Makalah Sejarah Peradaban Islam Arab Pra

BAB l
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam
Islam, periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan
beragama. Pada saat itu masarakat Arab jahiliyah mempunyai kebiasaankebiasaan buruk seperti meminum minuman keras, berjudi, dan menyembah
berhala.
Ketika nabi Muhammad SAW lahir (570 M). Mekah adalah sebuah kota
yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena
tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai
menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah di
tengah kota. Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat
mereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala mengelilingi berhala utama,
Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu
mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta
mil persegi.
Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa
Arab sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab,
padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arab
memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.

Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang kondisi Bangsa Arab
sebelum kedatangan agama Islam. Khususnya mengenai letak geografisnya, asalusulnya, agamanya, serta peradabannya.

Bangsa Arab Pra-Islam | 1

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam?
2. Bagaimana kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya?
3. Seperti apa sejarah kehidupan dan keberagamaan Bangsa Arab sebelum
Islam?
4. TUJUAN
1. Mengkaji lebih dalam kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam.
2. Melihat kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya.
3. Mengetahui sejarah kehidupan dan keberagamaan Bangsa Arab sebelum
Islam

Bangsa Arab Pra-Islam | 2

BAB II
PEMBAHASAN


A. PENDAHULUAN
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa
jahiliyyah.1

      
       
        
   
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu[1216] dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul
bait[1217] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
[1215] Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar
rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga
meliputi segenap mukminat.
[1216] Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran
yang terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah
sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.

[1217] Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.

Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral
masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan
padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup
berkabilah dan nomaden. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan.
1

Al-Qur-an Surat al-Ahzab: 33.

Bangsa Arab Pra-Islam | 3

Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan
mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak
dengan

dalih

kemuliaan,


memusnahkan

kekayaan

dengan

perjudian,

membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana
semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Bangsa Arab pada umumnya berwatak berani, keras, dan bebas. Mereka
telah lama mengenal agama. Nenek moyang mereka pada mulanya memeluk
agama Nabi Ibrahim. Akan tetapi, akhirnya ajaran itu pudar. Untuk menampilkan
keberadaan Tuhan mereka membuat patung berhala dari batu, yang menurut
perasaan mereka patung itu dapat dijadikan sarana untuk berhubungan dengan
Tuhan.2
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama
sekali tidak memiliki peradaban. Kebudayaan mereka yang paling menonjol
adalahbidang sastra bahasa Arab, khususnya syair Arab. Perekonomian penduduk
negeri Mekah umumnya baik karena mereka menguasai jalur darat di seluruh

Jazirah Arab.
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah
memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang cukup strategis, terutama
kawasan pesisir yang pada waktu itu ramai dilalui kapal-kapal pedagang Eropa
yang hendak menuju India, Asia Tenggara, Cina dan sekitarnya, telah membuat
kawasan ini lebih maju dari pada kawasan Arab yang lain. Makkah pada waktu itu
merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya
yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur
perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal
yang sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun
peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat
hubungan yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam
2

http://emhasemarangan.blogspot.com/2010/02/rahasia-sukses-dakwah-rasulullah.html,

diunduh


24 Maret 2014.

Bangsa Arab Pra-Islam | 4

dengan situasi dan kondisi Arab pra Islam.
B. KONDISI GEOGRAFIS JAZIRAH ARAB
Semenanjung Arab adalah semenanjung yang terletak di
sebelah barat daya Asia. Wilayahnya memiliki luas 1.745.900
kilometer persegi.3 Semenanjung ini dinamakan jazirah karena
tiga sisinya berbatasan dengan air, yakni di sebelah timur
berbatasan dengan teluk Oman dan teluk Persi, di sebelah
selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan teluk Aden, di
sebelah barat berbatasan dengan laut merah. Hanya di sebelah
utara, jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasir
Irak dan Syiria.4

Gambar 1.1. Peta Jazirah Arab dan Penyebaran Agama
Islam
Secara geografis, daratan jazirah Arab didominasi padang
pasir yang luas, serta memiliki iklim yang panas dan kering.

