Perlindungan Terhadap Anak-Anak Korban Bencana Ditinjau Dari Konvensi Hak-Hak Anak Dan Hukum Nasional

BAB II
ANAK DAN HAK-HAKNYA MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

A. Konvensi Hak-Hak Anak Sebagai Acuan Internasional Dalam
Perlindungan Hak Anak
Konvensi Hak-hak Anak (The United Nations Convention on The Rights of
Child) 1989 dalam berbagai hal berbeda diantara perjanjian-perjanjian
internasional dan unik dipandang dari segi hukum internasional secara umum.
Konvensi ini dihasilkan setelah sebuah proses penyusunan panjang yang dimulai
pada tahun 1978. Partisipasi organisasi non-pemerintah (non-governmental
organisations) baik dalam proses penyusunan dan dalam mekanisme pelaporan
juga signifikan. Gambaran lainnya yang luar biasa adalah dimana negara-negara
sangat berhasrat untuk menandatangani dan meratifikasi Konvensi ini.Di hari
pertama Konvensi Hak-hak Anak dibuka untuk penandatanganan (26 Januari
1990) tidak kurang dari 61 negara peserta menandatangani, yang merupakan rekor
bagi sebuah perjanjian internasional.Konvensi Hak-hak Anak mulai berlaku
(didalam hukum internasional) pada 2 September 1990. 15
Konvensi Hak Anak merupakan perjanjian internasional yang bersifat
terbuka, artinya Konvensi Hak Anak terbuka untuk diratifikasi oleh negara-negara
lain yang belum menjadi peserta (state parties).Berdasarkan jumlah negara yang

meratifikasinya, maka Konvensi Hak Anak merupakan perjanjian internasional
15

Trevor Buck, International Child Law, (London: Cavendish Publishing Limited, 2005),

hal 47.

18
Universitas Sumatera Utara

19

yang multilateral.Pada umumnya perjanjian internasional yang bersifat terbuka
adalah juga perjanjian internasional yang multilateral.Selain itu sebagaimana
lazimnya perjanjian terbuka untuk seluruh negara anggota PBB merupakan
perjanjian internasional yang membentuk hukum (law making treaties) kepada
seluruh anggota yang meratifikasinya. 16
Adanya hak-hak anak yang diakui secara internasional merupakan
perjuangan yang cukup panjang. Dimulai dengan usaha perumusan draft hak-hak
anak yang dilakukan oleh Eglantyne Jebb, seorang aktivis perempuan yang

prihatin pada nasib perempuan dan anak-anak yang mengalami situasi buruk
akibat perang dan bencana, sekaligus pendiri Save the Children Fund. Eglantyne
Jebb mengembangkan draft pertama mengenai 7 (tujuh) gagasan mengenai hak
anak yang kemudian diadopsi oleh Save the Children pada tanggal 23 Februari
1923, yaitu: 17
1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan mengenai ras,
kebangsaan dan kepercayaan;
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga;
3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan
secara normal, baik materil, moral, dan spiritual;
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat
mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar
harus diurus/diberi perumahan;

16

Syahmin A.K., Hukum Perjanjian Internasional Menurut Konvensi Wina 1969,
(Bandung: Armico, 1985), hal 28.
17
UNICEF, Pengembangan Hak Anak – Pedoman Pelatihan tentang Konvensi Hak Anak,

(Jakarta, 1996), hal 8.

Universitas Sumatera Utara

20

5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/pertolongan pada saat
terjadi kesengsaraan;
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program
kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapatkan pelatihan agar pada saat
diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus
dilindungi dari segala bentuk eksploitasi;
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya
dibutuhkan untuk pengabdian kepada sesama umat.
Kemudian pada tanggal 26 November 1924, pernyataan tersebut diadopsi
dalam Sidang Umum Liga Bangsa-Bangsa sebagai the World Child Welfare
Charter. Pada tanggal 20 November 1959, Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa mengadopsi kembali dengan mengembangkan isinya menjadi 10
(sepuluh) butir dengan nama Deklarasi Hak-Hak Anak, dimana tanggal tersebut
kemudian diadopsi juga sebagai hari anak internasional.
Pada persiapan hari anak internasional pada tahun 1979, Pemerintah

Polandia mengusulkan untuk merumuskan Konvensi Hak-hak Anak.Usulan
tersebut diterima yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengadakan diskusi
tentang rancangan Konvensi.Perancangan Konvensi berlangsung dalam suatu
kelompok kerja yang didirikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB.Wakil-wakil
pemerintah membentuk inti kelompok perancang ini. Kemudian perwakilan
badan-badan PBB dan badan-badan khususnya, termasuk Kantor Komisi Tinggi
PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana
Bantuan Bagi Anak-Anak (UNICEF) dan organisasi non-pemerintah (ornop), ikut

Universitas Sumatera Utara

21

mengambil bagian dalam perbincangan mengenai

rancangan Konvensi.

Rancangan pertama yang disampaikan oleh Pemerintah Polandia kemudian
diubah dan diperluas secara ekstensif melalui berbagai diskusi.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Konvensi

Hak-hak Anak melalui Resolusi No. 44/25 tanggal 20 November 1989 dan
terbuka untuk penandatanganan Konvensi Hak-hak Anak pada tanggal 20
November 1989 (pada peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Anak). Konvensi
ini berlaku pada tanggal 2 September 1990 setelah jumlah negara yang
meratifikasinya telah mencapai syarat. Sampai dengan Desember 2008, telah ada
193 negara yang meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, meliputi keseluruhan
negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, kecuali Amerika Serikat dan
Somalia. Indonesia sebagai negara anggota PBB telah meratifikasi Konvensi Hak
Anak pada tahun 1990.Indonesia termasuk negara yang pertama meratifikasi
Konvensi Hak Anak yang dilakukan dengan atau berdasarkan Keputusan Presiden
(Keppres) No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Peratifikasian Konvensi Hak
Anak.Oleh karena itu sejak tahun 1990, Indonesia terikat secara hukum untuk
melaksanakan ketentuan yang termaktub di dalam Konvensi Hak Anak. 18
Konvensi Hak-hak Anak merupakan perjanjian internasional yang
memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan hak-hak anak.Dalam Konvensi ini diatur hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak.Konvensi Hak-hak Anak merupakan
perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis di antara berbagai negara yang
18


Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam
Perspektif Konvensi Hak Anak, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 33.

