Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen St (Nstemi)

INFARK MIOKARD TANPA ELEVASI SEGMEN ST (NSTEMI)

SARI KEPUSTAKAAN

Oleh
SARI HARAHAP

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

DAFTAR ISI
I. Pendahuluan

.............................................................................

1

II. Definisi


.............................................................................

1

III. Patofisiologi

.............................................................................

2

IV. Diagnosa

.............................................................................

3

IV.1 Anamnese

.............................................................................


3

IV.2 Pemeriksaan fisik

.............................................................................

5

IV.3 Pemeriksaan penunjang

.............................................................................

6

V. Diagnosis Banding

.............................................................................

9


VI. Manajemen Terapi

.............................................................................

9

VI.1 Terapi suportif

.............................................................................

10

VI.2 Terapi anti iskemik

.............................................................................

11

VI.3 Terapi anti platelet


.............................................................................

12

VI.4 Terapi antikoagulan

.............................................................................

13

VI.5 Revaskularisasi koroner

.............................................................................

15

VI. 6 CABG

.............................................................................


17

VI.7 Tatalaksanan predischarge dan pencegahan sekunder ...........................................

17

VII. Prognosa

.............................................................................

19

VIII. Kesimpulan

.............................................................................

20

IX. Daftar Pustaka


.............................................................................

21

ii

I. PENDAHULUAN
Sindroma

koroner

akut

(SKA)

merupakan

kumpulan


gejala

klinis

yang

menggambarkan kondisi iskemik miokard akut.1,2 Nyeri dada adalah gejala utama yang
dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi selanjutnya
didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG).3 Terdapat dua klasifikasi pasien SKA
berdasarkan gambaran EKG yaitu infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).2,3
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan
arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi
atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung tanpa
adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim
jantung kondisi ini disebut dengan unstable angina (UA) dan diagnosis banding diluar
jantung harus tetap dipikirkan.1,4
Setiap tahunnya di Amerika Serikat 1.360.000 pasien datang dengan SKA, 810.000
diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA. Sekitar dua per tiga pasien
dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya merupakan STEMI.5 Didunia

sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun diperkirakan mendapatkan STEMI dan lebih dari 4
juta orang mengalami NSTEMI. Di Eropa diperkirakan insidensi tahunan NSTEMI adalah 3
dari 1000 penduduk, namun angka ini cukup bervariasi di negara-negara lain.3 Angka
mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka panjang didapati
dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam rentang 4 tahun.3,6
Oleh karena itu, manajemen yang optimal terhadap kondisi NSTEMI sangat penting.6
Anamnese, pemeriksaan fisik, EKG, pertanda biokimia, dan ekokardiografi merupakan alatalat yang sangat penting digunakan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Manajemen
SKA harus berfokus pada diagnosis yang cepat dan tepat, stratifikasi resiko, tindakan terapi
yang sesuai untuk mengembalikan aliran darah pembuluh koroner dan mengurangi iskemik
miokard.1,4
II. DEFINISI
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG depresi
segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker nekrosis yang positif ( mis,
troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG dan sesuai
dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman pada dada atau sesuai dengan angina).2
3

III. PATOFISIOLOGI
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan antara
suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat dalam

ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke miokard, melalui
lima mekanisme dibawah ini:2

1.

Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan
oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya
nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari plak
yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers
miokard pada pasien-pasien NSTEMI. Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan
sindroma ini namun dengan suplai darah dari pembuluh darah kolateral. Patofisiologi
molekuler dan seluler paling sering yang menyebabkan plak aterosklerotik terganggu
adalah inflamasi arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi (mis, lipid
teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang menyebabkan ekspansi dan
destabilisasi plak, ruptur atau erosi, dan trombogenesis. Makrofag yang teraktivasi
dan limfosit T yang berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim seperti
metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak yang dapat
menyebabkan NSTEMI.

2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh

spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s
angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan
atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak
obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari campuran kondisi
tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh
disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau konstriksi
abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.
3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada
pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous
coronary intervention (PCI).
4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita
peripartum).

