Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi dan Klasifikasi Sindroma Koroner Akut
Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk
mendiskripsikan gejala yang disebabkan oleh iskemik miokard akut. SKA yang
menyebabkan nekrosis sel miokard disebut dengan infark miokard akut (IMA)
(Thygensen dkk, 2012 ; Bender dkk, 2011 ; Antman, 2008)
Klasifikasi SKA meliputi yaitu :
1. Infark miokard akut non elevasi segmen ST (IMA NEST)
2. Infark miokard akut elevasi segmen ST (IMA EST)
3. Angina pektoris tak stabil (APTS)
(Bender dkk, 2011 ; Antman, 2008 ; Van de Werf dkk, 2012)

Diagnosis IMA EST ditegakkan apabila memenuhi kriteria antara lain ;
adanya nyeri dada khas infark, dijumpai elevasi segmen ST yang persisten atau
adanya left bundle branch block (LBBB) yang dianggap baru, peningkatan enzim
jantung serial akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin), serta dijumpainya
abnormalitas wall motion regional yang baru pada pemeriksaan ekokardiografi
(Van de Werf dkk, 2008).
SKA yang tidak disertai dengan elevasi segmen ST digolongkan kedalam

IMA NEST dan APTS. Apabila dijumpai peningkatan enzim
penderita digolongkan ke dalam

jantung, maka

IMA NEST, dan apabila tidak dijumpai

peningkatan maka digolongkan ke dalam APTS (Van de Werf dkk, 2008 ; Bender
dkk, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Patogenesis IMA
Patogenesis dasar IMA adalah diawali dengan terbentuknya plak
aterosklerosis yang kemudian terjadi erosi atau ruptur yang diikuti oleh respon
trombosis. Pembentukan plak aterosklerosis merupakan proses yang berlangsung
lama (sekitar 20-30 tahun sebelum timbulnya presentasi klinis SKA) (Rosen dkk,
2009; Bender dkk, 2011).
Proses aterosklerosis diawali oleh kerusakan (disfungsi) endotel. Beberapa
faktor


risiko

antara

lain

merokok,

hipertensi,

diabetes

mellitus,

hiperkolesterolemia, dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan endotel
arteri koroner. (Atnmann dkk 2008; Bender dkk, 2011). Pada saat endotel
mengalami kerusakan, makrofag akan menginfiltrasi

endotel. Molekul low


density lipoprotein (LDL) juga dapat masuk ke lapisan dinding pembuluh darah,
yang kemudian diikat oleh makrofag membentuk foam cell.Foam cell merupakan
dasar pembentukan plak aterosklerosis. Plak yang melekat pada dinding endotel
arteri koroner akan terus membesar dan mengalami kalsifikasi. Pada suatu ketika
plak tersebut dapat mengalami ruptur yang kemudian akan diikuti oleh timbulnya
reaksi inflamasi lokal, vasokonstriksi koroner, aktivasi trombosit serta pengaktifan
sistem koagulasi (Libby 2005, Kumar dkk, 2009).
Terdapat 2 proses trombosis yang saling berkaitan, yaitu hemostasis
primer dan hemostasis sekunder. Hemostasis primer diawali dengan perlekatan
trombosit pada dinding endotel yang rusak. Matriks subendotel yang terpapar
aliran darah akan mengeluarkan elemen-elemen seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan kolagen. Kedua elemen ini akan berikatan dengan reseptor spesifik
pada permukaan trombosit yaitu glikoprotein (GP)-Ib/IX dan GP VI. Ikatan antara
GP Ib/IX-vWF dan GP VI-kolagen menyebabkan trombosit dapat melekat pada
endotel yang mengalami injury. Reseptor (GP)-Ib/IX dan GP VI yang juga
berperan dalam pengaturan adhesi trombosit dengan leukosit yang akan memicu
proses vaskular lainnya seperti inflamasi dan aterosklerosis selanjutnya (Badimon
dkk 2011, Kumar dkk 2011).
Setelah proses adhesi trombosit ke matriks ekstraselular terjadi, akan

terjadi respon produksi mediator autokrin dan parakrin, seperti adenosine
diphosphate (ADP), thrombin, epineprin serta asam arakhidonat. Elemen-elemen

