Review Pemanfaatan bakteri E.coli yang d

Review : Pemanfaatan bakteri E.coli yang diisolasi dari
Feses Itik untuk Menghasilkan Listrik dengan
Teknologi Mikroba Fuel Cells
Rieska Amilia
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya
085271876396, rieskamilia@gmail.com

Abstrak
Artikel ini merupakan tinjauan ulang meneganai Pemanfaatan
bakteri E.coli yang diisolasi dari Feses Itik untuk Menghasilkan Listrik
dengan Teknologi Mikroba Fuel Cells. Yang menghasilkan voltase sebesar
889mV efisiensi 81,1% pada suhu 37°C. Elektroda yang digunakan
adalah seng pada katoda dan tembaga pada anoda. Efisiensi dipengaruhi
oleh suhu dan kekuatan bakteri tersebut terhadap suhu. Karena untuk
mendapatkan voltase, maka mikroba tersebut harus mengalami
pergerakan(aktif) dalam melakukan metabolisme.

Kata kunci: microbial fuel cells, efisiensi mikroba fuel cells.
Abstract
This article is a review meneganai Utilization of E. coli isolated from the

feces Ducks to Generate Electricity by Technology Microbial Fuel Cells.
Which generates a voltage of 889mV efficiency of 81.1% at 37 ° C. The
electrodes used are zinc and copper cathode to anode. Efficiency is
affected by the temperature and the strength of the bacteria to
temperature. Because to get voltage, then the microbes must have
movement (active) in the metabolism.

Keywords: microbial fuel cells, the efficiency of microbial fuel cells.
PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Listrik menjadi kebutuhan
primer dalam kehidupan manusia
pada
saat
ini.
Di
Negara

berkembang
seperti

Indonesia,
listrik
diperoleh
dengan
cara
pengolahan berbagai macam sumber
daya
fosil
yang
dimiliki.
Dilakukanlah ekplorasi hasil fosil

seperti minyak bumi, gas, batubara
secara
besar-besaran
untuk
memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Kondisi
ini
mengakibatkan

terjadinya
penurunan
jumlah
cadangan bahan bakar khususnya
minyak dan gas. Hal inilah yang
memicu terjadinya kenaikan harga
dan
terjadinya
krisis
energi,
khususnya listrik di negeri ini.
Berbagai macam cara telah
diupayakan sebagai solusi mengatasi
ketergantungan manusia atas energi
yang berasal dari fosil. Energi baru
terbarukan dipandang sebagai salah
satu cara untuk mengatasi krisis
energi
global.
Metode

pengembangan energi listrik dari
sumber yang dapat terbarukan
tanpa
menghasilkan
emisi
karbondioksida (CO2) dan ramah
lingkungan telah ditemukan dan
dikembangkan oleh para peneliti
(Du, Zhuwei, Li dan Gu, 2007).
Pemanfaatan bakteri untuk
menghasilkan energi listrik menjadi
upaya yang ditempuh dan dilakukan
oleh para peneliti dalam beberapa
tahun ini. Sistem yang digunakan
adalah teknologi Microbial Fuel
Cells
(MFCs)
yang
merubah
penyimpanan energi kimia dalam

bentuk campuran organik menjadi
energi listrik yang terus menembus
reaksi katalis oleh mikroorganisme
telah menghasilkan energi listrik.
Bakteri
bisa
digunakan
dalam
system MFCs untuk menghasilkan
energi listrik sambil menyelesaikan
proses penghancuran dari material
organik (Du et al., 2007).
Sistem
MFCs
ini
akan
memanfaatkan hasil dari proses
metabolisme bakteri. Bakteri akan
melakukan
metabolisme

dengan
mengurai glukosa menjadi hidrogen
(H2) dan oksigen (O2). Hidrogen
merupakan
bahan
baku
yang
digunakan untuk reaksi reduksi
dengan
oksigen,
sehingga
melepaskan elektron pada anoda
sebagai sumber arus listrik. Apabila
dibandingkan dengan baterai yang
hanya mampu mengandung material

