Pengaruh Jarak Tanam dan Dosis Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Bud Chip Tebu (Saccharum officinarum L.)

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika tebu (Saccharum officinarum L.) adalah sebagai berikut;
Kingdom : Plantae; Divisio : Spermatophyta; Sub divisi : Angiospermae;
Kelas : Monocotyledonae; Ordo : Poales; Familia : Poaceae; Genus : Saccharum;
Spesies : Saccharum officinarum L. (Steenis, 2005).
Akar yang pertama kali terbentuk dari bibit stek adalah akar adventif yang
berwarna gelap dan kurus. Setelah tunas tumbuh, maka fungsi akar ini akan
digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh di pangkal tunas. Pada tanah yang
cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5 – 1,0 meter. Tanaman tebu
berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat akar rambut yang
berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara (Wijayanti, 2008).
Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan
buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal
dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang
membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara
2-5 meter dan tidak bercabang (Indrawanto, 2010).
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,
berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah
berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras
(Indrawanto, 2010).

Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga
pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa
tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari, putik dengan

Universitas Sumatera Utara

dua kepala putik dan bakal biji. Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan
besar lembaga 1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk
mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul (Indrawanto, 2010).
Fase pertumbuhan tanaman dalam proses perkecambahan sangat
tergantung kepada ketersedian air dan makanan yang terdapat dalam bibit. Bibit
dengan kualitas yang jelek, misalnya diperoleh dari umur bibit yang sudah tua
yang kondisi distribusi air dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah
berkurang akan menyulitkan terjadinya inisiasi tumbuh tunas. Selain itu misalnya
kondisi bibit yang terinfeksi hama penyakit akan menyebabkan hambatan dalam
proses inisiasi pertunasan dan fase pertumbuhan tanaman lainnya. Kemudian
jumlah bibit yang ditanam sangat mempengaruhi jumlah tunas dan populasi
pertumbuhan tanaman. Meskipun pada awal perkecambahan, jumlah tunas
berkorelasi dengan jumlah mata yang berinisiasi menjadi tunas, namun
sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami keseimbangan

mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan terjadi
persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan
populasi tanaman pada periode pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan
populasi tanaman sampai mencapai pertumbuhan populasi batang optimal
(Soedhono, 2009).
Penggunaan varietas tebu bersifat dinamis. Setiap periode waktu, varietas
yang telah lama digunakan secara terus menerus tidak selalu menguntungkan,
sebagai akibat terjadinya penurunan kualitas genetik, kepekaan terhadap hama dan
penyakit yang dapat meyebabkan merosotnya perolehan hasil gula. Oleh karena
itu, untuk menghindari kondisi demikian diupayakan selalu terjadi regenerasi

Universitas Sumatera Utara

varietas di lapangan untuk mempersiapkan perolehan varietas pengganti dimana
varietas tebu sebaiknya tidak ditanam lebih dari 8 tahun (Soedhono, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang dengan
daerah penyebaran antara 35ºLS dan 39ºLU.


Namun umumnya tanaman

tebu tumbuh baik di daerah beriklim tropis. Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu
22 – 27 ºC dengan kelembaban nisbi 65 – 85 % untuk menghasilkan
sukrosa yang tinggi. Di daerah tropik yang bersuhu tinggi, altitude menjadi
pembatas kemungkinan

pengembangan

pengusahaan

tebu.

Sebagai

perbandingan, umur tanaman tebu memerlukan 12 bulan pada ketinggian
bekisar 200 m dpl, sedangkan pada ketinggian 2.500 m dpl memerlukan waktu
24 bulan (Sudiatso, 1999).
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan
berkisar antara 1.000 – 1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan

kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada
periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per
bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan
125 mm dan 4 – 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang
merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan
generative dan pemasakan tebu (Indrawanto, 2010).
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam setiap harinya. Proses
asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi
penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang berawan pada siang hari

