Uji Daya Predasi Beberapa Predator Terhadap Larva Dan Imago Hama Perusak Pucuk Kelapa Brontispa longissima Gestro
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Wagiman (2006), klasifikasi dari tanaman kelapa adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Palmales
Famili
: Palmae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera L.
Kelapa merupakan tumbuhan monokotil berakar serabut. Susunannya
terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke
samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder, kemudian
akar sekunder akan bercabang menjadi akar tersier, begitu seterusnya.
Kedalamannya bisa mencapai 8–16 m secara horizontal dari permukaan tanah
(Wagiman, 2006).
Batang kelapa tidak bercabang dengan titik tumbuh batang kelapa terletak
di ujung pucuk, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk kubis. Di batang,
terdapat pangkal pelepah - pelepah daun yang melekat kokoh dan sukar terlepas
walaupun daun telah kering dan mati (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).
Daun menyerupai bulu burung atau ayam, di bagian pangkal pelepah daun
terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak
Universitas Sumatera Utara
daun tersusun berbaris dua sampai keujung daun. Di tengah-tengah setiap anak
daun terbentuk lidi sebagai tulang daun (Prastowo, 2007).
Tanaman kelapa yang berumur 3 tahun sudah mulai dewasa dan mulai
mengeluarkan bunga jantan atau betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Buah Kelapa tersusun dari kulit
buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut
dan mengandung minyak, kulit biji (endoscrap) berupa tempurung yang keras,
daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta
lembaga (embryo). Setiap jenis kelapa memiliki ukuran dan bobot biji yang
berbeda. Biji kelapa ditutupi oleh buah, oleh sebab itu Pohon Kelapa termasuk
tumbuhan Angiospermae (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pertumbuhan kelapa membutuhkan suhu, kelembaban, keadaan tanah dan
jumlah sinar matahari yang cukup. Menurut Thampan (1982) tanaman dapat
tumbuh hingga ketingggian 4000 kaki dari permukaan laut. Curah hujan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar antara 50-90 in/tahun (1300-2300
mm/tahun), serta tidak kurang dari 40 in/tahun. Curah hujan hingga 150 in/ tahun
masih
dapat
di
tolerir
jika
terdapat
sistem
pengairan
yang
baik
(Wagiman, 2006).
Tanaman kelapa tumbuh dengan baik pada suhu antara 27-280C.
Pada suhu di bawah 200 C dan di atas 300 C pertumbuhan tanaman kelapa tidak
Universitas Sumatera Utara
baik dan buahnya kecil-kecil. Kelembaban yang dibutuhkan kelapa agar tumbuh
baik dan produktif adalah 70-80% (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).
Tanah
Tanaman kelapa dapat tumbuh pada bagian jenis tanah, aluvial, lateril,
vulkanis, berpasir, liat dan tanah berbatu, tetapi paling baik pada endapan aluvial.
Derajat kemasaman (pH) tanah yang terbaik untuk pertumbuhan kelapa adalah
6,5–7,5. Namun demikian kelapa masih dapat tumbuh pada tanah yang
mempunyai pH 5–8 (Wagiman, 2006).
Dalam pertumbuhannya, tanaman kelapa membutuhkan lahan yang datar
(0-3%). Pada lahan yang tingkat kemiringannya tinggi (3-50%) maka harus dibuat
teras untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi. Kelapa membutuhkan air
tanah pada kondisi tersedia, yaitu bila kandungan air tanah sama dengan laju
evapotranspirasirasi atau bila persediaan air ditambah curah hujan selama 1 bulan
lebih besar atau sama dengan potensi evapotranspirasi. Keseimbangan air tanah
dipengaruhi oleh sifat fisik tanah terutama kandungan bahan organik dan keadaan
penutup tanah (Prastowo, 2007).
Bagian Tanaman yang Terserang
Kumbang mulai menyerang pucuk melalui jalan masuk pelepah
muda
yang
belum
terbuka
penuh.
Kumbang
tersebut bisa ditemukan
pada bagian dalam lipatan pinak daun atau di antara pinak-pinak daun dan
menggerek lapisan epidermis sehingga menimbulkan bercak-bercak cokelat
memanjang dalam suatu garis lurus (BPPP, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan yang ditimbulkan oleh kumbang ini berwarna merah coklat,
keriting dan kering. Serangan berat buah–buah muda berguguran, beberapa tahun
berikutnya
pohon–pohon
itu
tidak
berbuah
sama
sekali
(Kalshoven 1981 dalam Mandarina 2008).
Biologi Hama
Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi dari hama perusak pucuk kelapa
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Chrysomelidae
Genus
: Brontispa
Spesies
: Brontispa longissima Gestro.
Gambar 1. Telur B. longissima Gestro.
