Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN
JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM
PENGANGKUTAN DI DARAT

A. Pengirim Barang dan Hubungannya dengan Pengguna Jasa.
Pengangkutan merupakan salah satu hal yang vital dalam kehidupan manusia,
baik dalam perdagangan maupun untuk melakukan pengiriman barang. Ketentuan
mengenai pengangkutan dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (selanjutnya disebut KUHD), dan dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009, pengiriman barang adalah pihak yang mengikatkan diri untuk
membayar provisi atas barang yang dikirim.
Pengertian Pengiriman Barang adalah merupakan rangkaian kegiatan
pemindaian barang atau penumpang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan
sebagai tempat penurunan pembongkaran barang muatan. 16 Adapun peristiwa
hukum pengangkutan meliputi empat pokok kajian, yaitu: serangkaian perbuatan
hukum mengenai cara terjadi perjanjian, pengangkutan, saat terjadinya perjanjian
pengangkutan, pembuktian dengan dokumen pengangkutan.17
Pengiriman barang dari satu tempat ke tempat lain dilakukan oleh Perusahaan
jasa pengiriman yang merupakan sebuah kegiatan bisnis yang bertujuan untuk
mengirim atau menyalurkan produk kepada penerima barang sehingga akan

memperoleh suatu kepuasan (satis faction) yaitu dengan mengirimkan barang
pemilik ketempat yang dituju dengan jangka waktu yang singkat dan biaya yang
16

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti. Bandung,
2008, hal.48.
17
HS.Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innoninaat di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta. 2003. hal. 35.

Universitas Sumatera Utara

minimum, hal tersebut dilakukan Perusahaan jasa pengiriman barang untuk
mencapai suatu kepuasan terhadap pemilik barang.
Melihat kepada definisi pengiriman barang maka dapat diketahui ada
hubungan hukum antara perusahaan penyedia jasa pengirim barang JNE dengan
masyarakat pengguna jasa tersebut, dengan adanya hubungan hukum antara para
pihak akan menimbulkan suatu perikatan, hubungan hukum yang terjadi antar
para pihak juga akan menimbulkan hak dan kewajiban.
Perikatan yang timbul akibat hukum antar para pihak terjadi karena

disetujuinya persyaratan terhadap benda yang akan dikirim oleh JNE. Dimana
pengirim membayar biaya pengiriman itu sebagai persetujuan dapat dilihat dengan
distempelnya sampul kiriman yang bersangkutan, dengan demikian maka oleh
JNE timbullah hubungan hukum para pihak yaitu pihak JNE dengan pemilik
barang.
Hak dan kewajiban dari para pihak muncul karena pihak pengirim berjanji dan
menempelkan resi pada barang yang akan di kirim, dengan penempelan resi
tersebut dapat dipandang bahwa yang bersangkutan telah mengikatkan dirinya
dengan pihak JNE, selanjutnya cepat tidaknya pengiriman barang tersebut
dilakukan tergantung kepada jenis ongkos kirim berdasarkan cara penghitungan
ongkosnya yaitu ongkir progresif, ongkir regresif dan ongkir volumetrik. Ternyata
ongkos kirim paket barang tidak hanya ditentukan ketiga cara tersebut. Tetapi
juga tergantung jenis layanannya, yaitu ongkos kirim yang dibedakan berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

kecepatan waktu pengantaran atau pengirimannya. 18 Dipenuhinya ketentuan
mengenai penempelan resi tersebut, maka pihak pengirim dipandang telah
membayar ongkos pengiriman atau dengan kata lain telah memenuhi
kewajibannya. Pihak JNE sebagai sarana pengiriman berhak atas ongkos kirim,

berupa pembayaran perangko dari pihak pengirim. Dan sebagai imbalan atas
haknya itu pihak JNE berkewajiban untuk mengankut dan melakukan pengiriman
barang dengan selamat sampai ke tempat tujuan.
D. Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Menurut
Peraturannya.
Perusahaan jasa memiliki tanggung jawab dalam arti liability yang dapat
diartikan sebagai tanggung gugat dan merupakan bentuk spesifik dari tanggung
jawab hukum menurut hukum perdata. Tanggung gugat merujuk pada posisi
seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu kompensasi
atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum.19
Tanggung jawab itu timbul akibat Perjanjian yang dilakukan para pihak dan
harus memenuhi beberapa syarat seperti harus ada barang tertentu dan ada pihakpihak yang mengadakan perjanjian itu, karena tanpa adanya pihak-pihak tersebut
maka perjanjian itu tidak mungkin ada. Demikian pula halnya pada perjanjian
pengangkutan, karena tanpa adanya yang mengadakan perjanjian pengangkutan
tidaklah akan ada (lahir). Kewajiban ganti rugi bagi pelaku usaha yang didasari
oleh undang- undang menyatakan bahwa pelaku usaha harus terlebih dahulu