Universitas Sumatera Utara

22

mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak anak. Konvensi Hak-hak
Anak menegaskan berlakunya hak asasi manusia bagi semua tingkatan usia,
meningkatkan standar hak asasi manusia agar lebih sesuai dengan anak-anak, dan
mengatur masalah-masalah yang khusus berhubungan dengan anak-anak.
Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan “anak” secara umum sebagai
manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga
pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam
perundangan nasional. 19
Ada 2 (dua) protokol tambahan yang juga diadopsi pada tanggal 25 Mei
2000, yaitu protokol mengenai keterlibatan anak-anak dalam konflik senjata yang
membatasi keterlibatan anak-anak dalam konflik-konflik militer, serta protokol
mengenai perdagangan anak-anak, prostitusi anak-anak, dan pornografi anak-anak
yang melarang perdagangan, prostitusi, dan pornografi anak-anak. Kedua protokol

tambahan ini diratikasi oleh lebih dari 120 negara.
Konvensi Hak Anak berisi 54 Pasal yang kemudian dikelompokkan ke
dalam 8 (delapan) cluster yaitu:
1. Langkah-langkah implementasi umum.
2. Definisi anak.
3. Prinsip-prinsip umum.
4. Hak-hak sipil dan kemerdekaan.
5. Lingkungan keluarga dan pengasuhan pengganti.
6. Kesehatan dan kesejahteraan dasar.

19

Ima Susilowati, dkk, Pengertian Konvensi Hak Anak, (Jakarta: UNICEF, 2003), hal 3.

Universitas Sumatera Utara

23

7. Pendidikan, waktu luang, dan kegiatan budaya.
8. Langkah-langkah perlindungan khusus.

Cluster 1-3 tidak secara eksplisit menyebutkan hak-hak substantif anak
namun berkaitan erat dengan substansi hak-hak anak. Sedangkan cluster 4-8
mengandung ketentuan mengenai substansi hak-hak anak.
Ada beberapa klausul yang terdapat dalam Konvensi Hak-hak Anak yaitu
sebagai berikut:
1. Klausul mulai berlakunya Konvensi.
Dalam Pasal 49 Konvensi Hak-hak Anak dimuat klausul mulai berlakunya
Konvensi, yaitu berdasarkan penyimpanan piagam pengesahan. Disebutkan
dalam Pasal 49 ayat (1) bahwa Konvensi Hak-hak Anak akan mulai
mempunyai kekuatan pada hari ke-30 sejak tanggal penyimpanan piagam
pengesahan atau penyetujuan ke-20. Selanjutnya dalam Pasal 49 ayat (2)
disebutkan bahwa karena tiap negara mengesahkan atau menyetujui Konvensi
setelah penyimpanan alat pengesahan atau penyetujuan ke-20, Konvensi akan
mulai mempunyai kekuatan pada hari ke-30 setelah penyimpanan piagam
pengesahan atau penyetujuan oleh negara tersebut.
2. Klausul aksesi
Bagi perjanjian-perjanjian yang bersifat terbuka maka negara yang tidak ikut
membuat atau menandatangani suatu perjanjian dapat menjadi pihak pada
perjanjian tersebut di kemudian hari dengan cara mendepositkan piagam aksesi


Universitas Sumatera Utara

24

ke negara penyimpan. 20Klausul aksesi ini nampak dalam Pasal 48 Konvensi
Hak-hak Anak.
3. Klausul revisi.
Klausul revisi ini nampak dalam Pasal 50 Konvensi Hak-hak Anak.Disebutkan
bahwa negara pihak boleh mengajukan revisi dan merangkainya bersama
dengan sekjen PBB.
4. Klausul ratifikasi.
Klausul ratifikasi nampak dalam Pasal 47 Konvensi Hak-hak Anak yang
menyebutkan bahwa Konvensi ini perlu diratifikasi dan instrumen-instrumen
ratifikasi akan disimpan oleh Sekjen PBB.
Ada 4 (empat) prinsip-prinsip umum hukum internasional (General
Principle of International Law) yang terdapat dalam Konvensi Hak-hak Anak,
sebagai berikut:
1. Prinsip non-diskriminasi (prinsip universalitas HAM)
Alinea pertama dari Pasal 2 KHA menciptakan kewajiban fundamental negara
peserta (fundamental obligations of state parties) yang mengikatkan diri

dengan Konvensi Hak Anak, untuk menghormati dan menjamin (to respect and
ensure) seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini kepada semua anak dalam
semua

jurisdiksi

nasional

dengan

tanpa

diskriminasi

dalam

bentuk

apapun. 21Perlu digarisbawahi kemungkinan terjadinya diskriminasi anak yang


20

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2005), hal 132.
21
Muhammad Joni, Hak-Hak Anak dalam UU Perlindungan Anak dan Konvensi PBB
tentang Hak Anak : Beberapa Isu Hukum Keluarga, (Jakarta: Komisi Nasional Perlindungan
Anak, 2008), hal 2, sebagaimana dimuat dalam

