Gambaran Kadar PM10, SO2, dan NO2 dan Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan pada Pedagang di Sekitar Fly Over Jalan Sisingamangaraja Kota Medan Tahun 2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencemaran Udara
2.1.1 Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau
kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu,
sehingga dapat dideteksi oleh manusia (yang dapat dihitung dan diukur) serta
dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material (Chambers
dan Masters dalam Mukono, 2008). Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.41 Tahun 1999 pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
2.1.2 Penyebab Pencemaran Udara
Menurut Wardhana (2004), secara umum penyebab pencemaran udara ada
dua macam, yaitu :
1.
Faktor internal (secara alamiah), contoh:
a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin
b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gasgas vulkanik.
c. Proses pembusukan sampah organik.
2.
Faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh:
a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil
9
Universitas Sumatera Utara
10
b. Debu/serbuk dari kegiatan industri
c. Pemakaian zat – zat kimia yang disemprotkan ke udara.
Pencemaran Udara pada tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari
satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk
terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya.
2.1.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara
Menurut Mukono (2008) bahan pencemar udara atau polutan udara dibagi
menjadi dua bagian:
1.
Polutan primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber
tertentu, dapat berupa:
a. Gas terdiri dari:
1). Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan
karbon oksida (CO atau CO2).
2). Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.
3). Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.
4). Senyawa halogen, yaitu flour, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon
terklorinasi, dan Bromin.
b. Partikel
Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik spesifik, dapat berupa
zat padat maupun suspensi aerosol cair. Bahan partikel tersebut dapat
berasal
dari
proses
kondensasi,
proses
dispersi
(proses
menyemprot/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
11
Berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat merupakan suatu:
1) Partikel debu kasar (coarse particle), jika diameternya > 10 mikron.
2) Partikel debu, uap dan asap, jika diameternya diantara 1 - 10 mikron.
3) Aerosol, jika diameternya < 1 mikron.
Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari
sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang
dikeluarkan antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO, HC, dan partikel
debu. Gas NO2, SO2, HC, dan CO dapat dihasilkan dari proses pembakaran
oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan fosil
(Mostardi dalam Mukono, 2008).
2. Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan
kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi
NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah
reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Konsentrasi relative dari bahan kimia
b. Derajat fotoaktivasi
c. Kondisi iklim
d. Topografi lokal dan adanya embun
Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak
stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy acetyl
Nitrat (PAN) dan Formaldehida ( Corman dan Chambers dalam Mukono,
2008).
Universitas Sumatera Utara
12
Di daerah perkotaan dan industri, parameter bahan pencemar udara yang
perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan
adalah parameter gas SO2, gas CO, gas NO2, dan partikel debu (Holzworth dan
Cormick dalam Mukono, 2008).
2.1.4 Sumber Pencemaran Udara
Menurut Chandra (2006), sumber-sumber pencemaran udara dapat dibagi
dalam dua kelompok besar, sumber alamiah dan akibat perbuatan manusia.
1. Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam.
Contoh : Kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan lainnya.
2. Sumber pencemaran buatan manusia (berasal dari kegiatan manusia).
Contoh:
a. Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor
berupa gas CO,CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide, dan Pb.
b. Limbah industri : kimia, metalurgi, tambang, pupuk, dan minyak
bumi.
c. Sisa pembakaran dari gas alam, batubara, dan minyak, seperti asap,
debu, dan sulfur dioksida.
d. Lain-lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah, dan
limbah reaktor nuklir.
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2013), sumber pencemar udara
terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak adalah
sumber yang dapat bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Sumber tidak bergerak adalah sumber yang statis (diam) di suatu tempat. Sumber
Universitas Sumatera Utara
13
tidak bergerak diwakili oleh sumber titik dan sumber area. Sumber bergerak
diwakili oleh sumber bergerak di jalan raya (on-road) dan bukan di jalan raya
(non-road).
a. Sumber titik
Sumber titik adalah sumber individu yang tidak bergerak. Suatu sumber
dikategorikan sebagai sumber titik apabila sumber tersebut mengemisikan
pencemar di atas ambang batas yang ditetapkan. Tipikal sumber titik adalah
industri manufaktur atau pabrik produksi yang memiliki cerobong.
Di dalam suatu sumber titik, bisa terdapat beberapa unit pembakaran/boiler
atau beberapa unit proses. Untuk kota-kota sedang dan kecil, sumber titik ini
selain industri manufaktur (skala besar), dapat pula mencakup insinerator di
rumah sakit, boiler di hotel, krematorium, dan industri-industri skala
menengah dan kecil.
b. Sumber Area
Sumber area adalah sumber yang secara individu tidak memenuhi
kualifikasi sebagai sumber titik. Sumber area mewakili berbagai kegiatan
individu yang mengeluarkan sejumlah kecil pencemar, namun secara kolektif
kontribusi emisinya menjadi signifikan. Yang termasuk sumber area
diantaranya adalah kegiatan memasak di rumah tangga, stasiun pengisian
bahan bakar umum (SPBU), lokasi konstruksi, bengkel cat, terminal bis,
klenteng, dan sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Sumber Bergerak
Sumber bergerak terbagi menjadi dua, yaitu sumber bergerak di jalan raya
(on-road), seperti mobil, truk, bus, sepeda motor; dan bukan di jalan raya
(non-road) seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api, peralatan pertanian
dan konstruksi, dan mesin pemotong rumput. Lebih lanjut, sumber bergerak
on-road dan non-road juga dapat diwakili oleh sumber bergerak garis dan
sumber bergerak area. Sumber bergerak garis adalah sumber bergerak (di jalan
raya atau bukan di jalan raya) yang emisinya secara individu maupun kolektif
membentuk garis sepanjang ruas jalan atau jalur non-jalan. Untuk mengetahui
emisi sumber bergerak garis, diperlukan data aktivitas kendaraan/moda
transportasi pada ruas atau jalur tersebut, misalnya volume kendaraan per hari
atau jarak tempuh kereta api per hari. Apabila data aktivitas pada ruas jalan
atau jalur non-jalan tidak diketahui, maka sumber bergerak dikategorikan
sebagai sumber bergerak area, yaitu bahwa emisi kendaraan secara kolektif
membentuk suatu area.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara
Menurut Chandra (2006) pencemaran udara yang terjadi di permukaan
bumi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor meteorologi dan
iklim serta faktor topografi.
1.
Meteorologi dan iklim
a.
Temperatur
Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri
dapat menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain udara dingin akan
Universitas Sumatera Utara
15
terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung
menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi
polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. Dalam keadaan
tersebut, di permukaan bumi dapat dikatakan tidak terdapat pertukaran udara
sama sekali karena kondisi itu dapat berlangsung sampai beberapa hari atau
beberapa minggu, udara yang berada dekat permukaan bumi akan penuh
dengan polutan dan dapat menimbulkan keadaan yang sangat kritis bagi
kesehatan.
b.
Arah dan kecepatan angin
Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana
dan dapat mencemari udara negara lain. Kondisi semacam ini pernah dialami
oleh negara-negara di daratan Eropa.
c.
Hujan
Air hujan, sebagai pelarut umum, cenderung melarutkan bahan polutan
yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara
sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di
sekitarnya. Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfur dioksida dan
apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat
(sulfuric acid) sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid
rain).
Universitas Sumatera Utara
16
2.
Topografi
a.
Dataran rendah
Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh
ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara
negara lain.
b.
Pegunungan
Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin
yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi.
c.
Lembah
Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala
penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan
bumi.
2.1.6 Baku Mutu Udara Ambien
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999,
baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Nilai baku mutu PM10 dalam
udara ambien rata-rata per 24 jam adalah 150 µg/Nm3, baku mutu SO2 adalah 900
µg/Nm3 untuk waktu pengukuran selama 1 jam, dan baku mutu NO2 yaitu 400
µg/Nm3 untuk waktu pengukuran selama 1 jam.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2
Partikulat 10 Mikrometer (PM10)
2.2.1 Sifat dan Karakteristik PM10
Partikulat didefinisikan sebagai partikel-partikel halus yang berasal dari
padatan maupun cairan yang tersuspensi di dalam gas (udara). Partikel padatan
atau cairan ini umumnya merupakan campuran dari beberapa materi organik dan
non-organik seperti asam (partikel nitrat atau sulfat), logam, ataupun partikel debu
dan tanah. Ukuran partikel sangatlah penting untuk diketahui karena
memengaruhi dampak partikel tersebut terhadap manusia dan lingkungan. PM10
adalah partikel yang berukuran 10 mikrometer atau lebih kecil (KLH, 2013).
PM10 memiliki beberapa nama lain, yaitu inhalable particles, respirable
particulate, respirable dust dan inhalable dust. PM10 juga dapat bersifat toksik
karena dapat mengandung campuran partikulat jelaga, kondensat asam, garam
sulfat, partikel nitrat, ataupun logam-logam berat (Fitria, 2009).