18

http://www.bisniskurir.com/2014/07/beda-layanan-beda-ongkirnya.html, diakses

tanggal 1 September 2016.
19
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2008, hlm. 258

Universitas Sumatera Utara

dinyatakan berada dalam keadaan lalai (ingebrekestelling). Lembaga “pernyataan
lalai” ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada suatu fase, dimana
pelaku usaha dinyatakan ingkar janji atau telah melakukan wanprestasi. Pasal
1234 KUHPerdata menyatakan bahwa perikatan ditujukan untuk:
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu.
Ridwan Syahrani, berpendapat bahwa perjanjian dimana prestasinya
berupa memberi sesuatu atau untuk berbuat sesuatu, apabila debitur tidak
memenuhi kewajibannya, maka untuk pemenuhan prestasi tersebut debitur harus
lebih dahulu diberi teguran agar ia memenuhi kewajibannya, debitur yang tidak
memenuhi prestasi setelah diberi teguran maka ia dianggap telah wanprestasi.20
Pada mulanya pengaturan mengenai bagaimana caranya memberikan

teguran terhadap pelaku usaha untuk memenuhi prestasi diatur di dalam Pasal
1238 KUHPerdata, namun setelah dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) nomor 3 tahun 1963 tertanggal 5 september 1963, maka
ketentuan dalam pasal 1238 tersebut menjadi tidak berlaku lagi.
Ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada pelaku usaha
yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan
penggantian kerugian berupa biaya dan rugi. Biaya adalah segala pengeluaran
atau perongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh konsumen, sedangkan
rugi adalah segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang
milik konsumen akibat kelalaian pelaku usaha. 21 Pelaku usaha yang dianggap
telah melakukan wanprestasi dapat dituntut untuk membayar ganti kerugian,
20
21

Ibid,hal.229
Ibid, hal

Universitas Sumatera Utara

namun jumlah besarnya ganti kerugian yang dapat dituntut pemenuhannya

kepada pelaku usaha dengan dibatasi oleh undang-undang. Beberapa alasan yang
dapat menjadikan pelaku usaha melakukan wanprestasi yaitu:
1. Overmacht
2. Alasan timbal balik
3. Pelepasan Hak

Pelaku usaha pengiriman barang dalam melakukan wanprestasi dapat
mempunyai alas an overmachtrelative yaitu suatu keadaan memaksa yang dapat
dicari jalan keluarnya.22
Perjanjian pengangkutan dapat di definisikan sebagai perjanjian timbal
balik antara pengangkut dengan pengirim barang, dimana pengangkut
mengikatkan dirinya untuk memberikan pengangkutan barang dari suatu tempat
ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan tepat pada waktunya, sedangkan
pengirim mengikatkan diri untuk membayar ongkos (uang angkutan) sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati, menurut ketentuan Pasal 186 UU No. 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Perusahaan angkutan umum
yang dalam hal ini perusahaan pengiriman barang wajib mengankut barang yang
akan dikirim setelah disepakatinya perjanjian angkutan dan/atau dilakukan
pembayaran biaya angkutan oleh pengirim barang.
Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan dibagi atas dua, yaitu pihak

pengangkut dan pihak pemilik barang adalah pengangkut dan pengirim. Dengan

22

Subekti. R, Op.Cit, hal 25

Universitas Sumatera Utara

kata lain bahwa, pengangkut dan pengirimlah yang mengadakan perjanjian
pengangkutan.23
Setelah para pihak mengikatkan diri maka akan muncul suatu tanggung
jawab pengangkut dapat didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan
untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang
serta pihak ketiga.24 Pertanggung jawaban yang harus ditanggung Perusahaan jasa
pengiriman barang muncul akibat kelalaian saat pengangkutan, kelalian tersebut
dapat berupa rusaknya barang saat pengiriman, hilangnya barang saat pengiriman,
atau barang yang dikirim sudah sampai akan tetapi tidak tepat waktu. Setiap
kelalaian tersebut akan ditanggulangi dengan cara yang berbeda seperti ganti rugi
sepenuhnya atas barang yang hilang, dan upaya lainnya.
Perusahaan jasa pengiriman barang dapat ditemukan dalam ketentuan