Universitas Sumatera Utara

25

membutuhkan perlindungan khusus, anak tidak beruntung atau kelompok anakanak yang beresiko, misalnya anak cacat (disabled children), anak pengungsi
(refugee children).Pasal-pasal tertentu KHA menyediakan bentuk-bentuk
perlindungan khusus bagi anak yang cenderung mengalami diskriminasi.Sebab,
diskriminasi adalah akar berbagai bentuk eksploitasi terhadap anak. 22
2. Prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan (indivisibilitas
HAM)
Prinsip ini menjelaskan tentang jaminan terhadap kelangsungan hidup anak.
Segala potensi yang akan membahayakan anak harus diminimalisir dari semua
lingkungan kehidupan anak, misalnya seperti di lingkungan sekolah dan
rumah. Negara peserta harus menjamin sampai pada batas maksimal
kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6 ayat (2) Konvensi Hakhak Anak).
3. Prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak (the best interest of the child)
Prinsip ini pertama kali muncul pada tingkatan internasional di dalam prinsip 2
dan 7 Deklarasi Hak-Hak Anak tahun 1959. 23 Prinsip kepentingan terbaik bagi
anak (the best interest of the child) diadopsi dari Pasal 3 ayat 1 KHA, dimana
prinsip ini diletakkan sebagai pertimbangan utama (a primary consideration)
dalam semua tindakan untuk anak, baik oleh institusi kesejahteraan sosial pada
sektor publik ataupun privat, pengadilan, otoritas administratif, ataupun badan
legislatif. Pasal 3 ayat 1 KHA meminta negara dan pemerintah, serta badan-

http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/MAKALAH%20HAK%20ANAK%20DALAM%20UU.p
df, diakses pada 12 Maret 2014.
22
Ibid., hal 3.
23
Trevor Buck, Op. Cit., hal 59.

Universitas Sumatera Utara

26

badan publik dan privat memastikan dampak terhadap anak-anak atas semua
tindakan mereka, yang tentunya menjamin bahwa prinsip the best interest of
the child menjadi pertimbangan utama, memberikan prioritas yang lebih baik
bagi anak-anak dan membangun masyarakat yang ramah anak (child friendlysociety). 24
Kepentingan terbaik untuk anak menjadi prinsip tatkala sejumlah kepentingan
lainnya melingkupi kepentingan anak.Sehingga, dalam hal ini kepentingan
terbaik bagi anak harus diutamakan dari kepentingan lainnya.Kepentingan
terbaik bagi anak bukan dipahami sebagai memberikan kebebasan anak
menentukan pandangan dan pendapatnya sendiri secara liberal.Peran orang
dewasa justru untuk menghindarkan anak memilih suatu keadaan yang justru
tidak adil dan tidak eksploitatif, walaupun hal itu tidak dirasakan lagi oleh
anak. 25
Guna menjalankan prinsip the best interest of the child ini, dalam rumusan
Pasal 3 ayat 2 KHA ditegaskan bahwa negara peserta menjamin perlindungan
anak dan memberikan kepedulian pada anak dalam wilayah yurisdiksinya.
Negara mengambil peran untuk memungkinkan orangtua bertanggungjawab
terhadap anaknya, demikian pula lembaga-lembaga hukum lainnya. 26
4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child)
Prinsip ini merupakan wujud dari hak partisipasi anak yang diserap dari pasal
12 KHA.Mengacu kepada pasal 12 ayat 1 KHA, diakui bahwa anak dapat dan
mampu membentuk atau mengemukakan pendapatnya dalam pandangannya
24

Muhammad Joni, Op. Cit., hal 4.
Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Op. Cit., hal 105.
26
Muhammad Joni, Loc. Cit.
25

Universitas Sumatera Utara

27

sendiri yang merupakan hak berekspresi secara bebas (capable of forming his
or her own views the rights to express those views freely). Jaminan
perlindungan atas hak mengemukakan pendapat terhadap semua hal tersebut,
mesti dipertimbangkan sesuai usia dan kematangan anak. 27
Sejalan dengan itu, negara peserta wajib menjamin bahwa anak diberikan
kesempatan untuk menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan
ataupun administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara langsung
ataupun tidak langsung. 28
Konvensi Hak Anak terdiri atas 54 (lima puluh empat) pasal yang
beradasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme
implementasi hak anak oleh negara peserta yang meratifikasi Konvensi Hak
Anak. 29 Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak
tersebut, dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak, yaitu: 30
1. Hak terhadap Kelangsungan Hidup (survival rights)
Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak-hak untuk
melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak untuk
memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.
(the rights to the highest standard of health and medical care attainable).
Mengenai Hak terhadap Kelangsungan Hidup di dalam Konvensi Hak Anak
terdapat pada pasal 6 dan pasal 24 Konvensi Hak Anak.Dalam pasal 6
Konvensi Hak Anak tercantum ketentuan yang mewajibkan kepada setiap

27

Ibid., hal 5.
Ibid.
29
Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Op. Cit., hal 34.
30
Disadur dari Ibid., hal 35-48.
28

Universitas Sumatera Utara

28

negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup (rights to life),
kelangsungan hidup dan perkembangan anak (the survival and development of
the child).
Psal 24 KHA mengatur mengenai kewajiban negara-negara peserta untuk
menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau dan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan
kesehatan primer. Dalam pasal 24 KHA dikemukakan beberapa langkah
konkret yang harus dilakukan negara-negara peserta untuk mengupayakan
implementasi hak terhadap hidup anak, yaitu:
1. Untuk melaksanakan menurunkan angka kematian bayi dan anak (vide pasal
24 ayat 2 huruf a);
2. Menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan khususnya pelayanan
kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 huruf b);
3. Memberantas penyakit dan kekekurangan gizi termasuk dalam rangka
pelayanan kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 huruf c);
4. Penyediaan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibuibu (vide pasal 24 ayat 2 huruf d);
5. Memperoleh informasi serta akses pada pendidikan dan mendapat dukungan
pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi (vide pasal 24 ayat 2
huruf e);
6. Mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang
tua serta penyuluhan keluarga berencana (vide pasal 24 ayat 2 huruf f);

