Akurasi Diagnostik Hipertrofi Ventrikel Kiri Secara Elektrokardiografi Pada Pasien Hipertensi dengan Kriteria Cornell Voltase di RSUP. H. Adam Malik Medan

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1. Definisi hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau sedang mengkonsumsi obat anti
hipertensi. (15)
2.1.2. Klasifikasi hipertensi
Menurut The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2. (23)
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 (23)
Klasifikasi Tekanan

Tekanan Darah Sisitolik

Tekanan Darah Diastolik


Darah

(mmHg)

(mmHg)

Normal

< 120

< 80

Prehipertensi

120-139

80-89

Hipertensi Derajat 1


140-159

90-99

Hipertensi Derajat 2

≥ 160

≥ 100

Sumber : The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC 7),2003.

2.2. Hipertrofi Ventrikel Kiri
Hipertrofi ventrikel kiri didefinisikan sebagai penambahan massa pada
ventrikel kiri sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai
peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi
terhadap peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang
menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel-sel otot
jantung, ekspresi gen (beberapa gen memiliki ekspresi secara primer dalam

perkembangan miosit janin) dan hipertrofi ventrikel kiri. Sebagai tambahan,

Universitas Sumatera Utara

7

aktivasi sistem renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor
angiotensin I mendorong pertumbuhan sel-sel interstitial dan komponen matriks
sel. Jadi, perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dipengaruhi oleh hipertrofi miosit
dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur interstitium skeleton cordis.
(2,24)

Jantung yang mendapatkan tambahan beban hemodinamik akan
mengalami kompensasi melalui proses mekanisme kompensasi Frank Starling,
meningkatkan massa otot jantung dan aktivasi mekanisme neurohormonal baik
sistem simpatis maupun melalui hormon renin angiotensin. Hipertrofi ventrikel
kiri merupakan fenomena yang kompleks, dimana tidak hanya melibatkan faktor
hemodinamik seperti beban tekanan, volume, denyut jantung yang berlebihan dan
peningkatan kontraktilitas dan tahan perifer, tetapi juga oleh faktor non
hemodinamik seperti usia, jenis kelamin, ras, obesitas, aktivitas fisik, kadar

elektrolit dan hormonal. (24,25,26)

2.2.1. Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh Efendi (2003) didapatkan dari 36 penderita
hipertensi terdapat lebih dari 50%

sudah mempunyai komplikasi hipertrofi

ventrikel kiri dari pemeriksaan ekokardiografi. Jenis hipertrofi vemtrikel kiri yang
terbanyak adalah tipe konsentris (90%), sedangkan sisanya adalah hipertrofi tipe
eksentris (10%). Pada penelitian sebelumnya oleh Savage dkk dalam skala yang
lebih luas didapatkan lebih kurang 50% hipertrofi ventrikel kiri dari 243 penderita
hipertensi ringan dan sedang. Sedangkan penelitian Campus dkk dari 61 penderita
hipertensi dilaporkan sebanyak 52% hipertrofi konsentris dan 26% tipe hipertrofi
eksentris dan lainnya tipe ireguler. Penelitian di Medan oleh Haroen dkk (1990)
mendapatkan 76% dengan hipertrofi tipe konsentris dan 20%dengan hipertrofi
eksentris dan sisanya tipe ireguler dari 50 penderita hipertensi tipe ringan dan
sedang. (4,26,27)
Hipertrofi ventrikel kiri yang diidentifkasi dengan elektrokardiografi
hanya


5-10%

dari

pasien

hipertensi,

hipertrofi

ventrikel

kiri

dengan

ekokardiografi sekitar 30% pasien hipertensi dewasa dan lebih dari 90% pada

Universitas Sumatera Utara


8

pasien dengan hipertensi berat. Hipertrofi ventrikel kiri lebih sering ditemukan
pada obesitas, intake garam yang tinggi, diabetes dan hiperkolesterolemia.
Hipertrofi jantung sebagai respon terhadap kelebihan beban adalah nonpatologik
pada tiga keadaan yaitu malnutrisi, bayi dan anak-anak, kehamilan dan level
latihan yang berat. (28,29)