Hampir lima per enam daerahnya terdiri dari padang pasir dan

Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riadi, 2010, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, hal. 16.
4
Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008, Malang:
UIN Malang Press, hal. 26.
3

Bangsa Arab Pra-Islam | 5

gunung batu.5 Luas padang pasir ini diklasifikasikan Ahmad Amin
sebagai berikut:
1.Sahara Langit, yakni yang memanjang 140 mil dari utara ke
selatan dan 180 mil dari timur ke barat. Sahara ini disebut juga
sahara Nufud. Di daerah ini, jarang sekali ditemukan lembah
dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas
suasana di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini
sulit dilalui.
2.Sahara Selatan, yakni yang membentang dan menyambung

Sahara Langit ke arah timur sampai selatan Persia. Hampir
seluruhnya

merupakan

dataran

keras,

tandus,

dan

pasir

bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan daerah sepi (alRub’ al-Khali).
3.Sahara Harrat, yakni suatu daerah yang terdiri dari tanah liat
berbatu hitam. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di
seluruh sahara ini.6
Secara garis besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua,

yakni daerah pedalaman dan pesisir. Daerah pedalaman jarang
sekali mendapatkan hujan, namun sesekali hujan turun dengan
lebatnya. Kesempatan demikian biasa dimanfaatkan penduduk
nomadik dengan mencari genangan air dan padang rumput demi
keberlangsungan hidup mereka. Seperti juga di tempat-tempat lain, di
sini pun [Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negerinegeri Arab] dasar hidup pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang
selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara
seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan
keluarga, dan kebebasan kabilah yang penuh.7
Ibid, 43-44.
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah, hal. 12.
7
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24
5
6

Bangsa Arab Pra-Islam | 6

Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan teratur,
sehingga para penduduk daerah tersebut relatif padat dan sudah

bertempat tinggal tetap. Oleh karena itu, di daerah pesisir ini,
jauh sebelum Islam lahir, sudah berkembang kota-kota dan
kerajaan-kerajaan penting, seperti kerajaan Himyar, Saba’, Hirah
dan Ghassan.8
C. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA BANGSA ARAB
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah. Mereka termasuk
ras atau rumpun bangsa kaukasoid, sebagaimana ras-ras yang mendiami daerah
Mediteranian, Nordic, Alpine dan Indic.9
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah (nomad). Demikian ini karena
kondisi tanah tempat mereka hidup terdiri dari gurun pasir kering dan minim turun
hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya
stepa (padang rumput) yang muncul secara sporadis di sekitar oasis atau genangan
air setelah turun hujan. Padang rumput diperlukan badui Arab untuk kebutuhan
makan binatang ternak seperti kuda, onta dan domba.
Berbeda halnya dengan penduduk Arab
perkotaan terutama penduduk pesisir, pertanian,
peternakan dan perdangangan, dapat berkembang
dengan baik di daerah tersebut. Hal inilah tentunya
yang membuat kehidupan masyarakat pesisir lebih
makmur daripada masyarakat pedalaman (badui).

Dari realitas ini, maka timbullah reaksi antara
penduduk kota atau pesisir dengan penduduk
Gambar 1.2. Bangsa Arab

pedalaman atau badui.

Maret 2014.
8
Ahmad Mujahidin, Maret 2003, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan
Politik dengan Negara-Negara Sekitarnya”, Jurnal Akademika, Volume 12,
Nomor 2, hal. 4.
9
Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta: Logos, hal. 5.
Ras lain ialah Mongoloid, Negroid dan ras-ras khusus.

Bangsa Arab Pra-Islam | 7

Aksi dan reaksi antara penduduk kota dengan masyarakat gurun dimotivasi
oleh desakan kuat untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Orang-orang nomad
bersikeras mendapatkan sumber-sumber tertentu pada orang-orang kota terhadap
apa yang tidak mereka miliki dari lingkungan mereka tinggal. Hal itu dilakukan
baik melalui kekerasan (penyerbuan kilat) atau jalan damai (barter). Orang-orang
badui nomaden dikenal sebagai perampok darat dan makelar. Gurun pasir, yang
merupakan daerah operasi mereka sebagai perampok, memiliki kesamaan
karakteristik dengan laut.10
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya
kesukuan. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu
rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah
(clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (trible) dan dipimpin oleh
Shaikh.11 Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas
segalanya. Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap
tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri,
maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut
konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin,
misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai
suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan Ka’bah lalu di belakang mereka
menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya
dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal
kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka
tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali.12
Para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, malah untuk berhubungan
yang lebih dalam pun tidak ada batasan. Yang lebih parah lagi, wanita bisa
bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu dinamakan
hubungan poliandri. Perzinahan mewarnai setiap lapisan masyarakat. Semasa itu,
perzinahan tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.
Philip K. Hitti, History of The Arabs, hal. 28.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Press, hal. 11.
12
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24
Maret 2014.
10
11