2.2.2 Sumber dan Distribusi PM10
Beberapa studi mengenai sumber dan distribusi PM10 menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel
yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses
mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan
benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Sumber utama PM10 di perkotaan
adalah asap kendaraan bermotor. Partikulat ini dapat terhisap ke dalam sistem
pernapasan. Partikel yang berukuran diameter diantara 1 – 10 mikron biasanya
termasuk tanah, debu, dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel
Universitas Sumatera Utara
18
yang mempunyai diameter antara 0,1 – 1 mikron terutama merupakan produkproduk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 2012; Fitria, 2009).
Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat
partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke
bumi. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel,
masa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang
sudah mati karena jatuh mengendap di bumi dapat hidup kembali apabila tertiup
oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2004).
2.2.3 Dampak Pencemaran PM10
Partikulat dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan
gangguan
pernapasan
dan
kerusakan
paru-paru.
PM10
diketahui
dapat
meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan
pernapasan, pada konsentrasi 140 μg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada
anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 μg/m3 dapat memperparah kondisi
penderita bronkhitis (Gilliland FD dalam Fitria, 2009). PM10, merupakan indikator
yang baik untuk kelainan saluran pernapasan, karena didapatkannya hubungan
yang kuat antara gejala penyakit saluran pernapasan dengan kadar partikel debu
(Pope dalam Mukono, 2008).
Menurut Fardiaz (2012), partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di
dalam paru-paru berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:
1. Partikel tersebut beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya.
Universitas Sumatera Utara
19
2. Partikel tersebut bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di
dalam saluran pernapasan dapat mengganggu pembersihan bahanbahan lain yang berbahaya.
3. Partikel-partikel tersebut dapat membawa molekul-molekul gas yang
berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi,
sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal
di bagian paru-paru yang sensitif.
2.2.4 Mekanisme pajanan ke Manusia
Sistem pernapasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang
mencegah masuknya partikel-partikel, baik berbentuk padat maupun cair, ke
dalam paru-paru. Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel
berukuran besar, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan dicegah masuk
oleh membran mukosa yang terdapat di sepanjang sistem pernapasan dan
merupakan permukaan tempat partikel menempel. Pada beberapa bagian sistem
pernapasan terdapat bulu-bulu halus (silia) yang bergerak ke depan dan ke
belakang bersama-sama mukosa sehingga membentuk aliran yang membawa
partikel yang ditangkapnya keluar dari sistem pernapasan ke tenggorokan, dimana
partikel tersebut tertelan (Fardiaz, 2012).
Pada saat orang menarik napas, udara yang mengandung partikel akan
terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paruparu akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut
(Wardhana, 2004). Partikel yang mempunyai diameter lebih besar daripada 5
mikron akan terhenti dan terkumpul terutama di dalam hidung dan tenggorokan.
Universitas Sumatera Utara
20
Meskipun partikel tersebut sebagian dapat masuk ke dalam paru-paru. Partikel
yang berukuran diameter 0,5 – 5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru
sampai bronchioli, dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Partikel
yang berukuran dimeter kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal di
dalam alveoli. Pembersihan partikel-partikel yang sangat kecil tersebut dari
alveoli sangat lambat dan tidak sempurna dibandingkan dengan di dalam saluran
yang lebih besar. Beberapa partikel yang tetap tertinggal di dalam alveoli dapat
terabsorbsi ke dalam darah (Fardiaz, 2012).
Inhalable particle
(2,5-10 mikron)
Faring
Deposit di Trakeobronkial
Iritasi Kronis
Keradangan
Sekret/lendir
Gangguan mukosilier
Gambar 2.1. Efek Pajanan PM10 terhadap Saluran Pernapasan
Sumber : Mukono, 2008
Universitas Sumatera Utara
21
2.3
Sulfur Dioksida (SO2)
2.3.1 Sifat dan Karakteristik SO2
Sulfur dioksida adalah salah satu spesies dari gas-gas oksida sulfur (SOx).
Gas ini sangat mudah terlarut dalam air, memiliki bau namun tidak berwarna
(KLH, 2013). Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat
reaktif terhadap gas yang lain. Ciri lainnya yaitu, sangat mengiritasi, tidak
terbakar, dan tidak meledak. Konsentrasi SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh
indera penciuman manusia ketika konsentrasi berkisar antara 0,3 – 1 ppm (Sunu,
2001; Wardhana, 2004).
2.3.2 Sumber dan Distribusi SO2
Sebagian besar sulfur yang terdapat di atmosfer dalam bentuk sulfur
dioksida (SO2). Sebagian besar pencemaran udara oleh gas belerang oksida (SOx)
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, terutama batu bara (Sunu, 2001).
Sebagaimana O3, pencemar sekunder yang terbentuk dari SO2, seperti
partikel sulfat, dapat berpindah dan terdeposisi jauh dari sumbernya. SO2 dan gasgas oksida sulfur lainnya terbentuk saat terjadi pembakaran bahan bakar fosil
yang mengandung unsur sulfur. Sulfur sendiri terdapat dalam hampir semua
material mentah yang belum diolah seperti minyak mentah, batu bara, dan bijihbijih yang mengandung metal seperti aluminium, tembaga, seng, timbal, dan besi.
Di daerah perkotaan, yang menjadi sumber utama sulfur adalah kegiatan
pembangkit tenaga listrik, terutama yang menggunakan batu bara ataupun minyak
sebagai bahan bakarnya. Selain itu gas buang dari kendaraan yang menggunakan
Universitas Sumatera Utara
22
minyak solar, industri-industri yang menggunakan bahan bakar batu bara dan
minyak bakar, juga merupakan sumber sulfur (KLH, 2013).
SO2 berpotensi besar untuk berpindah ke tempat yang lebih jauh (lebih
dari 500-1000 km) karena gas dapat tetap berada di atmosfer selama beberapa
hari. Hal ini dapat menimbulkan hujan asam regional bahkan dapat menyeberang
ke negara lain (CAI-Asia, 2010).
2.3.3 Dampak Pencemaran SO2 terhadap Kesehatan
SO2 dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan fungsi paru, dan
menyebabkan iritasi mata. Radang saluran pernapasan yang disebabkan oleh SO2
akan mengakibatkan batuk dengan sekresi lendir yang berlebihan, peningkatan
gejala asma dan bronkitis kronis serta membuat manusia lebih rentan terhadap
infeksi pada saluran pernapasan (WHO, 2014).
Tabel 2.1 Pengaruh SO2 terhadap Manusia
Konsentrasi (ppm)
3–5
8 – 12
20
20
20
50 – 100
400 – 500
Pengaruh
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi
tenggorokan
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi mata
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam
waktu lama
Maksimum yang dipebolehkan untuk kontak dalam waktu
singkat (30 menit)
Berbahaya meskipun kontak secara singkat
Sumber : (Kirk dan Othmer dalam Fardiaz, 2012)
Kemudian, menurut Saric dan Robinovitch dalam Mukono (2008), gas
SO2 pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi asam sulfat (H2SO4). Jika asam
sulfat di atmosfer bercampur dengan partikel debu, dan masuk ke dalam saluran
pernapasan, maka dapat merusak epitel saluran pernapasan. Kerusakan epitel
Universitas Sumatera Utara
23
tersebut akan memudahkan terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus, dan hal ini
juga merupakan predisposisi terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Menahun
(PPOM).
2.3.4 Mekanisme pajanan ke Manusia
Menurut Satriyo (2008) yang dikutip dari skripsi Sakti (2012) rute pajanan
SO2 ke tubuh manusia yang utama adalah melalui inhalasi. SO2 mudah larut
dalam air sehingga dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar juga ke
saluran pernapasan. Partikulat sulfat dalam gas buang kendaraan bermotor
berukuran kecil sehingga partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli
paru-paru dan bagian lain yang sempit. SO2 dapat menyebabkan iritasi terhadap
saluran pernapasan, membengkaknya membran mukosa, dan dapat menghambat
aliran udara pada saluran pernapasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi
kelompok yang rentan seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para
lanjut usia.
Gas SO2
melalui : - Mulut
- Napas dalam
Masuk saluran pernapasan
Daya larut tinggi
Iritasi dinding bronkus
terjadi : - Keradangan
- Produksi lendir meningkat
Bronkiolus dan alveolus
terjadi : - Produksi lendir meningkat
Resistance saluran pernapasan meningkat
Konstriksi bronkus
Gambar 2.2 Efek Pajanan SO2 terhadap Saluran Pernapasan
Sumber : Mukono, 2008
Universitas Sumatera Utara
24
2.4
Nitrogen Dioksida (NO2)
2.4.1 Sifat dan Karakteristik NO2
Umumnya spesies dari NOx merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau. Tetapi NO2 menjadi pengecualian dimana keberadaannya di daerah
perkotaan dapat dilihat sebagai lapisan kabut kecoklatan di langit (KLH, 2013).