Sumber: Foto Langsung
Stadium telur lamanya 4 hari. Seekor betina bertelur sebanyak ± 120
butir. Telur B. longissima berbentuk pipih jorong, panjang 1,4 mm dan lebar
Universitas Sumatera Utara
0,5 mm. Biasanya berbaris 2-4 butir dan dibungkus dengan kotoran bekas
kunyahannya (Setyamidjaja 1991 dalam Setiawan, 2010).
Gambar 2. Larva B. longissima Gestro.
Sumber: Foto Langsung
Larva yang baru menetas berwarna keputihan, kemudian giliran
kekuningan dan memiliki panjang rata-rata 2 mm. Larva tua memiliki rata-rata
panjang 8-10 mm. Larva menghindari cahaya dan memiliki distal U-seperti kait.
Larva memiliki empat instar larva atau lima sampai enam instar larva. Periode
perkembangan total larva bervariasi sekitar 30-40 hari (Pundee, 2009).
Gambar 3. Pupa B. longissima Gestro.
Sumber: BPPP (2012).
Lama perkembangan masa pupa 4-7 hari. Pupa berbentuk pipih,
panjangnya
abdomennya
9-10
juga
mm,
lebar
berkait
2
mm,
model
warna
huruf
kuning,
U
pada
seperti
ujung
larvanya
(Setyamidjaja 1991 dalam Setiawan, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Imago B. longissima Gestro.
Sumber: BPPP (2012).
Fase dewasa berbentuk kumbang yang memanjang, dengan panjang 8 - 12
mm. Warna kumbang dari lokasi yang berbeda sangat bervariasi, dari coklat
kemerahan sampai hitam, dan beberapa bentuk warna ekstrem sebelumnya diakui
sebagai yang berbeda spesies. Ukuran jantan umumnya lebih kecil daripada
perempuan dan ukuran panjang 7,5 - 10 mm dan 1,5 - 2 mm (Pundee, 2009).
Mereka menghindari cahaya dan tetap aktif di dalam daun jantung masih
terlipat selama siang hari dan aktif terbang dan menyerang tanaman kelapa di
malam hari. Pra-oviposisi periode adalah 74 hari atau satu sampai dua bulan.
Kumbang dewasa telah dicatat sebagai hidup hingga delapan bulan di bawah suhu
ambien, dan satu betina dapat meletakkan lebih dari 430 telur selamanya seumur
hidup (Pundee, 2009).
Gejala Serangan Brontispa longissima Gestro.
Serangan hama Brontispa longissima pada tanaman kelapa dan palma lain
seperti kelapa sawit, pinang, nipa dan palma hias perlu dikenali untuk
menghindari kerusakan dan kehilangan hasil yang bisa mencapai 50% serta
kematian
tanaman
muda.
Kumbang
mulai
menyerang pucuk
melalui
Universitas Sumatera Utara
jalan
masuk
pelepah
muda
yang
belum
terbuka
penuh
(BPPP, 2012)
Kumbang tersebut bisa ditemukan pada bagian dalam lipatan pinak daun
atau di antara pinak-pinak daun dan menggerek lapisan epidermis sehingga
menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam suatu garis lurus. Garisgaris tersebut sejajar satu dengan lainnya dan serangan terus menerus
menyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga daun kelihatan
mengeriput dan setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar.
Kumbang betina akan bertelur dan
menghasilkan
berkembang
imago. Seluruh tahap perkembangan hama
menjadi
pupa
dan
larva,
kemudian
larva
tersebut dapat ditemukan di satu tanaman. Kumbang dan larva merupakan tahap
perkembangan hama yang merusak. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh
kumbang
sama
dengan
gejala
yang
dihasilkan
akibat
gerekan
larva
(BPPP, 2012)
Baik larva maupun imago B. longissima (kumbang dewasa) hidup di
dalam daun yang masih menutup dan memakan jaringan mesofil daun sehingga
menimbulkan bercak serangan coklat memanjang. Serangan berat buah–buah
muda berguguran, beberapa tahun berikutnya pohon–pohon itu dapat tidak
berbuah sama sekali (Soedijanto dan Sianipar 1985 dalam Mandarina, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Gejala Serangan B. longissima Gestro.
Sumber: Foto Langsung
Pengendalian
Pengendalian kimia telah dilakukan di sebagian besar negara-negara
bahwa OPT menyerang. Namun, penggunaan pestisida tidak praktis, pestisida
umumnya mahal kepada petani lokal yang hanya memperoleh keuntungan kecil
dari kelapa. Pestisida aplikasi untuk pohon kelapa yang tinggi juga menimbulkan
risiko besar untuk aplikator karena mereka harus naik ke mahkota pohon tanpa
pakaian pelindung. Selain itu, penggunaan sering pestisida juga menimbulkan
keprihatinan serius mengenai risiko bagi kesehatan manusia, domestik dan hewan
liar, dan lingkungan (Nakamura dkk, 2009).