Bangsa Arab Pra-Islam | 8

Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran,
seperti :
1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran
kepada laki-laki lain yang menjadi wali wanita, lalu dia bisa
menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu pula.
2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut
wanita pelacur.
3. Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur
kepada laki-laki lain hingga mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil.
Lalu sang suami mengambil istrinya kembali bila menghendaki,
karena sang suami menghendaki kelahiran seorang anak yang pintar
dan baik.
4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan
peperangan. Untuk pihak yang menang, bisa menawan wanita dari
pihak yang kalah dan menghalalkannya menurut kemauannya.
Banyak lagi hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan laki-laki
yang diluar kewajaran. Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa
jahiliyah ialah poligami tanpa ada batasan maksimal, berapapun banyaknya istri
yang dikehendaki. Bahkan mereka bisa menikahi janda bapaknya, entah karena
dicerai atau karena ditinggal mati. Hak perceraian ada ditangan kaum laki-laki
tanpa ada batasannya.13
Maka tidak heran, jika peperangan antar suku menjadi ciri khas
masyarakat ini. Rendahnya harga wanita seakan-akan menjadi akibat dari keadaan
masyarakat yang suka berperang tersebut.
Akibat tradisi peperangan ini, kebudayaan mereka tidak berkembang.
Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab pra Islam langka didapatkan di dunia Arab
dan dalam bahasa Arab. Ahmad Shalabi menyebutkan, sejarah mereka hanya
dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam. 14
Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar di kalangan para pe13

http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, diunduh 24 Maret 2014.
A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, buku I, terj. M. Sanusi Latief ,
1983, Jakarta: Pustaka Al-Husna, hal. 29.
14

Bangsa Arab Pra-Islam | 9

rawi syair. Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat Arab dapat diketahui,
yang antara lain bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi
kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.
Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat
badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrahnya. Kemurniannya terjaga, jauh
lebih murni dari bangsa-bangsa lain. Dasar-dasar kehidupan mereka mungkin
dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalam taraf
permulaan perkembangan budaya. Bedanya dengan bangsa lain, hampir seluruh
penduduk badui adalah penyair.15
Lain halnya dengan penduduk kota yang memiliki kemajuan peradaban,
sejarah mereka dapat diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan
seiring dengan perubahan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Mereka telah
mampu berkarya seperti membuat alat-alat dari besi, bahkan sampai mendirikan
kerajaan-kerajaan. Sampai pada lahirnya Nabi Muhammad, daerah-daerah
tersebut masih merupakan kota-kota perniagaan, sebagaimana diketahui bahwa
daerah tersebut merupakan jalur perdagangan antara Eropa dan Asia.
Sebagaimana masyarakat badui, penduduk daerah ini juga mahir bersyair.
Biasanya, syair-syair dibacakan di pasar-pasar, semacam pagelaran pembacaan
syair, seperti yang terjadi di pasar ukaz. Bahasa mereka kaya dengan ungkapan,
tata bahasa dan kiasan.16
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di
antara kita perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian.
Pengertian yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan
kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan
minimnya moralitas.17
D. KONDISI EKONOMI BANGSA ARAB
Perdagangan

merupakan

unsur

penting

dalam

Gustav Leboun, Hadarat al-‘Arab, Kairo: Matba‘ah ‘Isa al-Babi al-Halabi, hal.
72.
16
Badri Yatim, Sejarah Peradaban, hal. 12.
17
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24
Maret 2014.
15

Bangsa Arab Pra-Islam | 10

perekonomian masyarakat Arab pra Islam. Mereka telah lama
mengenal perdagangan bukan saja dengan orang Arab, tetapi
juga dengan non-Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra
Islam dimungkinkan antara lain karena pertanian yang telah
maju. Kemajuan ini ditandai dengan adanya kegiatan eksporimpor yang mereka lakukan. Para pedagang Arab selatan dan
Yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah mengadakan
transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Komoditas ekspor
Arab selatan dan Yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu,
minyak

wangi,

kulit

binatang,

buah

kismis,

dan

anggur.