Universitas Sumatera Utara

29

7. Mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang
berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan (vide pasal 24 ayat 3) dan
pengembangan kerja sama internasional (vide pasal 24 ayat 4).
Mengenai Hak terhadap Kelangsungan Hidup (survivalrights) dalam Konvensi
Hak Anak berkaitan dengan beberapa pasal yang relevan dengan Hak terhadap
Kelangsungan Hidup (survival rights) itu, yaitu Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal
19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 30, Pasal 32, Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 38.
2. Hak terhadap Perlindungan (protection rights)
Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak
perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak
yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi.
Hak terhadap Perlindungan (protection rights) dalam Konvensi Hak Anak,
dikemukakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. Pasal-Pasal mengenai Larangan Diskriminasi Anak
Untuk menjelaskan hak terhadap perlindungan atas diskriminasi anak
terdapat dalam pasal-pasal berikut:
(1) Pasal 2 tentang prinsip non diskriminasi terhadap hak-hak anak;
(2) Pasal

7

tentang

hak

anak

untuk

mendapatkan

nama

dan

kewarganegaraan;
(3) Pasal 23 tentang hak-hak anak penyandang cacat memperoleh
pendidikan, perawatan dan latihan khusus;

Universitas Sumatera Utara

30

(4) Pasal 30 tentang hak anak-anak dari kelompok masyarakat minoritas
dan penduduk asli.
b. Pasal-pasal mengenai Larangan Eksploitasi Anak
Untuk menjelaskan hak-hak anak mengenai perlindungan atas eksploitasi
anak dapat dirujuk dalam pasal-pasal berikut ini:
(1) Pasal 10 tentang hak anak untuk berkumpul kembali bersama orang
tuanya dalam kesatuan keluarga, apakah dengan meninggalkan atau
memasuki negara tertentu untuk maksud tersebut.
(2) Pasal 11 tentang kewajiban negara untuk mencegah dan mengatasi
penculikan atau penguasaan anak di luar negeri.
(3) Pasal 16 tentang hak anak untuk memperoleh perlindungan dari
gangguan terhadap kehidupan pribadi.
(4) Pasal 19 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak dari segala
bentuk salah perlakuan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain
yang bertanggung jawab atas pengasuhan mereka.
(5) Pasal 20 tentang kewajiban negara untuk memberikan perlindungan
khusus bagi anak-anak yang kehilangan lingkungan keluarga mereka.
(6) Pasal 21 tentang adopsi di mana pada negara yang mengakui adopsi
hanya dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak.
(7) Pasal 25 tentang peninjauan secara periodik terhadap anak-anak yang
ditempatkan dalam pengasuhan oleh negara karena alasan perawatan,
perlindungan atau penyembuhan.

Universitas Sumatera Utara

31

(8) Pasal 32 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak-anak dari
keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan
atau perkembangan mereka.
(9) Pasal 33 tentang hak anak atas perlindungan dari penyalahgunaan obat
bius dan narkotika serta keterlibatan dalam produksi dan distribusi.
(10) Pasal 34 tentang hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan
penganiayaan seksual termasuk prostitusi dan keterlibatan dalam
pornografi.
(11) Pasal 35 tentang kewajiban negara untuk menjajaki segala upaya guna
mencegah penjualan, penyeludupan dan penculikan anak.
(12) Pasal 36 tentang hak anak atas perlindungan dari semua bentuk
eksploitasi yang belum tercakup dalam pasal 32, pasal 33, pasal 34 dan
pasal 35.
(13) Pasal 37 tentang larangan terhadap penyiksaan, perlakuan atau
hukuman yang kejam, hukuman mati, penjara seumur hidup, dan
penahanan semena-mena atau perampasan kebebasan terhadap anak.
(14) Pasal 39 tentang kewajiban negara untuk menjamin agar anak yang
menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan, penelantaran, salah
perlakuan atau eksploitasi, memperoleh perawatan yang layak demi
penyembuhan dan re-integrasi sosial mereka.
(15) Pasal 40 tentang hak bagi anak-anak yang didakwa ataupun yang
diputuskan telah melakukan pelanggaran untuk tetap dihargai hak
asasinya dan khususnya, untuk menerima manfaat dari segenap proses

Universitas Sumatera Utara

32

hukum atau bantuan hukum lainnya dalam penyiapan dan pengajuan
pembelaan mereka. Prinsip demi hukum dan penempatan institusional
sedapat mungkin dihindari.
c. Pasal-pasal mengenai Krisis dan Keadaan Darurat Anak
Untuk menjelaskan hak-hak anak atas perlindungan dari keadaan krisis
(crisis) dan keadaan darurat (emergency) dapat dirujuk dalam pasal-pasal
berikut:
(1) Pasal 10 tentang mengembalikan anak dalam kesatuan keluarga.
(2) Pasal 22 tentang perlindungan terhadap anak-anak dalam pengungsian.
(3) Pasal 25 tentang peninjauan secara periodik mengenai penempatan
anak.
(4) Pasal 38 tentang konflik bersenjata atau peperangan yang menimpa
anak.
(5) Pasal 39 tentang perawatan rehabilitasi.
3. Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights)
Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk
pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup
yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial
anak.Hak anak atas pendidikan (the education rights), diatur dalam pasal 28
dan pasal 29 Konvensi Hak Anak.
Untuk menjelaskan Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights) dalam
Konvensi Hak Anak mengacu kepada beberapa pasal, yaitu pasal 17 (hak
untuk memperoleh informasi), pasal 28 dan pasal 29 (hak untuk memperoleh

Universitas Sumatera Utara

33

pendidikan), pasal 31 (hak untuk bermain dan rekreasi), pasal 14 (hak
kebebasan berpikir, berhatinurani dan beragama), pasal 5, 6, 13, 14 dan 15 (hak
untuk pengembangan kepribadian—sosial dan psikologis), pasal 6 dan 7 (hak
atas identitas, nama dan kebangsaan), pasal 24 (hak atas kesehatan dan
pengembangan fisik), pasal 12 dan pasal 13 (hak untuk didengar) dan pasal 9,
10, dan 11 (hak untuk keluarga).
Secara demikian, berdasarkan bentuk-bentuknya, dapatlah dikualifikasi
beberapa hak atas untuk tumbuh kembang (the right to development), yang
terdapat dalam Konvensi Hak Anak, yaitu:
1.