bahan bakar yang terbatas, MFCs
dapat secara kontiniu diisi molasses
atau glukosa untuk diuraikan oleh
bakteri

menjadi
bahan
bakar
(hidrogen).
2. Sistem Microbial Fuel Cells
Microbial fuel cells atau (MFC)
adalah peralatan untuk merubah
energi kimia menjadi energy listrik
melalui aktivitas catalytic
dari
microorganism (Chang, dkk. 2009).
Sebagai sebuah peralatan system
bio-electrochemical
yang
menggunakan
bakteri
untuk
merubah (energi kimia) material
organic menjadi energi listrik, maka
fuel

cell
ini
dibuat
dengan
konstruksi anoda, katode, proton,
exchange membran (PEM), dan
rangkaian
listrik
luar.
Anoda
dikondisikan di lingkungan yang
mana bakteri anaerob dan material
organik
yang
dikonsumsinya
ditempatkan. Pada anode, bahan
bakar
dioksidasi
oleh
mikroorganisme, sebagai bagian

dari proses digestive maka bakteri
akan menghasilkan ion positif (H+)
dan electron (e-). Hal ini juga
diketahui sebagai proses oksidasi.
Elektron akan ditarik keluar dari
larutan atau ditransfer menuju
elektrode di anode.
Selanjutnya untuk mengalirkan
elektron
tersebut
diperlukan
rangkaian
listrik
luar
dengan
tahanan,
serta
disambungkan
dengan
elektrode

pada
sisi
katodenya. Reaksi yang terjadi pada
anode;
C6H12O6 + 6H2O  6 CO2 + 24 H++
24 ePada katode kemudian akan terjadi
reaksi reduksi yaitu kombinasi ion
positif dan elektron dan oksigen
akan membentuk air. Elektron dan
ion positif berkumpul di katode
bergabung dengan oksigen yang
berasal dari udara. Reaksi yang
terjadi pada katode;
4H+ +4e- + O2 2H2O

Fungsi membran diyakini sangat
diperlukan dalam operasi dari MFC.
Dimana membran berfungsi sebagai
elektrolit yang memainkan peran
sebagai insulator electronic yang

memungkinkan hanya ion positif
yang dapat melaluinya.
Prinsip kerja MFC adalah
memanfaatkan
mikroba
yang
melakukan metabolisme terhadap
medium di anoda yang mengkatalisis
pengubahan materi organik menjdai
listrik dengan mentrasnfer elektron
dari
anoda
melalui
kabel,
menghasilkan
arus
ke
katoda.
Transfer elektron memiliki elektron
bebas.

proton melalui elektrolit dan laju
reaksi
oksigen
pada
katoda
menentukan perfora MFC dan
semua
tergantung
kepada
temperatur.
Biasanya,
konstanta
reaksi biokimia mengganda setiap
kenaikan temperatur 10°C sampai
tercapai
temperatur
optimal.
Sebagian besar studi MFC dilakukan
pada
temperatur
28-35°C(Liu,
2008).
Untuk mencari efisiensi fuel cells
dengan rumus dibawah:

ηfc =

∆G
100
∆H

Salah satu faktor operasional
pada sistem MFC adalah temperatur.
Kinetika bakteri transfer massa

HASIL PENGAMATAN
Mikroba
Karakter
Kondisi
E.coli yang CFU=2,1x1 t= 14jam;
diisolasi
08 CFU/g
beban
dari
3000 Ω; T=
Rumen
25°C
Kerbau
Pseudomonas CFU=100x1 T= 31°C
sp.
08 CFU/g
E.coli yang CFU=130x1 t=23,17jam
diisolasi
08 CFU/g
; beban 503
dari Feses
Ω; T= 37°C
Itik

E.coli yang CFU=14x10
8
diisolasi
CFU/g.
dari Feses
Ayam

t=32jam;
beban 152
Ω
T= 37°C

Dari
limbah
tahu

DO
akhir
(mg/L)=
1,4;
pH=

-

Penyiapan
-

Elektroda
yang
digunakan
adalah seng
pada katoda
dan tembaga
pada anoda.
Elektroda
yang
digunakan
adalah seng
pada katoda
dan tembaga
pada anoda.
-

Hasil
- Tegangan
364 mV.
- η = 33,2%

Refrensi
Fitrinaldi
, 2011.