Sedangkan yang mereka impor dari Afrika adalah kayu, logam,
budak; dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang;
dari Persia adalah intan.18
Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada
perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai
pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah mengetahui jalan-jalan
yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.19
Data ini menunjukkan bahwa perdagangan merupakan urat
nadi perekonomian yang sangat penting sehingga kebijakan
politik yang dilakukan memang dalam rangka mengamankan
jalur perdagangan ini.
Faktor-faktor yang mendorong kemajuan perdagangan Arab
pra Islam sebagaimana dikemukakan Burhan al-Din Dallu adalah
sebagai berikut:
1. Kemajuan

produksi

lokal

serta

kemajuan

aspek

pertanian.
2. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi
yang paling bergengsi.
Syafiq A. Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam, I, 2002, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, hal. 15.
19
http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/pendidikan-islam-pada-masa-rasulullah.html, diunduh
24 Maret 2014.
18

Bangsa Arab Pra-Islam | 11

3. Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian
perdagangan lokal maupun regional antara pembesar
Hijaz di satu pihak dengan penguasa Syam, Persia dan
Ethiopia di pihak lain.
4. Letak geografis Hijaz yang sangat strategis di jazirah
Arab.
5. Mundurnya

perekonomian

dua

imperium

besar,

Byzantium dan Sasaniah, karena keduanya terlibat
peperangan terus menerus.
6. Jatuhnya Arab selatan dan Yaman secara politis ke
tangan orang Ethiopia pada tahun 535 Masehi dan
kemudian ke tangan Persia pada tahun 257 M.
7. Dibangunnya pasar lokal dan pasar musiman di Hijaz,
seperti Ukaz, Majna, Zu al-Majaz, pasar bani Qainuna,
Dumat al-Jandal, Yamamah dan pasar Wahat.
8. Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di
utara Hijaz dan laut merah.
9. Terisolasinya perdagangan orang Ethiopia di laut merah
karena diblokade tentara Yaman pada tahun 575 M.20
Data-data yang dikemukakan Dallu menunjukkan bahwa
antara ekonomi dan politik tidak dapat dipisahkan dalam konteks
kehidupan

masyarakat

Arab

pra-Islam.

Kehidupan

politik

Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan dalam
memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz,
karena kedua kerajaan ini sangat berkepentingan terhadap jalur
perdagangan ini.
Di lain sisi, Mekkah dimana terdapat ka’bah yang pada
waktu itu sebagai pusat kegiatan agama, telah menjadi jalur
perdagangan internasional.21 Hal ini diuntungkan oleh posisinya
Burhan al-Din Dallu, Jazirat al-‘Arab Qabl al-Islam, 1989, Beirut, hal. 129-130.
Montgomery Watt, Muhammad at Mecca, 1956, Oxford: Oxford University
Press, hal. 2-3.
20
21

Bangsa Arab Pra-Islam | 12

yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan
yang menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari
Yaman ke Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya Mekkah
didirikan sebagai pusat perdagangan lokal di samping juga pusat
kegiatan agama. Karena Mekkah merupakan tempat suci, maka
para pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan
mereka harus menghentikan segala permusuhan selama masih
berada di daerah tersebut. Untuk menjamin keamanan dalam
perjalanan

suatu

sistem

keamanan

di

bulan-bulan

suci,

ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya.22 Keberhasilan
sistem ini mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang
pada

gilirannya

menyebabkan

munculnya

tempat-tempat

perdagangan baru.
Dengan posisi Mekkah yang sangat strategis sebagai pusat
perdagangan bertaraf internasional, komoditas-komoditas yang
diperdagangkan tentu saja barang-barang mewah seperti emas,
perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan
lain-lain. Walaupun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah
pada mulanya para pedagang Quraish merupakan pedagang
eceran, tetapi dalam perkembangan selanjutnya orang-orang
Mekkah memperoleh sukses besar, sehingga mereka menjadi
pengusaha di berbagai bidang bisnis.23
E. KONDISI POLITIK BANGSA ARAB
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab
adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur.
Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab,
bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan
Ahmad Mujahidin, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik dengan
Negara-Negara Sekitarnya”, Maret 2003, Jurnal Akademika, Volume 12,
Nomor 2, hal. 12-13.
23
Ibid, 13.
22