2.2.2 Patofisiologi
Hipertrofi ventrikel yang terjadi pada hipertensi pada awalnya merupakan
proses adaptasi fisiologis, akan tetapi dengan penambahan beban yang
berlangsung terus, hipertrofi ventrikel kiri akan merupakan proses patologis. Hal
ini terjadi bila telah dilampauinya masa kritis ventrikel kiri sehingga akan
menurunkan kemampuan jantung dan menurunkan cadangan pembuluh darah
koroner. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan remodeling struktur jantung untuk
menormalisasi regangan dinding. Hipertrofi miokardium akan menurunkan
regangan dinding agar fungsi jantung tetap normal. (2,29,30)
Tingginya


prevalensi

hipertrofi

ventrikel

kiri

pada

hipertensi

mencerminkan peningkatan beban afterload pada ventrikel kiri. Namun,
determinan penting lainnya meliputi karakteristik demografi, sifat beban
hemodinamik, neurohumoral dan faktor pertumbuhan serta faktor genetik yang
mendasari. (31,32)
1. Tekanan Darah
Hipertensi merupakan pemicu utama pada peristiwa biologis yang
menyebabkan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri. Namun, hubungan antara
massa ventrikel kiri dan tekanan darah klinik masih lemah. Massa ventrikel kiri

terkait erat dengan rata-rata tekanan darah 24 jam. (24,28)
Beberapa penelitian mempelajari peran relatif tekanan darah siang dan
malam hari telah difokuskan tanpa nocturnal dip pada tekanan darah. Terdapat
pula kemungkinan bahwa peningkatan tekanan darah adalah konsekuensinya
bukan penyebab dari hipertrofi ventrikel kiri dan terkait dengan perubahan
struktur pembuluh darah. Beban volume, inotropik dan komplians arteri

Universitas Sumatera Utara

9

merupakan faktor penentu yang penting dari perkembangan dan derajat hipertrofi
ventrikel kiri. (29,31)
2. Demografi
Usia, jenis kelamin, ras dan ukuran tubuh semuanya dapat mempengaruhi
massa ventrikel kiri yang mungkin dimediasi melalui beban jantung. Prevalensi
hipertrofi ventrikel kiri meningkat dengan usia baik pada hipertensi maupun
normotensi, hal ini mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
terkait usia dan penurunan komplians aorta. Proses penuaan juga berperan dalam
perubahan jaringan tertentu terutama fibrosis interstitial dan hilangnya miosit.

Terdapat pula perbedaan jenis kelamin pada massa ventrikel kiri yang menjadi
jelas pada masa remaja dan tetap konstan selama masa dewasa, meskipun
peningkatan massa ventrikel kiri yang terkait usia lebih besar pada wanita
paskamenopause daripada laki-laki. Jenis kelamin bukanlah faktor penentu
komplikasi kardiovaskular atau prognostik yang signifikan. Hipertrofi ventrikel
kiri hipertensi lebih jelas pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih.
Beberapa komplikasi kardiovaskular tertentu seperti gagal jantung dan kematian
mendadak juga lebih sering pada orang kulit hitam. (29,30,32,33)
Ukuran tubuh terutama obesitas merupakan faktor hemodinamik yang
secara independen berperan dalam peningkatan tekanan darah. Sodium diet terkait
dengan peningkatan volume plasma dan cardiac output, bertanggung jawab
terhadap hipertrofi ventrikel kiri hipertensi. (34)
3. Faktor neurohumoral
Pada percobaan awal didapatkan bahwa saraf simpatis dapat menginduksi
hipertrofi ventrikel kiri dengan beberapa kondisi, meskipun dengan dosis
subhipotensi epinefrin dapat meningkatkan massa ventrikel kiri, namun pada
manusia efeknya kurang jelas, pada pheokromositoma prevalensi hipertrofi
ventrikel kiri relatif rendah dan massa ventrikel kiri meningkat secara
proporsional dengan peningkatan tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri pada
hipertensi esensial terkait dengan gangguan aktivitas otonom dan berkurangnya

respon terhadap stimulasi β-adrenoreseptor. (31,35)

