T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Perilaku Asertif Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali Korban Bullying Melalui Pelatihan Asertif T1 Full text
PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 2 BOYOLALI KORBAN BULLYING
MELALUI PELATIHAN ASERTIF
ARTIKEL TUGAS AKHIR
Oleh
Dian Maya Novita
132013056
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
Pernyataan Persetujuan Akses
Lembar Persetujuan Pembimbing
Lembar Pengesahan
PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 2 BOYOLALI KORBAN BULLYING
MELALUI PELATIHAN ASERTIF
Oleh:
Dian Maya Novita , Sumardjono Pm2), Tritjahjo Danny S2)
1)
Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
2)
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
1)
Email: dianmayahufet@gmail.com
1)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi peningkatan
perilaku asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali korban bullying melalui
pelatihan asertif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen.
Subjek penelitian adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali tahun
ajaran 2016/2017 yang berjumlah 12 orang siswa korban bullying yang memiliki
perilaku asertif Rendah yang ditentukan secara purposive sampling. Teknik
pengumpulan data dengan menyebarkan instrumen skala perilaku asertif
berdasarkan Alberti dan Emmons (Nursalim, 2005) dan skala tindakan bullying
yang diadaptasi dari Astia (2011) berdasarkan teori Sejiwa.Teknik analisis data
menggunakan uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan pretest
dari kedua kelompok eksperimen dan kontrol yang menghasilkan p = 0.873 >
0,050, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Dengan demikian eksperimen dapat dilanjutkan. Hasil
analisis data setelah posttest, menghasilkan signifikansi perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada p = 0,010 < 0,050, dengan
mean rank kelompok kontrol = 3,83 dan kelompok eksperimen = 9,17. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan yang signifikan perilaku
asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali korban bullying melalui pelatihan
asertif, artinya hipotesis yang diajukan berbunyi pelatihan asertif dapat
meningkatkan secara signifikan perilaku asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2
Boyolali korban bullying , dapat diterima.
Kata kunci: Korban Bullying, Peningkatan Perilaku Asertif, Pelatihan Asertif
1
di lingkungan sekolah, pelaku bullying
Pendahuluan
Perkembangan
anak
dan
remaja di dunia pendidikan terkhusus
menganggap
bahwa
dirinya
yang
berkuasa atas korbannya.
di sekolah dari masa ke masa selalu
Bullying memberikan dampak
menjadi fenomena yang menarik untuk
terhadap korban baik secara fisik
diperbincangkan. Sekolah selayaknya
maupun psikologis. Ketika mengalami
merupakan
didik
bullying, korban merasakan banyak
mendapatkan ilmu pengetahuan dan
emosi negatif (marah, dendam, kesal,
keterampilan
bekal
tertekan, takut, malu, sedih, tidak
kehidupannya yang akan datang. Di
nyaman serta terancam) namun tidak
tempat ini peserta didik belajar banyak
berdaya
hal baru, peserta didik tersebut juga
jangka panjang emosi-emosi ini dapat
diberi latihan-latihan sehingga kelak
berujung pada munculnya perasaan
dapat
rendah
tempat
peserta
sebagai
mengaplikasikan
pengetahuannya
dalam
ilmu
kehidupan
berharga.
menghadapinya.
diri
bahwa
Para
Dalam
dirinya
korban
tidak
kesulitan
yang nyata. Terdapat sederet masalah
menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang mengintai peserta didik saat ini,
sosial, ingin pindah ke sekolah lain
misalnya
atau keluar dari sekolah itu, terganggu
ancaman
bullying
yang
akhir-akhir ini sering diberitakan oleh
prestasi
akademisnya
media masa maupun sosial media.
sengaja tidak masuk sekolah. Selain
Perilaku bullying saat ini marak terjadi
itu,
bullying
atau
berdampak
sering
terhadap
2
timbulnya gangguan psikologis, seperti
Untuk meningkatkan perilaku
rasa cemas berlebihan, selalu merasa
asertif siswa korban bullying, salah
takut, depresi, ingin bunuh diri, dan
satunya
gejala-gejala gangguan stres pasca-
asertif pada siswa korban bullying.
trauma
Alberti & Emmons (2002) menyatakan
(post-traumatic
stress
adalah
melalui
pelatihan
disorder ), merasa hidupnya tertekan,
bahwa
takut bertemu pelaku bullying, bahkan
mempromosikan
depresi dan berkeinginan untuk bunuh
hubungan manusia, memungkinkan
diri (Rigby, 2007).
siswa untuk bertindak yang terbaik
perilaku
asertif
kesetaraan
dalam
Hasil wawancara dengan guru
untuk diri sendiri tanpa kecemasan
SMP
Negeri
2
Boyolali
berlebihan dan untuk mengekspresikan
menjelaskan
bahwa
ada
tindakan
perasaan
BK
secara
jujur
untuk
hak-hak
pribadi
bullying yang terjadi di sekolahan
mempertahankan
tersebut. Bentuk tindakan bullying
tanpa menyangkal hak-hak orang lain.
siswa seperti sering menghina teman
Bila perilaku asertif berkembang maka
dengan sebutan pah poh, banci hingga
kemungkinan
mengalami
bullying
membuat sakit hati, memanggil nama
minim. Korban bullying
memiliki
temannya dengan nama orang tuanya,
asertivitas yang rendah. Korban tidak
sering mengucilkan temannya, sering
mampu menolak saat diperlakukan
membicarakan temannya dibelakang
negatif, tidak percaya diri, dan siswa
dan sering mengerjai seseorang sampai
yang belum mampu bersifat asertif
malu.