Berdasarkan penelitian Handayani dkk (2003), nitrogen dioksida adalah
gas toksik yang memiliki kelarutan yang rendah jika berada dalam air, namun
larut dalam larutan alkali, karbon disulfida dan kloroform. Gas ini berwarna
coklat kemerahan dan pada suhu di bawah 21,2°C akan berubah menjadi cairan
berwarna kuning.
2.4.2 Sumber dan Distribusi NO2
Pencemaran
udara
di
perkotaan
cenderung
meningkat
termasuk
konsentrasi NO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pegunungan.
Emisi NO2 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NO2 yang
diproduksi manusia adalah dari pembakaran terutama kendaraan bemotor,
produksi energi dan pembakaran sampah. Sebagian besar emisi NO2 sebagai
akibat dari kegiatan manusia dengan berbagai kepentingannya berasal dari
pembakaran arang, gas alam dan bensin (Sunu, 2001).
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.2. Sumber Pencemaran NOx di Udara
Sumber Pencemaran
Transportasi:
- Mobil bensin
- Mobil diesel
- Kereta api
- Kapal laut
- Sepeda motor dll
Pembakaran Stasioner:
- Batubara
- Minyak
- Gas alam (termasuk LPG)
- Kayu
Proses Industri
Pembuangan Limbah Padat
Lain-lain:
- kebakaran hutan
- pembakaran batubara sisa
- pembakaran limbah pertanian
% bagian
% total
39,3
32,0
2,9
1,9
1,0
1,5
48,5
19,4
4,8
23,3
1,0
1,0
2,9
8,3
5,8
1,0
0,0
Sumber : Wardhana, 2004
Menurut Fardiaz (2012), konsentrasi NOx di udara dalam suatu kota
bervariasi sepanjang hari tergantung dari sinar matahari dan aktivitas kendaraan.
Perubahan konsentrasi NOx berlangsung sebagai berikut:
1.
Sebelum matahari terbit, konsentrasi NO dan NO2 tetap stabil pada
konsentrasi sedikit lebih tinggi dari konsentrasi minimum sehari-hari.
2.
Segera setelah aktivitas manusia meningkat (jam 6 – 8 pagi)
konsentrasi NO meningkat terutama karena meningkatnya aktivitas
lalu lintas yaitu kendaraan bermotor. Konsentrasi NO tertinggi pada
saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.
3.
Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultaviolet,
konsentrasi NO2 meningkat karena perubahan NO primer menjadi
NO2 sekunder. Konsentrasi NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5
ppm.
Universitas Sumatera Utara
26
4.
Konsentrasi ozon meningkat dengan menurunnya konsentrasi NO
sampai kurang dari 0,1 ppm.
5.
Jika intensitas energi solar (sinar matahari) menurun pada sore hari
(jam 5 - 8 sore) konsentrasi NO meningkat kembali.
6.
Energi matahari tidak tersedia untuk mengubah NO menjadi NO2
(melalui reaksi hidrokarbon), tetapi O3 yang terkumpul sepanjang hari
akan bereaksi dengan NO. Akibatnya terjadi kenaikan konsentrasi
NO2 dan penurunan konsentrasi O3.
2.4.3 Dampak Pencemaran NO2
Pajanan nitrogen dioksida sangat berpengaruh pada saluran pernapasan.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pajanan NO2 selama 30 menit hingga 24 jam
akan menimbulkan efek yang merugikan bagi pernapasan yaitu peradangan
saluran napas pada orang sehat dan peningkatan gejala pada penderita asma.
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan
konsentrasi NO2 dengan peningkatan kunjungan rumah sakit dan UGD yang
berkaitan dengan penyakit pernapasan terutama asma (US.EPA, 2015).
Konsentrasi NO2 lebih tinggi dari 100 ppm bersifat letal terhadap
kebanyakan hewan, dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala edema
pulmonari. Konsentrasi NO2 sebesar 800 ppm atau lebih mengakibatkan 100%
kematian pada hewan-hewan yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.
Pemberian sebanyak 5 ppm NO2 selama 10 menit terhadap manusia
mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernapas (Fardiaz, 2012).
Universitas Sumatera Utara
27
2.4.4 Mekanisme pajanan ke Manusia
Inhalasi NO2 dapat menyebabkan gangguan paru dan saluran pernapasan,
kemudian dapat masuk ke dalam peredaran darah dan menimbulkan akibat di alat
tubuh lain. Di dalam saluran pernapasan NO2 akan terhidrolisis membentuk asam
nitrit (HNO2) dan asam nitrat (HNO3) yang bersifat korosif terhadap mukosa
permukaan saluran napas (Handayani dkk, 2003)
Gas NO2
(oksidan inhalan)
Keradangan bronkus
Gerakan silia menurun
Mekanisme pembersihan silia menurun
Infeksi bronkus meningkat
Infeksi bronkus kronis
Gambar 2.3. Efek Pajanan NO2 terhadap Saluran Pernapasan
Sumber : Mukono, 2008
2.5
Efek Pencemaran Udara
Menurut Chandra (2006), Efek pencemar udara pada kehidupan manusia
dapat dibagi menjadi efek umum, efek terhadap ekosistem, efek terhadap
kesehatan, efek terhadap tumbuh- tumbuhan dan hewan, efek terhadap cuaca dan
iklim, dan efek terhadap sosial ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
28
2.5.1 Efek Umum
Efek umum pencemaran udara terhadap kehidupan manusia, antara lain:
a. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada manusia, flora, dan
fauna.
b. Memengaruhi kuantitas dan kualitas sinar matahari yang sampai ke
permukaan bumi dan memengaruhi proses fotosintesis tumbuhan.
c. Memengaruhi dan mengubah iklim.
d. Pencemaran udara dapat merusak cat, karet, dan bersifat korosif terhadap
benda yang terbuat dari logam.
e. Meningkatkan biaya perawatan bangunan, monumen, jembatan, dan
lainnya.
f. Mengganggu penglihatan dan dapat meningkatkan angka kasus kecelakaan
lalu lintas di darat, sungai, maupun udara.
g. Menyebabkan warna kain dan pakaian menjadi cepat buram dan bernoda.
2.5.2 Efek terhadap Ekosistem
Industri yang mempergunakan batubara sebagai sumber energinya akan
melepaskan zat oksida sulfat ke dalam udara sebagai sisa pembakaran batubara.
Zat tersebut akan bereaksi dengan air hujan membentuk asam sulfat sehingga air
hujan menjadi asam (acid rain). Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama,
akan terjadi perubahan pada ekosistem perairan danau. Akibatnya, pH air danau
akan menjadi asam, produksi ikan menurun, dan secara tidak langsung pendapatan
rakyat setempat pun menurun.
Universitas Sumatera Utara
29
2.5.3 Efek terhadap Kesehatan
Efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat terlihat baik
secara cepat maupun lambat, seperti berikut:
a. Efek cepat
Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan mendadak
kasus pencemaran udara juga akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan
kematian akibat penyakit saluran pernapasan. Pada situasi tertentu, gas CO
dapat menyebabkan kematian mendadak karena daya afinitas gas CO terhadap
hemoglobin darah (menjadi methaemoglobin) yang lebih kuat dibandingkan
daya afinitas O2 sehingga terjadi kekurangan gas oksigen di dalam tubuh.
b. Efek Lambat
Pencemaran udara diduga sebagai salah satu penyebab penyakit bronkhitis
kronis dan kanker paru primer. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran
udara, antara lain emfisema paru, black lung disease, asbestosis, silikosis,
bisinosis, dan pada anak-anak penyakit asma dan eksema.
2.5.4 Efek terhadap Tumbuhan dan Hewan
Tumbuh – tumbuhan sangat sensitif terhadap gas sulfur dioksida, florin,
ozon, hidrokarbon, dan CO. Apabila terjadi pencemaran udara, konsentrasi gas
tersebut akan meningkat dan dapat menyebabkan daun tumbuhan berlubang dan
layu. Ternak juga akan menjadi sakit jika memakan tumbuh – tumbuhan yang
mengandung dan tercemar florin.
Universitas Sumatera Utara
30
2.5.5. Efek terhadap Cuaca dan iklim
Gas karbon dioksida memiliki kecenderungan untuk menahan panas tetap
berada di lapisan bawah atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca. Udara
menjadi panas dan gerah. Selain itu, partikel – partikel debu juga memiliki
kecenderungan untuk memantulkan kembali sinar matahari di udara sebelum sinar
tersebut sampai ke permukaan bumi sehingga udara di lapisan bawah atmosfer
menjadi dingin.
2.5.6. Efek terhadap Sosial Ekonomi
Pencemaran udara akan meningkatkan biaya perawatan dan pemeliharaan
bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya serta menyebabkan pengeluaran
biaya ekstra untuk mengendalikan pencemaran yang terjadi.
2.6
Sistem Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksida keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 2006).
2.6.1 Organ Pernapasan
Dalam Syaifuddin (2006), organ pernapasan terdiri dari hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan paru-paru.
a.
Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).
Universitas Sumatera Utara
31
Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan
kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Pada dinding lateral terdapat tiga tonjolan yang disebut konkha nasalis
superior, media, dan inferior. Maka udara pernapasan akan mengalir melalui celah
celah ketiga tonjolan tersebut dan udara inspirasi akan dipanaskan oleh darah di
dalam kapiler dan dilembabkan oleh lendir juga debu – debu udara pernapasan
dapat diperangkap oleh lendir. Lendir digerakkan oleh silia ke belakang menuju
faring (Irianto, 2008).
b.
Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
c.
Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok
itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk (Manurung dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
32
d.
Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Sel-sel bersilia
gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernapasan.
e.
Bronkus
Struktur mikroskopis bronkus mirip dengan trakea. Bronkus primer kiri
lebih horizontal, lebih panjang dan lebih kecil dari bronkus kanan. Maka benda
asing yang terhisap lebih sering dan lebih mudah masuk ke bronkus kanan
(Irianto, 2008).
f.
Paru-paru
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Letak paru-
paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura.
2.7
Gangguan Saluran Pernapasan
Gangguan pada sistem respirasi merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernapasan jauh lebih sering terjadi
dibandingkan dengan infeksi pada organ tubuh lainnya (Syaifuddin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
33
Menurut Suma’mur (2009), iritasi saluran pernapasan atau paru dapat
terjadi dari sangat ringan sampai dengan luar biasa berat. Tergantung kepada sifat
kimia dan kadar zat kimia rangsangan dapat mengenai saluran pernapasan atas
atau bawah dan lebih jauh lagi ke saluran napas yang paling halus serta jaringan
paru.
2.7.1 Gejala Gangguan Saluran Pernapasan
Gejala gangguan saluran pernapasan yang diakibatkan oleh pajanan PM10,
SO2, dan NO2 diantaranya adalah batuk dengan sputum, sesak napas, dan nyeri
dada.
a. Batuk berdahak
Menurut Rab (1996) zat – zat yang dapat merangsang terjadinya batuk
adalah :
1. Mekanis
Misalnya Iritan, bila terhirup asap atau debu maka akan dikeluarkan
melalui batuk.
2. Inflamasi
Terdapatnya refluks esofagus, Laringitis atau trakeobronkitis.
3. Psikogenik
Misalnya pada keadaan ketakutan.
Pada dasarnya penyebab batuk adalah iritasi dari mukosa bronkus yang
dapat disebabkan oleh inflamasi (peradangan), baik oleh bakteri, virus, dan jamur
disertai dengan mukus yang banyak. Dapat pula disebabkan oleh iritasi karena
Universitas Sumatera Utara
34
benda asing. Iritan seperti rokok, gas, dan bahan-bahan kimia dapat menjadi
stimulan dalam terjadinya batuk.
Menurut Price dan Wilson (2006), orang dewasa normal menghasilkan
mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju
faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran
pernapasan. Jika terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan
menjadi tidak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi,
membran mukosa akan terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum.
Pembentukan mukus yang berlebihan disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi,
atau infeksi pada membran mukosa. Pembentukan sputum yang terus meningkat
perlahan dalam waktu bertahun-tahun merupakan tanda bronkitis kronis, atau
bronkiektasis.
b. Dispnea
Menurut Price dan Wilson (2006) dispnea atau sesak napas adalah
perasaan sulit bernapas. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh
napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Dispnea merupakan gejala paling
nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru,
dan rongga pleura. Menurut Irianto (2008), sesak napas merupakan akibat
kurangnya ventilasi, misalnya akibat penyumbatan jalan napas atau kurangnya
gerakan pernapasan, dan atau akibat bendungan karena kelemahan jantung.
Menurut Rab (1996), dispnea adalah kesulitan bernapas yang disebabkan
karena suplai oksigen ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen
yang dibutuhkan oleh tubuh. Penyebab dari kekurangan oksigen diantaranya
Universitas Sumatera Utara
35
karena tekanan oksigen inspirasi yang rendah, misalnya pada tempat yang sangat
tinggi, dan juga respirasi dengan gas-gas yang berbahaya.
Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit. Orang normal
akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkattingkat yang berbeda. Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan
dispnea (sesak napas) bergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat,
jenis latihan fisik dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan.
c. Nyeri dada
Menurut Price dan Wilson (2006), ada berbagai penyebab nyeri dada,
tetapi nyeri dada yang paling khas pada penyakit paru adalah nyeri akibat radang
pleura (pleuritis). Nyeri dada terjadi pada tempat peradangan dan biasanya tempat
peradangan tersebut dapat diketahui dengan tepat. Rasa nyeri tersebut bagaikan
teriris-iris dan tajam, diperberat dengan batuk, bersin dan napas yang dalam,
sehingga seseorang sering bernapas cepat dan dangkal serta menghindari gerakangerakan yang tidak diperlukan.
2.8
Faktor
yang
Mempengaruhi
Timbulnya
Gangguan
Saluran
Pernapasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan saluran pernapasan
meiputi :
1. Umur
Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan
bertambah, khususnya gangguan saluran
pernapasan
(Yunus dalam
Fathmaulida 2013). Pada penelitian Yulaekah (2007), didapatkan bahwa ada
Universitas Sumatera Utara
36
hubungan yang bermakna antara paparan debu terhirup (respirable) dengan
gangguan fungsi paru pada kelompok umur 31 – 40 tahun. Sedangkan pada
kelompok umur 20 – 30 tahun tidak ada hubungan antara paparan debu
terhirup (respirable) dengan gangguan fungsi paru.
2. Jenis Kelamin
Pada studi epidemiologi mengenai faktor risiko untuk menderita Penyakit
Paru Obstruktif Menahun (PPOK) baik secara retrospektif maupun
prospektif, didapatkan hasil bahwa laki-laki mempunyai risiko lebih besar
daripada wanita. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
perbedaan genetik, jumlah rokok yang dihisap, atau adanya pencemaran di
tempat kerja (Redline & Weiss dalam Mukono, 2009).
Menurut Guyton (1997), volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita
kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada laki-laki. Kapasitas ratarata pria dewasa muda kira-kira 4,6 liter dan pada wanita dewasa muda kirakira 3,1 liter.
3. Masa Kerja
Menurut Suma’mur (2009) masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja
dalam (tahun) dalam satu lingkungan kerja, dihitung mulai saat bekerja sampai
penelitian berlangsung. Hasil penelitian Mengkidi (2006) menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru.
4. Lama Paparan
Lama paparan adalah waktu yang dihabiskan seseorang berada dalam
lingkungan kerja dalam waktu sehari (Mengkidi, 2006). Semakin lama
Universitas Sumatera Utara
37
individu terpapar polutan udara maka potensi terjadinya keluhan pernapasan
semakin besar. Keluhan pernapasan adalah adanya gangguan pada saluran
pernapasan akibat selalu terpapar polutan udara (Alsagaff & Mukty, 2005).
5. Kebiasaan Merokok
Menurut Bustan (2007) rokok merupakan faktor risiko penting terjadinya
batuk menahun, penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM), bronkitis, dan emfisema. Menurut Raj dkk (2013) merokok dapat
menyebabkan perubahan fungsi, serta struktur dan jaringan paru, kebiasaan
merokok akan mempercepat penurunan fungsi paru. Asap rokok yang akan
merangsang sekresi lendir sedangkan nikotin akan melumpuhkan bulu-bulu
silia disaluran pernapasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang
masuk dalam pernapasan.
6. Riwayat Penyakit
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2013), seseorang yang memiliki
riwayat penyakit saluran pernapasan lebih rentan untuk mengalami keluhan
gangguan saluran pernapasan akibat gas polutan di udara meskipun gas
polutan tersebut dalam konsentrasi yang rendah. Penderita bronkitis akan lebih
sensitif terhadap PM10, begitu pula pada penderita asma yang akan lebih
sensitif terhadap gas SO2 dan NO2 yang dapat menyebabkan penyempitan
jalan napas sehingga penderita merasakan kesulitan saat bernapas.
7. Menggunakan Masker Ketika Berdagang
Menurut
Mengkidi
(2006),
masker
berfungsi
untuk
melindungi
debu/partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernapasan, dapat
Universitas Sumatera Utara
38
terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu. Masker berfungsi untuk
mengurangi resiko terjadinya keluhan gangguan saluran pernapasan akibat zat
pencemar di udara terutama partikel.
2.9
Kerangka Konsep
Kadar Partikulat Ukuran 10
Sulfur
mikrometer
(PM10),
Dioksida (SO2), dan Nitrogen
Dioksida (NO2) di Udara
Ambien
Melebihi Baku Mutu
Menurut PP RI No. 41
Tahun 1999
Tidak Melebihi Baku
Mutu Menurut PP RI No.