KUHD diatur dalam:
a. Pasal 468 KUHD
Ayat 1 “Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang harus
diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut”.
Ayat 2 (a) “Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang
diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.
Ayat 2 (b) “Tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim,
bila tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:
1. Suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya.
2. Sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.
23
24

Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, hal. 17
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Pasal 1 ayat (3)

Universitas Sumatera Utara

3. Suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.”
Ayat 3 : “Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :

1. segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan pengangkut itu.
2. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.
3. segala

barang

(alat-alat)

yang

dipakainya

untuk

menyelenggarakan

pengangkutan itu.”
b. Pasal 477 KUHD
Ketentuan Pasal 447 KUHD merumuskan “pengangkut bertanggung jawab
untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang

diangkut kecuali apabila dibuktikan keterlambatan itu disebabkan karena suatu
malapetaka yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya”.
c. Khusus untuk rusaknya barang, pengangkut bebas dari tanggung jawab
apabila dapat membuktikan rusaknya barang itu karena cacat barang atau
karena kesalahan pengirim.
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam
melindungi pemilik barang, dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen,
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab
dan seberapa tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.25
Prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Prinsip Tanggung Jawab karena kesalahan (liability based on fault).
Prinsip ini sudah cukup lama berlaku, baik dalam hukum pudana maupun
25

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia . Jakarta: PT Grasindo, 2005,

hal. 72

Universitas Sumatera Utara


hukum perdata. Dalam sistem hukum perdata kita misalnya, ada prinsip
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana terdapat
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tanggung jawab
seperti ini kemudian diperluas dengan vicarious liability, yakni tanggung
jawab majikan, pimpinan perusahaan terhadap pegawainya atau orang tua
terhadap anaknya, sebagimana diatur dalam pasal 1367 KUH Perdata.
b. Prinsip Praduga Bertanggung Jawab (presumption of liability principle).
Seseorang atau tergugat dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat
membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Dengan demikian beban
pembuktian ada padanya. Asas ini lazim pula disebut sebagai pembuktian
ada padanya, asas ini lazim pula disebut sebagi pembuktian terbalik
(omkering van bewijslast).
c. Prinsip Praduga Tidak Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of
Nonliability Principle). Prinsip ini menggariskan bahwa tergugat tidak

selamanya bertanggung jawab.
d. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability). Prinsip ini merupakan
kebalikan dari prinsip pertama. Dengan prinsip ini tergugat harus
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen tanpa harus
membuktikan ada tidaknya kesalahan pada dirinya.
e. Prinsip Tanggung Jawab Terbatas (limitation of liability) . Prinsip ini
menguntungkan para pelaku usaha karena mencantumkan klausul
eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.

Universitas Sumatera Utara

Prinsip tanggung jawab terbatas ini sangat merugikan konsumen bila
ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha, seharusnya pelaku usaha tidak boleh
secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk
membatasi maksimal tanggung jawab. Jika ada pembatasan mutlak harus
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.26
Sebagaimana diketahui bahwa peraturan perundang-undangan mengatur
beberapa kewajiban yang harus dipatuhi oleh perusahaan pengangkutan dalam
menjalankan usahanya. Apabila dalam melaksanakan kewajibannya itu terjadi
pelanggaran maka tentu saja tanggung jawab sepenuhnya menjadi milik pihak
Perusahaan Pengangkut, yaitu:
1. Bertanggung jawab atas barang yang hilang/dicuri dan memberikan Ganti
kerugian yang diderita pemilik barang
2. Bertanggung Jawab Terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan

Sopir/Pekerjanya27
Adapun penjabaran dari kewajiban itu, yaitu:
1. Bertanggung jawab atas barang yang hilang/dicuri dan memberikan Ganti
kerugian yang diderita pemilik barang
Jika barang yang diangkut hilang/dicuri atau mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh kesalahan atau keteledoran perusahaan pengirim, maka harus
bertanggung jawab atas hal tersebut. Adapun posisi pengangkut di sini terkait
dengan terjadinya hilangnya barang karena lalai atau kekurang hati-hatian

26

Shidarta. Op. Cit, hal 50
http://www.Gultomlawconsultants.com/tanggung-jawab-perusahaan-jasa-pengangkutandalam pengangkutan-barang-di-darat-dalam-hal-terjadinya-hilang-dicurinya-barang/. Diakses pada
tanggal 21 juni 2016 pada pukul 13:15 WIB.
27

Universitas Sumatera Utara

Pengangkut dalam memverifikasi identitas asli sang sopir, terbukti dengan fakta
di lapangan bahwa KTP, SIM dan SKCK milik sang Supir adalah palsu,
disamping itu Pengangkut gagal memonitorisasi dan melakukan pengawasan
terhadap kinerja sang sopir yang menyebabkan hilangnya barang. Tindakan ini
berdampak kerugian kepada Pemilik Barang sehingga Pengangkut wajib
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1366
KUHPerdata yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya”
Tanggung Jawab mengganti kerugian ini diperjelas kembali dalam Pasal
188 UU No.22 Tahun 2009, yang berbunyi: “Perusahaan Angkutan Umum wajib
mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena
lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.” Berdasarkan ketentuan tersebut
dapat diketahui bahwa Perusahaan pengiriman barang memiliki kewajiban untuk
melakukan ganti rugi akibat kelalaian yang ditimbulkan oleh perusahaan itu
sendiri.
Perihal ganti kerugian atas barang yang hilang tersebut diperjelas dalam
Pasal 193 UU No. 22 Tahun 2009 bersangkutan yang berbunyi: “Perusahaan
Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim
barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan
angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang
disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau
kesalahan pengirim.”

Universitas Sumatera Utara

Adapun yang menjadi peringan bagi Perusahaan Jasa Pengangkut Barang
untuk menghindari ganti kerugian ini tentunya jika mereka dapat membuktikan
bahwa musnah atau hilangnya barang yang diangkut tersebut merupakan suatu
peristiwa yang tidak dapat dicegah/dihindari (overmacht) atau kesalahan
pengirim.
2. Bertanggung Jawab Terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan
Sopir/Pekerjanya
Perusahaan Pengangkut juga harus bertanggung jawab atas perbuatan sopir
yang dipekerjakannya. Pasal 1367 KUHPerdata adalah landasan utama bagi
pertanggung jawaban tersebut, dimana seorang majikan (employer) bertanggung
jawab secara tidak langsung terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan
pekerjanya sejauh hal tersebut terjadi dalam konteks pekerjaan. Adapun bunyi
pasal tersebut sebagai berikut: “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas
kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian
yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya
atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”
“Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan
urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan
atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orangorang itu.”
Aturan hukum mengenai pertanggung jawaban suatu perusahaan jasa
pengangkutan barang terhadap perbuatan pekerjanya diperkuat kembali dalam
Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Jalan yang berbunyi:

Universitas Sumatera Utara

“Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan
oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan
angkutan.”
Berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 UU No. 22 Tahun
2009 tersebut di atas dapat dikaitkan atau timbul dua bentuk pertanggung
jawaban terkait adanya kehilangan barang yang dilakukan oleh pekerja dalam
suatu perusahaan yaitu antara lain:
1) Tanggung jawab terhadap perbuatan orang lain
Tentunya ini terkait dengan timbulnya tanggung jawab Perusahaan
Pengangkut terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh Pekerjanya yang
dalam hal ini sang Supir. Dalam Paragraf pertama Pasal 1367 KUHPerdata
menjelaskan tanggung jawab ini secara jelas, dimana ditentukan terciptanya
suatu tanggung jawab ketika seorang yang merupakan tanggungan lainnya
melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan kerugian terhadap pihak lain.
2) Tanggung jawab majikan (perusahaan) terhadap pekerjanya (sopir)
Bentuk pertanggung jawaban ini tercantum dalam paragraf ketiga Pasal 1367
KUHPerdata, dimana ditentukan bahwa pada dasarnya majikan atau suatu
perusahaan dibebankan suatu pertanggung jawaban terhadap setiap kerugian
yang disebabkan atau ditimbulkan oleh para pekerjanya dalam setiap
pelaksanaan tugas mereka.
3) Tanggung jawab yang terdapat dalam izin usahanya, yaitu terdiri dari:
a. Bertanggung jawab atas apa yang diperjanjikannya dan menyelesaikan
segala tuntutan yang sah;