(tegas mengutarakan sikap dan apa
3
yang diinginkan) atau siswa yang
bullying dan dapat sangat menyakitkan
belum
pada target. b) Physical bullying,
mampu
bersikap
terbuka
terhadap orang tua, teman dan orang-
Bentuk
orang terdekat (Sullivan et al, 2004).
memukul,
Bullying
meninju,
Olweus
(1995)
menyatakan
ini
menggores,
meliputi
menampar,
mencekik,
mencolek,
menendang,
menggigit,
memelintir,
meludahi,
merupakan
suatu
merusak pakaian atau barang dari
berulang
yang
korban. c) Relational bullying, Bentuk
ketidak
ini adalah yang paling sulit untuk
senangan atau menyakitkan oleh orang
dideteksi, relational bullying adalah
lain, baik satu atau beberapa orang
pengurangan perasaan „sense‟ diri
secara langsung terhadap seseorang
seseorang yang sistematis melalui
yang tidak mampu melawannya.
pengabaian,
bahwa
bullying
perilaku
bermaksud
Ada
negatif
menyebabkan
tiga
bentuk
bullying
menurut Coloroso (2007), yaitu: a)
Verbal bullying, Hal ini dapat terjadi
pada orang dewasa dan teman sebaya
tanpa terdeteksi. Verbal bullying dapat
berupa teriakan dan keriuhan yang
terdengar. Hal ini berlangsung cepat
dan tanpa rasa sakit pada pelaku
pengisolasian,
pengeluaran, penghindaran.
Bullying
akan menimbulkan
dampak yang sangat merugikan, tidak
hanya bagi korban tetapi juga bagi
pelakunya (Craig & Pepler, 2007).
Menurut Olweus (dalam Berthold dan
Hoover, 2000) menyatakan bahwa
bullying memiliki pengaruh yang besar
bagi kehidupan korbannya hingga
4
dewasa. Saat masa sekolah akan
bullying kemungkinannya akan sedikit
menimbulkan depresi dan perasaan
atau rendah.
tidak
bahagia
untuk
mengikuti
Perilaku Asertif
sekolah, karena dihantui oleh perasaan
cemas dan ketakutan.
dalam
Novalia dan Dayaksini melalui
penelitiannya
Pendapat Alberti & Emmons
tahun
2013
antara
bullying,
berperilaku
bahwa
persamaan hak dalam hubungan antar
pribadi,
kecenderungan
(2005)
perilaku asertif mempertimbangkan
mengemukakan bahwa ada hubungan
perilaku
Nursalim
perilaku
asertif
asertif
dengan
memungkinkan
menjadi
korban
bertindak sesuai dengan kepentingan
mereka
sendiri
karena
asertif,
dengan
mereka
akan
individu
dalam
perasaan
dengan
untuk
mengekspresikan
senang,
jujur,
pribadi
tanpa
mampu mengatakan tidak dengan sopan
menggunakan
dan tegas dengan berani menyampaikan
mengabaikan hak atau kepentingan
pendapat yang sesuai dengan apa yang
orang lain.
ingin
disampaikan
oleh
individu,
berbicara dengan tegas tanpa ada rasa
takut, dan berani menolak ajakan yang
tidak
perilaku
disenangi.
asertif
Dengan
tersebut
adanya
maka
hak
Aspek-aspek perilaku asertif
yang dikemukakan oleh Alberti &
Emmons (1995) dalam kunci pokok
perilaku asertif adalah sebagai berikut:
a) Mengekspresikan diri secara penuh.
kecenderungan untuk menjadi korban
5
Artinya bahwa individu asertif
mampu untuk mengkomunikasikan
apa yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkan kepada orang lain.
b) Menghormati
diinginkannya dengan tegas tanpa
cemas atau khawatir.
d) Jujur
dan
terbuka
mengatakan
kebutuhan perasaan dan pikiran apa
kepentingan orang
lain.
adanya.
Aspek ini menyebutkan bahwa
Individu
menerima
dengan
asertif
keadaan
terbuka
memaksakan
orang
tanpa
kehendak
dapat
individu asertif mampu mengatakan
lain
perasaan dan pikirannya apa adanya
harus
kepada
orang lain dan tetap menunjukan
rasa hormat akan pendapat orang
lain terhadapnya.
dan selalu melakukan
tindakan
dengan jujur dan terbuka tanpa
merasa takut dan malu.
e) Menempatkan orang lain secara
setara dalam suatu hubungan.
c) Langsung dan tegas.
Setiap individu tidak dapat
Individu asertif mampu untuk
hidup
tanpa
orang
lain
dan
mengkomunikasikan pikiran dan
membutuhkan bantuan orang lain.
perasaan secara langsung artinya
Individu
dapat
tanpa
menempatkan orang lain setara
perantara orang lain. Selain itu
dengan dirinya tanpa merendahkan
seseorang dapat dikatakan asertif
orang lain dalam suatu hubungan.
apabila
berkomunikasi
mampu
yang
asertif
dapat
menyatakan
keinginan dan sesuatu yang tidak
6
f) Komunikasi verbal, mengandung isi
pesan (perasaan, fakta, pendapat,
permintaan, batasan-batasan).
Individu
asertif
gerak tubuh, jarak fisik, waktu,
kelancaran bicara, mendengarkan).
Dalam
melakukan
proses
mampu
komunikasi, individu asertif tidak
mengekspresikan dirinya melalui
hanya secara verbal namun juga non
perkataan yang diucapkan. Namun,
verbal dimana bentuk pesan disertai
sesuatu yang diucapkan tidak hanya
dengan bahasa tubuh. Orang yang
sebatas mengeluarkan kata-kata saja
non-asertif
tapi juga mengandung pesan yang
menunduk atau melihat objek lain
dapat
daripada
dimengerti
komunikasinya.
dapat
berupa
individu
oleh
lawan
akan
melihat
cenderung
mata
lawan
Pesan
tersebut
bicaranya sehingga akan terlihat
perasaan
dimana
merunduk atau memalingkan wajah.
mengutarakan
Lain halnya dengan individu asertif
dapat
perasaannya secara jujur, fakta yang
dapat
terjadi,
pengungkapan
bicaranya disertai dengan intonasi
kebutuhan. Individu asertif selalu
suara yang tepat artinya tidak terlalu
mempertimbangkan
lantang dan tidak terlalu lirih.
dan
isi
kalimat
sehingga tidak membuat lawan
bicara menjadi terancam.
g) Komunikasi
non
menatap
mata
lawan
h) Dapat diterima secara sosial.