Keanekaragaman jenis musuh alami yang ditemukan menyerang hama
B. longissima tersebut bisa dimanfaatkan dengan optimal sesuai dengan sifat dan
cara kerjanya, umur tanaman, ketersediaan sarana pendukung serta situasi dan
kondisi lingkungan agar populasi B. longissima di lapangan dapat dikendalikan
dengan baik (Munarso, 2001).
Kompleks
musuh
alami
hama
B.
longissima
Gestro.
(Coleoptera:Chrysomelidae), keanekaragaman hayati dan komposisi arthropoda
telah dipelajari pada ekosistem kelapa di Desa Toboli, Pelawa, Bambalemo,
Universitas Sumatera Utara
Lemusa, Olo Baru dan Olaya, Kecamatan Parigi Provinsi Sulawesi Tengah dari
bulan November 2007 sampai dengan Februari 2008. Daun pucuk yang terserang
diambil dari 10 pohon pada setiap desa secara acak dengan metode transek pada
setiap jarak 30 m. Musuh alami yang ditemukan dikelompokkan sebagai predator,
parasitoid dan entomopatogen (Lumentut, 2007).
Serangga Predator Cecopet (Forficula auricularia L.)
Biologi Predator
Menurut Brown (2006), klasifikasi dari cecopet adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Dermaptera
Famili
: Forficulidae
Genus
: Forficula
Spesies
: Forficula auricularia L.
Gambar 6. Telur F. auricularia L.
Sumber: Brown (2006).
Telur seperti mutiara berwarna putih dan berbentuk oval atau ellips. Telur
berukuran 1,13 mm dan lebar 0,85 mm. Telur disimpan didalam tanah atau 5 cm
Universitas Sumatera Utara
dari permukaan. Jumlah telur perkelompok dilaporkan berkisar 30 sampai 60
telur. Kelompok telur kedua jika diproduksi hanya berisi setengah dari banyaknya
telur kelompok pertama yang dihasilkan. Lama menetasnya berkisar 56-85 hari
(Buxton and Madge 1974 dalam Capinera 2010).
Gambar 7. Nimfa F. auricularia L.
Sumber: Brown (2006).
Tahapan nimfa terdiri atas 4 tahap atau instar. Warna tubuh gelap secara
bertahap berubah dari coklat hinnga cokelat keabu-abuan hingga cokelat gelap.
Bantalan sayap terlihat pada instar ke empat. Lebar kepala adalah 0,91, 1,14, 1,5
dan 1,9 mm dan panjang tubuh 4,2, 6,0, 9,0 dan 9,11 pada masing–masing
instar 1-4 (Capinera 2010).
Gambar 8. Imago F. auricularia L.
Sumber: Brown (2006).
F. auricularia dewasa memiliki panjang 12–15 mm. Memiliki dua pasang
sayap (satu pasang seperti berkulit dan satu pasang membran). Mengalami
Universitas Sumatera Utara
metamorfosis tidak sempurna. Tipe mulut menggigit dan lamanya siklus hidup
1 tahun (Choate 2001 dalam Arobi, 2012).
Interaksi Serangga Predator dalam Mengendalikan Hama
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau
memasang binatang lainnya. Pada prinsipnya predator yang baik harus
menunjukkan kemampuan memangsanya, menahan dan mempertahankan
kepadatan mangsanya pada tingkat yang tidak menyebabkan kerusakan ekonomis
(Arifin, 2004). Penggunaan predator terhadap beberapa spesies hama menjadi
penting untuk dikembangkan (Adnan dan Handayani, 2010).
Keunggulan predator antara
dan
menemukan
serta
lain terletak pada kemampuan mencari
merespons
populasi
hama.
Predator mampu
menemukan hama pada tempat-tempat tersembunyi yang sulit terpapar oleh
racun kontak
dijangkau
atau pestisida
manusia.
Ketika
hayati dan/atau
jamur
dan
yang letaknya
tidak dapat
bakteri patogen tidak efektif
mengendalikan hama pada musim kemarau yang kering, predator tetap aktif
mencari mangsa yang eksplosi pada musim kering seperti bangsa kutu, wereng,
dan tungau. Jumlah predator yang dilepas
tidak harus
banyak
(inokulatif)
(Wagiman, 2008).
Berdasarkan suatu studi tentang penggunaan predator, 75 % dari hasilhasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa predator umum (general predator)
dapat menurunkan populasi hama secara nyata. Penelitian tentang potensi cecopet
dalam memangsa hama perusak pucuk kelapa B. longissima telah dilakukan
B. longissima pada belakangan ini telah menarik perhatian dunia akibat
Universitas Sumatera Utara
penyebarannya yang begitu cepat ke beberapa negara di Asia, Australian dan
Kepulauan Pasifik (Munarso, 2000).
Cecopet menggunakan forcepnya (cerci) untuk menangkap mangsa.
