Faktor-Faktor Penggunaan Narkoba Pada Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sudah sejak zaman pra sejarah orang mengenal zat psiko aktif baik berupa tanaman/tumbuhan maupun berupa semi sintesis. Ada yang berupa dedaunan, buah, bunga maupun akar, telah dikenal manusia purba akan efek farmakologi yang ditimbulkannya. Sejarah mencatat bahwa ganja (ganja sativa) sudah digunakan orang sejak tahun 2700 tahun sebelum masehi. Orang-orang kuno telah menggunakan opium untuk menenangkan balita-balita mereka bila menangis.

Pada hakikatnya zat-zat itu digunakan untuk pengobatan atau mengurangi sakit akan tetapi kemudian telah diracik untuk mendapatkan kenikmatan jangka pendek. Sejalan dengan kemajuan teknologi modern yang semakin pesat hingga manusia dapat mengolah zat-zat psiko aktif dengan cara yang amat canggih (Tanjung, 2006).

Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan pemerintah orde baru pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan berkembang karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan Agamais. Pandangan pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.

BKNN adalah suatu Badan Koordinasi Penanggulangan Narkoba yang kemudian berubah nama menjadi Badan Narkotika Nasional. Untuk propinsi dan


(2)

kabupaten dalam menangani permasalahan narkoba, maka dibentuklah Badan Narkotika Propinsi danBadan Narkotika Kabupaten. Penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi dari badan narkotika kian digencarkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba yang mengancam kehidupan orang banyak (Septio, 2012).

Sampai tahun 2012 ini saja penggunan narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang. Penggunaan narkoba akan semakin meningkat setiap tahunnya jika tidak ada penanggulangan terhadap penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan dengan cara terus berkerjasama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba yang semakin hari terus bertambah dan mengancam jiwa manusia (Septio, 2012).

Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut narapidana. Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 butir 7 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Sementara itu seorang ahli yang bernama Koesnoen menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah seorang manusia yang dikenakan hukuman pidana (Gusfira, 2010).

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di


(3)

Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim(Koboi, 2012).

Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS (Koboi,2012)

Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba antara lain: (1) Kegagalan yang di alami dalam kehidupan (2) Tidak memiliki rasa percaya diri ataupun kurang mendapat kasih sayang orang tua dapat menyebabkan timbulnya penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja, (3) Pergaulan yang bebas dan lingkungan yang kurang tepat. (4) Kurangnya siraman agama, untuk memerangi narkoba, upaya yang perlu di lakukan adalah membangkitkan kesadaran beragama dan menginformasikan hal-hal


(4)

yang positif dan bermanfaat kepada para remaja. (5) Keinginan untuk sekadar mencoba, keyakinan bahwa bila mencoba sekali takkan ketagihan adalah salah satu penyebab penggunaan narkoba, karena sekali memakai narkoba maka mengalami ketagihan dan sulit untuk di hentikan (Pramutoko, 2012).

Penyebab penyalahgunaan narkoba: Faktor peredaran narkoba yang semakin meningkat, faktor-faktor kepribadian, faktor lingkungan, faktor tekanan kelompok sebaya, faktor pengaruh gaya hidup masyarakat modern (Hasian, 2011).

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan atau pembiusan. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius. Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau bengong dalam waktu yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan (Eleanora, 2011).

Narkotika dalam UU No.22/1997 adalah Tanaman Papever,Opium mentah, Opium masak, seperti Candu, Jicingko, Opium obat, Morfina, Tanaman koka, Kokaina mentah, Ekgonina, Tanaman ganja, Damar ganja, garam-garam, atau turunannya dari morfina dan kokaina (Eleanora, 2011).

Lapas di Indonesia adalah salah satu pasar bagi pengedar narkoba. Pemakai narkoba banyak yang ditahan di Lapas rata-rata mempunyai uang. Realitanya saat tertangkap, mereka sering kali belum dalam kondisi sembuh tapi masih


(5)

ketergantungan pada narkoba. Kondisi ini menyebabkan mereka akan berusaha menggunakan segala cara untuk mendapatkan narkoba. Mulai dari menyogok oknum sipir lapas, menyelundupkan narkoba lewat pengunjung, melempar bungkus narkoba dari luar tembok lapas dan modus lainnya (Purnama, 2012).

Bahaya-bahaya jika narkoba ada di lembaga pemasyarakatan antara lain adanya perdagangan narkoba dan pengedar narkoba yang meningkat (contohnya napi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) karena berinteraksi dengan para napi narkoba bisa saja menjadi pengedar berikutnya bahkan residivis. Ini justru dapat memunculkan masalah baru lagi) (Purnama, 2012).

Penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di lapas di samping karena faktor tekanan ekonomi dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan narkoba yang nantinya dijual kepada narapidana lain, faktor lainnya penyalahgunaan narkoba di lapas tidak terlepas dari andil petugas. Kurang ketatnya pengawasan petugas di lapas terutama pengunjung ditambah lagi over kapasitas atau penghuni tidak sesuai daya tampung, sehingga membuat petugas tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya di dalam kamar/sel tempat para narapidana melakukan aktivitasnya tersebut (Soegiyanto, 2011).

Narkoba yang paling banyak beredar di dalam penjara adalah jenis ganja dan sabu-sabu. Karena lebih gampang disusupkan dan harganya relatif terjangkau oleh narapidana dan biasanya peredaran narkoba di kalangan narapidana sudah pasti ada andil sipir dalam berbagai bentuk sehingga barang terlarang tersebut bisa lolos dari pemeriksaan ketat. Berbagai upaya untuk menanggulangi supaya tidak terjadi suatu kejahatan atau setidak-tidaknya mengurangi frekuensi terjadinya suatu kejahatan dan


(6)

terlebih penyalahgunaan narkoba, terus dilakukan oleh berbagai pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat (Soegiyanto, 2011).

Secara global, pemadat narkoba di dunia menurut data WHO mencapai 190 juta orang. Menurut WHO sekitar 22.000 orang setiap tahun meninggal dunia akibat mengkonsumsi berbagai obat-obatan yang tergolong narkoba dan dari penyalahgunaan narkoba, NAPZA jenis Opiat (heroin) ditemukan angka kematian (Mortality rate) mencapai angka 17,3% (Dewi, 2008).

Sementara pengguna narkoba (end user) di Indonesia yang cenderung mengalami trend peningkatan dari tahun ke tahun, seperti pada tahun 2009 prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 3,60 juta (1,99%), tahun 2010 sebesar 4,02 juta (2,21%), dan tahun 2011 sebesar 5,00 juta (2,80%) (Sumber: Hasil Survei BNN & Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia, 2009-2011) (Karsono, 2012).

Menurut mantan Kepala BNN, mengatakan jumlah penggunan narkoba di Indonesia mencapai 3,81 juta jiwa. Jumlah itu akan terus meningkat jika jumlah penyadaran massal tidak segera dilakukan. Kerja sama semua pihak sangat diharapkan untuk menurunkan angka pengguna narkoba (Fajar, 2012).

BNN memperkirakan, prevalensi (angka kejadian) penyalahgunaan narkoba di Indonesia akan mencapai sekitar 5,1 juta orang di 2015. Namun kalau trend peningkatannya konsisten, angka perkiraan tahun 2015 bisa bertambah sampai dua kali lipat menjadi sekitar 10 juta orang (Priyatin, 2012).

Sementara untuk Sumatera Utara, pada tahun 2010 jumlah penyalahgunaan narkotika mencapai 2,2 persen dari 12 juta penduduk. Sedangkan berdasarkan data


(7)

kejahatan narkoba yang diungkapkan Polda Sumut dan jajarannya, tahun 2010 ada 2.718 kasus dan 3.736 tersangka. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 2.728 kasus dan 3.514 tersangka (Andri, 2012).

Data kasus narkoba selama Tahun 2011 Sat Narkoba Polresta Medan, sebanyak 1132 orang pengguna narkoba. Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia menurut Data Pusat Terapi dan Rehabilitasi (Pus T & R) BNN adalah 17.734 orang, dengan jumlah terbanyak pada kelompok umur 20 - 34 tahun. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandu yang mendapatkan pelayanan T & R adalah heroin 10.768 orang, selanjutnya secara berurutan adalah jenis ganja sebesar 1.774 orang, shabu sebesar 984 orang, MDMA, alkohol, amphetamine, dan, benzodiazephine (Datin, 2010).

Hasil penelitian Fransiska, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan narkoba adalah : (1) Faktor ekonomi,setiap pecandu narkoba setiap saat membutuhkan narkotika sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya yang cenderung dosisnya akan selalu bertambah, sehingga narkotika merupakan barang dagangan yang jauh lebih menguntungkan, (2) Faktor dari luar lingkungan keluarga,(3) Faktor lingkungan yang sudah mulai tercemar oleh kebiasaan,(4) Faktor lingkungan liar,(5) Faktor dari dalam lingkungan keluarga (Fransiska, 2011).