Individu asertif adalah individu
verbal
yang
fleksibel
yang
dapat
mengandung bentuk pesan (kontak
mengekspresikan
diri
serta
mata, suara, postur, ekspresi, wajah,
menghormati orang lain sehingga
7
dapat diterima oleh lingkungan
Dalam Loekmono (2008) menyatakan
sosial. Misalnya, keluarga, teman,
bahwa
sahabat
diberikan kepada konseli yang tidak
dan
masyarakat
pada
umumnya.
latihan
asertif
biasanya
dapat melepaskan kemarahannya, tidak
dapat
Pelatihan Asertif
mengatakan
“tidak”,
terlalu
Alberti dan Emmons (dalam
tertib dan dimanfaatkan orang lain,
Nelson-Jones, 2011) mengenai latihan
tidak dapat menyatakan isi hati dan
asertif
perasaan serta respon-respon positif
yang
menekankan
bahwa
latihan asertif seharusnya bukan hanya
dan
berfokus pada perilaku verbal, tetapi
mempunyai hak untuk menyatakan
juga komponen lain seperti kontak
pikiran, kepercayaan dan perasaanya.
individu
yang
merasa
tidak
mata, postur tubuh, gestur, ekspresi
wajah,
volume
suara,
kelancaran
Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 12
dalam berbicara dan timing asersi.
siswa kelas VII C SMP Negeri 2
Pelatihan Asertif adalah salah satu
treatment
gangguan
tingkah
Boyolali
korban
bullying
memiliki
perilaku
asertif
yang
laku
rendah.
dimana klien diintruksikan, diarahkan,
Subyek penelitian dibagi menjadi dua
dilatih serta didukung untuk bersikap
kelompok yaitu kelompok eksperimen
asertif dalam menghadapi situasi yang
dan kelompok kontrol masing-masing
tidak
nyaman
atau
kurang
6 siswa.
menguntungkan bagi dirinya.
8
Rancangan Penelitian
Grup
Pretest Perlakuan
Perlakuan
Eksperimen
O1
X
O2
Kontrol
O3
-
O4
Keterangan:
O1 : Pretest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok eksperimen
O3 : Pretest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok kontrol
X : Pemberian latihan asertif
- : Tidak ada pemberian latihan
asertif
2
O : Posttest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok eksperimen
O4 : Posttest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok kontrol
digunakan adalah skala perilaku asertif
teori
Tabel 1.
Tabel 1
Sesi
1
2
Berlatih Mengeskpresikan Diri secara
Berlatih jujur dan terbuka mengatakan
kebutuhan perasaan dan pikiran apa
adanya.
3
Berlatih
Berlatih menempatkan orang lain
secara setara dalam hubungan.
5
Berlatih berkomunikasi secara verbal,
mengandung isi pesan.
6
Berlatih mengkomunikasikan pikiran
dan perasaan secara langsung dan
tegas.
7
Berlatih berkomunikasi secara non
verbal
berdasarkan teori Sejiwa. Digunakan
uji Mann Whitney untuk menguji
antara
dua
hipotesis
kelompok
komparatif
menghormati kepentingan
orang lain.
(1995) dan skala tindakan bullying
yang diadaptasi dari Astia (2011)
Aspek Latihan
Penuh.
yang
dikemukakan oleh Alberti & Emmons
signifikansi
pada
topik latihan asertif sebagaimana pada
Alat pengumpul data yang
dari
dikenakan
kelompok eksperimen menggunakan
4
dikembangkan
yang
PostTest
yang
mengandung
bentuk
pesan.
8
Berlatih agar dapat diterima secara
sosial,
sampel.
9
Berdasarkan Tabel 2, dapat
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini pemberian
perlakuan
kepada
dilihat
pada
kelompok
pretest
kelompok
eksperimen, diantara 6 siswa sejumlah
eksperimen diterapkan sebanyak 8 sesi
1 orang siswa memiliki perilaku asertif
pertemuan dengan 8 aspek latihan.
sangat rendah, 3 orang siswa memiliki
Setelah pemberian perlakuan selesai,
perilaku asertif rendah dan 2 orang
skala perilaku asertif yang sama
siswa memiliki perilaku asertif cukup
dengan
tinggi,
pretest
diadministrasikan
sedangkan
hasil
posttest
kembali kepada kedua kelompok untuk
kelompok eksperimen terdapat 2 orang
mengetahui
kedua
siswa yang memiliki perilaku asertif
kelompok pada saat posttest. Berikut
cukup tinggi dan 4 orang siswa
adalah hasil
memiliki
posttest
perbedaan
sebaran
dari
dan
pretest
kedua
kelompok
perilaku
kelompok
Tabel 2.
Sebaran Frekuensi Siswa Berdasarkan
Perilaku Asertif dari Pretest dan Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol
peningkatan
Interval
152-165
Kategori
Sangat
Rendah
166-179
Rendah
180-193
Cukup
Tinggi
194-207
Tinggi
Jumlah
tinggi.
Dengan demikian semua siswa dalam
eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok
Eksperimen
Pre
Post
test
test
1
0
asertif
eksperimen
mengalami
perilaku
asertif.