Universitas Sumatera Utara

akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat menurunnya proses
fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat. Kecepatan angin sangat berperan
dalam mengatur keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk
yang mempengaruhi proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10
km/jam disiang hari berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin
dengan kecepatan melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman
tebu bahkan tanaman tebu dapat patah dan roboh (Indrawanto, 2010).
Tanah

Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai
jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan ketinggian
antara 0 – 1400 m diatas permukaan laut. Akan tetapi lahan yang paling sesuai
adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian >
1200 m diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat. Kemiringan
lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10% dapat
juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik untuk tebu
adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila tanahnya ringan
dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat (Indrawanto, 2010).
Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai macam tanah. Tanaman tebu
akan tumbuh baik pada tanah bertekstur lempung-berliat, lempung-berpasir dan
lempung-berdebu, dengan kedalaman solum yang cukup dalam (0,5 – 1,0 m) dan
drainase baik. Drainase yang jelek dapat mengakibatkan pertumbuhan yang
terhambat karena terjadinya kerusakan-kerusakan pada akar (Wijayanti, 2008).
Persyaratan lahan yang dibutuhkan tanaman tebu adalah pada daerah
dengan ketinggian 0-1400 m di atas permukaan laut, tetapi mulai ketinggian 1200

Universitas Sumatera Utara

m di atas permukaaan laut pertumbuhan tebu relatif lambat.


Bentuk lahan

bergelombang antara 0-15 % dengan kemiringan kurang dari 8 %,
kemiringan 10 % dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisasi. Sifat fisik
tanah yang ideal adalah tanah gembur sehingga aerasi udara dan perakaran
berkembang sempurna.
Struktur tanah yang baik untuk pertanaman tebu adalah tanah yang gembur
sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna, oleh karena itu upaya
pemecahan bongkahan tanah atau agregat tanah menjadi partikel-partikel kecil
akan memudahkan akar menerobos. Sedangkan tekstur tanah, yaitu perbandingan
partikel - partikel tanah berupa lempung, debu dan liat, yang ideal bagi
pertumbuhan tanaman tebu adalah tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan
kemampuan menahan air cukup dan porositas 30 %. Tanaman tebu menghendaki
solum tanah minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air
40 cm. Sehingga pada lahan kering, apabila lapisan tanah atasnya tipis maka
pengolahan tanah harus dalam. Demikian pula apabila ditemukan lapisan kedap
air, lapisan ini harus dipecah agar sistem aerasi, air tanah dan perakaran tanaman
berkembang dengan baik (Indrawanto, 2010).
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6

‐ 7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari 8,5 atau tidak
lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur hara menjadi
terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan keracunan Fe dan
Al pada tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian kapur (CaCo3) agar
unsur Fe dan Al dapat dikurangi. Bahan racun utama lainnya dalam tanah adalah

Universitas Sumatera Utara

klor (Cl), kadar Cl dalam tanah sekitar 0,06 – 0,1 % telah bersifat racun bagi akar
tanaman (Indrawanto, 2010).
Jarak Tanam Tebu
Pengaturan jarak tanam merupakan suatu usaha untuk mengendalikan
lingkungan mikro di sekitar pertanaman. Pengaturan dan penentuan jarak tanam
yang tepat tergantung pada daya kecambah benih, daya tumbuh kecambah, tingkat
kesuburan

tanah,

musim,


dan

kultivar

yang

digunakan.

Jarak

tanam

mempengaruhi populasi tanaman dan efisiensi dalam pengunaan cahaya,
kompotisi antar tanaman dalam penggunaan air dan zat hara baik antar tanaman
pokok maupun antar tanaman pokok dengan gulma yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil (Danuwinata, 1998)
Kerapatan tanaman, yang ditentukan oleh jarak tanam dalam barisan dan
antar barisan tanaman, akan mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman
terutama karena keefisienan penggunaan cahaya. Pada umumnya, produksi yang
tinggi per satuan luas akan dicapai dengan populasi yang tinggi, karena

tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum pada awal pertumbuhan. Akan
tetapi pada akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu
menurun karena persaingan terhadap cahaya dan faktor-faktor tumbuh lainnya
(Harjadi, 1991).
Jarak tanam berhubungan erat dengan populasi tanaman. Jika jarak tanam
antar barisan tetap dan jarak tanam dalam barisan sempit, populasi tanaman tinggi.
Sebaliknya, populasi tanaman rendah bila jarak tanam dalam barisan lebar.
Menurut Beets (1982), hasil komunitas tanaman adalah fungsi dari hasil per
tanaman dan jumlah tanaman per satuan luas. Jumlah tanaman genotipe tertentu