Hak untuk memperoleh informasi (the rights to information);

2.

Hak untuk memperoleh pendidikan (the rights to education);

3.

Hak untuk bermain dan rekreasi (the rights to play and recreation);

4.

Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya (the rights to
participation in cultural activities);

5.

Hak untuk kebebasan berpikir dan beragama (the rights to thought and
religion);

6.

Hak untuk pengembangan kepribadian (the rights to personality
development);

7.

Hak untuk memperoleh identitas (the rights to identity);

8.

Hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik (the rights to
health and physical development);

9.

Hak untuk didengar (pendapatnya) (the rights to be heard);

10. Hak untuk/atas keluarga (the rights to family).

Universitas Sumatera Utara

34

4. Hak untuk Berpartisipasi (participation rights)
Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk
menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the rights of
the child to express her/his views in all matters affecting that child).Mengenai
hak untuk berpartisipasi (participation rights) dalam Konvensi Hak Anak
diantaranya diatur dalam pasal 12, pasal 13 dan pasal 15.
Dalam pasal 12 Konvensi Hak Anak diatur bahwa negara peserta menjamin
hak anak untuk menyatakan pendapat dan untuk memperoleh pertimbangan
atas pendapatnya itu, dalam segala hal atau prosedur yang menyangkut diri
sang anak.
Sementara itu dalam hal kebebasan berekspresi, Konvensi Hak Anak menjamin
hak anak untuk mendapatkan dan mengetahui informasi, serta untuk
mengekspresikan pandangan-pandangannya, kecuali jika hal ini akan
melanggar hak-hak orang lain. Hak yang menjamin kebebasan menyatakan
pendapat ini diatur dalam pasal 13 Konvensi Hak Anak.
Dalam Konvensi Hak Anak juga diatur mengenai hak anak untuk berserikat.
Hak anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain serta untuk bergabung
dalam atau membentuk perhimpunan, kecuali jika hal tersebut melanggar hak
orang lain. Hak atas kebebasan berserikat ini diatur dalam pasal 15 Konvensi
Hak Anak.
Dalam hal akses terhadap informasi, Konvensi Hak Anak menjamin agar anak
memperoleh akses terhadap informasi, dan menjamin untuk melindungi anakanak dari bahan-bahan informasi yang tidak sehat. Hak atas akses terhadap

Universitas Sumatera Utara

35

informasi diatur dalam pasal 17 Konvensi Hak Anak, yang menjamin akses
terhadap informasi dan bahan-bahan dari berbagai sumber nasional dan
internasional, terutama yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial, spiritual dan moral dan kesehatan fisik serta mentalnya. Oleh karena itu,
peran dari media massa sangat penting dalam penyebaran informasi yang
konsisten bagi implementasi hak-hak anak.
Selain hak-hak atas partisipasi sebagaimana disebut di atas, Konvensi Hak
Anak menetapkan kewajiban negara untuk menyebarkan informasi mengenai
Konvensi Hak Anak ini kepada anak-anak dan orang dewasa serta masyarakat
luas.Dengan demikian, hak-hak anak sebagaimana dimaksud dalam Konvensi
Hak Anak haruslah disosialisasikan kepada anak-anak.Hal ini diatur dalam
pasal 42 Konvensi Hak Anak.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disebutkan beberapa hak anak atas
partisipasi di dalam Konvensi Hak Anak, yang terdiri atas:
1. Hak anak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas
pendapatnya;
2. Hak anak untuk mendapatkan dan mengetahui informasi serta untuk
berekspresi;
3. Hak anak untuk berserikat dan menjalin hubungan untuk bergabung;
4. Hak anak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindung dari
informasi yang tidak sehat;
5. Hak anak untuk memperoleh informasi tentang Konvensi Hak Anak.

Universitas Sumatera Utara

36

B. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Sebagai Acuan Perlindungan Hak
Anak di Indonesia
Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak melalui
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Dengan diratifikasinya Konvensi
tersebut maka secara hukum pemerintah Indonesia berkedudukan sebagai
pemangku kewajiban yang berkewajiban untuk memenuhi, melindungi dan
menghormati hak-hak anak. Sedangkan pemangku hak adalah setiap anak di
Indonesia.Untuk menguatkan ratifikasi tersebut dalam upaya perlindungan anak di
Indonesia, maka disahkanlah Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang selanjutnya menjadi panduan dan payung hukum dalam
melakukan setiap kegiatan perlindungan anak.
Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak karena negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiaptiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak-hak anak yang
merupakan hak asasi manusia seperti yang termuat dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hak-hak Anak.
Penjelasan UU No 23 Tahun 2002 menyebutkan meski Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang
hak-hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak
masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai
landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.

