengenai imbalan terbagi dalam dua macam, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa penyelesaian (completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy) dan pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup uang status, promosi, dan rasa hormat.

Imbalan-imbalan instrinsik adalah imbalan-imbalan yang dinilai di dalam dan dari mereka sendiri. Imbalan intrinsik melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri dan pemberiannya tidak tergantung kepada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang


(54)

terhadap perilaku oerganisasi adalah jenis-jenis perasaan yang berbeda yang dialami oleh orang-orang sebagai akibat kinerja mereka pada pekerjaan.

Menurut Simamora (2004) bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompen sasi di dalam organisasi mempunyai dua type dasar atau katagori. Kedua tipe diartikan sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan imbalanimbalan ekstrinsik (extrinsic reward).

Siagian (2006) menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor ekternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor ekternal lainnya seperti jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi tempat bekerja dan situasi lingkungan pada umumnya.

Ada dua jenis imbalan, pertama imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima individu untuk diri mereka sendiri mencakup prestasi, otonomi dan pengembangan

karier, kedua imbalan ekstrinsik yaitu imbalan yang diterima dari lingkungan di sekitar konteks kerja mencakup uang, status, promosi dan penghargaan (Rivai,

2007).

Menurut Notoatmodjo (2003), imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Insentif dibagi dalam tujuh jenis, yaitu :

a. Insentif primer

Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhab fasilitas (makan, minum, kontak fisik, dan sebagainya).


(55)

b. Insentif sensoris

Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya main musik untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan).

c. Insentif sosial

Yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk memperoleh penghargaan atau diterima di lingkungannya. Penerimaan atau penolakkan tersebut akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan/hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu.

d. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi ( upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya).

e. Insentif berupa aktifitas

Beberapa aktifitas / kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu.

f. Insentif status dan pengasuh

Dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya.

g. Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal

Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan.

d. Supervisi

Menurut Koentjoroningrat (1997) secara umum mengemukakan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap


(56)

masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.

Tujuan supervisi adalah mengorientasi, melatih kerja, memimpin, memberi arahan dan mengembangkan kemampuan personil. Sedangkan fungsinya untuk mengatur dan mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan kebijaksanaan diskripsi dan standar kerja. Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung, pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan saat supervisi. Supervisi dapat juga dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui laporan baik tertulis maupun lisan, supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.

Menurut Notoatmodjo (2003) apabila supervisi dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat yang dimaksud apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam yakni : 1) dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja; 2) dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja.

2.6. Karakteristik Psikologi

2.6.1. Pengertian Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologis secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik psikologis seperti: persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran, motivasi.


(57)

2.6.2 Unsur-Unsur Karakteristik Psikologi

a. Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya, meskipun persepsi sangat dipengaruhi oleh pengobyekan indra maka dalam proses ini dapat terjadi penyaringan kognitif atau terjadi modifikasi data. Persepsi diri dalam bekerja mempengaruhi pekerjaan tersebut memberikan tingkat kepuasaan dalam dirinya (Gibson et al, 1996) b. Sikap

Merupakan sebuah itikat dalam diri seseorang untuk tidak melakukan atau melakukan pekerjaan tersebut sebagai bagian dari aktivitas yang menyenangkan. Sikap yang baik adalah sikap dimana dia mau mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa terbebani oleh sesuatu hal yang menjadi konflik internal. Ambivalensi seringkali muncul ketika konflik internal psikologis muncul. Perilaku bekerja seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap seseorang dalam memberikan respon terhadap masalah dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. Kepribadian ini dibentuk sejak lahir dan berkembang sampai dewasa. Kepribadian seseorang sulit dirubah karena elemen kepribadiannya yaitu id, ego dan super ego yang dibangun dari hasil bagaimana dia belajar saat dikandungan sampai dewasa. Dalam hubungannya dengan bekerja dan bagaimana seseorang berpenampilan diri terhadap lingkungan, maka seseorang berperilaku. Perilaku ini dapat dirubah dengan


(58)

Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap (Attitude) adalah kesiap-siagaan mental, yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Gibson et al, 1996).