Universitas Sumatera Utara

10

Studi eksperimental menunjukkan peran renin-angiotensin-aldosteron
system (RAAS) dalam memediasi hipertrofi ventrikel kiri, dengan menstimulasi
reseptor angiotensin, angiotensin II menginduksi hipertrofi dan hiperplasi miosit
dan sel-sel otot polos dan meregulasi sintesis kolagen miofibroblas. Kelebihan
sintesis angiotensin II dapat mengatur ekspresi fibrogenik sitokin TGF β1. Induksi
autokrin oleh TGF β1 terhadap gen yang mengkode protein matriks ekstraseluler
menentukan fibrosis interstitial dan perivaskular. Angiotensin II juga menekan
aktivitas kolagenase sehingga menyebabkan deposisi kolagen. (31,33,35)
Aldosteron menstimulasi deposisi kolagen ekstraseluler dan fibrosis
miokardial. Kunci utama degradasi kolagen adalah aktivasi dari metalloproteinase
dan protein multifungsi, tissue inhibitor metalloproteinase -1 (TIMP-1) yang
diproduksi oleh sel-sel jaringan ikat dan makrofag dan mungkin diatur oleh
angiotensin II. (31,35)
4. Insulin

Hipertrofi ventrikel kiri hipertensi sering dikaitkan dengan resistensi
insulin dan level insulin yang tinggi. Korelasi yang signifikan antara massa
ventrikel kiri dan insulin serta insulin like growth factor I (IGF-I) yang diamati
pada kohort dari 101 hipertensi esensial dengan toleransi glukosa normal dari
PIUMA study. Disamping itu IGF-I merupakan penentu utama massa dan
geometri ventrikel kiri, independen terhadap tekanan darah. Prevalensi hipertrofi
ventrikel kiri yang sangat tinggi (>70%) telah berulang kali diamati pada pasien
diabetes terkait dengan perubahan fungsi sistolik dan diastolik yang tidak
proporsional terhadap peningkatan tekanan darah. Keterlibatan IGF-I dapat
memperjelas hubungan antara obesitas, peningkatan tekanan darah , hipertrofi
ventrikel kiri dan metabolik sindrom. (30,31,35)
5. Genetik
Analisis hipertrofi ventrikel pada 2624 pasien pada Framingham Heart
study menunjukkan korelasi yang erat antara massa ventrikel kiri pada keluarga
tingkat pertama dibandingkan kedua atau pasangan, menunjukkan bahwa sekitar
30% varian massa ventrikel kiri adalah genetik. Studi genetik telah
memperlihatkan pengaruh polimorfisme gen terhadap massa ventrikel. (24,31)

Universitas Sumatera Utara

11

Target utama adalah polimorfisme yang dihubungkan dengan RAAS. Pada
tahun 1994, Schunkert dkk menjelaskan hubungan antara polimorfisme
insersi/delesi pada ACE I/D dan hipertrofi ventrikel kiri secara elektrokardiografi
dan menghasilkan hasil yang bervariasi. Metaanalisis pada tahun 1997 dari lima
studi kasus kontrol tidak menemukan hubungan antara D alel dan peningkatan
resiko hipertrofi ventrikel kiri secara ekokardiografi. ACE genotype hanya
memiliki efek signifikan pada massa ventrikel kiri pada keadaan tertentu misalnya
olah raga berat, hipertensi, gagal ginjal atau iskemik jantung. (24,29,31)

Gambar 2.1. Skema Patofisiologi Hipertrofi Ventrikel Kiri (2)

2.2.3

Perubahan Otot Jantung Pada Hipertrofi Ventrikel Kiri
Pada awal hipertrofi belum tampak dengan pemeriksaan radiologi, tetapi

pada elektrokardiografi sudah terlihat peningkatan voltase pada setiap sadapan.
Berat otot jantung pada awalnya relatif tidak bertambah (normal 0,6-0,65% dari
berat badan) atau ± 350-375 gram pada wanita dan 375-400 gram pada pria.
Hipertrofi yang telah melewati massa kritis (berat jantung > 500 gram) ditandai
dengan penebalan dinding ventrikel (lebih dari 1,2 cm). Peningkatan massa otot
ini lebih banyak berupa hipertrofi dibandingkan hiperplasi sehingga mengurangi
kapasitas aliran koroner karena kurangnya densitas pembuluh koroner. Secara
mikroskopis diameter serat miokard menebal > 20 mm (normal 5-12 mm) karena
peningkatan sarkoplasma dan myofibril. Sering terdapat perubahan degeneratif

Universitas Sumatera Utara

12

serta vakuolisasi serat fibril. Secara ultrastruktur terlihat peningkatan jumlah
mitokondria, akumulasi glikogen, peningkatan apparatus golgi dan jumlah
myofibril. (2,24,31)