Universitas Sumatera Utara

37

Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak.Rangkaian
kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan
dan perkembangan anak, baik fisik, mental, maupun spiritual, maupun
sosial.Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak
yang diharapkan nantinya sebagai penerus bangsa. 31
UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 merupakan upaya memberikan
hak anak secara penuh dalam kehidupan sehari-hari. Upaya pengimplementasian
UU Perlindungan Anak tersebut diwujudkan dalam penetapan Program Nasional
Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015 yang isinya merupakan target-target
pencapaian hak-hak anak berdasarkan pada upaya pencapaian MDGs (Millenium
Development Goals) 2015 dan harus diwujudkan pula oleh Indonesia hingga
tahun 2015, bahkan hingga dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) sebagai lembaga negara yang bertugas khusus memantau keefektifan
upaya-upaya penyelenggaraan hak-hak anak di Indonesia. 32
Dari segi isinya, UU No. 23/2002 terdiri atas norma hukum (legal norm)
tentang: 33
a. Hak-hak anak;
b. Kewajiban dan tanggungjawab negara;
c. Bentuk-bentuk perlindungan yang dilakukan terhadap anak;
31

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2009), hal 24-25.
32
Abdur Rozaki dkk, Mengembangkan Gampong Peduli Hak Anak, (Yogyakarta: IRE
Yogyakarta, 2009), hal 94.
33
Muhammad Joni, Op. Cit., hal 11.

Universitas Sumatera Utara

38

d. Peran serta masyarakat;
e. Lembaga independen perlindungan anak, serta
f. Ketentuan sanksi hukum pidana dalam hal terjadi pelanggaran UU No. 23
Tahun 2002.
Prinsip perlindungan hak-hak anak tertuang pada pasal 2 UU No 23 Tahun
2002. Ada empat prinsip-prinsip dasar hak-hak anak, yaitu:
1. Tidak membeda-bedakan (Non-diskriminasi)
Artinya semua hak-hak anak harus dipenuhi kepada setiap anak tanpa
pembedaan apapun.Tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, ras, warna
kulit, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal
usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak,
kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua atau
walinya yang sah.
2. Prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak
Pengertian asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah, bahwa dalam suatu
tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat,
badan legislatif dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak
harus menjadi pertimbangan utama. 34
3. Prinsip hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
Pengertian asas untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah
bahwa hak-hak asasi yang mendasar bagi anak wajib dilindungi oleh negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.Artinya, pihak-pihak tersebut,

34

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal 16.

Universitas Sumatera Utara

39

wajib mewujudkan dan tidak meniadakan hak-hak yang dimaksud (hak hidup,
hak kelangsungan hidup dan hak berkembang). 35
4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak
Pengertian asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah adanya
penghormatan atas hak untuk mengambil keputusan, terutama terhadap hal
yang berkaitan dengan kehidupannya. 36
Dalam UU No. 23 Tahun 2002 diatur hak dan kewajiban anak (Pasal 4 s/d
19). Penegasan hak anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 ini merupakan legalisasi
hak-hak anak yang diserap dari Konvensi Hak Anak dan norma hukum nasional.
Dengan demikian, pasal 4 s/d 19 UU No. 23/2002 menciptakan norma hukum
(legal norm) tentang apa yang menjadi hak-hak anak. 37
Menurut UU No. 23 Tahun 2002, hak-hak anak meliputi: 38
1.

Hak hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapatkan perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi;

2.

Hak atas nama dan identitas diri dan status kewarganegaraan;

3.

Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi;

4.

Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh atau diasuh oleh
pihak lain apabila karena sesuatu hal orang tua tidak mewujudkannya;

5.

Hak memperoleh pelayanan kesehatan jasmani dan rohani, jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial;

35

Ibid.
Ibid.
37
Muhammad Joni, Loc. Cit.
38
Waluyadi, Op. Cit., hal 16-18.
36

Universitas Sumatera Utara

40

6.

Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dan bagi yang cacat
memperoleh pendidikan luar biasa;

7.

Hak untuk didengar pendapatnya, menerima dan mencari informasi dan juga
memberi informasi;

8.

Hak berkreasi, istirahat, memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan yang
sebaya dan yang cacat berhak mendapatkan rehabilitasi, bantuan sosial dan
memelihara taraf kesejahteraan sosial;

9.

Selama dalam pengasuhan, anak berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan: (a) diskriminasi; (b) eksploitasi, baik ekonomi atau seksual; (c)
penelantaran; (d) kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; (e) ketidakadilan;
dan (f) perlakuan salah lainnya terhadap pelaku hal-hal yang tersebut dengan
hukuman;

10. Hak untuk diasuh orang tuanya sendiri, kecuali apabila terdapat aturan hukum
yang meniadakannya;
11. Hak untuk memperoleh perlindungan dari: (a) penyalahgunaan dalam
kegiatan politik; (b) pelibatan dalam sengketa bersenjata; (c) pelibatan dalam
kekerasan sosial; (d) pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan; dan (e) pelibatan dalam peperangan;
12. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak memperoleh kebebasan
sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan atau hukuman penjara hanya
dapat dilakukan sesuai hukum dan itu merupakan upaya terakhir;

Universitas Sumatera Utara

41

13. Anak yang dirampas kebebasannya, berhak: (a) mendapat perlakuan yang
manusiawi dan penempatannya dipisah dari orang tua; (b) memperoleh
bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif dari setiap tahapan hukum;
(c) membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
obyektif dan tidak memihak;
14. Anak yang menjadi korban, berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan
lainnya.
Adapun kewajiban anak tertuang di dalam ketentuan pasal 19 UU
Perlindungan Anak, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menghormati orang tua, wali dan guru;
2. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman;
3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara;
4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hakhak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan partisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera (Pasal 3 UU No. 23 Tahun 2002). 39
Peran dan tanggung jawab dalam pemberian perlindungan pada anak
termasuk pemenuhan hak-hak anak serta mengarahkan anak untuk bisa memenuhi

39

Ibid., hal 16.