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang di miliki oleh orang lain (Luthans, 1992)

Menurut Bloom (1908) dan Notoatmodjo (2003), Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

c. Kepribadian

Kepribadian adalah semua cara dimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain atau organisasi internal dari proses psikologis dan kecenderungan perilaku seseorang. Jadi kepribadian itu merupakan perangkat gambaran diri yang


(59)

terintegrasi dan merupakan perangkat total dari kekuatan antrapsikis, yang membuat diri kita ini menjadi unik, dengan perilaku yang spesifik. Di dalam perilaku organisasi sering dikatakan bahwa kepribadian orang dewasa itu dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan dengan variabel antara berupa kondisi situasional (Robin, 1996)

d. Pembelajaran

Belajar dibutuhkan seseorang untuk mencapai tingkat kematangan diri. Kemampuan diri untuk mengembangkan aktivitas dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh usaha belajar, maka belajar merupakan sebuah upaya ingin mengetahui dan bagaimana harus berbuat terhadap apa yang akan dikerjakan (Nursalam, 202). Proses belajar seseorang akan berpengaruh pada tingkat pendidikannya sehingga dapat memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan, ia juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai pembaharuan (Gibson et al, 1996).

Muchlas (1999) menyatakan bahwa proses pembelajaran atau belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman hidup dan dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan perilaku itu menunjukkan telah terjadinya proses belajar dan proses belajar itu sendiri adalah perubahan dalam perilaku. Jadi jelasnya kita tidak melihat proses belajarnya tetapi melihat perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar


(60)

e. Motivasi

Menurut Gray (dalam Winardi, 2007) bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan motivasi adalah bagaimana menggerakkan orang agar mau bekerja dengan semangat dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi untuk keberhasilan suatu organisasi.

2.7 Bidan dan Bidan Desa

2.7.1 Pengertian Bidan dan Bidan Desa

Definisi bidan menurut ICM (International Confederation Of Mid Wives) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan FIGO (Federation of InternationalGynecologist Obstetrition). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional/Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah untuk melakukan praktik bidan (Depkes RI, 2007b).

Secara profesional, seorang bidan dituntut mempunyai keterampilan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu dalam kurun waktu masa reproduksi


(61)

dan bayi baru lahir. Bidan mempunyai peran sebagai pelaksana, sebagai pengelola sebagai pendidik, dan sebagai peneliti/investigator (Sofyan dkk, 2006).

Bidan desa adalah bidan yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medis baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bidan harus bertanggungjawab sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat No. 429/Binkesmas/DJ/III/89 Pada Tanggal 29 Maret 1989 (Sofyan dkk, 2006).

2.7.2 Tugas Pokok Bidan di Desa

Tugas pokok seorang bidan di suatu desa adalah sebagai berikut:

1) Melaksanakan kegiatan di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan,

2) Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2002).

2.7.3 Fungsi Bidan di Wilayah Kerjanya

Fungsi seorang bidan desa di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:

1) Memberikan pelayanan kesehatan meliputi asuhan kehamilan, asuhan persalinan, asuhan bayi baru lahir, perawatan anak balita, pelayanan keluarga berencana (kontrasepsi) dan imunisasi, 2) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, 3) Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat, 4) Membina


(62)

kelompok dasa wisma di bidang kesehatan, 6) Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat, 7) Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada puskesmas kecuali dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya, 8) Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuan (Depkes RI, 2002).

2.7.4 Fungsi Bidan Desa dalam Program Imunisasi

Menurut Depkes RI (2009a) tahap–tahap pelaksanaan program imunisasi dasar yang harus dilakukan bidan desa di wilayah kerjanya sebagai berikut :

a. Persiapan

Persiapan bidan desa dalam rangka pelaksanaan program imunisasi dasar adalah : (a) sosialisasi pentingnya imunisasi dasar, (b) penyuluhan langsung tentang imunisasi dasar kepada semua ibu yang mempunyai bayi, (c) penyuluhan lewat media seperti pemasangan spanduk dan poster di posyandu.

b. Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam pengelolaan program imunisasi. Pada dasarnya perencanaan program imunisasi meliputi :

(1) Menentukan target cakupan, yaitu menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang sebenarnya

(2) Menghitung jumlah sasaran. Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsur yang paling penting. Menghitung jumlah sasaran bayi


(63)

berdasarkan besarnya angka persentasi kelahiran bayi dari jumlah penduduk masing-masing wilayah atau dapat berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi tahun lalu yang diproyeksikan untuk tahun ini.

(3) Lokasi pelayanan. Lokasi pelayanan imunisasi dilakukan disemua komponen pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah. Pelayanan bisa melalui kunjungan rumah oleh bidan di desa.