Universitas Sumatera Utara

b. Bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari pengiriman
barang yang menggunakan dokumen-dokumen yang diterbitkannya;
c. Bertanggung jawab menyerahkan barang-barang yang diurusnya dan
menutup asuransi terhadapnya
Perusahaan jasa pengangkutan juga bertanggung jawab atas penyerahan
barang-barang yang diurusnya sesuai syarat-syarat umum yang berlaku bagi
perusahaan jasa Pengurusan transportasi dan harus menutup asuransi usaha jasa
pengurusan transportasi yang memadai. Sanksi terhadap pelanggaran tanggung
jawab ini adalah pencabutan izin usahanya.
E. Pengaturan Hukum Tentang Pengiriman Barang
Lalu lintas sebagai salah satu jaringan penghubung selalu memiliki
keterkaitan dengan angkutan jalan, penggunaan angkutan jalan pada dasarnya
dapat di pergunakan oleh masyarakat untuk mengangkut orang dan barang,
ketentuan hukum mengenai pengiriman barang melalui jalur darat dapat di
temukan secara khusus dalam rumusan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ketentuan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan terdiri dari 22 bab dan 326 pasal yang mencabut ketentuan Undang-Undang
No.14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan. Pembentukan
Undang-Undang baru ini dibentuk dalam rangka mendukung pembangunan dan
integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umun
masyarakat. Ketentuan Undang-Undang ini juga sebagai bagian dari system
transportasi nasional dalam mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan

Universitas Sumatera Utara

kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan serta segala hal yang diangkut oleh
angkutan jalan tersebut.
Pengiriman barang sebagai salah satu bentuk pengangkutan yang diatur
dalam ketentuan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Pasal 4 huruf A mengatur tentang gerak pindah kendaraan, orang,
dan/atau barang, berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa dasar
aturan hukum pengiriman barang dalam pengangkutan melalui jalur darat dapat
dilandaskan kepada ketentuan pasal tersebut.
Seorang pemilik yang akan melakukan pengiriman barang membutuhkan
kendaraan sebagai alat pengangkutan, ketentuan UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 47
ayat (1) mengatur jenis kendaraan untuk pengangkutan, yaitu:
a. Kendaraan bermotor, adapun bentuk kendaraan bermotor yang dapat
dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang, yaitu: sepeda
motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, dan kendaraan
khusus.
b. Kendaraan tidak bermotor, adapun bentuk kendaraan tidak bermotor
yang dapat dipergunkan untuk pengangkutan orang atau barang, yaitu:
kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang dan kendaraan yang
digerakkan oleh tenaga hewan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan barang dengan kendaraan
bermotor dirumuskan dalam Pasal 137 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan yang merumuskan bahwa setiap pengangkutan barang
dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang. Melihat kepada

Universitas Sumatera Utara

ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa Perusahaan pengiriman barang yang
akan mengirim barang dari satu tempat ke tempat lain wajib menggunakan mobil
barang.
Barang yang akan diangkut oleh mobil barang dibedakan jenisnya menurut
UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan rumusan Pasal
160 yang membedakan angkutan barang umum dan angkutan barang khusus.
Ketentuan mengenai pengangkutan barang umum harus memenuhi ketentuan
Pasal 161 yang merumuskan prasarana jalan yang dilalui harus memenuhi kelas
jalan, tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan
membongkar barang dan menggunakan mobil barang. Ketentuan untuk barang
khusus harus memenuhi ketentuan yang di rumuskan dalam ketentuan pasal 162
ayat (1), yaitu:
a. Memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk
barang yang diangkut
b. Diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut
c. Memarkir kendaraan ditempat yang ditetapkan
d. Membongkar dan memuat abrang ditempat yang ditetapkan dan
dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang
diangkut
e. Beroperasi

pada

waktu

yang

tidak

mengganggu

keamanan,

keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan
f. Mendapat rekomendasi dari intansi terkait.