Universitas Sumatera Utara

ini bertanggung jawab untuk menstimulasi proses agregasi trombosit selanjutnya.
Asam arakhidonat merupakan agonis yang berperan dalam produksi tromboksan
A2 (TX A2).Tromboksan A2 yang dihasilkan tidak hanya dapat memicu agregasi
trombosit selanjutnya, tetapi juga bersifat vasokonstriktor yang poten. Elemen
ADP akan berikatan pada reseptor trombosit lainnya yaitu P2Y1, P2Y12 dan P2X
yang akan mengakibatkan perubahan bentuk permukaan trombosit dan
menimbulkan respon agregasi (Badimon dkk 2011, Kumar dkk 2011).
Hemostasis sekunder adalah pengaktifan sistem koagulasi yang akan
menyebabkan trombus yang terbentuk menjadi lebih stabil. Sistem koagulasi
melibatkan beberapa protein plasma dalam rangkaian proses yang disebut kaskade
koagulasi

yang berujung pada pembentukan trombin, suatu zat yang

mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Kaskade koagulasi terbagi atas 2 jalur,

yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.Jalur intrinsik ((faktor XII, XIIa, XI dan
XIa) diaktivasi oleh paparan komponen darah terhadap endotel yang mengalami
kerusakan. Sedangkan jalur ekstrinsik diaktivasi oleh interaksi faktor VII dengan
tissue factor yang dilepaskan oleh dinding endotel yang mengalami kerusakan.
Kedua jalur ini kemudian mengaktifkan faktor X yang kemudian akan berinteraksi
dengan faktor V, kalsium dan fosfolipid membentuk suatu kompleks yang
mengkatalisir konversi protrombin menjadi trombin. Trombin mempunyai banyak
fungsi pada proses hemostasis. Fungsi utama trombin adalah mengkonversi
fibrinogen plasma menjadi fibrin. Fibrin yang telah mengalami konversi
distabilisasi dengan fibrin lainnya melalui cross-link oleh faktor XIIIa sehingga
terbentuk trombus besar yang lebih stabil. Fungsi trombin lainnya adalah
mengaktivasi faktor V, VIII, XIII dan juga turut menstimulasi sekresi dan agregasi
trombosit selanjutnya (Hansson, 2005; Hoffman, 2010; Kumar dkk, 2011).

2.3 EKG pada IMA EST
IMA didefinisikan sebagai kematian atau nekrosis sel miokard yang
patologik disebabkan iskemia yang lama yang terjadi secara akut (Thygensen
dkk, 2007). IMA EST merupakan salah satu spektrum IMA yang cukup sering
terjadi (Bata, 2000 ; Fox, 2000). Diagnosis IMA EST ditegakkan apabila
memenuhi kriteria berikut : adanya nyeri dada khas infark (durasi nyeri lebih dari


Universitas Sumatera Utara

20 menit, tidak respon sepenuhnya dengan pemberian nitrat, nyeri dapat menjalar
ke leher, rahang bawah atau lengan kiri, dapat disertai dengan gejala aktivasi
sistem syaraf otonom seperti mual, muntah serta keringat dingin), adanya
dijumpai elevasi segmen ST yang persisten (lebih dari 2 mm pada lead V2-V3
atau lebih dari 1 mm pada lead lainnya), atau adanya left bundle branch block
(LBBB) yang baru atau yang dianggap baru pada pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), peningkatan marker (enzim jantung) serial akibat nekrosis miokard
(CKMB dan troponin) (Van de Werf 2012).
EKG merupakan rekaman grafik potensial listrik jantung yang direkam
pada permukaan tubuh, yang merupakan perbedaan potensial listrik. Sebagai
organ, jantung adalah otot tubuh yang memiliki keunikan karena sifatnya yang
dapat membentuk impuls sendiri dan berkontraksi secara teratur. Impuls listrik
terbentuk dalam sistem penghantaran listrik sehingga menimbulkan kontraksi otot
jantung.Perekaman EKG dilakukan dengan menggunakan elektroda-elektroda
yang diletakkan pada beberapa titik di permukaan tubuh, kemudian dihubungkan
dengan alat perekam. Hubungan ini akan menyebabkan defleksi ke atas
menghasilkan potensial positif dan defleksi ke bawah menghasilkan potensial