(4) Menghitung kebutuhan logistik. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan maka data-data tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan vaksin.

c. Prosedur Pelaksanaan Imunisasi

Setiap jenis imunisasi mempunyai ketentuan dalam hal dosis serta cara pemberian. Menurut Depkes RI (2009b) tentang imunisasi dasar bagi pelaksana imunisasi dijelaskan prosedur pemberian dosis imunisasi sebagai berikut:

Tabel 3.1. Prosedur Pemberian Imunisasi

Jenis Imunisasi Dosis Cara Pemberian

BCG 0,05 cc Suntikan intra kutan tepatnya di

Insertio m. deltoideus kanan

DPT 0,05 cc Suntikan intra muskuler/subkutan dalam

Polio 2 tetes Meneteskan ke mulut

Campak 0,05 cc Suntikan subkutan biasanya di lengan kiri bagian atas

Hepatitis B 0,05 cc Suntikan intramuskuler pada paha bagian luar


(1)

a. Uji Normalitas Data

Normal P-P Plot of Regression Stand

Dependent Variable: Kinerja dalam P

Observed Cum Prob

1.00 .75

.50 .25

0.00

Exp

ect

ed

C

um

P

rob

1.00

.75

.50

.25

0.00

b. Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

.092 10.812 .085 11.754

.438 2.283

Karakteristik individu Karakteristik organisasi Karakteristik psikologis Model

1

Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi

a.


(2)

c. Uji Heteroskedastisitas

Scatterplot

Dependent Variable: Kinerja dalam Pelaksanaa

Regression Standardized Predicted Value

1.5 1.0

.5 0.0

-.5 -1.0

-1.5 -2.0

R

egr

essi

on S

tude

nt

ize

d R

esi

du

al

4 3 2 1 0 -1 -2 -3

d. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

.989a .978 .978 1.10 1.971

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-W atson

Predictors: (Constant), Karakteristik psikologis, Karakteristik individu, Karakteristik organisasi

a.

Dependent Variable: Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi b.


(3)

Karakteristik individu * Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi

Crosstab

29 2 0 31

12.8 5.3 12.8 31.0

41.4% 2.9% .0% 44.3%

0 9 7 16

6.6 2.7 6.6 16.0

.0% 12.9% 10.0% 22.9%

0 1 22 23

9.5 3.9 9.5 23.0

.0% 1.4% 31.4% 32.9%

29 12 29 70

29.0 12.0 29.0 70.0

41.4% 17.1% 41.4% 100.0%

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Kurang

Sedang

Baik Karakteristik

individu

Total

Kurang Sedang Baik

Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi

Total

Chi-Square Tests

84.208a 4 .000

99.557 4 .000

58.289 1 .000

70 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (22.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.74.


(4)

Karakteristik organisasi * Kinerja dalam Pelaksanaan

Imunisasi

Crosstab

29 6 2 37

15.3 6.3 15.3 37.0

41.4% 8.6% 2.9% 52.9%

0 6 12 18

7.5 3.1 7.5 18.0

.0% 8.6% 17.1% 25.7%

0 0 15 15

6.2 2.6 6.2 15.0

.0% .0% 21.4% 21.4%

29 12 29 70

29.0 12.0 29.0 70.0

41.4% 17.1% 41.4% 100.0%

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Kurang

Sedang

Baik Karakteristik

organisasi

Total

Kurang Sedang Baik

Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi

Total

Chi-Square Tests

57.985a 4 .000

74.000 4 .000

46.546 1 .000

70 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (22.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.57.


(5)

Karakteristik psikologis * Kinerja dalam Pelaksanaan

Imunisasi

Crosstab

29 7 12 48

19.9 8.2 19.9 48.0

41.4% 10.0% 17.1% 68.6%

0 5 15 20

8.3 3.4 8.3 20.0

.0% 7.1% 21.4% 28.6%

0 0 2 2

.8 .3 .8 2.0

.0% .0% 2.9% 2.9%

29 12 29 70

29.0 12.0 29.0 70.0

41.4% 17.1% 41.4% 100.0%

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Kurang

Sedang

Baik Karakteristik

psikologis

Total

Kurang Sedang Baik

Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi

Total

Chi-Square Tests

24.762a 4 .000

32.600 4 .000

21.722 1 .000

70 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .34.


(6)

Regression

Model Summary

.984a .969 .967 1.32

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Karakteristik psikologis,

Karakteristik individu, Karakteristik organisasi a.

ANOVAb

3566.280 3 1188.760 678.923 .000a

115.563 66 1.751

3681.843 69

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Karakteristik psikologis, Karakteristik individu, Karakteristik organisasi

a.

Dependent Variable: Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi b.

Coefficientsa

-19.263 2.559 -7.527 .000

.691 .095 .440 7.242 .000

.225 .029 .490 7.812 .000

.108 .039 .091 2.734 .008

(Constant)

Karakteristik individu Karakteristik organisasi Karakteristik psikologis Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardi

zed Coefficien

ts

t Sig.

Dependent Variable: Kinerja dalam Pelaksanaan Imunisasi a.