2.3. Peranan EKG Dalam Diagnosis HVK Pada Hipertensi
Deteksi dan penilaian hipertrofi ruang jantung telah menjadi tujuan yang
penting dalam elektrokardiografi klinik. Hal ini telah menjadi perhatian penting
dalam beberapa tahun belakangan

sebab

pengenalan hipertrofi dapat

mempengaruhi terapi dan dapat mencegah atau memperlambat outcome klinik
yang buruk. (36)
Perubahan elektrokardiografi utama yang dihubungkan dengan hipertrofi
ventrikel adalah peningkatan dalam amplitudo dan durasi QRS, perubahan vektor
QRS, abnormalitas segmen ST dan gelombang T, dan abnormalitas gelombang P.
Perubahan ini telah dihubungkan dengan penilaian langsung atau tidak langsung
terhadap ukuran atau massa ventrikel berdasarkan kriteria elektrokardiografi
untuk diagnosis hipertrofi ventrikel. (9,37)
Berdasarkan AHA/ACC/HRS Recommendations for the standardization
and interpretation of the electrocardiogram , beberapa kriteria diagnostik

hipertrofi ventrikel kiri berdasarkan elektrokardiografi adalah : (9,36,37)
1) Kriteria diagnostik berdasarkan voltase QRS
Kriteria diagnostik yang paling banyak digunakan untuk diagnosis hipertrofi
ventrikel kiri adalah berdasarkan penilaian terhadap voltase QRS. Kriteria ini
awalnya didasarkan pada amplitude R dan S pada limb lead standard I dan III.
Kriteria voltase lainnya diperkenalkan setelah penggunaan elektrokardiografi
12-lead standard, yang paling banyak digunakan adalah Sokolow-Lyon yang
diperkenalkan tahun 1949 dan secara luas digunakan berdasarkan pada SV1 dan
RV5 atau RV6 . Selain itu juga digunakan Cornell voltase, point score RomhiltEstes yang diperkenalkan tahun 1968. Terdapatnya beberapa kriteria diagnostik
untuk hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan aplikasi kliniknya menjadi lebih
kompleks. Sensitivitas dari berbagai kriteria secara umum rendah ( biasanya <
50%), sementara spesifitasnya adalah tinggi (range 85-90%). Namun demikian

Universitas Sumatera Utara

13

sensitivitas dan spesifitas dari berbagai kriteria adalah berbeda, karenanya
sensitivitas dan spesifitasnya tergantung pada kriteria spesifik yang digunakan
dan karena perbedaan sensitivitas dan spesifitas ini, pasien yang memenuhi
satu kriteria umumnya tidak memenuhi kriteria yang lain.
2) Diagnosis berdasarkan durasi QRS
Durasi QRS seringkali meningkat pada hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini
bermanifestasi sebagai peningkatan difus pada durasi QRS atau peningkatan
waktu dari onset QRS ke puncak gelombang R di V5 atau V6. Peningkatan
durasi QRS mungkin disebabkan oleh peningkatan ketebalan dinding ventrikel
kiri dan fibrosis intramural yang menyebabkan gangguan dan pemanjangan
perjalanan impuls transmural.
3) Abnormalitas ST-T dengan LVH
Hubungan inverse gelombang T dengan peningkatan kerja ventrikel kiri telah
dijelaskan pada tahun 1929. Istilah “typical strain” diperkenalkan tahun 1941
dan merujuk pada abnormalitas ST-T spesifik yang menunjukkan peningkatan
beban hemodinamik. Hal ini meliputi depresi J-point, depresi down-sloping
berbentuk konveks dari segmen ST-T dan inverse gelombang T asimetris.
Telah diterima bahwa hipertrofi ventrikel kiri dengan abnormalitas segmen ST
dan gelombang T terjadi juga pada kondisi yang tidak disebabkan oleh
peningkatan beban hemodinamik seperti pada pasien dilated atau hipertrofik
kardiomiopati. Terdapatnya abnormalitas gelombang ST-T mendukung
diagnosis hipertrofi ventrikel kiri dan massa ventrikel kiri yang lebih besar
serta dihubungkan dengan resiko kardiovaskular dan mortalitas yang lebih
tinggi.
4) Abnormalitas Atrium Kiri Dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri
Abnormalitas gelombang P telah dihubungkan dengan dilatasi atrium kiri,
hipertrofi, keterlambatan konduksi atau peningkatan tekanan yang sering
dihubungkan dengan hipertrofi ventrikel kiri. Perubahan gelombang P sering
terjadi pada pasien dengan hipertensi dan dapat merupakan tanda awal dari
penyakit jantung hipertensi. Namun karena penelitian klinik untuk menilai