Universitas Sumatera Utara

42

kewajiban-kewajibannya supaya bisa menjadi generasi penerus yang berkualitas
pada hakekatnya ada di tangan keluarga, masyarakat dan negara/pemerintah.
Didalam pelaksanaan upaya kesejahteraan dan perlindungan anak ini
keluarga dan orang tua memegang peranan yang amat penting karena tanggung
jawab utama dalam upaya kesejahteraan dan perlindungan anak berada di tangan
mereka.
Walaupun fakta menunjukkan bahwa belum semua anak diasuh oleh
keluarga dan orang tua dengan baik, masih ada anak yang belum memperoleh akta
kelahiran, belum memperoleh kesehatan yang optimal, masih banyak anak yang
berada dalam pengungsian, situasi konflik, di daerah bencana alam, masih ada
anak yang dieksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual, sehingga disini
peran keluarga dan masyarakat di dalam memberikan perlindungan pada anak
sangat penting.
Peran keluarga dan orang tua dalam penyelenggaraan perlindungan anak
adalah wajib dan orang tua/keluarga bertanggung jawab terhadap pengasuhan,
pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan anak dalam kondisi apapun,
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan bakat dan minatnya, mencegah
terjadinya perkawinan usia dini. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan
perlindungan anak baik itu dilakukan oleh masyarakat secara perorangan,
Lembaga Perlindungan Anak, Lembaga Sosial Kemasyarakatan, Lembaga
Swadaya Masyarakat maupun lembaga keagamaan serta mass media, mereka ini
berkewajiban untuk berperan serta dalam memfasilitasi serta mengadvokasi dalam
penyelenggaraan

kesejahteraan

dan

perlindungan

anak.

Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

43

pemerintah/negara berkewajiban untuk memberikan dukungan/fasilitasi sarana
dan prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak,
misalnya penyediaan sekolah, lapangan bermain, lapangan olah raga, rumah
ibadah, tempat rekreasi dan lain-lain. Pemerintah juga berkewajiban untuk
menjamin terlaksananya kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilakukan
oleh orang tua, wali dan orang lain yang secara hukum berkewajiban untuk
melaksanakan pemenuhan hak-hak anak.

C. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak
Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui
memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak menjadi korban dari
ketidakpedulian orang dewasa. Pengakuannya pun tidak terjadi serta merta pada
saat korban berjatuhan, tetapi melalui sebuah proses perjuangan panjang dan
tanpa henti.
Seperti yang telah dikemukakan di awal, perhatian serius secara
internasional terhadap kehidupan anak-anak baru diberikan pada tahun 1919,
setelah Perang Dunia I berakhir.Dikarenakan perang telah membuat anak-anak
menderita kelaparan dan terserang penyakit, seorang aktivis perempuan bernama
Eglantyne Jebbmengarahkan mata dunia untuk melihat situasi anak-anak tersebut.
Dia menggalang dana dari seluruh dunia untuk membantu anak-anak.
Tindakannya inilah yang mengawali gerakan kemanusiaan internasional yang
secara khusus memberi perhatian kepada kehidupan anak-anak.

Universitas Sumatera Utara

44

Pada tahun 1923, Mrs. Eglantyne Jebb membuat 10 pernyataan hak-hak
anak dan mengubah gerakannya menjadi perjuangan hak-hak anak: 40
1.

Bermain;

2.

Mendapatkan nama sebagai identitas;

3.

Mendapatkan makanan;

4.

Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan;

5.

Mendapatkan persamaan;

6.

Mendapatkan pendidikan;

7.

Mendapatkan perlindungan;

8.

Mendapatkan sarana rekreasi;

9.

Mendapatkan akses kesehatan;

10. Mendapatkan kesempatan berperan serta dalam pembangunan.
Tidak lagi sekedar berdasarkan kemanusiaan tetapi juga Hak Asasi.Pada
tahun 1924, pernyataan ini diadopsi dan disahkan sebagai pernyataan Hak-hak
Anak oleh Liga Bangsa-Bangsa.Sementara itu, pada tahun 1939-1945, Perang
Dunia II berlangsung dan anak-anak kembali menjadi salah satu korbannya.
Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mencantumkan hak-hak
anak.Pada tahun 1959, tepatnya tanggal 1 Juni PBB mengumumkan pernyataan
Hak-hak Anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.
Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan
ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.Setelah sepuluh tahun
40

M. Jodi Santoso, “Rausya dan Agenda Perlindungan Anak”, sebagaimana dimuat
dalamhttp://jodisantoso.blogspot.com/2007/09/raisya-dan-agenda-perlindungan-hak-anak.html,
diakses pada tanggal 20 Maret 2014.

Universitas Sumatera Utara

45

kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak Anak disahkan oleh PBB.Inilah
pengakuan khusus secara internasional atas hak asasi yang dimiliki anak-anak.
Mengapa perwujudan hak-hak anak tersebut menjadi penting? Anak
adalah amanah Allah SWT yang harus dilindungi agar tercapai masa pertumbuhan
dan perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai keberlanjutan
masa depan bangsa. Anak bukan orang dewasa ukuran kecil, tetapi seorang
manusia yang tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai berumur 18
tahun, termasuk anak dalam kandungan. 41
Mendapatkan perlindungan merupakan hak dari setiap anak, dan
diwujudkannya perlindungan bagi anak berarti terwujudnya keadilan dalam suatu
masyarakat.