- η =68,4%
- V= 750mV
-Tegangan
(VoC)= 889
mV
-η =81,1%

Laili,
2013
Fitrinaldi
, 2011.

- Tegangan
Fitrinaldi
(VoC)= 670 , 2011.
mV
- η =61,1%

V-max=
313mV
η = 28,5%

Berlian,
2010.

Dari
limbah
sawit
Dari
limbah
rumen sapi
Dari
limbah
cucian air
beras

-

-

4,06;
T=
25°C
DO
akhir
(mg/L)=
2,8; pH= 7;
T= 25°C
DO
akhir
(mg/L)=
1,9;
pH=
7,02;
T=
25°C
t=60jam;
T=25°C

-

-

-

-

Cellulomonas
sp.
Cellvibrio sp.

T= 32°C

Sedimen

T= 25°C

T= 30°C

ANAISIS DAN PEMBAHASAN

Dari data yang didapat, bakteri
E. Coli pada feses itik pada suhu
37°C menghasilkan efisiensi yang
paling tinggi yaitu 81,1% dan
mempunyai
tegangan
889mV
pada suhu 37°C. Bakteri yang
didapatkan dari limbah rumen
sapi
menghasilkan
efisiensi
sebesar 73,9% dan mempunyai
tegangan 810mV pada suhu
25°C. Bakteri yang didapatkan
dari
limbah
kelapa
sawit
menghasilkan efisiensi sebesar
72,3% dan mempunyai tegangan
575mV pada suhu 25°C. Bakteri
Pseudomonas
sp.
menghasilkan
efisiensi sebesar 68,4% dan
mempunyai
tegangan
750mV
pada suhu 31°C. Bakteri Cellvibrio
sp. menghasilkan efisiensi sebesar

V-max=
575mV
η =72,3%

Berlian,
2010.

V-max=
810mV
η =73,9%

Berlian,
2010.

η =21,3%
Vmax=234m
V

Berlian,
2010.

- η =62,9%
V= 689mV
- η = 63,6%
V= 697mV
η =21,9%
V= 240mV

Laili,
2013
Laili,
2013
Riyanto,d
kk. 2011.

63,6% dan mempunyai tegangan
697mV pada suhu 30°C. Bakteri
Cellulomonas
sp.
menghasilkan
efisiensi sebesar 63,6% dan
mempunyai
tegangan
689mV
pada suhu 32°C. Bakteri E.coli
ayam
menghasilkan efisiensi
sebesar 61,1% dan mempunyai
tegangan 670mV pada suhu
37°C. Bakteri E.coli
rumen
kerbau menghasilkan efisiensi
sebesar 33,2% dan mempunyai
tegangan 364mV pada suhu
25°C. Bakteri yang ada pada
limbah
tahu
menghasilkan
efisensi
sebesar
28,5% dan
mempunyai
tegangan
313mV
pada suhu 25°C. Bakteri yang
ada pada sedimen menghasilkan
efisensi
sebesar
21,9% dan
mempunyai
tegangan
240mV

pada suhu 25°C. Bakteri yang
ada pada limbah cucian air beras
menghasilkan efisensi sebesar
21,3% dan mempunyai tegangan
234mV pada suhu 25°C.
Jenis
bakteri
menentukan
efisiensi yang akan dihasilkan.
Ada beberapa bakteri yang dapat
bekerja
pada
suhu
rendah
adapula bakteri yang dapat
bekerja pada suhu tinggi. Dalam
percobaan
diatas,
suhu
menentukan efisiensi. Dilihat,
semakin tinggi suhu semakin
rendah tegangan maka semakin
rendah efisiensi. Karena efisiensi
yang dihasilkan dipengaruhi oelh
mikroba
dan
memanfaatkan
nutrisi yang terkandung di dalam
substrat.
Menurut
Sidharta*
semakin aktif suatu mikroba
dalam melakukan metabolisme
maka makin banyak pula elektron
bebas yang dihasilkan. Aliran
elektron
inilah
yang
menyebabkan
beda
potensial
antara kedua kutub (anoda dan
katoda) yang dapat dideteksi oleh
avometer.
KESIMPULAN
Efisiensi
yang
paling
sempurna terdapat pada bakteri
E.coli yang diisolasi dari Feses
Itik. Efisiensi dipengaruhi oleh
suhu
dan
kekuatan
bakteri
tersebut terhadap suhu. Karena
untuk
mendapatkan
voltase,
maka mikroba tersebut harus
mengalami
pergerakan(aktif)
dalam melakukan metabolisme.
DAFTAR PUSTAKA