Dengan tubuh yang lentur, cecopet membengkokkan badannya dan memakan
tubuh B. longissima sudah tidak bergerak lagi maka akan dilepaskannya jepitan
forcep dan melanjutkan memakan tubuh B. longissima. Sementara memakan
tubuh B. longissima, cecopet bisa juga menggunakan forcep untuk menangkap
hama lain yang menyentuh tubuhnya (Munarso, 2000).
Serangga Predator Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus SMITH.)
Biologi Predator
Menurut PPKKI (2008), klasifikasi dari semut hitam adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Formicidae
Genus
: Dolichoderus
Spesies
: Dolichoderus thoracicus SMITH.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Telur D. thoracicus SMITH.
Sumber: PPKI (2008).
Setiap satu ekor betina mempunyai 100-200 ekor semut pekerja (jantan).
Dalam satu tahun semut betina dapat menghasilkan 1.300-1.700 telur
yang menetas
dalam waktu 14
hari. Ratu
semut meletakkan
telur di
dalam sarangnya. Telur itu sangat kecil dan berbentuk elips, berukuran
kira-kira 0.5 mm x 1 mm. Telur menetas menjadi larva yang berukuran 5-10 kali
lebih besar (Ratmawati, 2002).
Gambar 10. Larva D. thoracicus SMITH.
Sumber: PPKI (2008).
Bentuk larva dan telur sangat mirip, yaitu menyerupai ulat. Telur dan larva
hanya dapat dibedakan dengan kaca pembesar. Pada larva sudah terbentuk mata
dan mulut sedangkan pada telur kedua organ itu belum ada. Larva calon ratu
berkembang dengan baik karena diberi makan secara khusus dan rutin oleh semut
pekerja
yang
berukuran
lebih
kecil.
Selama
masa
pertumbuhannya,
larva mengalami beberapa kali ganti kulit, seperti ular (Umrah, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Setelah
beberapa
kali
ganti
kulit,
maka
larva berkembang
menjadi pupa. Pupa menyerupai semut dewasa karena sudah mempunyai kaki,
mata, mulut dan sayap. Sayap hanya terbentuk pada semut jantan dan ratu
semut tetapi warnanya masih putih dan tidak aktif. Selanjutnya, pupa akan
menjadi
semut
dewasa
yang berubah
warna
sesuai
dengan
kastanya
(Umrah, 2009).
Gambar 11. Imago D. thoracicus SMITH.
Sumber: PPKI (2008).
Semut hitam dewasa berukuran 4-5 mm. Semut hitam hidup berkoloni,
tiap koloni dapat mencapai 20.000-50.000 ekor Siklus
hidup
semut
pekerja
berkisar
hitam
tidak
bersifat
antara
37-52 hari.
saling membatasi satu sama
Koloni-koloni
lain, sehingga
semut
dapat
mencapai
populasi
yang sangat padat dalam suatu kebun (Mele dan Cuc, 2000).
Interaksi Serangga Predator dalam Mengendalikan Hama
Pengendalian hayati dengan predator diawali dengan kolonisasi predator
pada koloni mangsa (hama). Untuk menemukan mangsa, predator merespons
sederet urutan pengenal (cues) kimiawi dan fisik dari lingkungan. Dengan indera
kimiawi (chemical receptors) dan indera mekanik (mechano-receptors) predator
mampu mengenali habitat mangsa. Cahaya, warna, kaeromon dan angin di yakini
Universitas Sumatera Utara
membantu predator menemukan tanaman yang merupakan habitat mangsa
(Wagiman, 2006).
Faktor fisik yang lain yang mempengaruhi predatisme adalah warna
mangsa, warna telur orange, pupa coklat kehitaman dan larva putih kultur,
kemungkinan besar warna putih lebih menarik bagi D. thoracicus yang sesuai
dengan warna larva D. thoracicus relatif kurang memangsa pupa maupun imago
karena
bentuk
dari
morfologinya
yang
lebih
keras
dibanding
larva
(Edy dkk, 2008).
Pohon kelapa merupakan rumah permanen bagi semut hitam. Secara alami
sarangnya dapat ditemukan pada celah–celah batang, lipatan–lipatan daun kelapa,
tajuk kelapa dan pada blarak daun kelapa ataupun serasah daun kakao. Pada
lingkungan yang sesuai, semut hitam ini biasanya membuat sarang baru yang
dekat dengan sarang yang lama. Tetapi apabila kondisi tidak menguntungkan atau
koloninya terganggu semut hitam ini akan beremigrasi (Ratmawati, 2002).
Proses memangsa dan perilaku mangsanya predator dipengaruhi oleh
perilaku predator itu sendiri. Frans (1974) melaporkan bahwa proses memangsa
predator dipengaruhi antara lain tingkat kelaparan yang merupakan kondisi
fisiologi dari serangga tersebut. Faktor tanggap predator terhadap mangsa
merupakan komponen dasar dari predatisme faktor inilah yang kemungkinan
besar mempengaruhi jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator, sehingga
jumlah larva yang dikonsumsi oleh D. thoracicus lebih besar atau lebih banyak
dibandingkan telur atau pupa (Edy dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Botani Tanaman
Menurut Wagiman (2006), klasifikasi dari tanaman kelapa adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Palmales
Famili
: Palmae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera L.
