Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Jambu Air (Syzygium aquea (Burm.f.) Alston)

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Jambu Air ( Syzygium aquea (Burm.f.)Alston)
2.1.1 Morfologi Tumbuhan Jambu Air

Syzygium aquea asli dari Malaysia dan Indonesia yang tergolong ke dalam family
Myrtaceae dan dikenal sebagai jambu air. Tangkai jambu air pendek. Bentuk daunnya
bulat telur sampai lonjong atau elips. Ciri khas bentuk daun itu ialah, makin ke ujung
makin runcing. Lebar daun setengah dari panjangnya,. Warnanya hijau buram. Bila
dibiarkan sosok pohonnya akan terus tumbuh walaupun tanpa pemangkasan. Paling
tidak tingginya mencapai 3 m bahkan bisa sampai 10 m. Mahkota pohonnya agak
rendah dan tidak teratur. Batangnya licin dan bengkok-bengkok dengan garis tengah
10-15 cm. Cabang-cabangnya berwarna merah kecoklatan yang umumnya berbentuk
bulat dan gundul. Kulit daun bila diraba agak tebal. Melihat keadaan permukaan daun
itu, orang lalu membedakan permukaan daun yang licin seperti daun kopi dan gundul
seperti daun jambu air (Tjitrosoepomo, 2001).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Jambu Air


Sistematika tumbuhan jambu air adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Myrtales

Family


: Myrtaceae

Genus

: Syzygium

Spesies

: Syzygium aquea (Burm.f.) Alston

Nama Lokal

: Jambu Air

Universitas Sumatera Utara

62

2.1.3 Manfaat Tumbuhan Jambu Air


Beberapa jenis tumbuhan ini telah digunakan sebagai obat tradisional dan sebagai
antibiotik. (Panggabean,1992). Di Malaysia, serbuk daun yang telah kering digunakan
untuk merawat lidah yang patah dan akarnya digunakan untuk menyembuhkan
penyakit kudis dan mengurangi bengkak (Osman, 2009). Manfaat dari buah jambu air
yaitu untuk membersihkan ginjal dari asam urine dan urea serta vitamin C yang
terkandung dalam jambu air berfungsi sebagai antioksidan ( Susan, 2001).

2.2 Senyawa Flavonoida

Istilah flavonoida dikenakan pada suatu golongan besar senyawa yang yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum yaitu flavon. Suatu jembatan oksigen
terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto dan atom karbon benzil yang
terletak di sebelah cincin B membentuk cincin baari tipe 4-piron. Senyawa
heterosiklik ini pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan
tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi
yang paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur
kelompok senyawa ini (Manitto, 1992).

Senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15
atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh

rantai linear yang terdiri dari tiga atom karbon. Kerangka ini dapat ditullis sebagai C 6 C 3 -C 6 . Jadi senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diarilpropana, senyawa
isoflavonoida

adalah

senyawa

1,2

biarilpropana,

sedang

senyawa-senyawa

neoflavonoida adalah senyawa 1,1 diarilpropana. Senyawa flavonoida diturunkan dari
unit C 6 -C 3 (fenil propana) yang bersumber dari asam sikimat (via fenilalanin) dan
unit C 6 yang diturunkan dari jalur poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga
molekul malonil-KoA yang bergabung dengan unit C 6 -C 3 (sebagai KoA tioester)
untuk membentuk unit awal triketida. Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari

biosintesis gabungan terdiri atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur
poliketida (Heinrich, 2009)

Universitas Sumatera Utara

27
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga
flavonoida yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang
tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988).

Dalam tubuh manusia, flavonoida berfungsi sebagai antioksidan sehingga
sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat lain lain flavonoida adalah melindungi
struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos
tulang dan sebagai anti bioktik (Muhammad, 2011). Dalam dosis kecil flavon bekerja
sebagai stimulan pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler,

flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak. Kegunaan
flavonoida pada tumbuhan adalah untuk menarik serangga yang membantu proses
penyerbukan, membantu menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji
(Sirait, 2007).

Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh
tetumbuhan ( atau kira-kira 1 x 109 ton/tahun ) diubah menjadi flavonoida atau
senyawa yang berkaitan erat dengannya. Sebagian besar tannin pun berasal dari
flavonoida. Jadi flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.

Universitas Sumatera Utara

28
Gambar 2.1 Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alu
asetat-malonat dan alur sikimat

(Markham, 1988)

2.2.1 Struktur Dasar Flavonoida


Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

29

A

C

C

C

B

Gambar 2.2 Kerangka Dasar Flavonoida
(Sastrohamidjojo, 1996).