Bangsa Arab Pra-Islam | 13

faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan serta adanya
tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa
loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah
kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal
konsep negara.24
Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur
masyarakat Arab pra Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak tertulis.
Sehingga pemimpin tidak mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman
pada anggotanya.25 Namun dalam bidang perdagangan, peran pemimpin suku
sangat kuat. Hal ini tercermin dalam perjanjian-perjanjian perdagangan yang
pernah dibuat antara pemimpin suku di Mekkah dengan penguasa Yaman,
Yamamah, Tamim, Ghassaniah, Hirah, Suriah, dan Ethiopia.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai
sistem keturunan paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis
dihadapan orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga
kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain,
hingga tak jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan
dan pujian tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang
memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga
kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang
bersaing mencari simpati.26
Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model
kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih
antara sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya dari
anggota yang masih memiliki hubungan famili. Fungsi pemerintahan Shaikh ini
lebih banyak bersifat penengah (arbitrasi) daripada memberi komando. Shaikh
tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau
mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga
‘Abd al-‘Azīz al-Dawrī, Muqaddimah fī Tarīkh Ṣadr al-Islam, 2007, Beirut:
Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah, hal. 41.
25
R.A Nicholson, A Literary History of The Arabs, 1997, Cambridge: Cambridge
University Press, hal. 83.
26
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, diunduh 24 Maret 2014.
24

Bangsa Arab Pra-Islam | 14

suku secara individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain.27
F. AGAMA BANGSA ARAB PRA-ISLAM
Faktor alam merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi kehidupan
beragama pada suatu bangsa. Hal itu dapat dibuktikan oleh penyelidik-penyelidik
ilmiah yang menunjukkan bahwa Jazirah Arab dahulunya subur dan makmur.
Karena faktor alam itu pula boleh jadi rasa keagamaan telah timbul pada bangsa
Arab semenjak lama. Semangat keagamaan yang amat kuat pada bangsa Arab
itulah yang menjadi dorongan mereka untuk melawan dan memerangi agama
Islam di saat Islam datang. Mereka memerangi agama Islam karena mereka amat
kuat berpegang dengan agama mereka yang lama yaitu kepercayaan yang telah
mendarah daging pada jiwa mereka. Andaikata mereka acuh tak acuh dengan
agama, tentu mereka membiarkan agama Islam berkembang, tetapi kenyataannya
tidak demikian. Agama Islam mereka perangi mati-matian sampai mereka kalah.
Sampai saat ini pun bangsa Arab, baik dia seorang ulama atau tidak,
terhadap agamanya mereka sangat bersemangat. Agama itu disiarkan serta dibela
dengan sekuat tenaganya. Semangat beragama mereka umumnya bersifat kulitnya
saja. Adapun ibadah dan praktik-praktik keagamaan sering ditinggalkan oleh Arab
Badui. Watak mereka yang amat mencintai hidup bebas dari keterikatan menjadi
sebab mereka ingin bebas dari aturan agama. Mereka sudah lama merasa bosan
dan kesal terhadap agamanya karena dianggap sebagai pengikat kemerdekaannya
sehingga selalu menyelewengkan agama mereka sendiri.28
Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Paganisme,
Yahudi, dan Kristen merupakan ragam agama orang Arab pra Islam. Pagan adalah
agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk ada
di sekitar Ka’bah. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala itu: sanam,
wathan, nusub, dan hubal.
Sanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga
Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi,
Sosial, Budaya dan Peranan Islam, terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya,
hal. 10.
28
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/kehidupan-bangsa-arab-sebelumdatangnya.html, diunduh 24 Maret 2014.
27

Bangsa Arab Pra-Islam | 15

dibuat dari batu. Nusub adalah batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Hubal
berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik. Dialah dewa orang Arab yang
paling besar dan diletakkan dalam Ka’bah di Mekah. Orang-orang dari semua
penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan caracara ibadahnya sendiri-sendiri.29 Ini membuktikan bahwa paganisme sudah
berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetap
tidak terusik, baik pada masa kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya
kristenisasi yang muncul di Syiria dan Mesir.30
Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan
Yaman. Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama
ini di Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Dzū Nuwās merupakan penguasa Yaman
yang condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi.
sehingga kalau mereka menolak, maka akan dibunuh. Namun yang terjadi justru
menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang api di dalamnya. Mereka
dimasukkan ke dalam parit itu, serta dibunuh dengan pedang atau dilukai sampai
cacat bagi yang selamat dari api tersebut. Korban pembunuhan itu mencapai dua
puluh ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan
dalam al-Quran dalam kisah “orang-orang yang membuat parit” (Ashab alUkhdud).31

        
   
4. binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit[1567],
5. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
6. ketika mereka duduk di sekitarnya,
[1567] Yaitu pembesar-pembesar Najran di Yaman.
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, 2011.
Jakarta; Litera Antar Nusa, hal. 19-20.
30
M.M. al-A‘zamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, 2005.
Jakarta: Gema Insani, hal. 23.
31
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, hal. 10-11. Lihat: AlQur-an, 85 (al-Buruj): 4-6.
29