Universitas Sumatera Utara

14

akurasi ini kriteria ini belum ada, maka abnormalitas gelombang P seharusnya
hanya digunakan untuk kriteria pendukung.
5) Deviasi Aksis ke kiri dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri
Deviasi aksis ke kiri sering dihubungkan dengan hipertrofi ventrikel kiri.
Meskipun demikian, belum diketahui apakah deviasi aksis ke kiri sebagai hasil
hipertrofi sendiri, blok fasikular anterior kiri atau faktor lain yang mungkin
sebagai penyebab kecenderungan aksis lebih kekiri seperti pertambahan umur.
6) Prolonged QT interval
Hipertrofi ventrikel kiri dihubungkan dengan pemanjangan interval QT tapi
tidak diketahui apakah pemanjangan interval QT memiliki nilai independen
sebagai kriteria elektrokardiografi untuk hipertrofi ventrikel kiri atau sekunder
terhadap pemanjangan durasi QRS. Pemanjangan interval QT ringan adalah
konsisten dengan hipertrofi ventrikel kiri tapi tidak diagnostik. Pemanjangan
dapat menggambarkan pemanjangan potensial aksi transmembran karena
gangguan saluran ion sebagai bagian proses hipertrofi.
7) Diagnosis

Hipertrofi

dengan

Terdapatnya

Defek

Konduksi

Intraventrikular (Delay) dan Bundle Branch Block
Hipertrofi ventrikel kiri sering ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung
dan juga disebabkan oleh defek konduksi intraventrikular atau delay (IVCDs).
Keduanya mengganggu gambaran QRS dan terdapatnya IVCDs dapat
mempengaruhi akurasi kriteria elektrokardiografi untuk hipertrofi ventrikel
kiri.


Left Anterior Fascicular Block, vektor QRS akan bergeser kearah posterior
dan superior, menyebabkan gelombang R di lead I dan aVL, gelombang R
kecil tetapi gelombang S yang dalam pada V5 dan V6. Amplitudo gelombang
R di lead I dan aVL tidak reliable sebagai kriteria hipertrofi ventrikel kiri.
Kriteria yang meliputi kedalaman

gelombang S di lead precordial kiri

memperbaiki deteksi hipertrofi ventrikel kiri dengan adanya left anterior
fascicular block.

 Left Bundle-Branch Block (LBBB)

Universitas Sumatera Utara

15

Penelitian diagnosis hipertrofi ventrikel kiri dengan adanya LBBB komplit
dengan hasil yang belum pasti. Estimasi spesifitas terkait dengan prevalensi
relatif tinggi hipertrofi ventrikel kiri pada pasien dengan LBBB. Definisi
LBBB dengan ditemukannya monophasic notched atau plateau-stopped
gelombang R pada lead I, aVL, V5 dan V6 memperlihatkan sensitivitas
kriteria hipertrofi ventrikel kiri yang rendah. Definisi lain dimana durasi
QRS lebih dari 120 ms, slurred predominan R pada lead prekordial kiri dan
slurred predominan

S di lead prekordial kanan dapat dikalsifikasikan

sebagai hipertrofi ventrikel kiri dihubungkan dengan delay konduksi
intraventrikular daripada LBBB. Abnormalitas gelombang P dan durasi QRS
lebih dari 155 ms dengan kriteria voltase lead prekordial memiliki spesifitas
relatif tinggi untuk hipertrofi ventrikel kiri dengan adanya LBBB.

 Right Bundle Branch Block (RBBB)

RBBB mengurangi amplitudo gelombang S pada lead prekordial dan
mengurangi sensitivitas kriteria hipertrofi ventrikel kiri elektrokardiografi.
Gambaran abnormalitas atrium kanan dan deviasi aksis ke kiri
meningkatkan nilai diagnosis hipertrofi ventrikel kiri dengan adanya RBBB.
Beberapa kriteria untuk hipertrofi ventrikel kiri dengan adanya RBBB
meliputi SV1 lebih dari 2 mm (0,2 mV), RV5,6 lebih dari 15 mm (1,5 mV)
dan QRS aksis ke kiri -30 dengan SIII + R/S terbesar di lead prekordial lebih
dari 30 mm (3,0 mV), kriteria ini dilaporkan memiliki sensitivitas 46-68%
dan spesifitas 57-71%.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas dan Spesifitas EKG (9,37)
1. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sensitivitas dan
spesifitas kriteria HVK secara elektrokardiografi. Obesitas dikaitkan
dengan peningkatan massa ventrikel kiri secara ekokardiografi namun
tidak dengan peningkatan voltase QRS. Hal ini disebabkan efek jaringan
lemak dan jarak yang lebih besar dari jantung ke elektroda di dinding
dada. Efek obesitas berbeda diantara berbagai kriteria HVK secara EKG.

