Uji Efektifitas Jamur Cordycep militaris Terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) di Laboratorium
UJI EFEKTIFITAS JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP LARVA
PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.)
(Coleoptera; Scarabaeidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :OKTA PANI PUTRI GINTING 070302039
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
UJI EFEKTIFITAS JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP LARVA
PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.)
(Coleoptera; Scarabaeidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
OKTA PANI PUTRI GINTING 070302039
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Komisi Pembimbing
Ir. Marheni, MP
Ketua Anggota
Ir. Syahrial Oemry, MS
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRACT
Okta Pani Putri Ginting “Test of Pathogenical Cordyceps militaris
against Shoots of Palm Weevils Larvae (O. rhinoceros) (Coleoptera; Scarabaeidae) Mortality in the Laboratory”, under the guidance of Marheni and Syahrial Oemry. This study aims to examine the pathogenity of C. militaris
entomophatogen fungus against O. rhinoceros larvae in the Laboratory. This study research using completely randomized design (CRD) nonfactorial with four treatments and six replication, namely A0 (control), A1, A2, A3 (applied to C.
militaris fungus each 20, 25, and 30 grams corn media).
The results showed the highest percentage of mortality larvae found in treatment A3 (applied C. militaris fungus 30 gr on corn media) 60%, and there are
the lowest in treatment A1 (applied C. militaris fungus 20 gr on corn media) at
23,33%. A large number of larvae which become pupa was observed 3 days after the larvae become pupae O. rhinoceros the highest found in treatment A0 (control)
that is equal to 30 tail and the lowest found in the treatment A3 of by 12 tail. The
result showed that the entomophatogen C. militaris fungus less effective use in contolling the O. rhinoceros larvae compared, but it is can be used to control
O. rhinoceros larvae to be a environmentally friendly.
(4)
ABSTRAK
Okta Pani Putri Ginting, “Uji Efektifitas Jamur Cordycep militaris
Terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) di Laboratorium”, dibawah bimbingan Marheni dan Syahrial Oemry. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan jamur entomopatogen C. militaris terhadap larva O. rhinoceros di laboratorium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) nonfaktorial dengan empat perlakuan dan enam ulangan yaitu A0 (kontrol), A1, A₂, A₃ (diaplikasikan
jamur C. militaris pada masing-masing 20,25 dan 30 gr media jagung).
Hasil penelitian menunjukkan persentase mortalitas larva tertinggi terdapat pada perlakuan A₃ (diaplikasikan jamur C. militaris pada 30 gr media
jagung) sebesar 60 %, dan terendah pada perlakuan A1 (diaplikasikan jamur
C. militaris pada 20 gr media jagung) sebesar 23,33 %. Banyaknya jumlah larva yang menjadi pupa adalah pada pengamatan 3 hari setelah larva menjadi pupa
O. rhinoceros tertinggi terdapat pada perlakuan A0 (kontrol) yaitu sebesar 30 ekor
dan terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 12 ekor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jamur C. militaris entomopatogen kurang efektif digunakan dalam mengendalikan larva O. rhinoceros tetapi dapat digunakan untuk mengendalikan larva O. rhinoceros yang ramah lingkungan dengan dosis yang lebih tinggi.