Hasil penelitian Indiyah, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan narkoba adalah (1) Faktor proses sosial, dimana faktor ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki sifat rela yang rela berbuat apa saja didalam kelompoknya (2) Faktor masalah sosial, dimana subjek mendapatkan paksaan dalam kelompoknya dan subjek tidak dapat berbuat apa-apa (3) Faktor individu, dimana dalam hal ini


(8)

subjek memiliki peran penting dalam kelompoknya (misal: subjek adalah ketua kelompok) sehingga subjek ingin dilihat terpandang didepan anggotanya (4) Faktor keluarga, dimana dalam hal ini subjek mengalami broken home, keluarga terlantar karena istri sering meninggalkan rumah (5) Faktor lingkungan sekolah/kuliah, dimana subjek merasa disekolah tempat belajar kurang sarana dan prasarana untuk belajar, dekatnya lokasi sekolah dengan tempat keramaian, diskotik (6) Faktor lingkungan masyarakat, dimana subjek merasa selalu diremehkan di dalam bermasyarakat, masyarakat tidak memperdulikan keluarga subjek, masyarakat selalu menganggap keluarga subjek hina dimata masyarakat tempat tinggal ( Indiyah, 2005).

Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba adalah : (1) Ingin telihat gaya, (2) Solidaritas kelompok, (3) Menghilangkan rasa sakit, (4) Ingin tahu, (5) Ikut-ikutan, (6) Menyelesaikan dan melupakan masalah, (7) Mencari tantangan, (8) Merasa dewasa (Godam, 2008).

Menurut survey awal di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Rantauparapat jumlah keseluruhan penghuni lapas sebanyak 643 orang, dimana jumlah penghuni lapas yang terjerat kasus narkoba sebanyak 366 orang. Sebanyak 29 orang diantaranya adalah pengguna narkoba yang tertangkap.

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan kelas II A Rantauprapat tahun 2013.


(9)

1.2 Rumusan Masalah

Karena masih tingginya pengguna narkoba yang terjadi saat ini, maka permasalahannya untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi penghuni lembaga pemasyarakatan terhadap penggunaan narkoba sebelum masuk dan sesudah masuk lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat umur penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

2. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

4. Untuk mengetahui tingkat sikap penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.


(10)

5. Untuk mengetahui penghasilan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

6. Untuk mengetahui keamanan lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi kepada instansi penelitian tentang faktor-faktor penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan kelas II A Rantauprapat.


(1)

ketergantungan pada narkoba. Kondisi ini menyebabkan mereka akan berusaha menggunakan segala cara untuk mendapatkan narkoba. Mulai dari menyogok oknum sipir lapas, menyelundupkan narkoba lewat pengunjung, melempar bungkus narkoba dari luar tembok lapas dan modus lainnya (Purnama, 2012).

Bahaya-bahaya jika narkoba ada di lembaga pemasyarakatan antara lain adanya perdagangan narkoba dan pengedar narkoba yang meningkat (contohnya napi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) karena berinteraksi dengan para napi narkoba bisa saja menjadi pengedar berikutnya bahkan residivis. Ini justru dapat memunculkan masalah baru lagi) (Purnama, 2012).

Penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di lapas di samping karena faktor tekanan ekonomi dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan narkoba yang nantinya dijual kepada narapidana lain, faktor lainnya penyalahgunaan narkoba di lapas tidak terlepas dari andil petugas. Kurang ketatnya pengawasan petugas di lapas terutama pengunjung ditambah lagi over kapasitas atau penghuni tidak sesuai daya tampung, sehingga membuat petugas tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya di dalam kamar/sel tempat para narapidana melakukan aktivitasnya tersebut (Soegiyanto, 2011).

Narkoba yang paling banyak beredar di dalam penjara adalah jenis ganja dan sabu-sabu. Karena lebih gampang disusupkan dan harganya relatif terjangkau oleh narapidana dan biasanya peredaran narkoba di kalangan narapidana sudah pasti ada andil sipir dalam berbagai bentuk sehingga barang terlarang tersebut bisa lolos dari pemeriksaan ketat. Berbagai upaya untuk menanggulangi supaya tidak terjadi suatu kejahatan atau setidak-tidaknya mengurangi frekuensi terjadinya suatu kejahatan dan


(2)

terlebih penyalahgunaan narkoba, terus dilakukan oleh berbagai pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat (Soegiyanto, 2011).

Secara global, pemadat narkoba di dunia menurut data WHO mencapai 190 juta orang. Menurut WHO sekitar 22.000 orang setiap tahun meninggal dunia akibat mengkonsumsi berbagai obat-obatan yang tergolong narkoba dan dari penyalahgunaan narkoba, NAPZA jenis Opiat (heroin) ditemukan angka kematian (Mortality rate) mencapai angka 17,3% (Dewi, 2008).

Sementara pengguna narkoba (end user) di Indonesia yang cenderung mengalami trend peningkatan dari tahun ke tahun, seperti pada tahun 2009 prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 3,60 juta (1,99%), tahun 2010 sebesar 4,02 juta (2,21%), dan tahun 2011 sebesar 5,00 juta (2,80%) (Sumber: Hasil Survei BNN & Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia, 2009-2011) (Karsono, 2012).