41 Tahun 1999
Keluhan Gangguan
Saluran Pernapasan
Karakteristik Responden
-
Umur
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Lama paparan
Penggunaan Masker ketika
Berdagang
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencemaran Udara
2.1.1 Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau
kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu,
sehingga dapat dideteksi oleh manusia (yang dapat dihitung dan diukur) serta
dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material (Chambers
dan Masters dalam Mukono, 2008). Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.41 Tahun 1999 pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
2.1.2 Penyebab Pencemaran Udara
Menurut Wardhana (2004), secara umum penyebab pencemaran udara ada
dua macam, yaitu :
1.
Faktor internal (secara alamiah), contoh:
a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin
b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gasgas vulkanik.
c. Proses pembusukan sampah organik.
2.
Faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh:
a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil
9
Universitas Sumatera Utara
10
b. Debu/serbuk dari kegiatan industri
c. Pemakaian zat – zat kimia yang disemprotkan ke udara.
Pencemaran Udara pada tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari
satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk
terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya.
2.1.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara
Menurut Mukono (2008) bahan pencemar udara atau polutan udara dibagi
menjadi dua bagian:
1.
Polutan primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber
tertentu, dapat berupa:
a. Gas terdiri dari:
1). Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan
karbon oksida (CO atau CO2).
2). Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.
3). Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.
4). Senyawa halogen, yaitu flour, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon
terklorinasi, dan Bromin.
b. Partikel
Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik spesifik, dapat berupa
zat padat maupun suspensi aerosol cair. Bahan partikel tersebut dapat
berasal
dari
proses
kondensasi,
proses
dispersi
(proses
menyemprot/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
11
Berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat merupakan suatu:
1) Partikel debu kasar (coarse particle), jika diameternya > 10 mikron.
2) Partikel debu, uap dan asap, jika diameternya diantara 1 - 10 mikron.
3) Aerosol, jika diameternya < 1 mikron.
Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari
sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang
dikeluarkan antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO, HC, dan partikel
debu. Gas NO2, SO2, HC, dan CO dapat dihasilkan dari proses pembakaran
oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan fosil
(Mostardi dalam Mukono, 2008).
2. Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan
kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi
NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah
reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Konsentrasi relative dari bahan kimia
b. Derajat fotoaktivasi
c. Kondisi iklim
d. Topografi lokal dan adanya embun
Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak
stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy acetyl
Nitrat (PAN) dan Formaldehida ( Corman dan Chambers dalam Mukono,
2008).
Universitas Sumatera Utara
12
Di daerah perkotaan dan industri, parameter bahan pencemar udara yang
perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan
adalah parameter gas SO2, gas CO, gas NO2, dan partikel debu (Holzworth dan
Cormick dalam Mukono, 2008).
2.1.4 Sumber Pencemaran Udara
Menurut Chandra (2006), sumber-sumber pencemaran udara dapat dibagi
dalam dua kelompok besar, sumber alamiah dan akibat perbuatan manusia.
1. Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam.
Contoh : Kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan lainnya.
2. Sumber pencemaran buatan manusia (berasal dari kegiatan manusia).
Contoh:
a. Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor
berupa gas CO,CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide, dan Pb.
b. Limbah industri : kimia, metalurgi, tambang, pupuk, dan minyak
bumi.
c. Sisa pembakaran dari gas alam, batubara, dan minyak, seperti asap,
debu, dan sulfur dioksida.
d. Lain-lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah, dan
limbah reaktor nuklir.
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2013), sumber pencemar udara
terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak adalah
sumber yang dapat bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Sumber tidak bergerak adalah sumber yang statis (diam) di suatu tempat. Sumber
Universitas Sumatera Utara
13
tidak bergerak diwakili oleh sumber titik dan sumber area. Sumber bergerak
diwakili oleh sumber bergerak di jalan raya (on-road) dan bukan di jalan raya
(non-road).
a. Sumber titik
Sumber titik adalah sumber individu yang tidak bergerak. Suatu sumber
dikategorikan sebagai sumber titik apabila sumber tersebut mengemisikan
pencemar di atas ambang batas yang ditetapkan. Tipikal sumber titik adalah
industri manufaktur atau pabrik produksi yang memiliki cerobong.
Di dalam suatu sumber titik, bisa terdapat beberapa unit pembakaran/boiler
atau beberapa unit proses. Untuk kota-kota sedang dan kecil, sumber titik ini
selain industri manufaktur (skala besar), dapat pula mencakup insinerator di
rumah sakit, boiler di hotel, krematorium, dan industri-industri skala
menengah dan kecil.
b. Sumber Area
Sumber area adalah sumber yang secara individu tidak memenuhi
kualifikasi sebagai sumber titik. Sumber area mewakili berbagai kegiatan
individu yang mengeluarkan sejumlah kecil pencemar, namun secara kolektif
kontribusi emisinya menjadi signifikan. Yang termasuk sumber area
diantaranya adalah kegiatan memasak di rumah tangga, stasiun pengisian
bahan bakar umum (SPBU), lokasi konstruksi, bengkel cat, terminal bis,
klenteng, dan sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Sumber Bergerak
Sumber bergerak terbagi menjadi dua, yaitu sumber bergerak di jalan raya
(on-road), seperti mobil, truk, bus, sepeda motor; dan bukan di jalan raya
(non-road) seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api, peralatan pertanian
dan konstruksi, dan mesin pemotong rumput. Lebih lanjut, sumber bergerak
on-road dan non-road juga dapat diwakili oleh sumber bergerak garis dan
sumber bergerak area. Sumber bergerak garis adalah sumber bergerak (di jalan
raya atau bukan di jalan raya) yang emisinya secara individu maupun kolektif
membentuk garis sepanjang ruas jalan atau jalur non-jalan. Untuk mengetahui
emisi sumber bergerak garis, diperlukan data aktivitas kendaraan/moda
transportasi pada ruas atau jalur tersebut, misalnya volume kendaraan per hari
atau jarak tempuh kereta api per hari. Apabila data aktivitas pada ruas jalan
atau jalur non-jalan tidak diketahui, maka sumber bergerak dikategorikan
sebagai sumber bergerak area, yaitu bahwa emisi kendaraan secara kolektif
membentuk suatu area.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara
Menurut Chandra (2006) pencemaran udara yang terjadi di permukaan
bumi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor meteorologi dan
iklim serta faktor topografi.
1.
Meteorologi dan iklim
a.
Temperatur
Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri
dapat menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain udara dingin akan
Universitas Sumatera Utara
15
terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung
menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi
polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. Dalam keadaan
tersebut, di permukaan bumi dapat dikatakan tidak terdapat pertukaran udara
sama sekali karena kondisi itu dapat berlangsung sampai beberapa hari atau
beberapa minggu, udara yang berada dekat permukaan bumi akan penuh
dengan polutan dan dapat menimbulkan keadaan yang sangat kritis bagi
kesehatan.
b.
Arah dan kecepatan angin
Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana
dan dapat mencemari udara negara lain. Kondisi semacam ini pernah dialami
oleh negara-negara di daratan Eropa.
c.
Hujan
Air hujan, sebagai pelarut umum, cenderung melarutkan bahan polutan
yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara
sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di
sekitarnya. Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfur dioksida dan
apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat
(sulfuric acid) sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid
rain).
Universitas Sumatera Utara
16
2.
Topografi
a.
Dataran rendah
Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh
ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara
negara lain.
b.
Pegunungan
Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin
yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi.
c.
Lembah
Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala
penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan
bumi.
2.1.6 Baku Mutu Udara Ambien
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999,
baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Nilai baku mutu PM10 dalam
udara ambien rata-rata per 24 jam adalah 150 µg/Nm3, baku mutu SO2 adalah 900
µg/Nm3 untuk waktu pengukuran selama 1 jam, dan baku mutu NO2 yaitu 400
µg/Nm3 untuk waktu pengukuran selama 1 jam.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2
Partikulat 10 Mikrometer (PM10)
2.2.1 Sifat dan Karakteristik PM10
Partikulat didefinisikan sebagai partikel-partikel halus yang berasal dari
padatan maupun cairan yang tersuspensi di dalam gas (udara). Partikel padatan
atau cairan ini umumnya merupakan campuran dari beberapa materi organik dan
non-organik seperti asam (partikel nitrat atau sulfat), logam, ataupun partikel debu
dan tanah. Ukuran partikel sangatlah penting untuk diketahui karena
memengaruhi dampak partikel tersebut terhadap manusia dan lingkungan. PM10
adalah partikel yang berukuran 10 mikrometer atau lebih kecil (KLH, 2013).
PM10 memiliki beberapa nama lain, yaitu inhalable particles, respirable
particulate, respirable dust dan inhalable dust. PM10 juga dapat bersifat toksik
karena dapat mengandung campuran partikulat jelaga, kondensat asam, garam
sulfat, partikel nitrat, ataupun logam-logam berat (Fitria, 2009).