Sedangkan pada pretest kelompok
Kelompok
Kontrol
Pre Post
test test
2
0
3
2
0
2
4
0
5
0
0
6
4
6
0
6
1
6
kontrol, dari 6 orang siswa semuanya
memiliki perilaku asertif rendah dan
pada posttest kelompok kontrol yang
berjumlah
terdapat
mengalami
6
1
orang
siswa
hanya
orang
siswa
yang
peningkatan
perilaku
10
asertif dan dan 5 orang siswa lainnya
Dari hasil analisis data dengan
tidak mengalami peningkatan yaitu
bantuan SPSS versi 20.0 for windows
tetap memiliki perilaku asertif rendah.
diperoleh p = Asymp. Sig 0,010 <
Tabel 3
Perbedaan Mean Rank Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
0,050. Perhitungan statistik tersebut
NPar Tests
Mann-Whitney Test
signifikan
menunjukkan adanya perbedaan yang
Ranks
kelompok
skor
N
asertif
antara
kelompok eksperimen dan kelompok
Mean
Rank
Sum of
Ranks
Eksperimen
6
9.17
55.00
kontrol
6
3.83
23.00
Total
perilaku
12
kontrol dengan mean rank kelompok
eksperimen = 9,17 dan kelompok
kontrol = 3,83. Hal ini menunjukkan
Tabel 4
Signifikansi Posttest Perilaku Asertif
Mann-Whitney Test
Test Statisticsa
Pretest
Postest
bahwa
ada
Mann-Whitney
U
17.000
2.000
bullying melalui pelatihan asertif.
Wilcoxon W
38.000
23.000
-.160
-2.567
873
.010
Asymp. Sig. (2tailed)
yang
signifikan perilaku asertif siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Boyolali korban
Dengan
Z
peningkatan
demikian,
hipotesis
yang diajukan bahwa perilaku asertif
siswa kelas VII SMP Negeri 2
Boyolali
korban
bullying
dapat
ditingkatkan secara signifikan melalui
pelatihan asertif, “diterima”.
11
Hal ini sependapat dengan
Pembahasan
Terjadinya
perbedaan
mean
Alberti, dkk (Nursalim, 2005) bahwa
rank kelompok eksperimen = 9,17 dan
latihan asertif dapat digunakan untuk
kelompok kontrol = 3,83 tersebut
meningkatkan perilaku asertif individu
menunjukkan bahwa ada peningkatan
yang pasif atau korban bullying yang
yang signifikan perilaku asertif siswa
kurang asertif. Hasil penelitian ini
kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali
mendukung penelitian dari Karyanti
korban
(2014)
melalui
bullying
asertif
pelatihan
dengan
yang berjudul “Keefektifan
berlatih
Pelatihan Keterampilan Asertif untuk
mengekspresikan diri secara penuh,
Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa
menghormati kepentingan orang lain,
Korban
memngkomunikasikan
Palangkaraya”
perasaan
pikiran
secara
dan
di
Bullying
yang
SMA
menunjukkan
langsung,
bahwa hasil analisis visual yang
menempatkan orang lain secara setara
dilakukan dengan memperhatikan level
dalam suatu hubungan, komunikasi
dan trend, yang didukung dengan hasil
verbal
skala perilaku asertif, maka dapat
(mengandung
komunikasi
non
mengandung
isi
verbal
bentuk
pesan),
yang
disimpulkan
pesan,
keterampilan
mengekspresikan
diri
serta
menghormati
lain
sehingga
orang
bahwa
asertif
pelatihan
efektif
untuk
meningkatkan perilaku asertif siswa
korban bullying.
dapat diterima oleh lingkungan sosial.
12
Penutup
Saran
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang
Bagi Guru BK hasil penelitian
telah dilakukan, maka kesimpulan
ini dapat digunakan oleh Guru BK
yang ditemukan dari penelitian ini
dalam meningkatkan perilaku asertif
adalah bahwa ada peningkatan yang
siswa
signifikan perilaku asertif siswa kelas
pelatihan asertif.
VII SMP Negeri 2 Boyolali korban
korban
bullying
melalui
Bagi peneliti selanjutnya dapat
asertif,
meneliti lebih lanjut mengenai perilaku
dengan nilai Asymp p = 0,010 < 0,050,
asertif siswa korban bullying melalui
dengan mean rank kelompok kontrol =
pelatihan asertif dengan populasi yang
3,83 dan kelompok eksperimen = 9,17.
lebih luas.
bullying
melalui
pelatihan
Kelompok eksperimen meningkat dari
6.67 pada saat pretest meningkat
menjadi 9.17 pada saat posttest.
DAFTAR RUJUKAN
Alberti & Emmons, (1990). Your Perfect Right: A Guide To Assertive Living . The
University of Michigan: Impact Publisher.
Coloroso, Barbara. (2007). Stop Bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta.
Craig, W. M., & Pepler, D.J (1998). Observations of bullying and victimization in the
school yard. Canada Journal of School Psychology, 13(2), 41-59.
13
Indrawati, Ertik. (2014). Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas IX SMP Negeri
2 Salatiga Menggunakan Pendekatan Behavioral Dengan Teknik Latihan
Asertif (Skripsi). Salatiga: Progdi Bimbingan dan Konseling, FKIP UKSW
Karyanti & Atmoko, Adi (2015). Keefektifan Pelatihan Keterampilan Asertif Untuk
Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Korban Bullying di SMA. Jurnal
Pendidikan Humaniora Volume 3 Nomor 2, Juni 2015, Hlm 116-121. ISSN
Cetak: 2338-8110 – ISSN Online: 2442-3890. http://journal.um.ac.id (Diakses
pada tanggal 23 Juni 2016. Pukul 11.28).
Loekmono, J.T. (2008). Model-model Konseling. Salatiga: Widya Sari.
Nelson, Richard & Jones. (2011). Teori dan Praktis Konseling dan Terapi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nursalim, dkk. (2005). Strategi Konseling. UNESA University Press.
Olweus, D. (1995). Bullying at School: What We Know and What We Can Do.
Oxford: Blackwell.
Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar
Anak. Jakarta: Grasindo.
Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sullivan, K., Clearly, M. & Sullivan, G. (2004). Bullying In Secondary Schools: What
it looks like and how to manage it.Thousand Oaks, CA: Crowin Press.