Kelapa merupakan tumbuhan monokotil berakar serabut. Susunannya
terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke
samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder, kemudian
akar sekunder akan bercabang menjadi akar tersier, begitu seterusnya.
Kedalamannya bisa mencapai 8–16 m secara horizontal dari permukaan tanah
(Wagiman, 2006).
Batang kelapa tidak bercabang dengan titik tumbuh batang kelapa terletak
di ujung pucuk, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk kubis. Di batang,
terdapat pangkal pelepah - pelepah daun yang melekat kokoh dan sukar terlepas
walaupun daun telah kering dan mati (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).
Daun menyerupai bulu burung atau ayam, di bagian pangkal pelepah daun
terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak
Universitas Sumatera Utara
daun tersusun berbaris dua sampai keujung daun. Di tengah-tengah setiap anak
daun terbentuk lidi sebagai tulang daun (Prastowo, 2007).
Tanaman kelapa yang berumur 3 tahun sudah mulai dewasa dan mulai
mengeluarkan bunga jantan atau betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Buah Kelapa tersusun dari kulit
buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut
dan mengandung minyak, kulit biji (endoscrap) berupa tempurung yang keras,
daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta
lembaga (embryo). Setiap jenis kelapa memiliki ukuran dan bobot biji yang
berbeda. Biji kelapa ditutupi oleh buah, oleh sebab itu Pohon Kelapa termasuk
tumbuhan Angiospermae (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pertumbuhan kelapa membutuhkan suhu, kelembaban, keadaan tanah dan
jumlah sinar matahari yang cukup. Menurut Thampan (1982) tanaman dapat
tumbuh hingga ketingggian 4000 kaki dari permukaan laut. Curah hujan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar antara 50-90 in/tahun (1300-2300
mm/tahun), serta tidak kurang dari 40 in/tahun. Curah hujan hingga 150 in/ tahun
masih
dapat
di
tolerir
jika
terdapat
sistem
pengairan
yang
baik
(Wagiman, 2006).
Tanaman kelapa tumbuh dengan baik pada suhu antara 27-280C.
Pada suhu di bawah 200 C dan di atas 300 C pertumbuhan tanaman kelapa tidak
Universitas Sumatera Utara
baik dan buahnya kecil-kecil. Kelembaban yang dibutuhkan kelapa agar tumbuh
baik dan produktif adalah 70-80% (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).
Tanah
Tanaman kelapa dapat tumbuh pada bagian jenis tanah, aluvial, lateril,
vulkanis, berpasir, liat dan tanah berbatu, tetapi paling baik pada endapan aluvial.
Derajat kemasaman (pH) tanah yang terbaik untuk pertumbuhan kelapa adalah
6,5–7,5. Namun demikian kelapa masih dapat tumbuh pada tanah yang
mempunyai pH 5–8 (Wagiman, 2006).
Dalam pertumbuhannya, tanaman kelapa membutuhkan lahan yang datar
(0-3%). Pada lahan yang tingkat kemiringannya tinggi (3-50%) maka harus dibuat
teras untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi. Kelapa membutuhkan air
tanah pada kondisi tersedia, yaitu bila kandungan air tanah sama dengan laju
evapotranspirasirasi atau bila persediaan air ditambah curah hujan selama 1 bulan
lebih besar atau sama dengan potensi evapotranspirasi. Keseimbangan air tanah
dipengaruhi oleh sifat fisik tanah terutama kandungan bahan organik dan keadaan
penutup tanah (Prastowo, 2007).
Bagian Tanaman yang Terserang
Kumbang mulai menyerang pucuk melalui jalan masuk pelepah
muda
yang
belum
terbuka
penuh.
Kumbang
tersebut bisa ditemukan
pada bagian dalam lipatan pinak daun atau di antara pinak-pinak daun dan
menggerek lapisan epidermis sehingga menimbulkan bercak-bercak cokelat
memanjang dalam suatu garis lurus (BPPP, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan yang ditimbulkan oleh kumbang ini berwarna merah coklat,
keriting dan kering. Serangan berat buah–buah muda berguguran, beberapa tahun
berikutnya
pohon–pohon
itu
tidak
berbuah
sama
sekali
(Kalshoven 1981 dalam Mandarina 2008).
Biologi Hama
Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi dari hama perusak pucuk kelapa
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Chrysomelidae
Genus
: Brontispa
Spesies
: Brontispa longissima Gestro.
Gambar 1. Telur B. longissima Gestro.
Sumber: Foto Langsung
Stadium telur lamanya 4 hari. Seekor betina bertelur sebanyak ± 120
butir. Telur B. longissima berbentuk pipih jorong, panjang 1,4 mm dan lebar
Universitas Sumatera Utara
0,5 mm. Biasanya berbaris 2-4 butir dan dibungkus dengan kotoran bekas
kunyahannya (Setyamidjaja 1991 dalam Setiawan, 2010).