2.2.2 Sumber dan Distribusi PM10
Beberapa studi mengenai sumber dan distribusi PM10 menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel
yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses
mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan
benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Sumber utama PM10 di perkotaan
adalah asap kendaraan bermotor. Partikulat ini dapat terhisap ke dalam sistem
pernapasan. Partikel yang berukuran diameter diantara 1 – 10 mikron biasanya
termasuk tanah, debu, dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel
Universitas Sumatera Utara
18
yang mempunyai diameter antara 0,1 – 1 mikron terutama merupakan produkproduk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 2012; Fitria, 2009).
Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat
partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke
bumi. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel,
masa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang
sudah mati karena jatuh mengendap di bumi dapat hidup kembali apabila tertiup
oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2004).
2.2.3 Dampak Pencemaran PM10
Partikulat dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan
gangguan
pernapasan
dan
kerusakan
paru-paru.
PM10
diketahui
dapat
meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan
pernapasan, pada konsentrasi 140 μg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada
anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 μg/m3 dapat memperparah kondisi
penderita bronkhitis (Gilliland FD dalam Fitria, 2009). PM10, merupakan indikator
yang baik untuk kelainan saluran pernapasan, karena didapatkannya hubungan
yang kuat antara gejala penyakit saluran pernapasan dengan kadar partikel debu
(Pope dalam Mukono, 2008).
Menurut Fardiaz (2012), partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di
dalam paru-paru berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:
1. Partikel tersebut beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya.
Universitas Sumatera Utara
19
2. Partikel tersebut bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di
dalam saluran pernapasan dapat mengganggu pembersihan bahanbahan lain yang berbahaya.
3. Partikel-partikel tersebut dapat membawa molekul-molekul gas yang
berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi,
sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal
di bagian paru-paru yang sensitif.
2.2.4 Mekanisme pajanan ke Manusia
Sistem pernapasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang
mencegah masuknya partikel-partikel, baik berbentuk padat maupun cair, ke
dalam paru-paru. Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel
berukuran besar, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan dicegah masuk
oleh membran mukosa yang terdapat di sepanjang sistem pernapasan dan
merupakan permukaan tempat partikel menempel. Pada beberapa bagian sistem
pernapasan terdapat bulu-bulu halus (silia) yang bergerak ke depan dan ke
belakang bersama-sama mukosa sehingga membentuk aliran yang membawa
partikel yang ditangkapnya keluar dari sistem pernapasan ke tenggorokan, dimana
partikel tersebut tertelan (Fardiaz, 2012).
Pada saat orang menarik napas, udara yang mengandung partikel akan
terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paruparu akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut
(Wardhana, 2004). Partikel yang mempunyai diameter lebih besar daripada 5
mikron akan terhenti dan terkumpul terutama di dalam hidung dan tenggorokan.
Universitas Sumatera Utara
20
Meskipun partikel tersebut sebagian dapat masuk ke dalam paru-paru. Partikel
yang berukuran diameter 0,5 – 5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru
sampai bronchioli, dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Partikel
yang berukuran dimeter kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal di
dalam alveoli. Pembersihan partikel-partikel yang sangat kecil tersebut dari
alveoli sangat lambat dan tidak sempurna dibandingkan dengan di dalam saluran
yang lebih besar. Beberapa partikel yang tetap tertinggal di dalam alveoli dapat
terabsorbsi ke dalam darah (Fardiaz, 2012).
Inhalable particle
(2,5-10 mikron)
Faring
Deposit di Trakeobronkial
Iritasi Kronis
Keradangan
Sekret/lendir
Gangguan mukosilier
Gambar 2.1. Efek Pajanan PM10 terhadap Saluran Pernapasan
Sumber : Mukono, 2008
Universitas Sumatera Utara
21
2.3
Sulfur Dioksida (SO2)
2.3.1 Sifat dan Karakteristik SO2
Sulfur dioksida adalah salah satu spesies dari gas-gas oksida sulfur (SOx).
Gas ini sangat mudah terlarut dalam air, memiliki bau namun tidak berwarna
(KLH, 2013). Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat
reaktif terhadap gas yang lain. Ciri lainnya yaitu, sangat mengiritasi, tidak
terbakar, dan tidak meledak. Konsentrasi SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh
indera penciuman manusia ketika konsentrasi berkisar antara 0,3 – 1 ppm (Sunu,
2001; Wardhana, 2004).
2.3.2 Sumber dan Distribusi SO2
Sebagian besar sulfur yang terdapat di atmosfer dalam bentuk sulfur
dioksida (SO2). Sebagian besar pencemaran udara oleh gas belerang oksida (SOx)
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, terutama batu bara (Sunu, 2001).
Sebagaimana O3, pencemar sekunder yang terbentuk dari SO2, seperti
partikel sulfat, dapat berpindah dan terdeposisi jauh dari sumbernya. SO2 dan gasgas oksida sulfur lainnya terbentuk saat terjadi pembakaran bahan bakar fosil
yang mengandung unsur sulfur. Sulfur sendiri terdapat dalam hampir semua
material mentah yang belum diolah seperti minyak mentah, batu bara, dan bijihbijih yang mengandung metal seperti aluminium, tembaga, seng, timbal, dan besi.
Di daerah perkotaan, yang menjadi sumber utama sulfur adalah kegiatan
pembangkit tenaga listrik, terutama yang menggunakan batu bara ataupun minyak
sebagai bahan bakarnya. Selain itu gas buang dari kendaraan yang menggunakan
Universitas Sumatera Utara
22
minyak solar, industri-industri yang menggunakan bahan bakar batu bara dan
minyak bakar, juga merupakan sumber sulfur (KLH, 2013).
SO2 berpotensi besar untuk berpindah ke tempat yang lebih jauh (lebih
dari 500-1000 km) karena gas dapat tetap berada di atmosfer selama beberapa
hari. Hal ini dapat menimbulkan hujan asam regional bahkan dapat menyeberang
ke negara lain (CAI-Asia, 2010).
2.3.3 Dampak Pencemaran SO2 terhadap Kesehatan
SO2 dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan fungsi paru, dan
menyebabkan iritasi mata. Radang saluran pernapasan yang disebabkan oleh SO2
akan mengakibatkan batuk dengan sekresi lendir yang berlebihan, peningkatan
gejala asma dan bronkitis kronis serta membuat manusia lebih rentan terhadap
infeksi pada saluran pernapasan (WHO, 2014).
Tabel 2.1 Pengaruh SO2 terhadap Manusia
Konsentrasi (ppm)
3–5
8 – 12
20
20
20
50 – 100
400 – 500
Pengaruh
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi
tenggorokan
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi mata
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam
waktu lama
Maksimum yang dipebolehkan untuk kontak dalam waktu
singkat (30 menit)
Berbahaya meskipun kontak secara singkat
Sumber : (Kirk dan Othmer dalam Fardiaz, 2012)
Kemudian, menurut Saric dan Robinovitch dalam Mukono (2008), gas
SO2 pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi asam sulfat (H2SO4). Jika asam
sulfat di atmosfer bercampur dengan partikel debu, dan masuk ke dalam saluran
pernapasan, maka dapat merusak epitel saluran pernapasan. Kerusakan epitel
Universitas Sumatera Utara
23
tersebut akan memudahkan terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus, dan hal ini
juga merupakan predisposisi terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Menahun
(PPOM).
2.3.4 Mekanisme pajanan ke Manusia
Menurut Satriyo (2008) yang dikutip dari skripsi Sakti (2012) rute pajanan
SO2 ke tubuh manusia yang utama adalah melalui inhalasi. SO2 mudah larut
dalam air sehingga dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar juga ke
saluran pernapasan. Partikulat sulfat dalam gas buang kendaraan bermotor
berukuran kecil sehingga partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli
paru-paru dan bagian lain yang sempit. SO2 dapat menyebabkan iritasi terhadap
saluran pernapasan, membengkaknya membran mukosa, dan dapat menghambat
aliran udara pada saluran pernapasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi
kelompok yang rentan seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para
lanjut usia.
Gas SO2
melalui : - Mulut
- Napas dalam
Masuk saluran pernapasan
Daya larut tinggi
Iritasi dinding bronkus
terjadi : - Keradangan
- Produksi lendir meningkat
Bronkiolus dan alveolus
terjadi : - Produksi lendir meningkat
Resistance saluran pernapasan meningkat
Konstriksi bronkus
Gambar 2.2 Efek Pajanan SO2 terhadap Saluran Pernapasan
Sumber : Mukono, 2008
Universitas Sumatera Utara
24
2.4
Nitrogen Dioksida (NO2)
2.4.1 Sifat dan Karakteristik NO2
Umumnya spesies dari NOx merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau. Tetapi NO2 menjadi pengecualian dimana keberadaannya di daerah
perkotaan dapat dilihat sebagai lapisan kabut kecoklatan di langit (KLH, 2013).