2.2.3 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan
pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida
(Harborne, 1996).

Dalam tumbuhan, flavonoida terdapat dalam berbagai struktur. Keragaman ini
disebabkan oleh perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoida
tersebut, antara lain :

1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat
pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam.
Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan
lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum
terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa,
xilosa, dan arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa,
manosa, fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat.


2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam
hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut Cglikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis
gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga
galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa.

Universitas Sumatera Utara

210
3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang
terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena
terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO 3 K. Banyak yang berupa glikosida
bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang
masih bebas atau pada gula.

4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat
adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola
oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatanikatan karbon atau kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang
digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak
ikatannya berbeda-beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan

penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.

5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai
atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik
(yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan
flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lainlain (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C 3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
O

OH
O


flavonol

Universitas Sumatera Utara

211
2. Flavon
Flavon berbeda dengan

flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-

hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis
yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

O

O
flavon

3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia
berubah menjadi coklat.
O

O

isoflavon

Universitas Sumatera Utara

12
2

4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.

O

O
flavanon

5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
OH
O

O
Flavanonol

6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.

Universitas Sumatera Utara

13
2
OH
OH
HO

O

OH
katekin

OH

7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.

O
OH
OH

HO
8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan
buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau
glikosilasi.

O
OH
Antosianin

Universitas Sumatera Utara

2
14
9.Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air (Harborne, 1996).

O
kalkon

10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap ammonia (Robinson, 1995).

O
HC
O
Auron
Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua
flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
Tabel 2.1. Sifat dari golongan-golongan flavonoida menurut Harborne
Golongan
flavonoida
Antosianin

Penyebaran

Pigmen bunga merah marak,
dan biru juga dalam daun dan
jaringan lain.
Proantosianidin Terutama tidak berwarna,
dalam daun tumbuhan yang
berkayu.

Ciri khas
Larut dalam air, λ maks 515545 nm, bergerak dengan
BAA pada kertas.
Menghasilkan
antosianidin
bila jaringan dipanaskan
dalam HCl 2M selama
setengah jam.

Universitas Sumatera Utara

215
Flavonol

Terutama ko-pigmen tidak
berwarna dalam bunga sianik
dan asianik tersebar luas
dalam daun.

Flavon

Seperti flavonol

Glikoflavon

Seperti flavonol

Biflavonil

Khalkon
auron

Flavanon

Isoflavon

Tidak berwarna dan hampir
seluruhnya terbatas pada
gimnospermae
dan Pigmen
bunga
kuning,
kadang-kadang terdapat juga
dalam jaringan lain

Tidak berwarna, dalam daun
dan buah (terutama dalam
Citrus)
Tidak berwarna, sering kali
dalam akar, hanya terdapat
dalam suku Leguminosae

Setelah hidrolisis, berupa
bercak kuning murup pada
kromatogram Forestal bila
disinari sinar UV, maksimal
spektrum pada 330 – 350 nm.
Setelah hidrolisis, berupa
bercak coklat redup pada
kromatogram Forestal maksimal spektrum pada 330-350
nm.
Mengandung
gula
yang
terikat melalui ikatan C-C,
bergerak dengan pengembang
air, tidak seperti flavon biasa.
Pada kromatogram BAA
berupa bercak redup dengan
R F tinggi .
Dengan amonia
berwarna
merah (perubahan warna
dapat diamati in situ),
maksimal spektrum 370-410
nm.
Berwarna merah kuat dengan
Mg/HCl, kadang – kadang
sangat pahit .
Bergerak pada kertas dengan
pengembang air, tidak ada uji
warna yang khas.
(Markham, 1988).

2.2.2 Sifat Kelarutan Senyawa Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia seperti
fenol yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi bila didiamkan
dalam larutan basa dan disamping itu terdapat banyak oksigen maka akan banyak
yang terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau
suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar maka umumnya flavonoida larut
dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida,
dimetilformamida, air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida
cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air. Dengan demikian
campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk

Universitas Sumatera Utara

216
glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon
serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti
eter dan kloroform (Markham, 1988).

2.3 Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponenkomponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam suatu golongan (Muldja, 1995).