Universitas Sumatera Utara

dapat menguntungkan, bergantung pada sumberdaya lingkungan. Pada saat
sumberdaya yang tersedia terbatas, populasi tanaman rendah (jarak tanam dalam
baris lebar), jika sumberdaya berlebih, populasi dapat ditingkatkan (jarak tanam
dalam baris sempit).
Kepadatan

populasi


tanaman

yang tinggi

akan

mempengaruhi

petumbuhan tanaman dan pada akhirnya penampilan tanaman secara individu
akan menurun karena persaingan dalam intersepsi radiasi sinar matahari,
absorbs air dan unsur hara serta pengambilan CO2 dan O2. Pengaturan jarak
tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini akan
berpengaruh pada luas daun, berat kering tanaman, sistem perakaran, banyaknya
sinar matahari yang diterima, dan banyaknya unsur hara yang diserap dari dalam
tanah. Penggunaan jarak tanam yang tepat akan menaikkan hasil, tetapi
penggunaan

jarak

tanam


yang

kurang

tepat

akan

menurunkan

hasil

(Indrayanti, 2010)
Jarak tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh yang
ditempatinya dalam penyediaan unsur hara, air dan cahaya. Jarak tanam yang
terlalu lebar kurang efisien dalam pemanfaatan lahan, bila terlalu sempit akan
terjadi persaingan yang tinggi yang mengakibatkan produktivitas rendah.
Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai daya dukung
lingkungan, karena keterbatasan lingkungan pada akhirnya akan menjadi
pembatas pertumbuhan tanaman. Menurut prinsip faktor pembatas leibig, materi
esensial yang tersedia minimum cenderung menjadi faktor pembatas pertumbuhan
Odum (1959) dan Boughey (1968) dalam Herlina (2011). Pengaturan kepadatan
populasi tanaman dan pengaturan jarak tanam pada tanaman budidaya

Universitas Sumatera Utara

dimaksudkan untuk menekan kompetisi antara tanaman. Setiap jenis tanaman
mempunyai kepadatan populasi tanaman yang optimum untuk mendapatkan
produksi yang maksimum. Apabila tingkat kesuburan tanah dan air tersedia
cukup, maka kepadatan populasi tanaman yang optimum ditentukan oleh
kompetisi di atas tanah daripada di dalam tanah atau sebaliknya (Herlina, 2011).
Jarak tanam

yang

terlalu

penguapan air dari dalam tanah,

jarang

mengakibatkan besarnya proses

sehingga

proses

perkembangan terganggu. Sebaliknya jarak tanam

pertumbuhan
yang

terlalu

dan
rapat

menyebabkan terjadinya persaingan tanaman dalam memperoleh air, unsur hara
dan intensitas matahari. Tingkat kerapatan

tanaman

berhubungan dengan

populasi tanaman dan sangat menentukan hasil tanaman (Marliah, et al., 2012)
Jarak tanam di dalamn dan antara barisan (leng, juringan, jolangan)
berpengaruh baik terhadap pertunasan maupun jumlah batang yang diperoleh pada
saat panenan atau tebang. Umumnya makin rapat jarak tanam, makin tinggi
jumlah batang tebu giling yang diperoleh pada saat panen atau tebang. Sejumlah
percobaan lapangan di Jawa menunjukan adanya hubungan erat antara varietas
tebu dan jarak barisan (leng, juringan, jolangan) tanaman optimum yang akan
memberikan hasil dan gula maksimal (Pawirosemadi, 2011)
Sistem single bud planting (SBP) di Colombia menggunakan jarak tanam
60 cm dengan jarak pusat ke pusat/antar baris (pkp) sebesar 165 cm. Pada tahap
awal Sukramen, et al tidak berani menggunakan jarak tanam/pkp selebar itu,
sehingga sebagian besar kebun – kebun SPB masih menggunakan jarak tanam/pkp
konvensional (jarak tanam 30 – 40 cm; pkp 100 – 110 cm). Namun Sukarmen
tetap melakukan percobaan jarak tanam (30, 40, 50 dan 60 cm) dan pkp (100, 110,