Asumsi

ini

diperkuat

dengan

pendapat

Age,

yang telah

mengemukakan dengan tepat bahwa “melindungi anak pada hakekatnya
melindungi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara di masa depan”. Dari
ungkapan tersebut nampak betapa pentingnya upaya perlindungan anak demi
kelangsungan masa depan sebuah komunitas, baik komunitas yang terkecil yaitu
keluarga, maupun komunitas yang terbesar yaitu negara. Artinya, dengan
mengupayakan perlindungan bagi anak komunitas-komunitas tersebut tidak hanya
telah menegakkan hak-hak anak, tapi juga sekaligus menanam investasi untuk
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Di sini, dapat dikatakan telah terjadi
simbiosis mutualisme antara keduanya. 42

41

Abdur Rozaki dkk, Op. Cit., hal 93.
Rusmilawati Windari, “Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang di Indonesia
dan Beijing Rules”, sebagaimana dimuat dalam
http://rusmilawati.wordpress.com/2010/01/25/perlindungan-anak-berdasarkan-undang-undang-diindonesia-dan-beijing-rules-oleh-rusmilawati-windarish-mh/, diakses pada 20 Maret 2014.
42

Universitas Sumatera Utara

46

Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan
kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara
manusiawi positif.Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan
mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup,
bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya
sendiri atau bersama para pelindungnya. 43
Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk
memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak
yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak Anak. Hal ini menunjukkan telah
tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya
perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan
terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan
kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Perdebatan mengenai perlakuan khusus terhadap anak-anak biasanya
bersandar pada dua faktor utama: pertama, kerentanan khusus anak-anak, dan
kedua, kenyataan bahwa mereka adalah generasi baru, dan harus dihargai karena
mereka melambangkan masa depan. 44

D. Instrumen Hukum Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Anak
Traktat internasional utama yang mengatur hak-hak anak adalah Konvensi
mengenai Hak Anak tahun 1989 (Convention on the Rights of the Child (CRC)).
Sebelum lahirnya Konvensi Hak Anak, masyarakat internasional telah memiliki
43

Ibid.
Jenny Kuper, International Law Concerning Child Civilians in Armed Conflict, (New
York: Clarendon Press Oxford, 1997), hal 15.
44

Universitas Sumatera Utara

47

dokumen hak anak yang merupakan bahan pertimbangan dilahirkannya Konvensi
Hak Anak, di antaranya: 45
1. Deklarasi

mengenai

Prinsip-prinsip

Sosial

dan

Hukum

menyangkut

Perlindungan dan Kesejahteraan Anak;
2. Aturan Standar Minimum PBB bagi Penyelenggara Peradilan Anak
(“Ketentuan Beijing”) (Resolusi Sidang Umum, 29 November 1985);
3. Deklarasi Perlindungan bagi Wanita dan Anak dalam Keadaan Darurat dan
Konflik Bersenjata (Resolusi Sidang Umum, 14 Desember 1974);
4. Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924;
5. Deklarasi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Sidang Umum tanggal 20
November 1959.
Selain Konvensi Hak Anak, ada beberapa instrumen internasional lainnya
yang materi hukumnya berkenaan tentang perlindungan hak anak. Intrumeninstrumen tersebut dijadikan dasar perlindungan hak-hak anak, yaitu: 46
1.

Protokol Opsional pada CRC mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan
Pornografi Anak tahun 2000 (Optional Protocol on the Sale of Children,
Child Prostitution and Child Pornography)

2.

Protokol Opsional pada CRC mengenai Keterlibatan Anak-Anak-anak dalam
Konflik Bersenjata tahun 2000 (Optional Protocol to the Convention on the
Involvement of Children in Armed Conflicts).

45

Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Op. Cit., hal 99.
Erica Harper, Op. Cit., hal 204-206.

46

Universitas Sumatera Utara

48

3.

Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Wanita tahun 1999 (Convention on the Elimination of all Forms of
Discrimination Against Women)

4.

Konvensi Usia Minimum (Konvensi ILO No. 138 tahun 1973) (Minimum Age
Convention)

5.

Konvensi mengenai Bentuk Terburuk Buruh Anak (Konvensi ILO No. 182
tahun 1999 (Worst Forms of Child Labor Convention)

6.

Konvensi Hague mengenai Perlindungan Anak-anak dan Kerja sama dalam
rangka Adopsi Antar Negara tahun 1993 (Hague Convention on the
Protection of Children and Cooperation in Respect of Inter-Country
Adoption)

7.

Konvensi Hague mengenai Yurisdiksi, Hukum yang Berlaku, Pengakuan,
Penegakan dan Kerja sama terkait Tanggung jawab dan Tindakan Orang Tua
bagi Perlindungan Anak tahun 1996 (Hague Convention on the Jurisdiction,
Applicable Law, Recognition, Enforcement and Co-Operation in Respect of
Parental Responsibility and Measures for the Protection of Children)

8.

Konvensi Hague mengenai Aspek Sipil dari Penculikan Anak Internasional
tahun 1980 (Hague Convention on the Civil Aspects of International Child
Abduction)\

9.

Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Orang,
khususnya Wanita dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengenai Kejahatan Terorganisasi Transnasional tahun 2000
(Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially

Universitas Sumatera Utara

49

Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime)
10. Melengkapi Konvensi PBB Melawan Kejahatan Terorganisasi Transnasional
tahun 2001 (Supplementing the United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime)
11. Draf

Pedoman

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

bagi

Perlindungan

dan

Pengasuhan Alternatif Anak-anak Tanpa Pengasuhan Orang Tua (United
Nations Draft Guide-lines for the Protection and Alternate Care of Chidren
Without Parental Care)
12. Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perlindungan Remaja yang
Kebebasannya Dirampas tahun 1990 (United Nations Rules on the Protection
of Juveniles Deprived of Liberty)
13. Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pencegahan Kenakalan
Remaja tahun 1990 (United Nations Guidelines on the Prevention of
Delinquency)
14. Aturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Administrasi
Keadilan Remaja tahun 1985 (United Nations Standard Minimum Rules for
the Administration of Juvenile Justice

Universitas Sumatera Utara