Berlian,
Sitorus.
2010.
Diversifikasi sumber energi
terbarukan
melalui
penggunaan
air
buangan

dalam
sel
elektrokimia
berbasis
mikroba.
Journal
ELKHA
Vol.
2
No.1.
Pontianak: Jurursan Kimia
Fakultas MIPA Universitas
Tanjungpura.
Cbasi, Livinus A., Opara, Charles
C.,
Oji,
Akuma.
2012.
Performance
of
Cassava
Starch as a Proton Exchange
Membrane
in
a
Dual
Chambered Microbial Fuel
Cell. International Journal of
Engineering
Science
and
Technology
Journal
vol.4,No.1.
Nigeria:
Department
of
Chemical
Engineering University of Port
Hartcourt.
Chang In Seop, Hyonsoo Moon,
Orianna
Bretschger,
Jae
Kyung
Jang,
Hoil
Park,
Kenneth H, Nealson and
Byung Hong Kim.. (2006).
Electrochemically
Active
Bacteria
(EAB)
And
Meditiator-Less
Microbial
Fuel
Cells
J.Microbial
Biotechnol, 16(2). 163-177
Du, Zhuwei, H. Li, and T.
Gu.2007. A State Of The Art
Review on Microbial Fuel
Cell; A Promising Technology
for Wastewater Treatment
and
Bioenergy.
Journal
Biotechnology Advances 25.
464-482.
Fitrinaldi. 2011. “MICROBIAL
FUEL
CELL
SEBAGAI
ENERGI
ALTERNATIF
MENGGUNAKAN
BAKTERI
Escherichia coli”. Padang:
Program
Studi
Kimia
Pascasarjana
Universitas
Andalas.
Kim, B.H., Chang, S.I., gadd,
M.G. 2007. Challenges in
Microbial
Fuel
Cells
Development and Operation.

Appl. Microbial Biotechnol,
vol. 76, pp.485-494
Kurniawan, Laili., Sanjaya, I
Gusti
Made.
2013.
PENGARUH JENIS BAKTERI
SELULOTIK
TERHADAP
EFISIENS
SEL
BAKAR
MIKROBA.
Journal
of
lldlfldfldfchemistry vol.2,no.2.
Surabaya:
Department
of
Chemistry
Faculty
of
Mathematics
and
Natural
Sciences State University of
Surabaya
Riyanto, Bambang., Mubarik,Nisa
Rachmasnia., Idham Fitriani.
2011. Energi Listrik dari
Sedimen Laut Teluk Jakarta
melalui Teknologi MFC. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. Bogor: IPB.
Sidharta,
Mutiara
L.,
dkk.
2007.Pemanfaatan
Limbah
Cair sebagai Sumber Energi
Listrik pada Microbial Fuel
Cell.
Bandung:
Institut
Teknologi Bandung
Tim. 2012. Pemanfaatan Sistem
MFC dalam Menghasilkan
Listrik pada Pengolahan Air
Limbah Industri Paangan.
Journal Vol.14, No.2. Jakarta:
Pusat
Penelitian
Kimia
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.

Liu, H. 2008. Microbial Fuel
Cells:
Novel
Anaerobic
Biotechnology
for
Energy
Generation from Wastewater.
Anaerobic Biotechnology for
Bioenergy
Productin:
Principles and applications. S.
K. Khanal. Iowa, Blackwell
Publishing: 221:243