Universitas Sumatera Utara

160 cm). Terkait dengan jarak tanam/pkp ini, dapat disimpulkan bahwa dengan
bibit SBP yang anakkannya lebih banyak, maka dengan jarak tanam yang lebih
besar hasil tebu (yield, ton tebu/ha) lebih tinggi (Sukarmen, et al., 2011).
Dalam sistem tanam juring tunggal, penggunaan pkp lebar (130 cm)
mampu meningkatkan distribusi cahaya dalam tajuk tanaman sebesar 7,9% dari
pkp rapat (110 cm). Peningkatan distribusi cahaya tersebut menyebabkan
peningkatan diameter batang sebesar 5,5%, bobot batang per tanaman sebesar
8,4% dan bobot per meter batang sebesar 9,5%. Adapun jumlah batang per meter
juring yang diperoleh kedua pkp tersebut yang tidak ada perbedaan. Meskipun
penggunaan pkp lebar mampu meningkatkan bobot batang per tanaman, namun
peningkatan tersebut lebih rendah dibanding dengan peningkatan faktor juring
(18,4%) yang diperoleh pkp rapat. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan pkp
rapat dalam sistem tanam juring tunggal menghasilkan produktivitas 11,3% lebih
tinggi dibanding pkp lebar (Djumali, 2014)
Dalam penelitian Rohedin (2012) menyatakan bahwa jarak tanam antar
barisan dengan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tinggi batang umur 6 bulan setelah tanam (BST), jumlah ruas batang per tanaman,
jumlah batang per petak, kandungan klorofil daun dan bobot basah batang bibit
tebu per petak. Sejalan dengan penelitian Basaroji (2013) yang menyatakan bahwa
perlakuan jarak tanam berpengaruh sangat nyata terjadi pada variabel pengamatan
jumlah daun pada umur 1, 2, 3, dan 4 bulan setelah tanam, jumlah anakkan
perrumpun dan jumlah anakkan per petak pada umur 4 bulan setelah tanam.

Universitas Sumatera Utara

Pupuk Nitrogen
Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa
bernitrogen, protein, dan nukleoprotein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk
membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena
itu, Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap
pertumbuhan tanaman khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pada
pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun (Novizan, 2003).
Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas terbanyak dibandingkan
dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah. Sumber nitrogen di dalam tanah
adalah dari fiksasi oleh mikroorganisme, air irigasi dan hujan, absorpsi amoniak,
perombakan bahan organik, dan pemupukan. Nitrogen di dalam tanah mempunyai
dua bentuk utama, yaitu nitrogen organik dan nitrogen anorganik berupa amonium
(NH4), amoniak (NH3), nitrit (NO2), dan nitrat ( NO3) (Stevenson, 1982). Nitrogen
diserap tanaman dalam bentuk NO3 dan NH4. Nitrogen dalam bentuk anorganik
dijumpai dalam bentuk ion-ion yang berada di dalam larutan tanah, yang berada di
kompleks adsorpsi, atau dalam bentuk ion amonium yang terfiksasi pada kisi
mineral liat ( Hanafiah et al., 2009). Pemberian nitrogen pada tanaman tebu akan
meningkatkan populasi batang tebu, peningkatan pupuk nitrogen akan selalu
meningkatkan jumlah tunas hingga tercapai suatu optimum, sehingga penambahan
nitrogen berikutnya tidak akan memberikan pengaruh lagi (Pawirosemadi, 2012).
Nitrogen (N) merupakan unsur hara yang paling penting. Kebutuhan
tanaman akan N lebih tinggi dibandingkan dengan unsur hara lainnya, selain itu N
merupakan faktor pembatas bagi produktivitas tanaman. Kekurangan N akan
menyebabkan tumbuhan tidak tumbuh secara optimum, sedangkan kelebihan N