Berdasarkan penelitian Handayani dkk (2003), nitrogen dioksida adalah
gas toksik yang memiliki kelarutan yang rendah jika berada dalam air, namun
larut dalam larutan alkali, karbon disulfida dan kloroform. Gas ini berwarna
coklat kemerahan dan pada suhu di bawah 21,2°C akan berubah menjadi cairan
berwarna kuning.
2.4.2 Sumber dan Distribusi NO2
Pencemaran
udara
di
perkotaan
cenderung
meningkat
termasuk
konsentrasi NO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pegunungan.
Emisi NO2 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NO2 yang
diproduksi manusia adalah dari pembakaran terutama kendaraan bemotor,
produksi energi dan pembakaran sampah. Sebagian besar emisi NO2 sebagai
akibat dari kegiatan manusia dengan berbagai kepentingannya berasal dari
pembakaran arang, gas alam dan bensin (Sunu, 2001).
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.2. Sumber Pencemaran NOx di Udara
Sumber Pencemaran
Transportasi:
- Mobil bensin
- Mobil diesel
- Kereta api
- Kapal laut
- Sepeda motor dll
Pembakaran Stasioner:
- Batubara
- Minyak
- Gas alam (termasuk LPG)
- Kayu
Proses Industri
Pembuangan Limbah Padat
Lain-lain:
- kebakaran hutan
- pembakaran batubara sisa
- pembakaran limbah pertanian
% bagian
% total
39,3
32,0
2,9
1,9
1,0
1,5
48,5
19,4
4,8
23,3
1,0
1,0
2,9
8,3
5,8
1,0
0,0
Sumber : Wardhana, 2004
Menurut Fardiaz (2012), konsentrasi NOx di udara dalam suatu kota
bervariasi sepanjang hari tergantung dari sinar matahari dan aktivitas kendaraan.
Perubahan konsentrasi NOx berlangsung sebagai berikut:
1.
Sebelum matahari terbit, konsentrasi NO dan NO2 tetap stabil pada
konsentrasi sedikit lebih tinggi dari konsentrasi minimum sehari-hari.
2.
Segera setelah aktivitas manusia meningkat (jam 6 – 8 pagi)
konsentrasi NO meningkat terutama karena meningkatnya aktivitas
lalu lintas yaitu kendaraan bermotor. Konsentrasi NO tertinggi pada
saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.
3.
Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultaviolet,
konsentrasi NO2 meningkat karena perubahan NO primer menjadi
NO2 sekunder. Konsentrasi NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5
ppm.
Universitas Sumatera Utara
26
4.
Konsentrasi ozon meningkat dengan menurunnya konsentrasi NO
sampai kurang dari 0,1 ppm.
5.
Jika intensitas energi solar (sinar matahari) menurun pada sore hari
(jam 5 - 8 sore) konsentrasi NO meningkat kembali.
6.
Energi matahari tidak tersedia untuk mengubah NO menjadi NO2
(melalui reaksi hidrokarbon), tetapi O3 yang terkumpul sepanjang hari
akan bereaksi dengan NO. Akibatnya terjadi kenaikan konsentrasi
NO2 dan penurunan konsentrasi O3.
2.4.3 Dampak Pencemaran NO2
Pajanan nitrogen dioksida sangat berpengaruh pada saluran pernapasan.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pajanan NO2 selama 30 menit hingga 24 jam
akan menimbulkan efek yang merugikan bagi pernapasan yaitu peradangan
saluran napas pada orang sehat dan peningkatan gejala pada penderita asma.
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan
konsentrasi NO2 dengan peningkatan kunjungan rumah sakit dan UGD yang
berkaitan dengan penyakit pernapasan terutama asma (US.EPA, 2015).
Konsentrasi NO2 lebih tinggi dari 100 ppm bersifat letal terhadap
kebanyakan hewan, dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala edema
pulmonari. Konsentrasi NO2 sebesar 800 ppm atau lebih mengakibatkan 100%
kematian pada hewan-hewan yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.
Pemberian sebanyak 5 ppm NO2 selama 10 menit terhadap manusia
mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernapas (Fardiaz, 2012).
Universitas Sumatera Utara
27
2.4.4 Mekanisme pajanan ke Manusia
Inhalasi NO2 dapat menyebabkan gangguan paru dan saluran pernapasan,
kemudian dapat masuk ke dalam peredaran darah dan menimbulkan akibat di alat
tubuh lain. Di dalam saluran pernapasan NO2 akan terhidrolisis membentuk asam
nitrit (HNO2) dan asam nitrat (HNO3) yang bersifat korosif terhadap mukosa
permukaan saluran napas (Handayani dkk, 2003)
Gas NO2
(oksidan inhalan)
Keradangan bronkus
Gerakan silia menurun
Mekanisme pembersihan silia menurun
Infeksi bronkus meningkat
Infeksi bronkus kronis
Gambar 2.3. Efek Pajanan NO2 terhadap Saluran Pernapasan
Sumber : Mukono, 2008
2.5
Efek Pencemaran Udara
Menurut Chandra (2006), Efek pencemar udara pada kehidupan manusia
dapat dibagi menjadi efek umum, efek terhadap ekosistem, efek terhadap
kesehatan, efek terhadap tumbuh- tumbuhan dan hewan, efek terhadap cuaca dan
iklim, dan efek terhadap sosial ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
28
2.5.1 Efek Umum
Efek umum pencemaran udara terhadap kehidupan manusia, antara lain:
a. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada manusia, flora, dan
fauna.
b. Memengaruhi kuantitas dan kualitas sinar matahari yang sampai ke
permukaan bumi dan memengaruhi proses fotosintesis tumbuhan.
c. Memengaruhi dan mengubah iklim.
d. Pencemaran udara dapat merusak cat, karet, dan bersifat korosif terhadap
benda yang terbuat dari logam.
e. Meningkatkan biaya perawatan bangunan, monumen, jembatan, dan
lainnya.
f. Mengganggu penglihatan dan dapat meningkatkan angka kasus kecelakaan
lalu lintas di darat, sungai, maupun udara.
g. Menyebabkan warna kain dan pakaian menjadi cepat buram dan bernoda.
2.5.2 Efek terhadap Ekosistem
Industri yang mempergunakan batubara sebagai sumber energinya akan
melepaskan zat oksida sulfat ke dalam udara sebagai sisa pembakaran batubara.
Zat tersebut akan bereaksi dengan air hujan membentuk asam sulfat sehingga air
hujan menjadi asam (acid rain). Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama,
akan terjadi perubahan pada ekosistem perairan danau. Akibatnya, pH air danau
akan menjadi asam, produksi ikan menurun, dan secara tidak langsung pendapatan
rakyat setempat pun menurun.
Universitas Sumatera Utara
29
2.5.3 Efek terhadap Kesehatan
Efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat terlihat baik
secara cepat maupun lambat, seperti berikut:
a. Efek cepat
Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan mendadak
kasus pencemaran udara juga akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan
kematian akibat penyakit saluran pernapasan. Pada situasi tertentu, gas CO
dapat menyebabkan kematian mendadak karena daya afinitas gas CO terhadap
hemoglobin darah (menjadi methaemoglobin) yang lebih kuat dibandingkan
daya afinitas O2 sehingga terjadi kekurangan gas oksigen di dalam tubuh.
b. Efek Lambat
Pencemaran udara diduga sebagai salah satu penyebab penyakit bronkhitis
kronis dan kanker paru primer. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran
udara, antara lain emfisema paru, black lung disease, asbestosis, silikosis,
bisinosis, dan pada anak-anak penyakit asma dan eksema.
2.5.4 Efek terhadap Tumbuhan dan Hewan
Tumbuh – tumbuhan sangat sensitif terhadap gas sulfur dioksida, florin,
ozon, hidrokarbon, dan CO. Apabila terjadi pencemaran udara, konsentrasi gas
tersebut akan meningkat dan dapat menyebabkan daun tumbuhan berlubang dan
layu. Ternak juga akan menjadi sakit jika memakan tumbuh – tumbuhan yang
mengandung dan tercemar florin.
Universitas Sumatera Utara
30
2.5.5. Efek terhadap Cuaca dan iklim
Gas karbon dioksida memiliki kecenderungan untuk menahan panas tetap
berada di lapisan bawah atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca. Udara
menjadi panas dan gerah. Selain itu, partikel – partikel debu juga memiliki
kecenderungan untuk memantulkan kembali sinar matahari di udara sebelum sinar
tersebut sampai ke permukaan bumi sehingga udara di lapisan bawah atmosfer
menjadi dingin.
2.5.6. Efek terhadap Sosial Ekonomi
Pencemaran udara akan meningkatkan biaya perawatan dan pemeliharaan
bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya serta menyebabkan pengeluaran
biaya ekstra untuk mengendalikan pencemaran yang terjadi.
2.6
Sistem Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksida keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 2006).
2.6.1 Organ Pernapasan
Dalam Syaifuddin (2006), organ pernapasan terdiri dari hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan paru-paru.
a.
Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).