Gambar 2. Larva B. longissima Gestro.
Sumber: Foto Langsung
Larva yang baru menetas berwarna keputihan, kemudian giliran
kekuningan dan memiliki panjang rata-rata 2 mm. Larva tua memiliki rata-rata
panjang 8-10 mm. Larva menghindari cahaya dan memiliki distal U-seperti kait.
Larva memiliki empat instar larva atau lima sampai enam instar larva. Periode
perkembangan total larva bervariasi sekitar 30-40 hari (Pundee, 2009).
Gambar 3. Pupa B. longissima Gestro.
Sumber: BPPP (2012).
Lama perkembangan masa pupa 4-7 hari. Pupa berbentuk pipih,
panjangnya
abdomennya
9-10
juga
mm,
lebar
berkait
2
mm,
model
warna
huruf
kuning,
U
pada
seperti
ujung
larvanya
(Setyamidjaja 1991 dalam Setiawan, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Imago B. longissima Gestro.
Sumber: BPPP (2012).
Fase dewasa berbentuk kumbang yang memanjang, dengan panjang 8 - 12
mm. Warna kumbang dari lokasi yang berbeda sangat bervariasi, dari coklat
kemerahan sampai hitam, dan beberapa bentuk warna ekstrem sebelumnya diakui
sebagai yang berbeda spesies. Ukuran jantan umumnya lebih kecil daripada
perempuan dan ukuran panjang 7,5 - 10 mm dan 1,5 - 2 mm (Pundee, 2009).
Mereka menghindari cahaya dan tetap aktif di dalam daun jantung masih
terlipat selama siang hari dan aktif terbang dan menyerang tanaman kelapa di
malam hari. Pra-oviposisi periode adalah 74 hari atau satu sampai dua bulan.
Kumbang dewasa telah dicatat sebagai hidup hingga delapan bulan di bawah suhu
ambien, dan satu betina dapat meletakkan lebih dari 430 telur selamanya seumur
hidup (Pundee, 2009).
Gejala Serangan Brontispa longissima Gestro.
Serangan hama Brontispa longissima pada tanaman kelapa dan palma lain
seperti kelapa sawit, pinang, nipa dan palma hias perlu dikenali untuk
menghindari kerusakan dan kehilangan hasil yang bisa mencapai 50% serta
kematian
tanaman
muda.
Kumbang
mulai
menyerang pucuk
melalui
Universitas Sumatera Utara
jalan
masuk
pelepah
muda
yang
belum
terbuka
penuh
(BPPP, 2012)
Kumbang tersebut bisa ditemukan pada bagian dalam lipatan pinak daun
atau di antara pinak-pinak daun dan menggerek lapisan epidermis sehingga
menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam suatu garis lurus. Garisgaris tersebut sejajar satu dengan lainnya dan serangan terus menerus
menyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga daun kelihatan
mengeriput dan setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar.
Kumbang betina akan bertelur dan
menghasilkan
berkembang
imago. Seluruh tahap perkembangan hama
menjadi
pupa
dan
larva,
kemudian
larva
tersebut dapat ditemukan di satu tanaman. Kumbang dan larva merupakan tahap
perkembangan hama yang merusak. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh
kumbang
sama
dengan
gejala
yang
dihasilkan
akibat
gerekan
larva
(BPPP, 2012)
Baik larva maupun imago B. longissima (kumbang dewasa) hidup di
dalam daun yang masih menutup dan memakan jaringan mesofil daun sehingga
menimbulkan bercak serangan coklat memanjang. Serangan berat buah–buah
muda berguguran, beberapa tahun berikutnya pohon–pohon itu dapat tidak
berbuah sama sekali (Soedijanto dan Sianipar 1985 dalam Mandarina, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Gejala Serangan B. longissima Gestro.
Sumber: Foto Langsung
Pengendalian
Pengendalian kimia telah dilakukan di sebagian besar negara-negara
bahwa OPT menyerang. Namun, penggunaan pestisida tidak praktis, pestisida
umumnya mahal kepada petani lokal yang hanya memperoleh keuntungan kecil
dari kelapa. Pestisida aplikasi untuk pohon kelapa yang tinggi juga menimbulkan
risiko besar untuk aplikator karena mereka harus naik ke mahkota pohon tanpa
pakaian pelindung. Selain itu, penggunaan sering pestisida juga menimbulkan
keprihatinan serius mengenai risiko bagi kesehatan manusia, domestik dan hewan
liar, dan lingkungan (Nakamura dkk, 2009).
Keanekaragaman jenis musuh alami yang ditemukan menyerang hama
B. longissima tersebut bisa dimanfaatkan dengan optimal sesuai dengan sifat dan
cara kerjanya, umur tanaman, ketersediaan sarana pendukung serta situasi dan
kondisi lingkungan agar populasi B. longissima di lapangan dapat dikendalikan
dengan baik (Munarso, 2001).