Universitas Sumatera Utara

16

Pada studi pasien dengan hipertensi ringan atau sedang, dimana kriteria
Cornell durasi product memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi
pada pasien obese daripada non obese, sedangkan kriteria Sokolow-Lyon
memiliki sensitivitas yang lebih rendah pada pasien obese.
2. Usia
Terdapat perbedaan penting dalam perbedaan voltase QRS diantara
berbagai usia dimana terdapat kecenderungan penurunan voltase QRS
dengan pertambahan usia. Secara umum, voltase QRS paling sering
digunakan pada orang dewasa lebih 35 tahun.
3. Jenis kelamin
Wanita dewasa memiliki batas atas voltase QRS yang lebih rendah
daripada laki-laki, meskipun SV3 adalah satu-satunya penilaian dengan
perbedaan terbesar. Perbedaan tersebut tetap ada meski telah diadjust
berdasarkan ukuran tubuh dan massa jantung.
4. Ras
Nilai normal voltase QRS bervariasi berdasarkan ras. Ras Afrika-Amerika
memiliki nilai batas atas voltase QRS yang lebih tinggi daripad EuroAmerika. Kriteria Sokolow-Lyon memiliki sensitivitas yang lebih tinggi
dan spesifitas lebih rendah pada Afrika-Amerika daripada Euro-Amerika,
sedangkan Cornell voltase memperlihatkan sensitivitas lebih rendah dan
spesifitas yang lebih tinggi pada Arika-Amerika daripada Euro-Amerika.

2.5 Kriteria Hipertrofi Ventrikel Kiri
Kriteria Sokolow-Lyon : (4,7)



S di V1 + R di V5 atau V6 ≥ 35 mm

Kriteria voltase Cornell : (4,7)



S di V3 + R di aVL > 28 mm (laki-laki)
S di V3 + R di aVL > 20 mm (perempuan)

Kriteria Cornell product : (4,7)





(S di V3 + R di aVL) x durasi QRS ≥ 2440 mm.ms (laki-laki)
(S di V3 + R di aVL + 8 mm) X durasi QRS > 2440 mm.ms (perempuan)

Universitas Sumatera Utara

17



Kriteria Romhilt-Estes : (4,37)

(Diagnostik bila point ≥ 5, probable bila point ≥ 4)
Tabel 2.2. Kriteria Romhilt-Estes Point Score

Note : Pembesaran atrium kiri ditentukan dengan adanya P terminal force di V1
kedalamannya > 1 mm dan durasi > 0,04 detik.

2.6 Peranan Ekokardiografi Dalam Diagnosis HVK Pada Pasien Hipertensi
Ekokardiografi merupakan metode pemeriksaan non-invasif yang dapat
memberikan informasi mengenai anatomi, morfologi serta fungsi ruang jantung,
dinding jantung, katup serta pembuluh darah besar. Selain itu metode ini dapat
dilakukan berulang-ulang, tidak sakit, relatif murah dan merupakan langkah
penting dalam evaluasi diagnostik maupun pertimbangan tindakan bedah. (2,6)
Ekokardiografi menggunakan 2 macam teknik pemeriksaan yaitu teknik 2
dimensi (2-D) dan teknik M mode, sesuai kesepakatan atau protokol dari
American Society of Echocardiography (ASE). Metode pemeriksaan ini

mempunyai sensitivitas atau korelasi yang kuat dengan LVH (r = 0,86-0,96).
Teknik ekokardiografi ditentukan berdasarkan gelombang suara berfrekuensi
tinggi (ultrasound) yang melalui struktur intrakardiak. Pantulan yang terjadi
ditangkap dan diperagakan pada sebuah osciloskop, sehingga ukuran atrium kiri,
ventrikel kiri, ventrikel kanan dan aorta dapat ditentukan. (8,15)