2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk
campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya. Berdasarkan bentuk campuran
yang diekstraksi, suatu ekstraksi dibedakan menjadi:
1. Ekstraksi padat-cair
Zat yang diekstrasi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi
jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang
terkandung di dalam bahan alam.
2. Ekstraksi cair-cair
Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi
cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut untuk memisahkan logam-logam
tertentu didalam air.
Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi:

Universitas Sumatera Utara

2 17
1. Ekstraksi berkesinambungan (kontinyu)
Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang
sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai alat untuk jenis ekstraksi ini,
seperti alat soklet.

2. Ekstraksi bertahap
Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru
sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasanyadigunakan adalah corong pisah
(Yazid, 2005).

2.3.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan metode umum dalam pemisahan campuran berdasarkan fase
diam dan fase gerak. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan dan fase diam berupa
padatan atau lapisan cairan yang disokong oleh padatan. Fase gerak akan bergerak
melewati fase diam dan senyawa-senyawa dalam campuran akan bergerak secara
kontiniu diantara kedua fase sesuai dengan koefisien distribusi (Rodig, 1997).

Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dapat dibedakan
menjadi kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion,
kromatografi penukar ion dan kromatografi ekslusi ukuran. Berdasarkan pada alat
yang diguanakan kromatografi dapat dibagi atas kromatografi kertas, kromatografi
lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas dan kromaatografi
kolom (Gandjar, 2007).

2.3.2.1 Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis sering dilakukan dengan menggunakan lempeng atau
gelas plastik yang dilapisi fase diam dan fase geraknya merupakan pelarut.
Campuaran yang akan dianalisis diteteskan pada dasar lempeng dan perlarutnya akan
bergerak naik oleh gaya kapiler.

Universitas Sumatera Utara

218
Pada umumnya fase diam bersifat polar dan senyawa polar akan melekat lebih
kuat pada lempeng daripada senyawa tak polar akibat interaksi tarik menarik dipole.
Senyawa tak polar kurang melekat erat pada fase diam polar sehingga bergerak naik
lebih jauh ke atas lempeng. Jarak tempuh ke atas lempeng merupakan cermin
polaritas senyawa. Peningkatan polaritas pelarut akan menurunkan interaksi senyawa
dengan fase diam sehingga senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada
lempeng (Bresnick, 2005).

Fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis merupakan penyerap
berukuran kecil dengan diameter partikel 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam maka semakin baik kinerja kromatografi lapis tipis dalam hal
efesiensi dan resolusi (Gandjar, 2007).

Nilai utama kromatografi lapis tipis pada penelitian flavonoida adalah sebagai
cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham,
Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi
4. Isolasi flavonoida murni skala kecil
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap
dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas
(Markham, 1988).

Faktor reterdasi merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Harga Rf adalah ukuran kecepatan migrasi suatu komponen
pada kromatogram. Rf didefenisikan sebagai perrbandingan jarak yang ditempuh
komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut atau fase gerak.
�� =

jarak yang ditempuh komponen
jarak yang ditempuh pelarut
(Yazid, 2005)

Universitas Sumatera Utara

219
2.3.2.2 Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi biasanya terbuat dari gelas. Panjang kolom disesuaikan dengan
jumlah komponen yang akan dianalisis dan lebar kolom disesuaikan dengan jumlah
senyawa yang akan akan dianalisis (Bintang, 2011). Pada kromatografi kolom fase
diam dan zat cair ditempatkan didalam tabung kaca berbentuk silinder, pada bagian
bawah tertutup dengan katup atau keran dan fase geraknya dibiarkan mengalir ke
bawah malalui gaya berat.

Kromatografi kolom biasanya dibuat dengan menuangkan suspensi fasa diam
dan pelarut yang sesuai kedalam kolom dan dibiarkan memadat. Selanjutnya pelarut
diturunkan sampai tepat pada bagian atas penyerap dan cuplikan yang akan
dipisahkan diletakkan pada bagian atas penyerap kemudian fase gerak dimasukkan
dan dibiarkan mengalir melewati kolom dan komponen campuran turun berupa pita
dengan laju yang berlainan kemudian hasil pemisahan dari kolom dikumpulkan
sebagai fraksi. Kromatografi kolom merupakan bentuk kromatografi cair (Gritter,
1991).

2.3.2.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Metode kromatografi juga dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis
preparatif yaitu pemisahan yang terdiri atas sejumlah senyawa serupa dengan
kromatografi jenis yang sukar dan kadang-kadang lama dipisahkan. KLT preparatif
adalah cara ideal untuk memisahkan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g). Penyerap
yang dipakai adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil
maupun campuran senyawa hidrofil. Ketebalan adsorben yang sering dipakai 0,5 – 2
mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm atau 20x40 cm.

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat
kromatografi lapis tipis preparatif. Pelarut yang baik adalah pelarut organik seperti nheksan , etil asetat, dan diklorometan. Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan
berupa garis pada salah satu sisi dari pelat lapisan besar dan dikembangkan secara
tegak lurus pada garisan cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi

Universitas Sumatera Utara

220
bebaerapa pita. Pita penyerap tersebut diharapkan mengandung komponen campuran
murni kemudian dikerok dari pelat kaca dengan spatula dan ditampung dengan logam
tipis atau kertas lilin. Penyerap diletakkan dalam corong kaca memakai kertas saring
lalu dielusi beberapa kali dengan pelarut yang cocok (Gritter, 1991).

2.4 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopik yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah yang tetap pada bidang fokus disebut
spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat
fotoelektrik disebut sebagai spektrofotometer (Muldja, 1995).
Panjang gelombang pada suatu senyawa organik yang menyerap energi cahaya
bergantung pada struktur senyawa itu. Oleh karena itu teknik spektroskopi dapat
digunakan untuk menentukan struktur senyawaan yang tidak diketahui dan untuk
mempelajari karakteristik ikatan dari senyawaan yang diketahui (Fessenden, 1982).

Rumus molekul dapat ditentukan dari spektrum massa dan bentuk
fragmentasinya. Gugus fungsi alami ditentukan dari spektrum inframerah. Gugus
fungsi terkonjugasi dapat ditentukan dari spektrum elektronik. Struktur dapat
ditentukan berdasarkan inti proton dan karbon yang dihasilkan molekul dari spektrum
1

H dan 13C NMR (Brown, 1937).

2.4.1 Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

Spektrofotometer ultraviolet-visible adalah anggota tenik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat dan sinar tampak dengan
memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer ultraviolet-visibel dapat
melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas atau uap.
Spektofotometer ultraviolet-visibel melibatkan energi elektronik yang yang cukup
besar pada molekul yang dianalisis. Suatu molekul yang sederhana apabila dikenakan

Universitas Sumatera Utara

221
radiasi elektromagnetik akan mengabsopsi radiasi elektromagnetik yang energinya
sesuai. Interaksi tersebuat akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat
keadaan eksitasi. Apabila pada molekul sederhana tersebut hanya terjadi transisi
elektronik pada satu macam gugus maka akan terjadi suatu absorpsi yang merupakan
garis spektrum (Muldja,1995). Panjang gelombang cahaya ultraviolet bergantung
pada mudahnya promosi electron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energy untuk promosi electron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek (Supratman, 2010).

Isoflavon, flavanon dan dihidroflavonol dikelompokkan dalam satu grup
karena sama-sama memiliki kekurangan konjugasi antara cincin A dan B. Spektrum
UV berbeda dengan flavon yang menunjukkan serapan yang rendah pada pita I yang
ditunjukkan dalam bentuk bahu dan pita II berbentuk puncak. Spektrum dari senyawa
ini dipengaruhi oleh oksigen dan substitusi dari cincin B. Penambahan oksigen pada
cincin A membuatnya ke pergeseran batokromik pada pita II, contohnya 7,4’dihidroksiisoflavon (249 nm), 5,7,4’-trihidroksiisoflavon (261 nm) dan 5,6,7,4’tetrahidroksiisoflavon (270 nm ). Flavanon dan dihidroflavonol memiliki serapan
maksimal (Pita II) pada 270-295, seperti isoflavon, hidroksil bebas terletak pada 1015 nm (J.Harborne, 1975).

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi karena itu
memiliki menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum ultraviolet dan
spektrum tampak (Harborne, 1987). Spektrum flavonoida biasanya ditentukan dalam
larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksima
pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan
kekuatan nisbi maksima terssebut memberika informasi yang berharga mengenai sifat
dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum adalah kekuatan nisbi yang rendah pada
pita I dalam dhidroflavon,dihidroflavonol dan isoflavon serta kedudukan pita I pada
spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang
tinggi. petunjuk mengenai rentang maksima utama yang diperkirakan untuk setiap
jenis flavonoida adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

22
2

Tabel 2.2 Rentang serapan spektrum UV-Visible flavonoida
Pita II (nm)

Pita I (nm)

