Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Kesetan Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Tenaga Keperawatan Di Ruang Rawat Klas III RSUD Aceh Tamiang Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Undang-undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan
bahwa rumah sakit sebagaisalah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian
dari

sumber

daya

kesehatan

yang

sangat

diperlukan

dalam


mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah
sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis
tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu
sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat
yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang
bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit. Rumah
sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab
pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat
mengakibatkan tuntutan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
semakin tinggi, karena sumber daya manusia rumah sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak
proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana

yang ada di rumah sakit yang tidak memenuhi standar (KepmenkesRINo.1087 tahun
2010).

Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 165
menjelaskan bahwa ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja”. Berdasarkan pasal tersebut maka pengelola tempat kerja di rumah sakit
mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan para tenaga kerja pada saat
melakukan pekerjaannya. Salah satunya adalah melalui upaya keselamatan kerja
selain

kesehatan

kerja.RumahSakitharusmenjaminkeselamatanterhadappasien,

penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
bahaya di rumah sakit. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk melaksanakan
Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk menghindari terjadinya
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) pada pekerjanya.Pelaksanaan K3 adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menjelaskan

tentang upaya K3 yang telah dipertegas lagi dalamUndang-undang No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 164 bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
upaya K3dengan tujuan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan dan upaya
kesehatan harus diselenggarakan baik sektor informal maupun formal.

Berdasarkanpasal-pasal tersebutdiatas maka sangat jelas bahwa rumah sakit
merupakan salah satu fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun pemerintah daerah
yang mempunyai resiko penyakit akibat kerja serta kecelakaan akibat kerja yang
dapat dialami oleh tenaga kerjanya.Salah satu sumber daya manusia di rumah sakit
yang paling rentan terkena dampak tersebut adalah perawat dan perawat berhak
memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko yang berkaitan dengan
pekerjaannya (Permenkes RI, 2010).
Undang-undang No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan menjelaskan definisi
perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang melakukan praktik keperawatan pada fasilitas
mandiri maupun fasilitas pelayanan kesehatan. Perawat dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan, berperan sebagai penyelenggara praktik keperawatan, pemberi
asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola pelayanan

keperawatan, dan peneliti keperawatan.
Di Amerika dilaporkan hampir 1 juta petugasdilaporkan terkena luka tusuk
jarum. Frekuensi angka KAK di rumah sakit lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain
dengan angka KAK terbesar adalah cedera jarum suntik. Berdasarkan data yang ada
bahwa insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi pada pekerja rumah sakit
dibandingkan dengan seluruh pekerja dari semua kategori (jenis kelamin, ras, umur,
dan status pekerjaan). Pekerja rumah sakit berisiko 1,5 kali lebih besar dibandingkan
golongan lainnya. Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik

terkontaminasi HIV adalah1:250. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk jarum
suntik terkontaminasi HBV adalah 27-37:100. Risiko penularan HCV setelah luka
tusuk jarum suntik mengandung HCV adalah 3-10: 100(Kepmenkes RI No. 1087
tahun 2010).
World Health Organization dalam Reda (2010)mengestimasikan bahwa
sekitar 2.5% petugas kesehatan diseluruh dunia mengalami pajanan HIV. Sektar 40%
mengalami pajanan virus Hepatitis B dan Hepatitis C. Sembilan puluh persen dari
infeksi yang dihasilkan dari pajanan tersebut berada pada negara berkembang.
Frekuensi yang tinggi ini terjadi karena penggunaan injeksi yang tinggi pada fasilitas
kesehatan yang sebagian besar menggunakan jarum suntik.
Setiap tahun terjadi 385000 kejadian luka tertusuk akibat benda tajam yang

terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan rumah sakit di Amerika. Petugas
kesehatan berisiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi sehingga
menimbulkan infeksi HBV, HCV dan HIV (Department of Labor US, 2010).
Petugas kesehatan beresiko terpajan penularan penyakit infeksi blood borne
seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C salah satunya berasal dari jarum suntik.
Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata resiko transmisi virus melalui blood borne
pada kecelakaan tertusuk jarum yaitu 30% untuk virus Hepatitis B, 3% untuk virus
Hepatitis C, dan kurang lebih 0,3% untuk virus HIV (Weston,2008).
Penelitian dr Joseph tahun 2005-2007 dalam (Kemenkes RI, 2010)
menyatakan bahwa di Indonesia tercatat bahwa angka kecelakaan akibat kerja dari

luka tusuk akibat jarum mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan. Penelitian
Ta’dung dan Sukriyadi (2013) di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar
menyatakan bahwa perawat sangat setuju rumah sakit adalah tempat berkumpulnya
tenaga kesehatan profesional yang cukup tinggi dan kejadian luka tertusuk
bendatajam pada perawat juga cukup tinggi dengan frekuensi dibawah 3 kali,namun
tidak ada hubungannya dengan shift kerja. Kejadian luka tertusuk benda tajam
padaperawat berdasarkan lokasi cedera yang terbanyak adalah di tangan akibat jarum
suntik dan ampul obat.
Penelitian Hermana (2009)dalam Nurkhasanah dan Sujianto (2014) di RSUD

Kabupaten Cianjur menyatakan bahwa jumlah perawat yang mengalami luka tusuk
jarum dan benda tajam lainnya cukup tinggi yaitu sebanyak 61,34%.Esti (2007)
menyatakan angka kejadian perawat tertusuk jarum yangtercatat dalam laporan tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RSUP Dr. Kariadi Semarang padatahun
2013 adalah 7 kejadian dengan rincian yaitu 3 kasus infeksi dan 4 kasus non infeksi;
pada tahun 2012 adalah 8 kejadian petugas tertusuk jarum dengan rincian yaitu
perawat sebanyak 8 orang, tenaga non medis 1 orang, mahasiswa perawat 1 orang dan
cleaning service 1 orang; sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya kejadian seperti
ini tidak tercatat dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku perawat dalam
menerapkan prosedur tindakan pencegahan universal khususnya dalam pemakaian
alat pelindung diri selama melakukan tindakan invasif masih belum sesuai dengan
pedoman pengendalian infeksi dan kesadaran perawat mengenai pentingnya

penerapan prosedur tindakan pencegahan universal khususnya dalam pemakaian alat
pelindung diri masih kurang.
Rumah Sakit Umum Pusat DR. Wahidin Sudirohusodo Makasar melaporkan
tahun 2008 sampai 2012 sebanyak 216 perawat mengalami luka tertusuk jarum
suntik, tertusuk abocath, terkena pecahan ampul, terkena jarum operasi,dan teriris
pisau operasi dengan rincian yaitu 48 orang (2008), 29 orang (2009), 61 orang
(2010), 55 orang (2011), dan 23 orang (2012), sedangkanRumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung melaporkan 22 orang telah tertusuk jarum (2007), 12 orang (2008), dan 8
orang (2009) (Ta’dung dan Sukriyadi, 2013).
Penelitian Iftadi (2011) di RSUD Karanganyar menyatakan hasil dari
identifikasi bahaya yang dialami perawat diperoleh5 kategori hazard yang terdapat di
Rumah Sakityaitu biological hazard (4,113) artinya masih ada dan terdapat bahaya
yang ditimbulkan salah satunya dari penggunaan jarum suntik tersebut. Data Dinas
Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang (2014) menyatakan terdapat 1 orang perawat
yang terkena HIV/AIDS akibat jarum suntik yang tertusuk pada perawat tersebut dan
meninggal.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang adalah rumah sakit tipe
C milik Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 930/MENKES SK/VI/2003 tanggal 2 Agustus 2003bahwa
status pelayanan RSUD Aceh Tamiang menjadi rumah sakit dengan klasifikasi Kelas
C.Sarana dan prasarana, serta peralatan medis dan non medis yang tersediasudah

sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit tipe C di RSUD Aceh Tamiang
yang terdiri dari(RSUD, 2014) :
1. Pelayanan Medik
a. Rawat Jalanyaitu Poliklinik Umum, Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik
Penyakit Dalam, Poliklinik Kebidanan, Poliklinik Anak, Poliklinik Bedah,