4

5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien dengan
UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan atherosklerotik
koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil.
UA sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti peningkatan kebutuhan
oksigen miokard (demam, takikardia, tirotoksikosis), penurunan aliran darah koroner

(hipotensi) atau penurunan pasokan oksigen miokard (anemia atau hipoksemia).
Tabel.1 Penyebab NSTEMI2

IV. DIAGNOSA
Gejala utama dari NSTEMI adalah nyeri dada yang khas. Diagnosis kerja NSTEMI
dipikirkan dengan menyingkirkan diagnosis lain berdasarkan EKG (tidak didapatinya ST
elevasi persisten), selanjutnya biomarker-biomarker seperti troponin akan membedakan
NSTEMI dengan UA, modalitas imaging digunakan untuk menyingkirkan diferensial
diagnosis.3

IV.1 Anamnese
Nyeri dada akut adalah salah satu alasan utama pasien-pasien datang ke unit gawat
darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai pertanda SKA, namun setelah evaluasi lebih
lanjut hanya sekitar 15-20% pasien dengan nyeri dada akut yang betul-betul mengalami SKA.
Sehingga perlu pula diketahui gejala-gejala lain yang sering dialami namun kurang

5

diwaspadai oleh pasien NSTEMI. Oleh karena itu pendekatan yang tepat akan keluhan nyeri
dada harus dilakukan.1,2
Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang cukup luas. Presentasi
klinis yang selama ini umum diketahui antara lain:3
- Nyeri angina yang berdurasi panjang (> 20 menit) saat istirahat
- Angina onset baru (kelas II atau III berdasarkan klasifikasi Canadian
Cardiovascular Society (CCS))
- Destabilisasi baru dari yang sebelumnya angina stabil dengan setidaknya memenuhi
karakteristik angina kelas III CCS (crescendo angina), atau
- Angina post infark miokard

Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI adalah rasa berat atau tekanan pada daerah
retrosternal (angina) yang menjalar hingga ke lengan kiri, leher, atau rahang, yang dapat
bersifat intermiten (umumnya berlangsung selama beberapa menit) atau persisten. Keluhan
ini dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti fatik yang ekstrim, diaphoresis, nausea, nyeri
perut, dyspnoea, dan syncope. Dapat pula didapati keluhan tidak khas lainnya seperti
epigastric pain, masalah pencernaan, nyeri dada seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri
pleuritik, atau bertambahnya sesak napas.3
Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau berkurang saat
istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia. Dalam anamnese
perlu pula ditanyakan dan dievaluasi adanya faktor resiko standar seperti usia, diabetes
mellitus, hipertensi, merokok, riwayat keluarga, episode angina, konsumsi aspirin, riwayat
serupa mengalami hal yang sama, penyakit jantung koroner sebelumnya, dislipidemia, dan
lain sebagainya.1 Penting pula mengidentifikasi kondisi-kondisi klinis lainnya yang dapat
mencetuskan NSTEMI seperti anemia, infeksi, inflamasi, demam dan kelainan metabolik
atau endokrin (umumnya tiroid).3
Pasien-pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan keluhan rasa
tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham adalah studi pertama yang menunjukkan
bahwa setengah dari pasien infark miokard tidak menunjukkan gejala dan tidak disadari oleh
pasien. Canto et al menemukan bahwa sepertiga dari 434.877 pasien yang telah dikonfirmasi
mengalami infark miokard pada National Registry of Myocardial Infarction datang ke rumah
sakit dengan gejala selain rasa tidak nyaman pada daerah dada. Kondisi ini sepertinya lebih
sering muncul pada pasien-pasien berusia tua, wanita, memiliki diabetes dan atau memiliki
gagal jantung sebelumnya.2
6

Tabel. 2 Tingkatan angina pektoris berdasarkan Canadian Cardiovascular Society2

IV.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan SKA harus
diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika disangkakan diseksi,
frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus menjalani pemeriksaan fisik jantung
dan dada yang lengkap.2 Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menyingkirkan
penyebab nyeri dada non kardiak dan kelainan jantung non iskemik (emboli paru, diseksi
aorta, perikarditis, penyakit jantung katup) atau kemungkinan penyebab diluar jantung seperti
penyakit paru akut (pneumothoraks, pneumonia, efusi pleura).1,3
Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia, suara
jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi menunjukkan kemungkinan
area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.5 Pemeriksaan fisik lain seperti pucat, banyak
keringat dan tremor dapat mengarahkan ke kondisi-kondisi pencetus seperti anemia dan
tirotoksikosis.3
Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang iregular,
murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio abdomen adalah
pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain NSTEMI.3