Menurut mantan Kepala BNN, mengatakan jumlah penggunan narkoba di Indonesia mencapai 3,81 juta jiwa. Jumlah itu akan terus meningkat jika jumlah penyadaran massal tidak segera dilakukan. Kerja sama semua pihak sangat diharapkan untuk menurunkan angka pengguna narkoba (Fajar, 2012).

BNN memperkirakan, prevalensi (angka kejadian) penyalahgunaan narkoba di Indonesia akan mencapai sekitar 5,1 juta orang di 2015. Namun kalau trend peningkatannya konsisten, angka perkiraan tahun 2015 bisa bertambah sampai dua kali lipat menjadi sekitar 10 juta orang (Priyatin, 2012).

Sementara untuk Sumatera Utara, pada tahun 2010 jumlah penyalahgunaan narkotika mencapai 2,2 persen dari 12 juta penduduk. Sedangkan berdasarkan data


(3)

kejahatan narkoba yang diungkapkan Polda Sumut dan jajarannya, tahun 2010 ada 2.718 kasus dan 3.736 tersangka. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 2.728 kasus dan 3.514 tersangka (Andri, 2012).

Data kasus narkoba selama Tahun 2011 Sat Narkoba Polresta Medan, sebanyak 1132 orang pengguna narkoba. Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia menurut Data Pusat Terapi dan Rehabilitasi (Pus T & R) BNN adalah 17.734 orang, dengan jumlah terbanyak pada kelompok umur 20 - 34 tahun. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandu yang mendapatkan pelayanan T & R adalah heroin 10.768 orang, selanjutnya secara berurutan adalah jenis ganja sebesar 1.774 orang, shabu sebesar 984 orang, MDMA, alkohol, amphetamine, dan, benzodiazephine (Datin, 2010).

Hasil penelitian Fransiska, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan narkoba adalah : (1) Faktor ekonomi,setiap pecandu narkoba setiap saat membutuhkan narkotika sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya yang cenderung dosisnya akan selalu bertambah, sehingga narkotika merupakan barang dagangan yang jauh lebih menguntungkan, (2) Faktor dari luar lingkungan keluarga,(3) Faktor lingkungan yang sudah mulai tercemar oleh kebiasaan,(4) Faktor lingkungan liar,(5) Faktor dari dalam lingkungan keluarga (Fransiska, 2011).

Hasil penelitian Indiyah, mengatakan bahwa faktor-faktor penggunaan narkoba adalah (1) Faktor proses sosial, dimana faktor ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki sifat rela yang rela berbuat apa saja didalam kelompoknya (2) Faktor masalah sosial, dimana subjek mendapatkan paksaan dalam kelompoknya dan subjek tidak dapat berbuat apa-apa (3) Faktor individu, dimana dalam hal ini


(4)

subjek memiliki peran penting dalam kelompoknya (misal: subjek adalah ketua kelompok) sehingga subjek ingin dilihat terpandang didepan anggotanya (4) Faktor keluarga, dimana dalam hal ini subjek mengalami broken home, keluarga terlantar karena istri sering meninggalkan rumah (5) Faktor lingkungan sekolah/kuliah, dimana subjek merasa disekolah tempat belajar kurang sarana dan prasarana untuk belajar, dekatnya lokasi sekolah dengan tempat keramaian, diskotik (6) Faktor lingkungan masyarakat, dimana subjek merasa selalu diremehkan di dalam bermasyarakat, masyarakat tidak memperdulikan keluarga subjek, masyarakat selalu menganggap keluarga subjek hina dimata masyarakat tempat tinggal ( Indiyah, 2005).

Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba adalah : (1) Ingin telihat gaya, (2) Solidaritas kelompok, (3) Menghilangkan rasa sakit, (4) Ingin tahu, (5) Ikut-ikutan, (6) Menyelesaikan dan melupakan masalah, (7) Mencari tantangan, (8) Merasa dewasa (Godam, 2008).

Menurut survey awal di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Rantauparapat jumlah keseluruhan penghuni lapas sebanyak 643 orang, dimana jumlah penghuni lapas yang terjerat kasus narkoba sebanyak 366 orang. Sebanyak 29 orang diantaranya adalah pengguna narkoba yang tertangkap.

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan kelas II A Rantauprapat tahun 2013.


(5)

1.2 Rumusan Masalah

Karena masih tingginya pengguna narkoba yang terjadi saat ini, maka permasalahannya untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi penghuni lembaga pemasyarakatan terhadap penggunaan narkoba sebelum masuk dan sesudah masuk lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat Tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat umur penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

2. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

4. Untuk mengetahui tingkat sikap penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.


(6)

5. Untuk mengetahui penghasilan penghuni lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

6. Untuk mengetahui keamanan lembaga pemasyarakatan dengan penggunaan narkoba.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi kepada instansi penelitian tentang faktor-faktor penggunaan narkoba pada penghuni lembaga pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan kelas II A Rantauprapat.