Poliklinik Mata, Poliklinik Syaraf, Poliklinik Paru, Poliklinik Jantung,
Poliklinik Mata, Poliklinik Kulit dan Kelamin, serta Fisioterapi.
b. Rawat Inapyaitu VIP, ICU, Kelas I, Kelas II (Dewasa dan Anak), Kelas III,
Ruang Bersalin dan Ruang Neonatus dengan kapasitas 220 tempat tidur, serta
Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan 4 tempat tidur untuk observasi dan
Kamar Operasi dengan kapasitas 3 ruang pemulihan.
2. Pelayanan

Penunjang

Medikterdiri

dari

Apotik/Farmasi,

Laboratorium,

Rehabilitasi Medik/Fisioterapi, Radiologi, Instalasi Gizi, IPSRS, Pemulasaran
Jenazah, Laundri, Sanitasi, dan CSSD.

3. Pelayanan Administrasiterdiri dari Administrasi Umum dan Rekam Medis.
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD Aceh Tamiang, peneliti
mewawancarai 4 perawat di ruang rawat klas III diperoleh data bahwa perawat
pernah mengalami kecelakaan kerja saat melakukan tindakan padapasien. Kecelakaan
kerja yang sering terjadi yaitu tertusuk jarum, baik itu jarum suntik, jarum infus
maupun terkena pecahan ampul ditangan saat melakukan tindakan pada
pasien.Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang dipakai oleh perawat saat
melakukan tindakan pada pasien tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur

(SOP) yang ditetapkan seperti tidak memakai sarung tangan ketika pemasangan infus
kepasien pasien yang dirawat.Kepatuhan perawat terhadap SOP masih belum
terlaksana dengan baik, perawat enggan menjalankan secara baik dan benar dengan
alasan repot dan tidak sempat.
Perawat juga belum memahami dantidak mengetahui apa yang disebut
dengankeselamatan kerja dirumah sakit dan mekanisme membuat laporan tentang
kecelakaan kerja yang terjadi, namun mereka mengetahui secara umumtentang
perlindungan dan pencegahan infeksi untuk mereka melalui buku pedoman
mengenaiPPI yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Tim PPIRSUD Aceh
Tamiangsudah dibentuk namun belum berjalan sebagaimanamestinya.
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian tentang

hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan keselamatan kerja dengan kejadian
kecelakaan kerja pada tenaga keperawatan diruang rawatklas III RSUD Aceh
Tamiang.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan
keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada tenaga keperawatan
diruang rawatklas III RSUD Aceh Tamiang.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk menganalisishubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan keselamatan
kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada tenaga keperawatan diruang rawatklas
III RSUD Aceh Tamiang tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1.


Ada hubungan antara pengetahuan tentang keselamatan kerja dengan kejadian
kecelakaan kerja pada tenaga keperawatan di ruang rawat klas III RSUD Aceh
Tamiang.

2.

Ada hubungan antara sikap terhadap keselamatan kerja dengan kejadian
kecelakaan kerja pada tenaga keperawatan di ruang rawat klas III RSUD Aceh
Tamiang.

3.

Ada hubungan antara tindakan terhadap keselamatan kerja dengan kejadian
kecelakaan kerja pada tenaga keperawatan di ruang rawat klas III RSUD Aceh
Tamiang.

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai kontribusi bagi Rumah Sakit tentang pentingnya perilaku perawat tentang
keselamatan dalam kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada tenaga
keperawatan umumnya dan di ruang rawat klas III RSUD Aceh Tamiang
khususnyadan laporan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiangdan

laporan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang tentang data kejadian
kecelakaan kerja.
2. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi perawat dalam upaya perlindungan
terhadap keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaaan kerja dirumah sakit.
3. Memberi informasi dan masukan yang bermanfaat bagi akademisi peneliti lain
dibidang keselamatan kerja di ruang rawat klas III RSUD Aceh Tamiang.