(5)
RIWAYAT HIDUP
Okta Pani Putri Ginting lahir pada tanggal 17 Oktober 1989 di Desa Kidupen Kab. Karo, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara, puteri dari Ayahanda Alm. R. Ginting, SmHk dan Ibunda R. Silalahi.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: - Tahun 2001 lulus dari Sekolah Dasar (SD) INPRES Kidupen
- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Swasta Asisi Tiga Binanga
- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tiga Binanga
- Tahun 2007 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB
Penulis aktif dalam organisai kemahasiswaan yaitu menjadi anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2007-2010, menjadi anggota IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) tahun 2008-2011, Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub – Gulma Tahun 2008 – 2009.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Unit Kebun Laras, Kabupaten Simalungun pada Juni sampai Juli 2011, melaksanakan penelitian di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada Februari – April 2012.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas berkat dan rahmat–Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
Skripsi berjudul
“Uji Efektifitas Jamur
Cordycep militaris Terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) di Laboratorium” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah mendampingi saya, Komisi Pembimbing Ir. Marheni, MP selaku Ketua dan Ir.Syahrial Oemry, MS selaku Anggota, yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2012
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRACT ………. i
ABSTRAK ………. ii
RIWAYAT HIDUP ………. iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ………. vi
DAFTAR GAMBAR ………. vii
DAFTAR LAMPIRAN ………. viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesa Penelitian ……… 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros) ... 5
Gejala Serangan Kumbang Tanduk (O. rhinoceros) ………. 8
Jamur C. militaris ……….……...……. 9
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan C. militaris……….... 11
Mekanisme Infeksi Jamur C. militaris ………. 11
Gejala Serangan Jamur C. militaris ………. 12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 13
Bahan dan Alat ……….. 13
Metode Penelitian ……….. 13
Persiapan Penelitian ……….. 15
Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) …….. 15
Pembuatan Media Jagung ……….. 15
Penyediaan Jamur Entomopatogen ……….. 16
Persiapan Media Perlakuan ……….. 16
Penyediaan Larva Serangga Uji ……….. 17
Pengaplikasian ……….. 17
(8)
Persentase Mortalitas Larva ……….. 18 Jumlah Larva Yang Menjadi Pupa .……….. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) ……….. 19 Jumlah Larva Menjadi Pupa ………... 22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ……… 25 Saran ……… 25
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
No Judul Hlm
1. Beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur terhadap mortalitas
larva O. rhinoceros (%) pada pengamatan 3-7 hsa ……….. 19 2. Beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur terhadap jumlah larva menjadi
(10)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hlm
1. Telur O. rhinoceros ………. 6
2. Larva O. rhinoceros ………. 6
3. Pupa O. rhinoceros ………. 7
4. Imago O. rhinoceros ………. 8
5. Gejala serangan O. rhinoceros ………. 9
6. Koloni jamur C. militaris bewarna kuning keputih-putihan ……… 10
7. Gejala Serangan Jamur C. militaris ……… 12
8. Grafik garis pengaruh aplikasi jamur entomopatogen terhadap terhadap mortalitas larva O. rhinoceros (%) pada setiap waktu pengamatan ………. 22
9. Grafik garis pengaruh aplikasi jamur entomopatogen terhadap jumlah larva menjadi pupa O. rhinoceros (%) pada setiap waktu pengamatan pengamatan ……….………. 24
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hlm
1. Bagan Penelitian ………... 28 2. Data Pengamatan 1 Hsa Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) …………. 29 3. Data Pengamatan 2 Hsa Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) ………… 30 4. Data Pengamatan 3 Hsa Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) ………… 32 5. Data Pengamatan 4 Hsa Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) ………… 34 6. Data Pengamatan 5 Hsa Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) ………... 36 7. Data Pengamatan 6 Hsa Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) ….…...… 38 8. Data Pengamatan 7 Hsa Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) .…...…… 40 9. Foto Penelitian ……… 42
(12)
ABSTRACT
Okta Pani Putri Ginting “Test of Pathogenical Cordyceps militaris
against Shoots of Palm Weevils Larvae (O. rhinoceros) (Coleoptera; Scarabaeidae) Mortality in the Laboratory”, under the guidance of Marheni and Syahrial Oemry. This study aims to examine the pathogenity of C. militaris
entomophatogen fungus against O. rhinoceros larvae in the Laboratory. This study research using completely randomized design (CRD) nonfactorial with four treatments and six replication, namely A0 (control), A1, A2, A3 (applied to C.
militaris fungus each 20, 25, and 30 grams corn media).
The results showed the highest percentage of mortality larvae found in treatment A3 (applied C. militaris fungus 30 gr on corn media) 60%, and there are
the lowest in treatment A1 (applied C. militaris fungus 20 gr on corn media) at
23,33%. A large number of larvae which become pupa was observed 3 days after the larvae become pupae O. rhinoceros the highest found in treatment A0 (control)
that is equal to 30 tail and the lowest found in the treatment A3 of by 12 tail. The
result showed that the entomophatogen C. militaris fungus less effective use in contolling the O. rhinoceros larvae compared, but it is can be used to control
O. rhinoceros larvae to be a environmentally friendly.
(13)
ABSTRAK
Okta Pani Putri Ginting, “Uji Efektifitas Jamur Cordycep militaris
Terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) di Laboratorium”, dibawah bimbingan Marheni dan Syahrial Oemry. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan jamur entomopatogen C. militaris terhadap larva O. rhinoceros di laboratorium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) nonfaktorial dengan empat perlakuan dan enam ulangan yaitu A0 (kontrol), A1, A₂, A₃ (diaplikasikan
jamur C. militaris pada masing-masing 20,25 dan 30 gr media jagung).