Universitas Sumatera Utara
31
Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan
kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Pada dinding lateral terdapat tiga tonjolan yang disebut konkha nasalis
superior, media, dan inferior. Maka udara pernapasan akan mengalir melalui celah
celah ketiga tonjolan tersebut dan udara inspirasi akan dipanaskan oleh darah di
dalam kapiler dan dilembabkan oleh lendir juga debu – debu udara pernapasan
dapat diperangkap oleh lendir. Lendir digerakkan oleh silia ke belakang menuju
faring (Irianto, 2008).
b.
Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
c.
Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok
itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk (Manurung dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
32
d.
Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Sel-sel bersilia
gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernapasan.
e.
Bronkus
Struktur mikroskopis bronkus mirip dengan trakea. Bronkus primer kiri
lebih horizontal, lebih panjang dan lebih kecil dari bronkus kanan. Maka benda
asing yang terhisap lebih sering dan lebih mudah masuk ke bronkus kanan
(Irianto, 2008).
f.
Paru-paru
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Letak paru-
paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura.
2.7
Gangguan Saluran Pernapasan
Gangguan pada sistem respirasi merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernapasan jauh lebih sering terjadi
dibandingkan dengan infeksi pada organ tubuh lainnya (Syaifuddin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
33
Menurut Suma’mur (2009), iritasi saluran pernapasan atau paru dapat
terjadi dari sangat ringan sampai dengan luar biasa berat. Tergantung kepada sifat
kimia dan kadar zat kimia rangsangan dapat mengenai saluran pernapasan atas
atau bawah dan lebih jauh lagi ke saluran napas yang paling halus serta jaringan
paru.
2.7.1 Gejala Gangguan Saluran Pernapasan
Gejala gangguan saluran pernapasan yang diakibatkan oleh pajanan PM10,
SO2, dan NO2 diantaranya adalah batuk dengan sputum, sesak napas, dan nyeri
dada.
a. Batuk berdahak
Menurut Rab (1996) zat – zat yang dapat merangsang terjadinya batuk
adalah :
1. Mekanis
Misalnya Iritan, bila terhirup asap atau debu maka akan dikeluarkan
melalui batuk.
2. Inflamasi
Terdapatnya refluks esofagus, Laringitis atau trakeobronkitis.
3. Psikogenik
Misalnya pada keadaan ketakutan.
Pada dasarnya penyebab batuk adalah iritasi dari mukosa bronkus yang
dapat disebabkan oleh inflamasi (peradangan), baik oleh bakteri, virus, dan jamur
disertai dengan mukus yang banyak. Dapat pula disebabkan oleh iritasi karena
Universitas Sumatera Utara
34
benda asing. Iritan seperti rokok, gas, dan bahan-bahan kimia dapat menjadi
stimulan dalam terjadinya batuk.
Menurut Price dan Wilson (2006), orang dewasa normal menghasilkan
mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju
faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran
pernapasan. Jika terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan
menjadi tidak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi,
membran mukosa akan terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum.
Pembentukan mukus yang berlebihan disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi,
atau infeksi pada membran mukosa. Pembentukan sputum yang terus meningkat
perlahan dalam waktu bertahun-tahun merupakan tanda bronkitis kronis, atau
bronkiektasis.
b. Dispnea
Menurut Price dan Wilson (2006) dispnea atau sesak napas adalah
perasaan sulit bernapas. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh
napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Dispnea merupakan gejala paling
nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru,
dan rongga pleura. Menurut Irianto (2008), sesak napas merupakan akibat
kurangnya ventilasi, misalnya akibat penyumbatan jalan napas atau kurangnya
gerakan pernapasan, dan atau akibat bendungan karena kelemahan jantung.
Menurut Rab (1996), dispnea adalah kesulitan bernapas yang disebabkan
karena suplai oksigen ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen
yang dibutuhkan oleh tubuh. Penyebab dari kekurangan oksigen diantaranya
Universitas Sumatera Utara
35
karena tekanan oksigen inspirasi yang rendah, misalnya pada tempat yang sangat
tinggi, dan juga respirasi dengan gas-gas yang berbahaya.
Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit. Orang normal
akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkattingkat yang berbeda. Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan
dispnea (sesak napas) bergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat,
jenis latihan fisik dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan.
c. Nyeri dada
Menurut Price dan Wilson (2006), ada berbagai penyebab nyeri dada,
tetapi nyeri dada yang paling khas pada penyakit paru adalah nyeri akibat radang
pleura (pleuritis). Nyeri dada terjadi pada tempat peradangan dan biasanya tempat
peradangan tersebut dapat diketahui dengan tepat. Rasa nyeri tersebut bagaikan
teriris-iris dan tajam, diperberat dengan batuk, bersin dan napas yang dalam,
sehingga seseorang sering bernapas cepat dan dangkal serta menghindari gerakangerakan yang tidak diperlukan.
2.8
Faktor
yang
Mempengaruhi
Timbulnya
Gangguan
Saluran
Pernapasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan saluran pernapasan
meiputi :
1. Umur
Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan
bertambah, khususnya gangguan saluran
pernapasan
(Yunus dalam
Fathmaulida 2013). Pada penelitian Yulaekah (2007), didapatkan bahwa ada
Universitas Sumatera Utara
36
hubungan yang bermakna antara paparan debu terhirup (respirable) dengan
gangguan fungsi paru pada kelompok umur 31 – 40 tahun. Sedangkan pada
kelompok umur 20 – 30 tahun tidak ada hubungan antara paparan debu
terhirup (respirable) dengan gangguan fungsi paru.
2. Jenis Kelamin
Pada studi epidemiologi mengenai faktor risiko untuk menderita Penyakit
Paru Obstruktif Menahun (PPOK) baik secara retrospektif maupun
prospektif, didapatkan hasil bahwa laki-laki mempunyai risiko lebih besar
daripada wanita. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
perbedaan genetik, jumlah rokok yang dihisap, atau adanya pencemaran di
tempat kerja (Redline & Weiss dalam Mukono, 2009).
Menurut Guyton (1997), volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita
kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada laki-laki. Kapasitas ratarata pria dewasa muda kira-kira 4,6 liter dan pada wanita dewasa muda kirakira 3,1 liter.
3. Masa Kerja
Menurut Suma’mur (2009) masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja
dalam (tahun) dalam satu lingkungan kerja, dihitung mulai saat bekerja sampai
penelitian berlangsung. Hasil penelitian Mengkidi (2006) menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru.
4. Lama Paparan
Lama paparan adalah waktu yang dihabiskan seseorang berada dalam
lingkungan kerja dalam waktu sehari (Mengkidi, 2006). Semakin lama
Universitas Sumatera Utara
37
individu terpapar polutan udara maka potensi terjadinya keluhan pernapasan
semakin besar. Keluhan pernapasan adalah adanya gangguan pada saluran
pernapasan akibat selalu terpapar polutan udara (Alsagaff & Mukty, 2005).
5. Kebiasaan Merokok
Menurut Bustan (2007) rokok merupakan faktor risiko penting terjadinya
batuk menahun, penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM), bronkitis, dan emfisema. Menurut Raj dkk (2013) merokok dapat
menyebabkan perubahan fungsi, serta struktur dan jaringan paru, kebiasaan
merokok akan mempercepat penurunan fungsi paru. Asap rokok yang akan
merangsang sekresi lendir sedangkan nikotin akan melumpuhkan bulu-bulu
silia disaluran pernapasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang
masuk dalam pernapasan.
6. Riwayat Penyakit
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2013), seseorang yang memiliki
riwayat penyakit saluran pernapasan lebih rentan untuk mengalami keluhan
gangguan saluran pernapasan akibat gas polutan di udara meskipun gas
polutan tersebut dalam konsentrasi yang rendah. Penderita bronkitis akan lebih
sensitif terhadap PM10, begitu pula pada penderita asma yang akan lebih
sensitif terhadap gas SO2 dan NO2 yang dapat menyebabkan penyempitan
jalan napas sehingga penderita merasakan kesulitan saat bernapas.
7. Menggunakan Masker Ketika Berdagang
Menurut
Mengkidi
(2006),
masker
berfungsi
untuk
melindungi
debu/partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernapasan, dapat
Universitas Sumatera Utara
38
terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu. Masker berfungsi untuk
mengurangi resiko terjadinya keluhan gangguan saluran pernapasan akibat zat
pencemar di udara terutama partikel.
2.9
Kerangka Konsep
Kadar Partikulat Ukuran 10
Sulfur
mikrometer
(PM10),
Dioksida (SO2), dan Nitrogen
Dioksida (NO2) di Udara
Ambien
Melebihi Baku Mutu
Menurut PP RI No. 41
Tahun 1999
Tidak Melebihi Baku
Mutu Menurut PP RI No.
41 Tahun 1999
Keluhan Gangguan
Saluran Pernapasan
Karakteristik Responden
-
Umur
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Lama paparan
Penggunaan Masker ketika
Berdagang
Universitas Sumatera Utara