Kompleks
musuh
alami
hama
B.
longissima
Gestro.
(Coleoptera:Chrysomelidae), keanekaragaman hayati dan komposisi arthropoda
telah dipelajari pada ekosistem kelapa di Desa Toboli, Pelawa, Bambalemo,
Universitas Sumatera Utara
Lemusa, Olo Baru dan Olaya, Kecamatan Parigi Provinsi Sulawesi Tengah dari
bulan November 2007 sampai dengan Februari 2008. Daun pucuk yang terserang
diambil dari 10 pohon pada setiap desa secara acak dengan metode transek pada
setiap jarak 30 m. Musuh alami yang ditemukan dikelompokkan sebagai predator,
parasitoid dan entomopatogen (Lumentut, 2007).
Serangga Predator Cecopet (Forficula auricularia L.)
Biologi Predator
Menurut Brown (2006), klasifikasi dari cecopet adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Dermaptera
Famili
: Forficulidae
Genus
: Forficula
Spesies
: Forficula auricularia L.
Gambar 6. Telur F. auricularia L.
Sumber: Brown (2006).
Telur seperti mutiara berwarna putih dan berbentuk oval atau ellips. Telur
berukuran 1,13 mm dan lebar 0,85 mm. Telur disimpan didalam tanah atau 5 cm
Universitas Sumatera Utara
dari permukaan. Jumlah telur perkelompok dilaporkan berkisar 30 sampai 60
telur. Kelompok telur kedua jika diproduksi hanya berisi setengah dari banyaknya
telur kelompok pertama yang dihasilkan. Lama menetasnya berkisar 56-85 hari
(Buxton and Madge 1974 dalam Capinera 2010).
Gambar 7. Nimfa F. auricularia L.
Sumber: Brown (2006).
Tahapan nimfa terdiri atas 4 tahap atau instar. Warna tubuh gelap secara
bertahap berubah dari coklat hinnga cokelat keabu-abuan hingga cokelat gelap.
Bantalan sayap terlihat pada instar ke empat. Lebar kepala adalah 0,91, 1,14, 1,5
dan 1,9 mm dan panjang tubuh 4,2, 6,0, 9,0 dan 9,11 pada masing–masing
instar 1-4 (Capinera 2010).
Gambar 8. Imago F. auricularia L.
Sumber: Brown (2006).
F. auricularia dewasa memiliki panjang 12–15 mm. Memiliki dua pasang
sayap (satu pasang seperti berkulit dan satu pasang membran). Mengalami
Universitas Sumatera Utara
metamorfosis tidak sempurna. Tipe mulut menggigit dan lamanya siklus hidup
1 tahun (Choate 2001 dalam Arobi, 2012).
Interaksi Serangga Predator dalam Mengendalikan Hama
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau
memasang binatang lainnya. Pada prinsipnya predator yang baik harus
menunjukkan kemampuan memangsanya, menahan dan mempertahankan
kepadatan mangsanya pada tingkat yang tidak menyebabkan kerusakan ekonomis
(Arifin, 2004). Penggunaan predator terhadap beberapa spesies hama menjadi
penting untuk dikembangkan (Adnan dan Handayani, 2010).
Keunggulan predator antara
dan
menemukan
serta
lain terletak pada kemampuan mencari
merespons
populasi
hama.
Predator mampu
menemukan hama pada tempat-tempat tersembunyi yang sulit terpapar oleh
racun kontak
dijangkau
atau pestisida
manusia.
Ketika
hayati dan/atau
jamur
dan
yang letaknya
tidak dapat
bakteri patogen tidak efektif
mengendalikan hama pada musim kemarau yang kering, predator tetap aktif
mencari mangsa yang eksplosi pada musim kering seperti bangsa kutu, wereng,
dan tungau. Jumlah predator yang dilepas
tidak harus
banyak
(inokulatif)
(Wagiman, 2008).
Berdasarkan suatu studi tentang penggunaan predator, 75 % dari hasilhasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa predator umum (general predator)
dapat menurunkan populasi hama secara nyata. Penelitian tentang potensi cecopet
dalam memangsa hama perusak pucuk kelapa B. longissima telah dilakukan
B. longissima pada belakangan ini telah menarik perhatian dunia akibat
Universitas Sumatera Utara
penyebarannya yang begitu cepat ke beberapa negara di Asia, Australian dan
Kepulauan Pasifik (Munarso, 2000).
Cecopet menggunakan forcepnya (cerci) untuk menangkap mangsa.
Dengan tubuh yang lentur, cecopet membengkokkan badannya dan memakan
tubuh B. longissima sudah tidak bergerak lagi maka akan dilepaskannya jepitan
forcep dan melanjutkan memakan tubuh B. longissima. Sementara memakan
tubuh B. longissima, cecopet bisa juga menggunakan forcep untuk menangkap
hama lain yang menyentuh tubuhnya (Munarso, 2000).