Hasil penelitian menunjukkan persentase mortalitas larva tertinggi terdapat pada perlakuan A₃ (diaplikasikan jamur C. militaris pada 30 gr media
jagung) sebesar 60 %, dan terendah pada perlakuan A1 (diaplikasikan jamur
C. militaris pada 20 gr media jagung) sebesar 23,33 %. Banyaknya jumlah larva yang menjadi pupa adalah pada pengamatan 3 hari setelah larva menjadi pupa
O. rhinoceros tertinggi terdapat pada perlakuan A0 (kontrol) yaitu sebesar 30 ekor
dan terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 12 ekor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jamur C. militaris entomopatogen kurang efektif digunakan dalam mengendalikan larva O. rhinoceros tetapi dapat digunakan untuk mengendalikan larva O. rhinoceros yang ramah lingkungan dengan dosis yang lebih tinggi.
(14)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) merupakan sumber minyak nabati yang sangat penting disamping beberapa minyak nabati lain, seperti kelapa dalam, kacang-kacangan dan biji-bijian lain. Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an (Pohan, 2006 ).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Di Brasilia tanaman ini dapat ditemukan tumbuh secara liar disepanjang tepi sungai. Namun sekarang kelapa sawit diusahakan sacara komersial di Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah lain dalam skala yang lebih kecil. Kelapa sawit termasuk dalam subfamily Cocoideae, merupakan tanaman asli Amerika Selatan (Pohan, 2006).
Dalam perdagangan CPO, Indonesia merupakan negara net xporter impor dari Malaysia dilakukan hanya pada saat – saat tertentu. Ekspor Indonesia masih dibawah Malaysia dimana pada tahun 2002 hanya mencapai 6,3 juta ton atau sekitar 32,64% lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 11,2 juta ton atau sekitar 57,28% dari total ekspor dunia. Sementara itu, impor CPO mulai menyebar ke berbagai negara dan Indonesia mengandalkan pasar di Belanda dan Pakistan. Neraca perdagangan CPO, baik dunia maupun Indonesia, saat ini cenderung berada pada posisi seimbang. Harga pada beberapa tahun cenderung
(15)
berfluktuasi baik dipasar internasional dan domestik (Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian, 2008).
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang kuat. Walaupun begitu, tanaman ini juga tidak luput dari serangan hama dan penyakit, baik yang kurang membahayakan maupun yang membahayakan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan insektisida atau serangga. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman sawit umumnya disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda. Serangan hama ini dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama hingga 69% dan menimbulkan kematian pada tanaman muda hingga 25% (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2012).
Pengendalian hama dan penyakit pada perkebunan kelapa sawit telah dapat menggunakan teknologi pengendalian yang ramah lingkungan. Teknologi
tersebut adalah pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, feromon, dan biofungisida (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2012)
Pengendalian hayati merupakan teknik pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan memanfaatkan organisme hidup (agens hayati) yang bersifat predator, parasit, parasitoid dan patogen. Agens hayati dimaksud meliputi hewan vertebrata, serangga, jamur, nematoda, bakteri dan virus. Secara teknis pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian secara kimiawi, karena selain efektif dan efisien juga ramah lingkungan. Pengendalian hayati hama kelapa sawit dapat menggunakan entomopatogenik,
(16)
yaitu multiple nucleopolyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff. militaris
(Prawirosukarto dkk, 2003).
Cordyceps militaris merupakan salah satu agensia pengendali hayati yang berpotensi untuk mengendalikan populasi hama. Semua jenis Cordyceps adalah endoparasitoid, terutama pada serangga dan arthropoda lainnya sehingga disebut sebagai jamur entomopatogen. Jamur ini terutama digunakan untuk mengendalikan hama pemakan daun kelapa sawit. Jamur ini merupakan jamur entomopatogenik dari kelas Ascomycetes, ordo Clavicipitales dan famili Clavicipitaceae (Prawirosukarto dkk, 1996).