14
15
SMP NEGERI 2 BOYOLALI KORBAN BULLYING
MELALUI PELATIHAN ASERTIF
ARTIKEL TUGAS AKHIR
Oleh
Dian Maya Novita
132013056
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
Pernyataan Persetujuan Akses
Lembar Persetujuan Pembimbing
Lembar Pengesahan
PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 2 BOYOLALI KORBAN BULLYING
MELALUI PELATIHAN ASERTIF
Oleh:
Dian Maya Novita , Sumardjono Pm2), Tritjahjo Danny S2)
1)
Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
2)
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
1)
Email: dianmayahufet@gmail.com
1)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi peningkatan
perilaku asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali korban bullying melalui
pelatihan asertif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen.
Subjek penelitian adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali tahun
ajaran 2016/2017 yang berjumlah 12 orang siswa korban bullying yang memiliki
perilaku asertif Rendah yang ditentukan secara purposive sampling. Teknik
pengumpulan data dengan menyebarkan instrumen skala perilaku asertif
berdasarkan Alberti dan Emmons (Nursalim, 2005) dan skala tindakan bullying
yang diadaptasi dari Astia (2011) berdasarkan teori Sejiwa.Teknik analisis data
menggunakan uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan pretest
dari kedua kelompok eksperimen dan kontrol yang menghasilkan p = 0.873 >
0,050, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Dengan demikian eksperimen dapat dilanjutkan. Hasil
analisis data setelah posttest, menghasilkan signifikansi perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada p = 0,010 < 0,050, dengan
mean rank kelompok kontrol = 3,83 dan kelompok eksperimen = 9,17. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan yang signifikan perilaku
asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali korban bullying melalui pelatihan
asertif, artinya hipotesis yang diajukan berbunyi pelatihan asertif dapat
meningkatkan secara signifikan perilaku asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2
Boyolali korban bullying , dapat diterima.
Kata kunci: Korban Bullying, Peningkatan Perilaku Asertif, Pelatihan Asertif
1
di lingkungan sekolah, pelaku bullying
Pendahuluan
Perkembangan
anak
dan
remaja di dunia pendidikan terkhusus
menganggap
bahwa
dirinya
yang
berkuasa atas korbannya.
di sekolah dari masa ke masa selalu
Bullying memberikan dampak
menjadi fenomena yang menarik untuk
terhadap korban baik secara fisik
diperbincangkan. Sekolah selayaknya
maupun psikologis. Ketika mengalami
merupakan
didik
bullying, korban merasakan banyak
mendapatkan ilmu pengetahuan dan
emosi negatif (marah, dendam, kesal,
keterampilan
bekal
tertekan, takut, malu, sedih, tidak
kehidupannya yang akan datang. Di
nyaman serta terancam) namun tidak
tempat ini peserta didik belajar banyak
berdaya
hal baru, peserta didik tersebut juga
jangka panjang emosi-emosi ini dapat
diberi latihan-latihan sehingga kelak
berujung pada munculnya perasaan
dapat
rendah
tempat
peserta
sebagai
mengaplikasikan
pengetahuannya
dalam
ilmu
kehidupan
berharga.
menghadapinya.
diri
bahwa
Para
Dalam
dirinya
korban
tidak
kesulitan
yang nyata. Terdapat sederet masalah
menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang mengintai peserta didik saat ini,
sosial, ingin pindah ke sekolah lain
misalnya
atau keluar dari sekolah itu, terganggu
ancaman
bullying
yang
akhir-akhir ini sering diberitakan oleh
prestasi
akademisnya
media masa maupun sosial media.
sengaja tidak masuk sekolah. Selain
Perilaku bullying saat ini marak terjadi
itu,
bullying
atau
berdampak
sering
terhadap
2
timbulnya gangguan psikologis, seperti
Untuk meningkatkan perilaku
rasa cemas berlebihan, selalu merasa
asertif siswa korban bullying, salah
takut, depresi, ingin bunuh diri, dan
satunya
gejala-gejala gangguan stres pasca-
asertif pada siswa korban bullying.
trauma
Alberti & Emmons (2002) menyatakan
(post-traumatic
stress
adalah
melalui
pelatihan
disorder ), merasa hidupnya tertekan,
bahwa
takut bertemu pelaku bullying, bahkan
mempromosikan
depresi dan berkeinginan untuk bunuh
hubungan manusia, memungkinkan
diri (Rigby, 2007).
siswa untuk bertindak yang terbaik
perilaku
asertif
kesetaraan
dalam
Hasil wawancara dengan guru
untuk diri sendiri tanpa kecemasan
SMP
Negeri
2
Boyolali
berlebihan dan untuk mengekspresikan
menjelaskan
bahwa
ada
tindakan
perasaan
BK
secara
jujur
untuk
hak-hak
pribadi
bullying yang terjadi di sekolahan
mempertahankan
tersebut. Bentuk tindakan bullying
tanpa menyangkal hak-hak orang lain.
siswa seperti sering menghina teman
Bila perilaku asertif berkembang maka
dengan sebutan pah poh, banci hingga
kemungkinan
mengalami
bullying
membuat sakit hati, memanggil nama
minim. Korban bullying
memiliki
temannya dengan nama orang tuanya,
asertivitas yang rendah. Korban tidak
sering mengucilkan temannya, sering
mampu menolak saat diperlakukan
membicarakan temannya dibelakang
negatif, tidak percaya diri, dan siswa
dan sering mengerjai seseorang sampai
yang belum mampu bersifat asertif
malu.
(tegas mengutarakan sikap dan apa
3
yang diinginkan) atau siswa yang
bullying dan dapat sangat menyakitkan
belum
pada target. b) Physical bullying,
mampu
bersikap
terbuka
terhadap orang tua, teman dan orang-
Bentuk
orang terdekat (Sullivan et al, 2004).
memukul,
Bullying
meninju,
Olweus
(1995)
menyatakan
ini
menggores,
meliputi
menampar,
mencekik,
mencolek,
menendang,
menggigit,
memelintir,
meludahi,
merupakan
suatu
merusak pakaian atau barang dari
berulang
yang
korban. c) Relational bullying, Bentuk
ketidak
ini adalah yang paling sulit untuk
senangan atau menyakitkan oleh orang
dideteksi, relational bullying adalah
lain, baik satu atau beberapa orang
pengurangan perasaan „sense‟ diri
secara langsung terhadap seseorang
seseorang yang sistematis melalui
yang tidak mampu melawannya.
pengabaian,
bahwa
bullying
perilaku
bermaksud
Ada
negatif
menyebabkan
tiga
bentuk
bullying
menurut Coloroso (2007), yaitu: a)
Verbal bullying, Hal ini dapat terjadi
pada orang dewasa dan teman sebaya
tanpa terdeteksi. Verbal bullying dapat
berupa teriakan dan keriuhan yang
terdengar. Hal ini berlangsung cepat
dan tanpa rasa sakit pada pelaku
pengisolasian,
pengeluaran, penghindaran.
Bullying
akan menimbulkan
dampak yang sangat merugikan, tidak
hanya bagi korban tetapi juga bagi
pelakunya (Craig & Pepler, 2007).
Menurut Olweus (dalam Berthold dan
Hoover, 2000) menyatakan bahwa
bullying memiliki pengaruh yang besar
bagi kehidupan korbannya hingga
4
dewasa. Saat masa sekolah akan
bullying kemungkinannya akan sedikit
menimbulkan depresi dan perasaan
atau rendah.
tidak
bahagia
untuk
mengikuti
Perilaku Asertif
sekolah, karena dihantui oleh perasaan
cemas dan ketakutan.
dalam
Novalia dan Dayaksini melalui
penelitiannya
Pendapat Alberti & Emmons
tahun
2013
antara
bullying,
berperilaku
bahwa
persamaan hak dalam hubungan antar
pribadi,
kecenderungan
(2005)
perilaku asertif mempertimbangkan
mengemukakan bahwa ada hubungan
perilaku
Nursalim
perilaku
asertif
asertif
dengan
memungkinkan
menjadi
korban
bertindak sesuai dengan kepentingan
mereka
sendiri
karena
asertif,
dengan
mereka
akan
individu
dalam
perasaan
dengan
untuk
mengekspresikan
senang,
jujur,
pribadi
tanpa
mampu mengatakan tidak dengan sopan
menggunakan
dan tegas dengan berani menyampaikan
mengabaikan hak atau kepentingan
pendapat yang sesuai dengan apa yang
orang lain.
ingin
disampaikan
oleh
individu,
berbicara dengan tegas tanpa ada rasa
takut, dan berani menolak ajakan yang
tidak
perilaku
disenangi.
asertif
Dengan
tersebut
adanya
maka
hak
Aspek-aspek perilaku asertif
yang dikemukakan oleh Alberti &
Emmons (1995) dalam kunci pokok
perilaku asertif adalah sebagai berikut:
a) Mengekspresikan diri secara penuh.
kecenderungan untuk menjadi korban
5
Artinya bahwa individu asertif
mampu untuk mengkomunikasikan
apa yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkan kepada orang lain.
b) Menghormati
diinginkannya dengan tegas tanpa
cemas atau khawatir.
d) Jujur
dan
terbuka
mengatakan
kebutuhan perasaan dan pikiran apa
kepentingan orang
lain.
adanya.
Aspek ini menyebutkan bahwa
Individu
menerima
dengan
asertif
keadaan
terbuka
memaksakan
orang
tanpa
kehendak
dapat
individu asertif mampu mengatakan
lain
perasaan dan pikirannya apa adanya
harus
kepada
orang lain dan tetap menunjukan
rasa hormat akan pendapat orang
lain terhadapnya.
dan selalu melakukan
tindakan
dengan jujur dan terbuka tanpa
merasa takut dan malu.
e) Menempatkan orang lain secara
setara dalam suatu hubungan.
c) Langsung dan tegas.
Setiap individu tidak dapat
Individu asertif mampu untuk
hidup
tanpa
orang
lain
dan
mengkomunikasikan pikiran dan
membutuhkan bantuan orang lain.
perasaan secara langsung artinya
Individu
dapat
tanpa
menempatkan orang lain setara
perantara orang lain. Selain itu
dengan dirinya tanpa merendahkan
seseorang dapat dikatakan asertif
orang lain dalam suatu hubungan.
apabila
berkomunikasi
mampu
yang
asertif
dapat
menyatakan
keinginan dan sesuatu yang tidak
6
f) Komunikasi verbal, mengandung isi
pesan (perasaan, fakta, pendapat,
permintaan, batasan-batasan).
Individu
asertif
gerak tubuh, jarak fisik, waktu,
kelancaran bicara, mendengarkan).
Dalam
melakukan
proses
mampu
komunikasi, individu asertif tidak
mengekspresikan dirinya melalui
hanya secara verbal namun juga non
perkataan yang diucapkan. Namun,
verbal dimana bentuk pesan disertai
sesuatu yang diucapkan tidak hanya
dengan bahasa tubuh. Orang yang
sebatas mengeluarkan kata-kata saja
non-asertif
tapi juga mengandung pesan yang
menunduk atau melihat objek lain
dapat
daripada
dimengerti
komunikasinya.
dapat
berupa
individu
oleh
lawan
akan
melihat
cenderung
mata
lawan
Pesan
tersebut
bicaranya sehingga akan terlihat
perasaan
dimana
merunduk atau memalingkan wajah.
mengutarakan
Lain halnya dengan individu asertif
dapat
perasaannya secara jujur, fakta yang
dapat
terjadi,
pengungkapan
bicaranya disertai dengan intonasi
kebutuhan. Individu asertif selalu
suara yang tepat artinya tidak terlalu
mempertimbangkan
lantang dan tidak terlalu lirih.
dan
isi
kalimat
sehingga tidak membuat lawan
bicara menjadi terancam.
g) Komunikasi
non
menatap
mata
lawan
h) Dapat diterima secara sosial.
Individu asertif adalah individu
verbal
yang
fleksibel
yang
dapat
mengandung bentuk pesan (kontak
mengekspresikan
diri
serta
mata, suara, postur, ekspresi, wajah,
menghormati orang lain sehingga
7
dapat diterima oleh lingkungan
Dalam Loekmono (2008) menyatakan
sosial. Misalnya, keluarga, teman,
bahwa
sahabat
diberikan kepada konseli yang tidak
dan
masyarakat
pada
umumnya.
latihan
asertif
biasanya
dapat melepaskan kemarahannya, tidak
dapat
Pelatihan Asertif
mengatakan
“tidak”,
terlalu
Alberti dan Emmons (dalam
tertib dan dimanfaatkan orang lain,
Nelson-Jones, 2011) mengenai latihan
tidak dapat menyatakan isi hati dan
asertif
perasaan serta respon-respon positif
yang
menekankan
bahwa
latihan asertif seharusnya bukan hanya
dan
berfokus pada perilaku verbal, tetapi
mempunyai hak untuk menyatakan
juga komponen lain seperti kontak
pikiran, kepercayaan dan perasaanya.
individu
yang
merasa
tidak
mata, postur tubuh, gestur, ekspresi
wajah,
volume
suara,
kelancaran
Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 12
dalam berbicara dan timing asersi.
siswa kelas VII C SMP Negeri 2
Pelatihan Asertif adalah salah satu
treatment
gangguan
tingkah
Boyolali
korban
bullying
memiliki
perilaku
asertif
yang
laku
rendah.
dimana klien diintruksikan, diarahkan,
Subyek penelitian dibagi menjadi dua
dilatih serta didukung untuk bersikap
kelompok yaitu kelompok eksperimen
asertif dalam menghadapi situasi yang
dan kelompok kontrol masing-masing
tidak
nyaman
atau
kurang
6 siswa.
menguntungkan bagi dirinya.
8
Rancangan Penelitian
Grup
Pretest Perlakuan
Perlakuan
Eksperimen
O1
X
O2
Kontrol
O3
-
O4
Keterangan:
O1 : Pretest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok eksperimen
O3 : Pretest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok kontrol
X : Pemberian latihan asertif
- : Tidak ada pemberian latihan
asertif
2
O : Posttest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok eksperimen
O4 : Posttest tentang tindakan bullying
dan
perilaku
asertif
untuk
kelompok kontrol
digunakan adalah skala perilaku asertif
teori
Tabel 1.
Tabel 1
Sesi
1
2
Berlatih Mengeskpresikan Diri secara
Berlatih jujur dan terbuka mengatakan
kebutuhan perasaan dan pikiran apa
adanya.
3
Berlatih
Berlatih menempatkan orang lain
secara setara dalam hubungan.
5
Berlatih berkomunikasi secara verbal,
mengandung isi pesan.
6
Berlatih mengkomunikasikan pikiran
dan perasaan secara langsung dan
tegas.
7
Berlatih berkomunikasi secara non
verbal
berdasarkan teori Sejiwa. Digunakan
uji Mann Whitney untuk menguji
antara
dua
hipotesis
kelompok
komparatif
menghormati kepentingan
orang lain.
(1995) dan skala tindakan bullying
yang diadaptasi dari Astia (2011)
Aspek Latihan
Penuh.
yang
dikemukakan oleh Alberti & Emmons
signifikansi
pada
topik latihan asertif sebagaimana pada
Alat pengumpul data yang
dari
dikenakan
kelompok eksperimen menggunakan
4
dikembangkan
yang
PostTest
yang
mengandung
bentuk
pesan.
8
Berlatih agar dapat diterima secara
sosial,
sampel.
9
Berdasarkan Tabel 2, dapat
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini pemberian
perlakuan
kepada
dilihat
pada
kelompok
pretest
kelompok
eksperimen, diantara 6 siswa sejumlah
eksperimen diterapkan sebanyak 8 sesi
1 orang siswa memiliki perilaku asertif
pertemuan dengan 8 aspek latihan.
sangat rendah, 3 orang siswa memiliki
Setelah pemberian perlakuan selesai,
perilaku asertif rendah dan 2 orang
skala perilaku asertif yang sama
siswa memiliki perilaku asertif cukup
dengan
tinggi,
pretest
diadministrasikan
sedangkan
hasil
posttest
kembali kepada kedua kelompok untuk
kelompok eksperimen terdapat 2 orang
mengetahui
kedua
siswa yang memiliki perilaku asertif
kelompok pada saat posttest. Berikut
cukup tinggi dan 4 orang siswa
adalah hasil
memiliki
posttest
perbedaan
sebaran
dari
dan
pretest
kedua
kelompok
perilaku
kelompok
Tabel 2.
Sebaran Frekuensi Siswa Berdasarkan
Perilaku Asertif dari Pretest dan Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol
peningkatan
Interval
152-165
Kategori
Sangat
Rendah
166-179
Rendah
180-193
Cukup
Tinggi
194-207
Tinggi
Jumlah
tinggi.
Dengan demikian semua siswa dalam
eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok
Eksperimen
Pre
Post
test
test
1
0
asertif
eksperimen
mengalami
perilaku
asertif.
Sedangkan pada pretest kelompok
Kelompok
Kontrol
Pre Post
test test
2
0
3
2
0
2
4
0
5
0
0
6
4
6
0
6
1
6
kontrol, dari 6 orang siswa semuanya
memiliki perilaku asertif rendah dan
pada posttest kelompok kontrol yang
berjumlah
terdapat
mengalami
6
1
orang
siswa
hanya
orang
siswa
yang
peningkatan
perilaku
10
asertif dan dan 5 orang siswa lainnya
Dari hasil analisis data dengan
tidak mengalami peningkatan yaitu
bantuan SPSS versi 20.0 for windows
tetap memiliki perilaku asertif rendah.
diperoleh p = Asymp. Sig 0,010 <
Tabel 3
Perbedaan Mean Rank Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
0,050. Perhitungan statistik tersebut
NPar Tests
Mann-Whitney Test
signifikan
menunjukkan adanya perbedaan yang
Ranks
kelompok
skor
N
asertif
antara
kelompok eksperimen dan kelompok
Mean
Rank
Sum of
Ranks
Eksperimen
6
9.17
55.00
kontrol
6
3.83
23.00
Total
perilaku
12
kontrol dengan mean rank kelompok
eksperimen = 9,17 dan kelompok
kontrol = 3,83. Hal ini menunjukkan
Tabel 4
Signifikansi Posttest Perilaku Asertif
Mann-Whitney Test
Test Statisticsa
Pretest
Postest
bahwa
ada
Mann-Whitney
U
17.000
2.000
bullying melalui pelatihan asertif.
Wilcoxon W
38.000
23.000
-.160
-2.567
873
.010
Asymp. Sig. (2tailed)
yang
signifikan perilaku asertif siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Boyolali korban
Dengan
Z
peningkatan
demikian,
hipotesis
yang diajukan bahwa perilaku asertif
siswa kelas VII SMP Negeri 2
Boyolali
korban
bullying
dapat
ditingkatkan secara signifikan melalui
pelatihan asertif, “diterima”.
11
Hal ini sependapat dengan
Pembahasan
Terjadinya
perbedaan
mean
Alberti, dkk (Nursalim, 2005) bahwa
rank kelompok eksperimen = 9,17 dan
latihan asertif dapat digunakan untuk
kelompok kontrol = 3,83 tersebut
meningkatkan perilaku asertif individu
menunjukkan bahwa ada peningkatan
yang pasif atau korban bullying yang
yang signifikan perilaku asertif siswa
kurang asertif. Hasil penelitian ini
kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali
mendukung penelitian dari Karyanti
korban
(2014)
melalui
bullying
asertif
pelatihan
dengan
yang berjudul “Keefektifan
berlatih
Pelatihan Keterampilan Asertif untuk
mengekspresikan diri secara penuh,
Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa
menghormati kepentingan orang lain,
Korban
memngkomunikasikan
Palangkaraya”
perasaan
pikiran
secara
dan
di
Bullying
yang
SMA
menunjukkan
langsung,
bahwa hasil analisis visual yang
menempatkan orang lain secara setara
dilakukan dengan memperhatikan level
dalam suatu hubungan, komunikasi
dan trend, yang didukung dengan hasil
verbal
skala perilaku asertif, maka dapat
(mengandung
komunikasi
non
mengandung
isi
verbal
bentuk
pesan),
yang
disimpulkan
pesan,
keterampilan
mengekspresikan
diri
serta
menghormati
lain
sehingga
orang
bahwa
asertif
pelatihan
efektif
untuk
meningkatkan perilaku asertif siswa
korban bullying.
dapat diterima oleh lingkungan sosial.
12
Penutup
Saran
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang
Bagi Guru BK hasil penelitian
telah dilakukan, maka kesimpulan
ini dapat digunakan oleh Guru BK
yang ditemukan dari penelitian ini
dalam meningkatkan perilaku asertif
adalah bahwa ada peningkatan yang
siswa
signifikan perilaku asertif siswa kelas
pelatihan asertif.
VII SMP Negeri 2 Boyolali korban
korban
bullying
melalui
Bagi peneliti selanjutnya dapat
asertif,
meneliti lebih lanjut mengenai perilaku
dengan nilai Asymp p = 0,010 < 0,050,
asertif siswa korban bullying melalui
dengan mean rank kelompok kontrol =
pelatihan asertif dengan populasi yang
3,83 dan kelompok eksperimen = 9,17.
lebih luas.
bullying
melalui
pelatihan
Kelompok eksperimen meningkat dari
6.67 pada saat pretest meningkat
menjadi 9.17 pada saat posttest.
DAFTAR RUJUKAN
Alberti & Emmons, (1990). Your Perfect Right: A Guide To Assertive Living . The
University of Michigan: Impact Publisher.
Coloroso, Barbara. (2007). Stop Bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta.
Craig, W. M., & Pepler, D.J (1998). Observations of bullying and victimization in the
school yard. Canada Journal of School Psychology, 13(2), 41-59.
13
Indrawati, Ertik. (2014). Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas IX SMP Negeri
2 Salatiga Menggunakan Pendekatan Behavioral Dengan Teknik Latihan
Asertif (Skripsi). Salatiga: Progdi Bimbingan dan Konseling, FKIP UKSW
Karyanti & Atmoko, Adi (2015). Keefektifan Pelatihan Keterampilan Asertif Untuk
Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Korban Bullying di SMA. Jurnal
Pendidikan Humaniora Volume 3 Nomor 2, Juni 2015, Hlm 116-121. ISSN
Cetak: 2338-8110 – ISSN Online: 2442-3890. http://journal.um.ac.id (Diakses
pada tanggal 23 Juni 2016. Pukul 11.28).
Loekmono, J.T. (2008). Model-model Konseling. Salatiga: Widya Sari.
Nelson, Richard & Jones. (2011). Teori dan Praktis Konseling dan Terapi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nursalim, dkk. (2005). Strategi Konseling. UNESA University Press.
Olweus, D. (1995). Bullying at School: What We Know and What We Can Do.
Oxford: Blackwell.
Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar
Anak. Jakarta: Grasindo.
Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sullivan, K., Clearly, M. & Sullivan, G. (2004). Bullying In Secondary Schools: What
it looks like and how to manage it.Thousand Oaks, CA: Crowin Press.
14
15