Serangga Predator Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus SMITH.)
Biologi Predator
Menurut PPKKI (2008), klasifikasi dari semut hitam adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Formicidae
Genus
: Dolichoderus
Spesies
: Dolichoderus thoracicus SMITH.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Telur D. thoracicus SMITH.
Sumber: PPKI (2008).
Setiap satu ekor betina mempunyai 100-200 ekor semut pekerja (jantan).
Dalam satu tahun semut betina dapat menghasilkan 1.300-1.700 telur
yang menetas
dalam waktu 14
hari. Ratu
semut meletakkan
telur di
dalam sarangnya. Telur itu sangat kecil dan berbentuk elips, berukuran
kira-kira 0.5 mm x 1 mm. Telur menetas menjadi larva yang berukuran 5-10 kali
lebih besar (Ratmawati, 2002).
Gambar 10. Larva D. thoracicus SMITH.
Sumber: PPKI (2008).
Bentuk larva dan telur sangat mirip, yaitu menyerupai ulat. Telur dan larva
hanya dapat dibedakan dengan kaca pembesar. Pada larva sudah terbentuk mata
dan mulut sedangkan pada telur kedua organ itu belum ada. Larva calon ratu
berkembang dengan baik karena diberi makan secara khusus dan rutin oleh semut
pekerja
yang
berukuran
lebih
kecil.
Selama
masa
pertumbuhannya,
larva mengalami beberapa kali ganti kulit, seperti ular (Umrah, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Setelah
beberapa
kali
ganti
kulit,
maka
larva berkembang
menjadi pupa. Pupa menyerupai semut dewasa karena sudah mempunyai kaki,
mata, mulut dan sayap. Sayap hanya terbentuk pada semut jantan dan ratu
semut tetapi warnanya masih putih dan tidak aktif. Selanjutnya, pupa akan
menjadi
semut
dewasa
yang berubah
warna
sesuai
dengan
kastanya
(Umrah, 2009).
Gambar 11. Imago D. thoracicus SMITH.
Sumber: PPKI (2008).
Semut hitam dewasa berukuran 4-5 mm. Semut hitam hidup berkoloni,
tiap koloni dapat mencapai 20.000-50.000 ekor Siklus
hidup
semut
pekerja
berkisar
hitam
tidak
bersifat
antara
37-52 hari.
saling membatasi satu sama
Koloni-koloni
lain, sehingga
semut
dapat
mencapai
populasi
yang sangat padat dalam suatu kebun (Mele dan Cuc, 2000).
Interaksi Serangga Predator dalam Mengendalikan Hama
Pengendalian hayati dengan predator diawali dengan kolonisasi predator
pada koloni mangsa (hama). Untuk menemukan mangsa, predator merespons
sederet urutan pengenal (cues) kimiawi dan fisik dari lingkungan. Dengan indera
kimiawi (chemical receptors) dan indera mekanik (mechano-receptors) predator
mampu mengenali habitat mangsa. Cahaya, warna, kaeromon dan angin di yakini
Universitas Sumatera Utara
membantu predator menemukan tanaman yang merupakan habitat mangsa
(Wagiman, 2006).
Faktor fisik yang lain yang mempengaruhi predatisme adalah warna
mangsa, warna telur orange, pupa coklat kehitaman dan larva putih kultur,
kemungkinan besar warna putih lebih menarik bagi D. thoracicus yang sesuai
dengan warna larva D. thoracicus relatif kurang memangsa pupa maupun imago
karena
bentuk
dari
morfologinya
yang
lebih
keras
dibanding
larva
(Edy dkk, 2008).
Pohon kelapa merupakan rumah permanen bagi semut hitam. Secara alami
sarangnya dapat ditemukan pada celah–celah batang, lipatan–lipatan daun kelapa,
tajuk kelapa dan pada blarak daun kelapa ataupun serasah daun kakao. Pada
lingkungan yang sesuai, semut hitam ini biasanya membuat sarang baru yang
dekat dengan sarang yang lama. Tetapi apabila kondisi tidak menguntungkan atau
koloninya terganggu semut hitam ini akan beremigrasi (Ratmawati, 2002).
Proses memangsa dan perilaku mangsanya predator dipengaruhi oleh
perilaku predator itu sendiri. Frans (1974) melaporkan bahwa proses memangsa
predator dipengaruhi antara lain tingkat kelaparan yang merupakan kondisi
fisiologi dari serangga tersebut. Faktor tanggap predator terhadap mangsa
merupakan komponen dasar dari predatisme faktor inilah yang kemungkinan
besar mempengaruhi jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator, sehingga
jumlah larva yang dikonsumsi oleh D. thoracicus lebih besar atau lebih banyak
dibandingkan telur atau pupa (Edy dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara