PS4C Tafsir Ayat Alquran Tentang Akunta

TafsirAyat-AyatIqtishadi
QS. Al-Baqarah : 283

Oleh:
1.Via Monica (15631091)
2.RaniYustari (15631070)

Dosen:
Hardivizon, M.Ag

Prodi PerbankanSyariah
JurusanSyariahdanEkonomi Islam
SekolahTinggi Agama Islam Negeri
STAIN CURUP
2016-2017

1

A. PENDAHULUAN
Pada dasarnya, kegiatan Akuntansi merupakan kegiatan mencatat. Dilanjutkan,
dengan menganalisa, menyajikan dan menafsirkan data keuangan dari aktivitasnya yang

berhubungan dengan produksi, pertukaran barang – barang dan jasa atau berhubungan
dengan pengelolaan dana. Bagi perusahaan yang bertujuan memperoleh keuntungan,
akuntansi memberikan metode untuk menentukan apakah lembaga tersebut memperoleh
keuntungan, atau sebaliknya menderita kerugian, sebagai hasil dan transaksi – transaksi
yang dilakukannya.
Akuntansi sebagai alat bantu manajemen (tools of management) dapat
memberikan informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan seperti
tercermin pada catatan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, catatan
keuangan dapat dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak – pihak yang
berkepentingan dengan data keuangan perusahaan. Karena fungsi utama sebagai pencatat
inilah banyak ekonom muslim yang merujuk Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] : 282
sebagai landasan utama akuntansi syariah. Dan ayat inilah yang dibahas dalam makalah
ini.

B. PEMBAHASAN
1. Ayat
a. Teks ayat Qs. Al-Baqarah ayat 282

ۚ ‫ف ۡٱكت‬


ٗ ‫يٓأي ٱل ين ءام ٓ ْا إ ا ت اي تم ب ۡين إل ٓ أج ٖل مس‬

‫ك تب أ ي ۡ تب ك‬

‫َ ي ۡأ‬

ۚ ۡ ‫ۡلي ۡ تب ۡبي مۡ ك ت ۢب ب ۡٱلع‬
2

‫ع ۡيه ۡٱلحق ۡليتق ٱّ به‬

ۚ ‫ع ه‬
‫ٱّ ف ۡ ي ۡ ت ۡب ۡلي ۡ ل ٱل‬

‫ع ۡيه ۡٱلحق فيي‬

ۡ ۡ‫َ ي‬
‫س م ۡ ه ش ۡي ۚ فن ك‬

ۡ‫أ‬


‫ٱل‬

ۚ ۡ ‫ي ل ه ف ۡ ي ۡ ۡل ليه ب ۡٱلع‬

‫ضعيي أ ۡ َ ي ۡستطيع أ‬

ٞ ‫ْا ش ي ۡين من ج ل مۡۖ فن لمۡ ي ن ج ۡين فر‬
‫جل‬
‫من ٱلش ٓاء أ تضل إ ۡح ى‬
َ ‫ٱلش ٓاء إ ا م ع ۚ ْا‬

ۡ ‫م ن ت ۡرض‬

‫ۡٱۡ ۡخر ۚ َ ي ۡأ‬

‫غييرا أ ۡ ك يرا إل ٓ أج ۚه ل مۡ أ ۡقسط ع‬
‫ت ر‬

ٓ ‫أ ۡ ن ٓ أَ ت ۡرت ب ٓ ْا إ‬

‫َ أ ت‬

ۗ ‫أَ ت ۡ ت ه‬

‫ب ۡي مۡ ف ۡيس ع ۡي مۡ ج‬

ۡ
‫ٱفت ۡش‬
‫ٱمۡ رأت‬

‫فت كر إ ۡح ى‬
‫ت ۡس ٓ ْا أ ت ۡ ت‬
‫لش‬

‫ٱّ أ ۡق‬

‫ح ضر ٗ ت ير ن‬

‫ۚ إ ت ۡيع ْا‬ٞ ‫ب َ ش ي‬ٞ ‫ٓ ْا إ ا ت ي ۡعتمۡۚ َ يض ٓ ك ت‬


‫أ ۡش‬

ۗ ‫ٱّ يع م‬
ۖ ‫فننه فس ۢق ب مۡۗ ٱتق ْا‬
‫يم‬ٞ ‫ٱّ ٱّ ب ل ش ۡيء ع‬
٢٨٢
b. Terjemahan
“Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka

3

hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan (apa
yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya, dan janganlah
ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mendiktekan,


maka

hendaklah

walinya

mendiktekan

dengan

jujur.Dan

persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu.Jika tak
ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi
mengingatkannya.Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil
maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu lebih adil
disisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu, (tulislah muamalah itu) kecuali jika muamalah itu

perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi
kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.Jika kamu lakukan
(yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu.Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu; dan Allah maha
Mengetahui segala sesuatu.”

c. Kata Kunci

‫ إ ا ت اي تم ب ۡين‬: apabila kamu bermu’amalah
ۚ ‫ف ۡٱكت‬

: hendaklah kamu menuliskannya

4

hendaklah orang yang berhutang

‫ۡلي ۡ ل‬


: itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu)

ۡ ۡ‫َ ي‬
‫س‬

: dan janganlah ia mengurangi

ۡ ‫ٱف‬
ۡ
‫تش‬

: dan persaksikanlah

ٗ ‫ت ر ح ضر‬

: perdagangan tunai

ۚۡ‫إِ ا ت ي ۡعتم‬

: apabila kamu berjual beli


‫ْا‬

d. Penafsiran
Dari uraian diatas, kami mengambil referensi dari beberapa mufassir untuk
memperkuat hasil tafsiran yang kami sajikan.
Dalam tafsir Al-Thabari dijelaskan, ayat ini memerintahkan supaya
menulis hutang piutang dengan adil.Dalam hal ini, adil menurut Qatadal yaitu
tidak mengurangi hak orang yang memberi hutang dan tidak menambah beban
hutang orang yang berhutang secara batil.1Hal ini diperkuat dengan tafsiran al
mishbah yaitu firman Allah yang menegaskan “Dan hendaklah seorang penulis
diantara kamu menulisnya dengan adil, yakni dengan benar, tidak menyalahi
ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku dalam masyarakat.Tidak juga
merugikan salah satu pihak yang bermuamalah.
Bagi seorang penulis, harus memiliki kriteria yaitu kemampuan menulis,
pengetahuan tentang aturan serta tata cara menulis perjanjian dan kejujuran.
Adapun tata cara pencatatan, diantaranya :

1


Hardi Vizon, Tafcvsir Ayat Ayat Ekonomi (LP2 STAIN Curup)., hlm 93

5

a. Orang mencatat utang-piutang harus adil, tidak memihak kepada salah satu
dari dua orang yang mengadakan transaksi, sehingga tidaklah ia menambah
hak salah satunya dan mengurangi hak yang lain.
b. Selain adil, orang yang mencatat juga harus memiliki ilmu tentang hukumhukum fiqh, tentang pencatatan hutang ( accounting ) karena pencatatan ini
akan menjadi bukti dan jaminan atas terjadinya transaksi itu.
c. Pencatatan itu disesuaikan dengan apa-apa yang didiktekan oleh orang
yang berhutang.
d. Hendaklah pendiktean hutang-piutang itu disertai ketakwaan kepada Allah,
dengan menyebutkan transaksi itu secara sempurna tanpa ada penambahan
atau pengurangan.
e. Hendaknya sipencatat tidak berbuat curang, karena terkadang manusia
rakus, sehungga brani mengurangi hak orang lain.
f. Jika orang berhutang lemah akalnya atau masih bayi atau lanjut usia atau
bodoh, maka urusan-urusannya diserahkan kepada walinya untuk
mendiktekan secara adil tanpa ada penambahan dan pengurangan.
g. Carilah dua orang laki-laki mukmin yang hadir saat itu untuk menjadi saksi

atas terjadinya transaksi hutang-piutang tersebut.
h. Jika tidak mendapati dua orang laki-laki, maka satu orang laki dan dua
orang perempuan tidak mengapa. Sekiranya salah satunya lupa karena
lemahnya persaksian perempuan dan sedikitnya kepercayaan manusia
terhadapnya, maka yang lain bisa mengingatkannya.