Universitas Sumatera Utara

Barang yang akan diangkut untuk dikirim akan melalui proses pengawasan
ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan dan
kelas jalan, pengawasan tersebut dilakukan terhadap pengemudi dan/atau
perusahaan pengiriman barang yang akan mengirimkan barang tersebut ketempat
tujuan melalui proses penimbangan, hal tersebut dirumuskan dalam ketentuan
Pasal 169 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Perusahaan angkutan umum yang dalam hal ini salah satunya perusahaan
pengiriman barang yang akan melakukan pengiriman barang juga terikat dengan
pengirim barang dalam ikatan perdata karena adanya kesepakatan dalam
pengiriman barang. Dasar perjanjian pengiriman barang telah diatur dalam Buku
III Burgerlijk Wetboek tentang Perikatan. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata
menyatakan bahwa : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Subekti
menyatakan, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
orang lain atau dua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal
yang menimbulkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya. 28
Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak ini maksudnya bahwa
setiap orang bebas menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian, sepanjang tetap
memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320

28

Subekti. R, Pokok-Pokok Hukum Perdata , Jakarta, PT Inter Masa, 2010, hal.22.

Universitas Sumatera Utara

KUHPerdata bahwa asas kebebasan berkontrak tidak melanggar ketertiban umum
dan kesusilaan.
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dijelaskan bahwa syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian yaitu:
1. Kesepakatan para pihak
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa
para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan
atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak
dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan. Persetujuan dapat dinyatakan
secara tegas maupun secara diam-diam. 29
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Seseorang yang akan melakukan perbuatan hukum dalam ketentuan
hukum perdata haruslah sudah cakap hukum, ketentuan tersebut diatur dalam
pasal 330 KUHPerdata untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal ini membuat
perjanjian ialah orang yang sehat akal pikiran yaitu orang yang tidak memiliki
keterbelakangan mental, tidak sakit jiwa atau gila dan juga bukan orang yang
pemboros Pasal 433 KUHPerdata. Selain itu orang yang cakap untuk melakukan
perbuatan hukum seperti membuat perjanjian adalah orang yang tidak dilarang
oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan hukum
tertentu, seperti orang yang sedang pailit dilarang untuk mengadakan perjanjian
utang-piutang.

29

MariamDarusBadrulzaman,KitabUndangUndangHukumPerdataBukuIIItentangHukum
PerikatandenganPenjelasannya , ,Alumni, Bandung, 2005, hal.6

Universitas Sumatera Utara

3. Suatu hal tertentu
Prestasi ialah sesuatu hal tertentu yang dapat menjadi objek dalam suatu
perjanjian. Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata Prestasi terdiri dari memberi
sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Syarat-syarat objek suatu
perjanjian diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata dimana suatu perjanjian harus:
a. Diperkenankan, artinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.
b. Tertentu atau dapat ditentukan, artinya prestasi tersebut harus dapat
ditentukan dengan jelas mengenai jenis maupun jumlahnya, atau setidaktidaknya dapat diperhatikan.
c. Mungkin

dilakukan, artinya

prestasi

tersebut

harus

mungkin

dilakukan menurut kemampuan manusia pada umumnya dan kemampuan
debitur pada khususnya.
4. Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya
suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian
tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau
terlarang, tidak mempunyai kekuatan.
Dua syarat yang pertama merupakan syarat yang bersifat subyektif,
sedangkan dua syarat yang terakhir merupakan syarat yang bersifat obyektif.
Subjektif dan objektif yaitu:30