negatif. Timbulnya perbedaan potensial ini dikarenakan ion-ion masuk melewati
membran sel dan menyebabkan perbedaan tegangan sehingga sel miokard
teraktivasi.Saat istirahat, cairan intra seluler sebuah sel bermuatan negatif
terhadap jaringan disekitarnya (ekstra seluler) (Goldberger, 2015; Hurst, 2001).
Terdapat

empat

peristiwa

elektrofisiologis

yang berperan dalam

pembentukan EKG yaitu :
1. Pembentukan impuls dan pacu jantung primer
2. Penghantaran impuls
3. Pengaktifan (depolarisasi) miokardium
4. Repolarisasi (relaksasi) miokardium
Pada awal depolarisasi terjadi perubahan permeabilitas membran sel yang

cepat dengan masuknya ion Na (natrium) ke dalam sel yang akan mengakibatkan
potensial aksi intra sel mengalami peningkatan tajam dari -90 menjadi +20 mV
(fase 0).

Universitas Sumatera Utara

Setelah fase depolarisasi tersebut, potensial aksi akan melambat secara
perlahan

ke potensial istirahat (repolarisasi), dimana fase 1 adalah proses

kembalinya potensial intrasel cepat ke 0 mV akibat penutupan ion Na; fase 2
terjadi akibat masuknya ion Ca (kalsium) secara lambat ke dalam sel (plateu); fase
3 terjadi akibat pengembalian potensial intrasel ke potensial istirahat akibat
pengeluaran ion K dari sel.
Gelombang kompleks QRS timbul akibat potensial aksi sel miokard
ventrikel pada fase 0, fase 2 sesuai dengan segmen ST dan fase 3 sesuai dengan
gelombang T (Goldman dkk, 1984; Hurst 2001). Gelombang QRS digambarkan
dari urutan gelombang yang membentuk kompleks QRS tersebut. Defleksi negatif
pertama disebut gelombang Q, gelombang positif yang pertama disebut

gelombang R dan gelombang negatif pertama setelah gelombang R tersebut
adalah gelombang S (Goldberger, 2015). Pola gelombang aktivasi ventrikel terdiri
atas dua yaitu aktivasi septum dan aktivasi dinding ventrikel kiri.
Segmen ST pada EKG adalah bagian EKG yang menggambarkan
repolarisasi dari ventrikel. Segmen ST yang dimulai pada J point (pertemuan
antara kompleks QRS dan segmen ST) hingga ke awal gelombang T. Pada kondisi
normal segmen ST berada tepat di garis dasar EKG (baseline) (Becker, 1988,
Goldberger, 2013). Polaritas segmen ST umumnya sama dengan polaritas QRS
yang mendahuluinya. Sehingga gelombang T umumnya positif pada lead I, II,
aVL dan lead prekordial lateral. Gelombang T akan negative pada lead aVR dan
bervariasi pada lead III, lead V1 dan V2.
Gelombang U adalah gelombang amplitudo rendah yang mengikuti
gelombang T biasanya < 0,1mV dan memiliki polaritas yang sama dengan
gelombang T. dasar elektrofisiologisnya masih belum jelas, mungkin disebabkan
oleh repolarisasi lambat serat-serat purkinye oleh aksi potensial yang panjang dari
sel miokard. Gelombang ini paling sering terlihatpada denyut jantung rendah dan
paling besar terlihat pada lead V1 dan V2 (Goldberger, 2015).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Gelombang-gelombang dan interval EKG normal
(Goldberger, 2015)

EKG merupakan salah satu kunci untuk diagnosis SKA. Temuan pada
EKG bervariasi dan dipengaruhi empat faktor utama:
1. Durasi proses (akut atau kronis)
2. Luasnya (ukuran dan lokasi transmural)
3. Topografi (anterior, inferior, posterior, lateral atau ventrikel kanan)
4. Adanya kelainan lain yang mendasarinya (misalnya, LBBB,
WPWdan sebagainya) (Goldberger, 2015).
Peran EKG masih sangat penting dalam mendiagnosis secara dini pasien
yang dicurigai sebagai IMA. EKG merupakan alat diagnosis pertama yang sangat
bermanfaat, banyak tersedia dan umum dipakai.Berdasarkan anamnesis yang
cermat dan pemeriksaan EKG awal dapat diambil keputusan terapi dengan cepat
terhadap pasien dengan IMA. EKG merupakan alat bantu yang sederhana, murah,
mudah dan tepat

digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan keluhan nyeri

dada di unit gawat darurat secara rutin. Sensitivitas dari elevasi ST untuk

diagnosis IMA antara 40-50% dan nilai sensitifitas ini akan bertambah tinggi
apabila dilakukan rekaman EKG serial. (Estes,dkk 1999; Noris RM, 2000; Chia
dkk, 2004).
Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis IMA STE beragam,
bergantungkepada usia, jenis kelamin dan dinding jantung yang terkena. Bagi
pria, diagnosis ditegakkan jika terdapat elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2mm pada

Universitas Sumatera Utara

usia ≥ 40 tahun dan ≥ 2,5 mm pada usia < 40 tahun. Sementara itu, nilai ambang
di sadapan lain adalah ≥ 1 mm. bagi wanita tanpa memandang umur, nilai ambang
di V1-V3 adalah ≥ 1,5 mm dan ≥ 1 mm di sadapan lain. Bagi pria dan wanita,
nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥ 0,5 mm,
kecuali pria < 30 tahun, nilai ambang ≥ 1mm dianggap lebih tepat ; nilai ambang
disadapan V7-V9 adalah ≥ 0,5 mm (Tedjakusuma, 2010).
2.4 Patofisiologi Elevasi Segmen ST dan Depresi Segmen ST pada IMA
Patofisiologi perubahan segmen ST

pada IMA belum diketahui

bagaimana mekanisme terjadinya secara pasti. Temuan yang paling awal dan
konsisten selama fase akut adalah deviasi segmen ST sebagai akibat dariinjury
yang baru..
Arus sitolik dan diastolik yang abnormal akibat adanya sel miokard yang
mengalami injury yang berbatasan dengan zona infark diduga sebagai penyebab
perubahan segmen ST pada IMA.
Iskemia akut yang berat dapat mengurangi potensial membran istirahat,
mempersingkat durasi potensial aksi, dan menurunkan tingkat kenaikan dan
amplitudo fase 0 di daerah iskemik. Gangguan tersebut menyebabkan gradient
tegangan listik antara daerah normal dan iskemik. Gannguan arus listrik yang
terjadi tampakpada permukaan EKG sebagai deviasi dari segmen ST.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2Patofisiologi elevasi segmen ST pada IMA (Goldberger dkk, 2015)

2.4.1 Teori Arus Diastolik
Elevasi segmen ST disebabkan perpindahan kebawah (downward) dari
baseline diastolik listrik (segmen TQ dari EKG). Teori arus diastolik berpendapat
bahwa sel miokard yang injury mampu berdepolarisasi, namun

terdapat

kebocoran ion potassium sehingga menyebabkan sel miokard yang mengalami
injurytersebut tidak dapat berepolarisasi secara penuh. Karena permukaan sel-sel
yang berdepolarisasi sebagian ini pada saat keadaan istirahat (diastolik) akan
relatif lebih negatif dibandingkan area normal yang berepolarisasi penuh, oleh
sebab itu arus ini diarahkan menjauh dari area iskemik yang lebih negatif,
menyebabkan garis dasar pada lead EKG di daerah tersebut bergeser ke bawah,
menghasilkan depresi segmen TQ. Karena mesin EKG hanya merekan posisi
relatif dari pada voltase absolut, deviasi garis dasar ke bawah tersebut tidak
tampak. Depresi segmen TQ pada gilirannya muncul sebagai elevasi segmen ST,
karena mesin perekam EKG pada praktik klinis menggunakan “alternating
current-coupled amplifier”

yang secara otomatis mengkompensasi atau

Universitas Sumatera Utara

menyesuaikan untuk setiap pergeseran negatif segmen TQ.Sebagai hasil dari efek
elektronik ini, segmen ST akan proporsional meningkat.
Pada saat depolarisasi ventrikel, setelah semua sel miokard telah
berdepolarisasi penuh ( termasuk yang berada di daerah injury), potensial listrik
sekeliling jantung benar-benar nol. Tetapi dibandingkan dengan perubahan garis
dasar kearah bawah tadi maka terlihat gambaran elevasi segmen ST. Kemudian
miosit berepolarisasi, sel-sel injurykembali ke keadaan abnormal kebocoran ion
potassium diastolik, dan EKG kembali pada garis dasar yang bergeser kebawah.

2.4.2 Teori Arus Sistolik
Teori arus sistolik berpendapat bahwa dalam rangka mengurangi potensial
membran istirahat, kejadian injuryiskemik memperpendek durasi potensial aksi
pada sel-sel yang rusak. Akibatnya sel-sel yang iskemik berepolarisasi lebih cepat
dibandingkan miosit normal disekitarnya sehingga muncul voltase tinggi diantar
kedua zona, yang membuat arus listrik mengarah menuju area iskemik. Voltase
tinggi ini muncul selama interval ST di EKG menghasilkan elevasi ST pada lead
di daerah infark.
Tiga faktor dapat membuat sel-sel miokard iskemik akut relatif positif
dibandingkan dengan sel yang normal selama arus sistolik listrik (interval QT):
-

Repolarisasi awal yang patologis (pemendekan durasi potensial aksi yang)

-

Penurunan kecepatan upstroke potensial aksi

-

Penurunan amplitudo potensial aksi
Terdapatnya satu atau lebih dari yang tersebut diatas akan membentuk

gradien tegangan antara daerah normal dan iskemik selama interval QT sehingga
saat injury vektor akan diarahkan menuju wilayah iskemik. Mekanisme saat
sistolik ini juga mungkin terkait sebagian dengan

kebocoran kalium, akan

mengakibatkan elevasi segmen STprimer, kadang-kadang dengan gelombang T
positif yang tinggi (hiperakut).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Pola vektor ST pada iskemia akut (Goldberger dkk, 2015)
Pada iskemia akut transmural, keseluruhan vektor ST biasanya bergeser
ke arah luar (epikardial), dan elevasisegmen ST dan atau

kadang-kadang

hiperakut T yang dihasilkan lebih dari zona iskemik. Depresi segmen ST
resiprokaldapat munculpada lead yang merefleksikan permukaan kontralateral.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi amplitudo deviasi segmenST akut
iskemik. Elevasiatau depresi segmen ST yang dalam di beberapa lead biasanya
menunjukkan iskemia yang sangat parah atau luas. Sebaliknya, resolusi yang
cepat dari elevasisegmen ST setelah terapi trombolitik atau intervensi koroner
perkutan merupakan penanda spesifik sukses reperfusi. Selanjutnya, peningkatan
relatif amplitudo gelombang T (hyperacute) dapat menyertai atau mendahului
elevasi segmen ST dengan iskemia dengan atau tanpa infark.

2.5 Gambaran DSST inferior pada IMA EST anterior
DSST inferior yang signifikan didefinisikan sebagai pergeseran ke bawah
yang landai (downsloping) atau horizontal ≥ 0,1 mV dalam setidaknya dua lead
inferior (II, III dan aVF).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 : Infark miokard akut EST anterior yang disertai dengan DSST
inferior (Goldberger dkk, 2015)

Terdapat beberapa penjelasan yang masih kontroversi tentang DSST
resiprokal pada IMA EST ini yaitu antara lain : disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang intermitten, hipotesis multivessel disease, hipotesis electrical
reciprocity dan hipotesis infark yang luas (Brymer dkk, 1985)

2.6. Prognosis IMA EST anterior dengan DSST inferior
Pasien denganDSST inferior pada infark transmural anterior akut
mengidentifikasi subset dari pasien dengan kerusakan yang luas, disfungsi
ventrikel kiri yang lebih besar, komplikasiyang lebih sering di rumah sakit,
anginapaska infark dan frekuensi multivessel yang lebih sering (Haraphongse M,
1984)
Abnormalitas Wall motionpada pasien IMA dengan DSST resiprokal
dijumpai 17 dari 18 pasien (94%) pada penelitian yang dilakukan oleh Pichler
dkk, 1982. Pichler juga mendapatkan hasil bahwa pasien IMA dengan DSST
resiprokal memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang lebih rendah dan komplikasi
selama rawatan di rumah sakit lebih banyak dibandingkan dengan pasien IMA
tanpa adanya DSST resiprokal (Pichler dkk, 1982)

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Teori
Plak Aterosklerosis
Ketidakstabilan atau ruptur
Pengaktifan proses hemostasis dan trombosis

Hemostasis primer

Hemostasis sekuder

Adhesi trombosit

Pengaktifan kaskade koagulasi

Setiap trombosit
melepaskan ADP,
tromboksan serta zat
kemoaktif lainnya

F. ekstrinsik interaksi TF dengan F
VII
F. Intrinsik aktifasi F.XII, XIIa, XI,
Xia dengan komponen darah terhadap
endotel yang robek.
Kedua jalur  F.Xa

Agregasi trombosit

Trombin

Pembentukan thrombus dan fibrin
Cross-linked dengan F XIIIa
IMA EST
IMA EST anterior

DSST inferior (+)

KKVM

-

DSST inferior (-)

Perubahan fungsional listrik alami
Stenosis di pembuluh darah yang tidak berhubungan
dengan daerah infark
Perluasan daerah infark

Gambar 2.5 Diagram Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Konsep
Pasien dengan diagnosis IMA EST anterior

Kelompok 1

Kelompok 2

IMA EST anterior
dengan DSST inferior

IMA EST anterior
tanpa DSST inferior

(Variabel independen)

Konfonding :
Usia, faktor risiko PJK, onset

Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor
(Variabel dependen)

Gambar 2.6 Diagram Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Mortalitas Kardiovaskular Di Rumah Sakit Antara Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Blok Cabang Berkas Kanan (RBBB) Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

1 98 81

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 1 15

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 4

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Chapter III VI

0 0 17

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 4

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 1 3

Perbandingan Mortalitas Kardiovaskular Di Rumah Sakit Antara Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Blok Cabang Berkas Kanan (RBBB) Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

0 0 6

PERBANDINGAN MORTALITAS KARDIOVASKULAR DI RUMAH SAKIT ANTARA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT ELEVASI SEGMEN ST ANTERIOR DENGAN DAN TANPA BLOK CABANG BERKAS KANAN (RBBB) DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN TESIS

0 0 17

PERBANDINGAN MORTALITAS KARDIOVASKULAR DI RUMAH SAKIT ANTARA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT ELEVASI SEGMEN ST ANTERIOR DENGAN DAN TANPA BLOK CABANG BERKAS KANAN (RBBB) DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN TESIS

0 0 17