Universitas Sumatera Utara

18

Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan dengan penderita posisi terlentang
dengan sedikit miring ke kiri kira-kira 30 derajat, agar jantung lebih dekat ke
dinding dada. Transduser ditempatkan pada sela iga 3, 4 atau 5 dan 2 atau 3 jari di
sebelah kiri parasternal kiri. (6,15)
Ketentuan standard internasional terhadap pendekatan jantung untuk
ekokardiografi 2-D dibagi sebagai berikut : (6,8,15)



Long-axis parasternal view (LAX).
Short-axis parasternal view (SAX), terbagi menjadi potongan
setinggi katup mitral, potongan setinggi m.papilaris dan potongan




setinggi katup aorta.
Apical 4-chamber view.
Apical 2-chamber view (RAO equivalent)

Metode

yang

direkomendasikan

oleh

American

Society

of

Echocardiography (ASE) untuk mengukur struktur jantung dengan M-mode

adalah teknik leading edge to leading edge. ASE juga merekomendasikan cara
pengukuran end-diastolic diukur pada awal kompleks QRS, sedangkan cara
mengukur end-systolic ventrikel kiri berdasarkan gerakan septum interventrikuler.
Bila gerakan septum interventrikuler normal, end-systolic diukur dari poin
terbawah dari septum posterior (the lowest posterior point of the septum), jika
gerakan septum abnormal diukur dari ujung anterior dari dinding posterior ( the
peak anterior point of posterior wall). (8,15,38)
Ukuran

akhir

diastole

(end-diastolic

dimension

of

the

left

ventricle/LVEDD) diukur pada gelombang Q pada elektrokardiografi, dari
dinding posterior endokardial ke septum interventrikuler sampai dinding
endokardial dari dinding posterior. Sedangkan ukuran akhir sistol (end-systolic
dimension of the left ventricle/LVEDS) diukur dari puncak posterior dinding
endokardial septum sampai dinding posterior ventrikel

kiri. Pengukuran

ketebalan septum interventrikuler (interventrikuler septal thickness/IVST) dari
akhir diastole (awal kompleks QRS) atau akhir sistol antara dinding endokardial
septum interventrikuler anterior dan posterior. Ketebalan dinding posterior
(posterior wall thickness/PWT) diukur pada akhir diastole (gelombang Q dari

Universitas Sumatera Utara

19

EKG) atau akhir sistol dari dinding endokardium sampai dinding epikardium
dinding posterior ventrikel kiri. (8,15,38)

Gambar 2.2. Metode Pengukuran Ventrikel Kiri Secara Ekokardiografi (15)

Gambar 2.3. Pengukuran LVEDd, IVSd dan PWd dengan Teknik M-mode (38)

2.6.1 Hipertrofi Ventrikel Kiri Secara Ekokardiografi
Ada beberapa cara pengukuran dimensi ventrikel kiri, biasanya
menggunakan rekaman M-mode dengan bantuan echo 2-dimensi. Terdapat dua
cara pengukuran yang sering digunakan untuk menghitung massa ventrikel kiri
yaitu : Metode Penn Convention dan Metode ASE. (6,15,38)

Universitas Sumatera Utara

20

Metode Penn Convention yaitu :
= 1,04 [(DIVK + SIV + DPVK) 3 – DIVK 3 – 13,6 ] gram
Keterangan :
DIVK (diameter internal ventrikel kiri) = LVID (left ventricular internal
dimension)
SIV (tebal septum interventrikularis) = IVST (interventricular septal thickness)
DPVK (tebal dinding posterior ventrikel kiri) = PWT (posterior wall thickness)
Metode ASE (American Society of Echocardiography) yaitu :
= 1,04 [(DIVK + SIV + DPVK)3 – DIVK3] x 0,8 + 0,6 gram
Dalam menentukan ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri, lebih sering
digunakan indeks massa ventrikel kiri yang dihitung dengan cara membagi massa
ventrikel kiri dengan luas permukaan tubuh (BSA/body surface area) (5,7,15)
Sesuai dengan metode Devereux didapatkan rumus pengukuran LVMI
(left ventricular mass index) : (6,15,38)
LVMI = (1,04 [(SWT + PWT + LVID)3 – (LVID)3] -14 )/ BSA
BSA : Body surface area (luas permukaan tubuh)
SWT : Interventricular septal wall thickness
PWT : Posterior wall thickness
LVID : Left ventricle internal dimension
Dikatakan hipertrofi ventrikel kiri bila LVMI > 116 g/m2 pada pria dan >
104 g/m2 pada wanita. (6)

Universitas Sumatera Utara