30

R. Subekti. Op.Cit, hal 23.

Universitas Sumatera Utara

1. Syarat subjektif untuk sahnya perjanjian yaitu kesepakatan para pihak yang
melakukan perjanjian dan cakap hukum. Apabila syarat subjektif ini tidak
terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama para pihak tidak
membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku.
2. Syarat obyektif untuk sahnya perjanjian yaitu sesuatu hal tertentu dan suatu
sebab yang halal, hal ini berhubungan dengan objek yang diperjanjikan dan
yang akan dilaksanakan oleh para pihak sebagai prestasi atau utang dari para
pihak. Apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi
hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.
Para pihak dalam melakukan perjanjian baik itu pelaku usaha sebagai
produsen maupun konsumen, dalam melakukan perjanjian harus memenuhi
unsur-unsur perjanjian. Adapun unsur-unsur dari perjanjian tersebut adalah
sebagai berikut:31
1. Unsur esensialia merupakan sifat uang harus ada dalam perjanjian. Sifat yang
menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel),
seperti, persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian.
2. Unsur naturalia merupakan sifat bawaan (natuur ) perjanjian, sehingga secara
diam-diam melekat pada perjanjian, seperti, menjamin tidak ada cacat dalam
benda yang dijual (vrijwaring).
3. Unsur aksidentiali merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal
secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan
mengenai domisili para pihak.
31

MariamDarusBadruljaman,Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, CitraAdityaBakti,
2001,hal.74.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian di atas jasa perusahaan pengiriman barang termasuk
kedalam perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa yaitu suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak yang lain suatu kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu
tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir
disanggupi pembayarannya terdapat dalam Pasal 1548 KUHPerdata. Oleh karena
itu apabila perusahaan pengiriman barang tidak melakukan salah satu isi
perjanjian maka perusahaan dianggap telah melakukan wanprestasi.
Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi dalam setiap perikatan,
prestasi merupakan isi daripada perikatan, apabila debitur tidak memenuhi
prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian maka ia dikatakan
wanprestasi. Sementara itu, dengan wanprestasi, ataupun yang disebut juga
dengan istilah breach of contract yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan
prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak
terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan. 32
Riduan Syahrani, wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 (empat)
macam, yaitu:33
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi, artinya debitur sama sekali tidak
memenuhi perikatan atau dengan kata lain debitur tidak melaksanakan isi
perjanjian sebagaimana mestinya.

32

Prestasi dan Wanprestasi Dalam Hukum Kontrak, http://ocw.usu.ac.id,diakses tanggal
21 Juli 2016.
33
Riduan Syahrani, Beluk Beluk Dan Asas Asas Hukum Perdata, Edisi RevisiBandung,
Alumni, 2010,hal.228.

Universitas Sumatera Utara

2. Tidak tunai memenuhi prestasi atau prestasi dipenuhi sebagian, artinya bahwa
debitur telah memenuhi prestasi tetapi hanya sebagian saja, sedangkan
sebagian yang lain belum dibayarkan atau belum dilaksanakan.
3.

Terlambat memenuhi prestasi, bahwa debitur tidak memenuhi prestasi pada
waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian, walapun ia memenuhi prestasi
secara keseluruhan.

4.

Keliru memenuhi prestasi, artinya bahwa debitur memenuhi prestasi dengan
barang atau obyek perjanjian yang salah. Dengan kata lain prestasi yang
dibayarkan bukanlah yang ditentukan dalam perjanjian ataupun bukan pula
yang diinginkan oleh kreditur.
Apabila konsumen hanya menuntut ganti kerugian saja maka ia dianggap

telah melepaskan haknya untuk meminta pemenuhan dan pembatalan perjanjian,
sedangkan apabila konsumen hanya menuntut pemenuhan perikatan maka
tuntutan ini sebenarnya bukan sebagai sanksi atas kelalaian, sebab pemenuhan
perikatan memang sudah dari semula menjadi kesanggupan pelaku usaha untuk
melaksanakannya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

TANGGUNG JAWAB PT. TIKI JNE DALAM PENGIRIMAN BARANG TERHADAP KONSUMENNYA (Studi pada PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR Cab. Bandar Lampung)

2 31 69

Analisis Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Menggunakan Jasa Pengiriman Barang (Studi Kasus Pada Pt.Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (Jne) Medan

0 3 113

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang/Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

6 91 89

Analisis Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Menggunakan Jasa Pengiriman Barang (Studi Kasus Pada Pt.Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (Jne) Medan

0 0 10

Analisis Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Menggunakan Jasa Pengiriman Barang (Studi Kasus Pada Pt.Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (Jne) Medan

0 0 2

Analisis Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Menggunakan Jasa Pengiriman Barang (Studi Kasus Pada Pt.Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (Jne) Medan

0 2 6

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 0 7

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 0 1

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 2 14

Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

0 0 2