Jenis flavonoida

250-280

310-350

Flavon

250-280

330-360

Flavonol (3-OH tersubtitusi)

250-280

350-385

Flavonol (3-OH bebas)

245-275

310-330 bahu

Isoflavon

Kira-kira 320

Isoflavon (5-deoksi-6,7-

puncak

dioksigenasi)

275-295

300-330 bahu

Flavanon dan dihidroflavonol

230-270

340-390

Khalkon

380-430

Auron

465-560

Antosianidin dan antosianin

(kekuatan rendah)
230-270
(kekuatan rendah)
270-280

(Markham, 1988)

2.4.2 Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)

Cahaya tampak terdiri dari beberapa range frekuensi elektomagnetik yang berbeda
dimana setiap frekuensi bisa dilihat sebagai warna yang berebeda. Radiasi inframerah
juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata.
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah
tengah yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 μm atau bilangan gelombang 4000-200
cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran
pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe
ikatan kimia atau gugus fungsi.

Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada suatu
sampel senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekunsi oleh senyawa
tersebut. Detektor akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak
diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa atau yang tidak
diserap akan diukur sebagai persen transmitan. Spektrum yang dihasilkan berupa

Universitas Sumatera Utara

223
grafik yang akan menunjukkan persentase transmitan yang bervariasi pada setiap
frekuensi radiasi inframerah. Satuan frekunsi yang digunakan dinyatakan dalam
bilangan gelombang (Dachriyanus, 2004).

Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk.
Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak
antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan
sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom atau karena gerakan sebuah
gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom dalam gugusan
(Silverstein, 1986).

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi

inframerah pada berbagai macam panjang gelombang disebut spektrofotometer
inframerah (Fessenden, 1982). Spektrofotometer inframerah pada umumnya
digunakan untuk:
1.

Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik

2.

Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan
membandingkan daerah sidik jarinya (Dachriyanus, 2004).

2.4.3 Spektrometer Resonansi Magnetik Inti proton (1H-NMR)

Spektrometer Resonansi Magnetik

Inti

(Nuclear Magnetic Resonance, NMR)

merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.
Spektrum Resonansi Magnetik Inti memberikan informasi mengenai lingkungan
kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur
gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Creswell, 1982). Semua
proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan memiliki
pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS atau semua
proton dalam benzen , siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi yang
berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan yang
tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada
kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton
yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis
perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah

Universitas Sumatera Utara

24
2

masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada
peak tersebut (Pavia, 1979).

Spektrum Resonansi Mangeti Inti pada umunya digunakan untuk:
1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu
senyawa organik
2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik (Dachriyanus,
2004).

Terperisai dan tak terperisai merupakan istilah relatif. Untuk memperoleh
pengukuran yang kuantitatif diperlukan suatu titik rujukan. Senyawa yang dipilih
untuk rujukan adalah Tetrametilsilana (CH3 ) 4 Si, yang proton-protonnya menyerap
pada ujung kanan spektrum NMR (Fessenden, 1982). Pada beberapa spektrum NMR
akan terlihat sinyal TMS pada angka nol sehingga sinyal ini tidak perlu dianalisa.
TMS dipilih sebagai standart karena:
1. TMS mempunyai 12 atom hidrogen yang keseluruhannya mempunyai lingkungan
kimia yang sama, sehingga menghasilkan sinyal singlet yang kuat karena
mengandung banyak atom hidrogen.
2. Elektron-elektron pada ikatan C-H dalam senyawa ini berada dekat dengan
hidrogen jia dibanding dengan senyawa lain. Ini berarti inti hidrogen sangat
terlindungi dari medan magneteksternal sehingga dibutuhkan medan magnet yang
besar untuk membawa atom hidrogen ke kondisi resonansi (Dachriyanus, 2004).
3. TMS merupakan cairan yang volatile, dapat ditambahkan dalam jumlah sedikit
pada larutan sampel dapat diperoleh kembali dengan menguapkan pelarutnya.
4. TMS bersifat inert dan tidak larut dalam air (Supratman, 2010).

Absorbsi kebanyakan proton lain dijumpai dibawah medan absorbsi TMS.
Selisih antara posisi absorbsi TMS dan posisi absorbsi suatu proton tertentu disebut
pergeseran kimia. Pergeseran kimia dinyatakan sebagai bagian tiap juta (ppm) dari
radio frekuensi yang kita gunakan (Fessenden, 1982).

Universitas Sumatera Utara