Universitas Sumatera Utara

selain menghambat pertumbuhan tanaman juga akan menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan (Duan, et al., 2007).
Suplai N yang cukup ditunjukkan dengan adanya aktivitas fotosintesis
yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang vigor, dan warna daun yang hijau tua
Tumbuhan yang terlalu banyak mendapatkan N biasanya mempunyai daun yang
berwarna hijau tua dan lebat dengan sistem akar yang kerdil sehingga nisbah tajuk
dan akar tinggi. Hal ini diduga karena terjadinya penurunan jumlah gula yang
tersedia untuk ditranslokasikan ke akar (Salisbury dan Ross, 1995).
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro primer yang sangat
diperlukan oleh tanaman tebu, sehingga seringkali diperlukan pemupukan N untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil tebu. Dosis pupuk N tergantung pada
tingkat kesuburan tanah, kandungan bahan organik tanah, tekstur tanah, KTK, dan
jumlah biomas tanaman yang dihasilkan. Kelebihan dan kekurangan nitrogen
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, produksi dan kwalitasnya.
Efisiensi penyerapan nitrogen ditentukan juga oleh jumlah, frekuensi, cara, dan
waktu pemupukan N. Analisa daun, analisa tanah dan percobaan pemupukan di
lapangan merupakan dasar pembuatan rekomendasi pemupukan N yang
terintegrasi pada pengelolaan yang baik (Soemarno, 2011)
Menurut Novizan (2003), defisiensi Nitrogen menyebabkan tanaman
tumbuh lambat dan kerdil. Daunnya berwarna hijau muda. Sementara itu,
daundaun yang lebih tua menguning dan akhirnya mengering. Di dalam tubuh
tanaman, N bersifat mobil sehingga jika terjadi kekurangan N pada bagian pucuk,
Nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan dipindahkan ke organ yang lebih

Universitas Sumatera Utara

muda. Dengan demikian, pada daun-daun yang lebih tua gejala kekurangan
Nitrogen akan terlihat lebih awal.
Menurut Sundara (1998) Nitrogen merupakan unsur hara utama yang
mempengaruhi hasil dan kualitas tebu. Hal ini dibutuhkan untuk pertumbuhan
vegetatif, yaitu pembentukan tunas, pembentukan daun, pertumbuhan batang
(pembentukan ruas, pemanjangan ruas, peningkatan ketebalan batang dan bobot
batang) dan pertumbuhan akar. Pertumbuhan vegetatif secara langsung berkaitan
dengan hasil tebu, sehingga Nitrogen sangat penting untuk meningkatkan
produksi. Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun pucat, penuaan pada daun
pertama, batang pendek dan kurus, akar menjadi panjang tetapi berukuran lebih
kecil. Kelebihan N juga berbahaya bagi tanaman tebu karena dapat
memperpanjang pertumbuhan vegetatif, penundaan kedewasaan dan pematangan,
menurunkan kadar gula dalam nira dan dengan demikian menurunkan kemurnian
nira. Selain itu, tanaman tebu menjadi sukulen dan rentan terhadap serangan hama
dan penyakit
Efisiensi penggunaan pupuk-N merupakan langkah untuk memberikan
pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman,sehingga tanaman padi dapat menyerap
unsur hara secara optimal dan untuk mengurangi tingkat kehilangan N akibat
akumulasi N pada lapisan tanah dalam bentuk NH4 dan NO3 ataupun menjadi gas
seperti NOx. Efisiensi penggunaan pupuk N dipengaruhi oleh (1) rasio respon
tanaman (crop response ratio) terhadap pemberian pupuk tunggal (pupuk-N)
ataupun pupuk majemuk (NPK) yang berkaitan dengan produktivitas tanaman,
(2) recovery efficiency, (3) physiological efficiencyyang merupakan tingkat
kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara dan, (4) partial factor of

Universitas Sumatera Utara

productivity of fertilizermerupakan perbandingan unsur hara yang terkandung
dalam pupuk (Triyono, et al,. 2013).
Kecukupan pupuk nitrogen sangat menentukan pertumbuhan tanaman.
Indikatornya terlihat jelas pada ukuran daun, tinggi batang, luas permukaan daun
dan jumlah anakan tanaman tebu. Kekurangan unsur ini membuat pertumbuhan
tanaman merana, ukuran daun mengecil, kurus dan berwarna kekuningan.
Penyebab rendahnya produktivitas pada tanaman tebu memang cukup banyak,
salah satu yang cukup dominan adalah masalah pemupukan. Pemberian pupuk
buatan yang terus menerus ternyata membuat tanah menjadi keras dan
kecenderungan produktivitasnya semakin rendah. Penggunaan pupuk organik
secara terus menerus tanpa dibantu oleh pemberian pupuk buatan mempunyai
kecenderungan produktivitasnya rendah. Namun penggunaan keduanya akan
menghasilkan sinergi positip yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
Pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk urea, ZA masih diperlukan dalam jumlah
yang cukup banyak; karena biomas yang dihasilkan tanaman tebu sangat banyak,
setiap tahunnya tidak kurang dari 100 ton biomas per ha yang dihasilkan tanaman
dan tidak kembali ke tanah lagi (Soemarno, 2011)
Nitrogen

diperlukan

tanaman

sebagai

penyusun

semua

protein,

klorofil, dan asam-asam nukleat serta berperan penting dalam pembentukan
koenzim (Hanafiah,

2005).

Penyediaan

nitrogen

berhubungan

dengan

penggunaan karbohidrat. Apabila persediaan nitrogen sedikit maka hanya
sebagian kecil hasil fotosintesis yang diubah menjadi protein dan sisanya
diendapkan. Pengendapan karbohidarat menyebabkan sel vegetatif menebal.
Apabila

persediaan

nitrogen cukup

banyak

maka

sedikit

sekali

yang

Universitas Sumatera Utara

mengendap

karena

sebagian

besar dijadikan

protein

dan

membentuk

protoplasma. Protoplasma akan mengikat air sehingga tanaman menjadi meruah
atau voluminous (Leiwakabessy et al., 2003).
Tanaman tebu memerlukan unsure hara dalam jumlah yang tinggi untuk
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Dalam 1 ton hasil panen tebu terdapat
sekitar 2.00 kg N; 0,40 - 0,80 kg P2O5 dan 1,20 - 6,0 kg K2O yang diserap dari
dalam tanah. Oleh karena itu diperlukan pemupukan N, P dan K yang cukup
tinggi agar hasil panen tebu tetap tinggi dan kesuburan tanah dapat dilestarikan.
Penambahan pupuk N karena hara N yang tersedia dalam tanah berasal dari luar
tanah, yaitu : (1) bahan organik sisa panen tanaman, (2) fiksasi N dari udara oleh
mikroba tanah, (3) air irigasi, dan (4) pupuk N. Pupuk ammonium sulphat (ZA)
juga mengandung sulphur. Pemakaian ZA terus menerus dapat mengasamkan
tanah. Aplikasi pupuk ZA dengan dosis 4-6 ku/ha (beragam tergantung kondisi
tanah) dapat menghasilkan hablur gula yang diharapkan (Soemarno, 2011).
Hasil penelitian Ikhtiyanto (2010) menunjukan bahwa pupuk N dan P yang
diberikan berpengaruh pada beberapa peubah pertumbuhan tebu. Semakin tinggi
dosis pupuk Nitrogen meningkatkan BK daun, jumlah tanaman per juring,
diameter batang bagian tengah dan bawah. Selain itu, semakin tinggi dosis
pupuk Fosfor dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring tanaman tebu.

Universitas Sumatera Utara