6

i. Berbeda dengan dua saksi laki-laki, apabila salah satunya lupa. Maka
persaksiannya ditolak. Sedangkan persaksian seorang yang lain tidak bisa
dianggap cukup untuk menguatkan kebenaran.
j. Ibrah dari rahasia syariat hukum mengenai jumlah saksi perempua adalah
karena mereka jarang disubukkan dengan transaksi perekonomian,
sehingga ingatan mereka lemah dalam hal ini. Berebeda debgan urusan
rumah tangga, ingatan mereka lebih kuat dari pada laki-laki. Meskipun
pada masa kni mereka sudah banyak berperan serta dalam transaksi
perekonomia, maka hukum ini tidak bisa berubah karenanya. Karena
hukum ini berlaku umum dan juga jumlah mereka sedikit pada setiap
generasi.
k. Janganlah

saksi-saksi

itu

enggan

bersaksi

ketika

sewaktu-waktu

dibutuhkan. Menurut Rrabi’ ayat ini turun berkenaan dengan seseorang
yang berkeliling diantara kerumunan orang-orang lalu ia mengajak mereka
untuk bersaksi. Akan tetapi tidak ada satupun yang mengikutinya.
l. Janganlah malas untuk mencatat, baik dalam jumlah yang kecil atau banyak
untuk menjelaskan waktu yang telah ditentukan. Ini patut menjadi kaudah
untuk semua transaksi masa kini. Oleh sebab itu, diperlukan buku-buku
khusus yang mencatat semua transaksi dan urusan serah terima.
m. Hukum-hukum tersebut diberlakukan untuk menegakkan keadilan dan
lebih menolong untuk menegakkan persaksian.2

2

Ibid., hlm 98

7

Perintah penulisan ini secara redaksional ditunjukan kepada orangorang beriman,tetapi yang dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi
utang-piutang,bahkan secara lebih khusus adalah yang berhutang. Ini agar yang
memberi piutang merasa lebih tenang dengan penulisan itu.Karena, menulisnya
adalah perintah atau tuntunan yang sangat dianjurkan, walau kreditor tidak
memintanya.3
Setelah menjelaskan tentang penulisan, uraian berikut menjelaskan tentang
persaksian baik dalam tulis menulis maupun selainnya.Yang dinamai saksi
adalah orang yang berpotensi menjadi saksi, walaupun saat itu dia belum
melaksanakan kesaksian, dan dapat juga secara aktual telah menjadi
saksi.Pembatasan ruang lingkup penelitian ditetapkan agar dalam penelitian
nanti fokus pada pokok permasalahan, sehingga diharapkan tujuan nanti tidak
menyimpang dari sasarannya.4
Dalam hutang piutang itu dihadirkan saksi yaitu dua orang laki – laki dan
jika tidak ada, maka dihadirkan satu orang laki-laki dan dua orang perempuan
yang secara suka rela menjadi saksi bagi kedua belah pihak.Saksi-saksi
tersebut diharapkan tidak memberikan kesaksian palsu agar tidak merugikan
kedua belah pihak yang berhutang dan pihak yang memberi hutang.Hal ini
diperkuat dengan tafsiran ibnu katsier yaitu, jika mereka bermuamalah hutang

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’a , Jakarta: Le tera Hati,2002 , hl .
731
4
HENDRIANTO, Hendrianto. Kepuasan Muzakki Terhadap Kualitas Pelayanan Zakat Pada BAZ (Badan Amil Zakat)
Kabupaten Kerinci. AL-FALAH : Journal of Islamic Economics, [S.l.], v. 1, n. 2, p. 163-186, dec. 2016. ISSN 25483102. Available at: . Date accessed: 04 may
2017.
3

8

piutang hendaknya ditulis, supaya jelas jumlahnya, waktunya, dan mudah
untuk persaksiannya.5

e. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari beberapa pendapat mufassir diatas, kami menyimpulkan
bahawa ayat ini menjelaskan tentang pihak yang melakukan utang-piutang
haruslah didampingi oleh beberapa saksi, dan saksi tersebut telas dijelaskan
syaratnya dalam penafsiran diatas, dan saksi yang dihadirkan haruslah adil dan
yang terpenting saksi haruslah seorang yang mukmin dan memahami ilmu fiqh.

f. Daftar Pustaka
Vizon Hardi, Buku Daras Tafsir Ayat – Ayat Ekonomi, Curup: LP2 STAIN Curup,
2013
Shihab M.Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2002
Bahreisy H.Salim, Bahreisy H.Said, Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1, Surabaya: PT.Bina
Ilmu
5

H. Salim Bahreisy dan Bahreisy H.Said, Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1, Surabaya:

PT.Bina Ilmu, hlm. 556

9