7

IV.3 Pemeriksaan Penunjang
IV.3.1 EKG
EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam penilaian
pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10 menit setelah kontak
medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter. Karakteristik abnormalitas
gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah depresi segmen ST atau elevasi transient
dan atau perubahan pada gelombang T (inversi gelombang T, gelombang T yang datar,
gelombang T pseudo-normal).1,3
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi segmen ST
mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan prognosis. Deviasi
segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal yang penting dan spesifik
dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST > 2 mm meningkatkan resiko
mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk iskemik namun kurang spesifik, kecuali
bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna.1,5
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan sebaiknya
dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini dibandingkan dengan
gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis. Perbandingan dengan EKG
sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien dengan kelainan jantung terdahulu,
seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya
diulangi setidaknya pada 3 jam (6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada
kondisi dimana terjadi nyeri dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan
EKG dapat diulangi secepatnya.3
Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan kemungkinan
NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau iskemik ventrikel kanan
terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun dapat terdeteksi pada lead V7-V9
dan pada lead V3R dan V4R.3

Gambar 1. Inversi Gelombang T7

8

Gambar 2. Depresi segmen ST8
IV.3.2 Biomarker
Kardiak troponin (TnT dan TnI) memegang peranan penting dalam diagnosis dan
stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan UA. Troponin lebih spesifik dan
sensitif dibandingkan enzim jantung tradisional lainnya seperti creatine kinase (CK),
isoenzim CK yaitu CKMB dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung menggambarkan
kerusakan selular miokard yang mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus
kaya platelet dari plak yang ruptur atau mengalami erosi. Pada kondisi iskemik miokard
(nyeri dada, perubahan EKG, atau abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru),
peningkatan troponin mengindikasikan adanya infark miokard.2,3
Pada pasien-pasien dengan infark miokard, peningkatan awal troponin muncul dalam
4 jam setelah onset gejala. Troponin dapat tetap meningkat sampai dua minggu akibat
proteolisis aparatus kontraktil. Nilai cut off untuk infark miokard adalah kadar troponin
jantung melebihi persentil 99 dari nilai referensi normal (batas atas nilai normal).3
Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya yang menunjukkan gejala nyeri dada
seperti aneurisma diseksi aorta atau emboli pulmonal, dapat juga menyebabkan peningkatan
troponin dan harus selalu dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Peningkatan
troponin jantung juga dapat terjadi pada injuri miokard yang tidak berhubungan dengan
pembuluh koroner.3

9

Gambar 3. Waktu rilisnya berbagai biomarker setelah infark miokard2,5

Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier sitosolik untuk fospat
energi tinggi telah lama dijadikan sebagai standar diagnosis infark miokard. Namun CKMB
kurang sensitif dan kurang spesifik dibandingkan dengan troponin jantung dalam menilai
infark miokard. CKMB dalam jumlah yang kecil dapat ditemui pada darah orang sehat dan
meningkat seiring dengan kerusakan otot lurik.2
IV.3.3 Pemeriksaan Imaging
Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke rumah sakit,
sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan sekaligus sebagai
skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis.5
Pemeriksaan ekokardiografi dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi
untuk menilai fungsi global ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding regional.
Ekokardiografi juga diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada.1
Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi jantung skaligus
mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik imaging ini belum secara luas tersedia.
Begitu pula dengan nuclear myocardial perfusion tampaknya akan sangat bermanfaat, namun
tidak tersedia dalam layanan 24 jam. Myokard skintigrafi juga dapat digunakan pada pasien
dengan nyeri dada tanpa perubahan gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang
berlangsung ataupun infark miokard. Multidetector computed tomography (CT) tidak
digunakan

untuk

mendeteksi

iskemia,

namun

menawarkan

kemungkinan

untuk

menyingkirkan adanya PJK. CT angiography, jika tersedia dapat digunakan untuk
menyingkirkan SKA dari etiologi nyeri dada lainnya.3

10

Angiografi koroner merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui dan
menilai keparahan penyakit arteri koroner. Angiografi urgent dilakukan untuk tindakan
diagnostik pada pasien-pasien dengan resiko tinggi dan dengan diagnosis banding yang tidak
jelas.3

V. DIAGNOSIS BANDING
Berikut dibawah ini adalah kondisi-kondisi yang berasal dari jantung maupun non
jantung yang menyerupai NSTEMI :
Tabel 3. Kondisi-kondisi yang menyerupai NSTEMI3
Kardiak

Miokarditis

Pulmonal

Emboli Paru

Hematologi

Sickle cell

Vaskular

Diseksi aorta

crisis
Perikarditis

Infark pulmonal

Anemia

Gastro-

Orthopedi/

Intestinal

Infeksi

Spasme

Cervical diskopati

esofageal
Aneurisma

Esofagitis

Fraktur iga

aorta
Kardiomiopati

Pneumonia

Penyakit

Ulkus

Injury

Pleuritis

serebro

peptikum

otot/inflamasi

Pankreatitis

Kostokondritis

Kolesistitis

Herpes zoster

vaskular
Kelainan

Pneumothoraks

katup
Kardiomiopati
Tako-Tsubo
Trauma
Kardiak

VI. MANAJEMEN TERAPI
Pasien dengan sangkaan SKA harus dievaluasi dengan cepat. Keputusan yang dibuat
berdasarkan evaluasi awal terhadap pasien memiliki konsekuensi klinis dan ekonomis yang
bermakna. Pasien NSTEMI atau diduga NSTEMI yang dalam keadaan stabil sebaiknya
dirawat inap dan menjalani tirah baring dengan monitoring ritme EKG berkelanjutan dan
diobservasi akan kemungkinan iskemik berulang. Pasien dengan resiko tinggi, termasuk
mereka dengan rasa tidak nyaman pada dada yang terus menerus dan atau hemodinamik tidak

11

stabil sebaiknya dirawat di unit koroner (coronary care unit) dan diobservasi setidaknya 2448 jam.1
Terdapat empat komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu terapi antiiskemia,
antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi), dan perawatan
sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.9 Terapi fibrinolitik (thrombolitik)
menggunakan streptokinase, urokinase, tenekteplase atau preparat lainnya sebaiknya tidak
digunakan pada pasien dengan NSTEMI.1

VI.1 Terapi Suportif
Pemberian oksigen dilakukan bila saturasi oksigen 0,24 detik, blok jantung derajat 2 atau 3, asma aktif, penyakit saluran nafas reaktif).6
Penghambat reseptor beta mengurangi insidensi iskemik berulang dan serangan infark
miokard berikutnya. Preparat oral ini sebaiknya dilanjutkan sampai waktu yang tak terbatas,
terutama pada pasien-pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang berkurang. Penghambat
reseptor beta intravena dapat diberikan apabila tidak dijumpai kontraindikasi. Pada pasienpasien

yang

dikontraindikasikan

menggunakan

preparat

penghambat

beta

dapat

menggunakan non-dihydropyridine calcium channel blocker (mis, verapamil atau diltiazem)
sebagai terapi inisial dengan memperhatikan bahwa pasien tersebut tidak mengalami
disfungsi ventrikel kiri yang signifikan atau kontraindikasi lainnya.6

VI.2.2 Nitrat
Keuntungan terapeutik dari penggunaan nitrat berhubungan dengan efek venodilator
yang menyebabkan penurunan preload miokard dan volume end diastolik ventrikel kiri yang
akhirnya menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Selain itu nitrat akan
menyebabkan dilatasi arteri koroner normal maupun arteri koroner yang mengalami
aterosklerotik dan meningkatkan aliran kolateral koroner.3
Pada pasien dengan NSTEMI yang memerlukan perawatan rumah sakit, penggunaan
nitrat intravena lebih efektif dibandingkan nitrat sublingual untuk mengurangi gejala dan
depresi segmen ST. Dosis harus di up titrasi sampai gejala (angina atau dyspnoe) berkurang
atau munculnya efek samping (sakit kepala atau hipotensi).3

VI.2.3 Calcium Channel Blocker
Calcium channel blockers merupakan obat vasodilator dan beberapa diantaranya
memiliki efek langsung terhadap konduksi atrioventrikular dan denyut jantung. Terdapat tiga
sub kelas dari calcium blocker yaitu dihydropyridines (nifedipine), benzothiazepines
(diltiazem), dan phenylethylamines (verapamil). Ketiga sub kelas ini memiliki derajat yang
bervariasi dalam hal vasodilatasi, penurunan kontraktilitas miokard dan penghambatan

13

konduksi atrioventrikular. Nifedipin dan amlodipin memiliki efek vasodilatasi perifer yang
paling besar, sementara diltiazem memiliki efek vasodilator yang paling kecil.3
VI.3 Terapi Antiplatelet
VI.3.1 Aspirin
Aspirin sebaiknya diberikan kepada semua pasien kecuali ada kontraindikasi, dosis
inisial aspirin non enterik 150-300 mg dikunyah. Selanjutnya 75-100 mg per hari dalam
jangka panjang dikatakan memiliki efikasi yang sama dengan dosis besar dan memiliki resiko
intoleran saluran cerna yang lebih kecil.1,3

VI.3.2 P2Y12 Reseptor Inhibitor
Clopidogrel direkomendasikan pada seluruh pasien dengan dosis inisial 300 mg
selanjutnya diikuti 75 mg per hari. Pada pasien yang dipertimbangkan untuk menjalani PCI,
loading dose 600 mg disarankan untuk mencapai penghambatan fungsi trombosit yang lebih
cepat. Clopidogrel harus dipertahankan setidaknya selama 12 bulan kecuali terdapat resiko
perdarahan.1
Penelitian Triton TIMI-38 menunjukkan bahwa pada pasien-pasien dengan SKA yang
menjalani PCI, ternyata prasugrel secara signifikan menurunkan insidensi kejadian iskemik
baik dalam jangka panjang maupun pendek. Namun berhubungan dengan peningkatan resiko
perdarahan, terutama pada pasien berusia > 75 tahun, berat badan < 60 kg dan pasien-pasien
dengan riwayat TIA, stroke atau perdarahan intrakranial.1
Obat golongan P2Y12 Reseptor Inhibitor baru yang cukup menjanjikan sebagai obat
anti platelet adalah Ticagrelor. Seperti prasugrel, Ticagrelor memiliki onset of action yang
lebih cepat dan konsisten dibandingkan clopidogrel, namun juga memiliki offset of action
yang lebih cepat sehingga pemulihan fungsi platelet menjadi lebih cepat.3

VI.3.3 Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitors
Tiga obat yang termasuk golongan GP IIb/IIIa receptor inhibitors yang disetujui
untuk penggunaan klinis adalah abciximab yang merupakan suatu fragmen monoklonal
antibody; eptifibatide sebuah peptide siklik; dan tirofiban yang merupakan molekul
peptidomimetik.3 Studi terbaru mengenai SKA tidak menemukan keuntungan dalam
penggunaan GP IIb/IIIa dalam SKA.1

14

VI.4 Terapi Antikoagulan
Antikoagulan digunakan pada terapi NSTEMI untuk menghambat pembentukan dan
atau aktivitas thrombin sehingga dapat mengurangi kejadian-kejadian yang berhubungan
dengan pembentukan thrombus. Antikoagulan direkomendasikan untuk semua pasien sebagai
tambahan terapi anti platelet.1,3
Terdapat beragam jenis antikoagulan yang tersedia, dan pemilihannya didasarkan
pada resiko iskemik, kejadian perdarahan dan pilihan strategi manajemen inisial ( urgent
invasif, early invasif atau konservatif).1,3 Jenis antikoagulan antara lain:3
-

Indirect inhibitors koagulasi (butuh anti trombin untuk aksi penuhnya) :
o Indirect thrombin inhibitors

: unfractionated heparin (UFH),
low molecular weight heparin (LMWHs)

o Indirect factor Xa inhibitors
-

: LMWHs, fondaparinux

Direct inhibitors koagulasi
o Direct factor Xa inhibitors

: apixaban, rivaroxaban, otamixaban

o Direct thrombin inhibitors (DTIs): bivalirudin, dabigatran

VI.4.1 Low Molecular Weight Heparin
Salah satu LMWH yang sering digunakan adalah enoxaparin yang merupakan
antikoagulan pilihan baik pada pasien-pasien yang direncanakan untuk tindakan konservatif
ataupun tindakan invasif. Dengan dosis 1 mg/kgBB dua kali sehari, enoxaparin dapat
dihentikan 24 jam setelah strategi invasif dilakukan. Dan sebaiknya diberikan selama 3
hingga 5 hari untuk pasien yang direncanakan tindakan konservatif.1
Pada pasien-pasien NSTEMI yang telah mendapat enoxaparin dan akan menjalani
PCI, tidak dibutuhkan dosis enoxaparin tambahan jika suntikan sub kutan sebelumnya < 8
jam sebelum PCI. Namun bila suntikan sub kutan enoxaparin terakhir > 8 jam sebelum PCI,
diperlukan dosis tambahan 0,3 mg/kgBB IV bolus. Tidak disarankan mengganti antikoagulan
dengan jenis yang lain.3
LMWH dieliminasi sebagian melalui ginjal. Resiko akumulasi meningkat seiring
dengan penurunan fungsi ginjal, sehingga mengakibatkan peningkatan resiko perdarahan.
Sebagian besar LMWH dikontraindikasikan pada kasus-kasus gagal ginjal dengan CrCl < 30
ml/menit. Namun, enoxaparin dapat diberikan dengan dosis 1mg/kg BB satu kali sehari pada
pasien-pasien dengan CrCl < 30 ml/menit.3

15

VI.4.2 Fondaparinux
Fondaparinux direkomendasikan atas dasar efikasi yang paling baik dan profil
keamanan nya. Fondaparinux paling sedikit menyebabkan komplikasi perdarahan dan
memiliki bioavailabilitas 100 % setelah disuntikkan secara sub kutan dengan waktu paruh 17
jam serta diekskresikan oleh ginjal. Dosis yang direkomendasikan adalah 2,5 mg/hari.
Fondaparinux dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki CrCl < 20 ml/menit. Tambahan
UFH dengan dosis 50-100 U/kg BB bolus diperlukan selama PCI karena didapatinya
insidensi trombosis kateter yang sedikit tinggi.1,3
Tidak ditemukan kasus heparin induced trombositopenia (HIT) akibat penggunaan
fondaparinux, sehingga monitoring jumlah trombosit tidak diperlukan. Monitoring terhadap
aktivitas anti Xa, activated partial thromboplastin time (aPTT), activated clotting time
(ACT), prothrombin dan thrombin time tidak memiliki pengaruh yang signifikan.3
VI.4.3 Unfractionated Heparin
UFH kurang baik diabsorpsi melalui rute sub kutan, sehingga penggunaan infus
intravena menjadi rute pemberian yang lebih dipilih. Dengan dosis bolus inisial 60-70
IU/kgBB (maksimal 5000 IU) diikuti infus inisial 12-15 IU/kg/jam (maksimal 1000 IU/jam).
Batas terapeutik UFH cukup sempit, sehingga diperlukan monitoring aPTT secara berkala,
dengan target optimal 50-75 detik (1,5-2,5 kali batas teratas nilai normal). Pada nilai aPTT
yang lebih tinggi, resiko komplikasi perdarahan akan meningkat, tanpa adanya efek anti
trombotik. Efek antikoagulan UFH akan hilang dengan cepat dalam beberapa jam setelah
penghentian, sehingga dalam 24 jam penghentian terapi terdapat resiko reaktivasi proses
koagulasi dan meningkatkan resiko kejadian iskemik berulang meskipun diberikan
bersamaan dengan aspirin.3
Pada setting PCI, UFH diberikan sebagai bolus dengan pemantauan ACT. Dosis
pemberian UFH pada setting PCI adalah 70-100 IU/kg atau 50-60 IU/kg bila dikombinasikan
dengan GP IIb/IIIa receptor inhibitors 3
VI.4.4 Direct Thrombin Inhibitor
Bivalirudin saat ini direkomendasikan sebagai antikoagulan alternatif untuk urgent
dan elektif PCI pada pasien-pasien NSTEMI resiko sedang atau tinggi. Bivalirudin
menurunkan resiko perdarahan dibandingkan dengan UFH/LMWH plus GP IIb/IIIa inhibitor,
namun membutuhkan tambahan bolus heparin selama PCI untuk mencegah stent thrombosis.1

16

Tabel 5. Terapi NSTEMI 3

VI.5. Revaskularisasi koroner
Kateterisasi jantung diikuti oleh revaskularisasi telah terbukti mencegah iskemik
berulang dan atau memperbaiki hasil akhir jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan
keakutan resiko, waktu pelaksanaan angiografi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:3
-

invasive (< 72 jam);
o urgent invasive (

Dokumen yang terkait

Karakteristik Komplikasi Pada Pasien Miokard Infark Dengan ST-Segmen Elevasi Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2013

2 53 95

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PENDERITA ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) DAN NON-ST Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita St Elevasi Miokard Infark (Stemi) Dan Non-St Elevasi Miokard Infark (Nstemi) Di Rsud Dr. Moewardi.

0 2 18

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PENDERITA ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) DAN NON-ST Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita St Elevasi Miokard Infark (Stemi) Dan Non-St Elevasi Miokard Infark (Nstemi) Di Rsud Dr. Moewardi.

0 2 13

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita St Elevasi Miokard Infark (Stemi) Dan Non-St Elevasi Miokard Infark (Nstemi) Di Rsud Dr. Moewardi.

1 5 6

PROFIL MANAJEMEN INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI SEGMEN ST (STEMI) DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN PADA TAHUN 2010.

0 0 2

Perbandingan Validitas Nilai Prediksi Malondialdehyde dan Troponin I Terhadap Kontraktilitas Miokard Pada Pasien Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST.

2 16 63

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 1 15

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 4

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 13