Bangsa Arab Pra-Islam | 16

Sedangkan Agama Kristen di jazirah Arab dan sekitarnya sebelum
kedatangan Islam tidak ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang
tampak hanyalah pertikaian di antara sekte-sekte Kristen. Menurut Muhammad
‘Abid al-Jābirī, al-Quran menggunakan istilah “Nasara” bukan “al-Masihiyah”
dan “al-Masihi” bagi pemeluk agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi
(Katolik, Ortodoks, dan Evangelis) istilah “Nasara” adalah sekte sesat, tetapi bagi
ulama Islam mereka adalah “Hawariyun”. Para misionaris Kristen menyebarkan
doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhab-madhab filsafat dan
aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan
pertentangan antara misionaris dan pemikir Yunani yang memunculkan usahausaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu pada akal dan doktrin
Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen
yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk jazirah Arab dan
sekitarnya.32
Sekte Arius menyebar di bagian selatan jazirah Arab, yaitu dari Suria dan
Palestina ke Irak dan Persia. Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjurupenjuru jazirah Arab yang memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai di
Mekah, baik melalui misionaris atau pedagang Quraish yang berhubungan terusmenerus dengan Syam, Yaman, dan Habashah.33 Tetapi salah satu sekte yang
sejalan dengan tauhid murni agama samawi adalah sekte Ebionestes.34
Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga
agama di atas adalah Hanifiyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama
Ibrahim yang murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhalaberhala, juga tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui
keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah
adalah Hanifiyah, sebagai aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar
luas ke berbagai penjuru Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu
Muhammad ‘Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut:
Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah, hal. 38-46.
33
Ibid, 58.
34
Ibid, 41-42.
32

Bangsa Arab Pra-Islam | 17

Yathrib, Taif, dan Mekah.35

Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003.
Yogyakarta: LKiS, hal. 15-16.
35

Bangsa Arab Pra-Islam | 18

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari paparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa:
1.

Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah.
Dalam Islam, periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemunduran
dalam kehidupan beragama.

2.

Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut berbagai macam
agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup.

3.

Negeri Yaman adalah tempat tumbuh kebudayaan yang amat penting
yang pernah berkembang di Jazirah Arab sebelum Islam datang.

4.

Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada
perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian.

5.

Masa Jahiliyah bukan berarti masa dimana Bangsa Arab yang belum
mengetahui apapun. Namun masa ketika kemajuan peradaban Bangsa
Arab tanpa disertai kemajuan moralnya.

Bangsa Arab Pra-Islam | 19

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.
‘Abd al-‘Azīz al-Dawrī, Muqaddimah fī Tarīkh Ṣadr al-Islam, 2007, Beirut:
Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah.
A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, buku I, terj. M. Sanusi Latief ,
1983, Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah.
Ahmad Mujahidin, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik
dengan Negara-Negara Sekitarnya”, Maret 2003, Jurnal Akademika, Volume 12,
Nomor 2.
Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta: Logos.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Press.
Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi,
Sosial, Budaya dan Peranan Islam, terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya.
Burhan al-Din Dallu, Jazirat al-‘Arab Qabl al-Islam, 1989, Beirut.
Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008,
Malang: UIN Malang Press.
Gustav Leboun, Hadarat al-‘Arab, Kairo: Matba‘ah ‘Isa al-Babi al-Halabi.
Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003.
Yogyakarta: LKiS.
M.M. al-A‘zamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi,
2005. Jakarta: Gema Insani.
Montgomery Watt, Muhammad at Mecca, 1956, Oxford: Oxford University
Press.
Muhammad ‘Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut:
Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah.
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah,
2011. Jakarta; Litera Antar Nusa.

Bangsa Arab Pra-Islam | 20

Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riadi, 2010, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
R.A Nicholson, A Literary History of The Arabs, 1997, Cambridge:
Cambridge University Press.
Syafiq A. Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, I, 2002, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
http://emhasemarangan.blogspot.com/2010/02/rahasia-sukses-dakwahrasulullah.html, diunduh 24 Maret 2014.
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-padaperiode.html, diunduh 24 Maret 2014.
http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/pendidikan-islam-pada-masarasulullah.html, diunduh 24 Maret 2014.
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/kehidupan-bangsaarab-sebelum-datangnya.html, diunduh 24 Maret 2014.
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, diunduh 24
Maret 2014.

Bangsa Arab Pra-Islam | 21