Jamur yang dapat digunakan sebagai patogen hama serangga adalah jamur yang dapat menyebabkan penyakit bagi hama tertentu, yang biasa disebut dengan jamur entomopatogen. Menurut Hall (1973) beberapa kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen dalam pengendalian hama adalah mempunyai kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat membentuk spora yang tahan lama di alam walaupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat selektif, relatif mudah diproduksi, dan sangat kecil kemungkinan terjadi resistensi (Kusnaedi, 1997).
Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Tetapi keberadaan hama O. rhinoceros sering kali menjadi kendala bagi perkembangan perkebunan kelapa sawit. Pestisida kimia yang digunakan untuk mengendalikan hama mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan tidak jarang menyebabkan hama menjadi resisten. Sehubungan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
(17)
pengendalian hama O. rhinoceros yang ramah lingkungan dengan menggunakan jamur entomopatogen.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji keefektifitasan jamur entomopatogen C. militaris terhadap larva O. rhinoceros di laboratorium.
Hipotesa Penelitian
Jamur C. militaris efektif mengendalikan larva O. rhinoceros.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
(18)
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros).
Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Coleoptera Famili : Scarabaeidae Genus : Oryctes
Spesies : Oryctes rhinoceros L.
Telur
Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir (Umiarsih, 2011).
(19)
Gambar 1: Telur O. rhinoceros L.
Larva
Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva deasa berukuran panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan ( Umiarsih, 2011).
Gambar 2: Larva O. rhinoceros L.
Perkembangan larva instar I antara 10 – 21 hari, instar II antara 12 – 21 hari dan instar III anatara 60 – 165 hari. Larva dewasa berbentuk seperti huruf C dengan kepala berwarna coklat dan memiliki tungkai kaki. Pra pupa 8 – 13 hari dan pupa antara 17 – 28 hari (Chandrika, 2005).
(20)
Pupa
Pupa berukuran lebih kecil dari larva.Panjang 6-8 mm. Terbungkus kokon yang berasal tanah berwarna kuning. Stadia ini terbagi atas 2 fase yaitu fase pertama terjadi selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase kedua terjadi selama 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago. Masih berdiam dalam kokon (Umiarsih, 2011).
Gambar 3: Pupa O. rhinoceros L.
Imago
Imago tetap di dalam kokon sekitar 11-20 hari. Siklus hidup berlangsung 4-9 bulan mungkin lebih dari satu generasi per tahun. Di India panjang umur imago rata-rata sekitar 4,7 bulan dan kemampuan betina menghasilkan telur 108 telur. Imago kumbang badak panjang 5-30 mm dan lebar 14-21 mm, berwarna hitam atau hitam kemerahan, kuat dan ciri pada kumbang jantan memiliki tanduk yang lebih panjang sedangkan pada kumbang betina pygedium berbulu coklat kemerahan di permukaan ventral (Chandrika, 2005).
(21)
Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke atas pohon kelapa, kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai di tengah pucuk dan
tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari, kumbang dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Umiarsih, 2011).
Gambar 4 : Imago O. rhinoceros L.
Gejala Serangan Kumbang Tanduk (O. rhinoceros)
Pada tanaman yang berumur antara 0 - 1 tahun, kumbang dewasa (baik jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal batang yang dapat mengakibatkan titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka ciri khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga. Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang (Suhardiyono, 1988).
Kumbang dewasa masuk ke dalam daerah titik tumbuh dan memakan bagian yang lunak. Bila serangan mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati,
(22)
tetapi bila makan bakal daun hanya menyebabkan daun dewasa rusak seperti terpotong gunting (Darmadi, 2008).
Tampak guntingan-guntingan/potongan-potongan pada daun yang baru terbuka seperti huruf “V”, gejala ini disebabkan kumbang menyerang pucuk dan pangkal daun muda yang belum membuka yang merusak jaringan aktif untuk pertumbuhan. Serangan ini dapat dilakukan oleh serangga jantan maupun betina (Prawirosukarto dkk, 2003).
Gambar 5: Gejala serangan O. rhinoceros L.
Jamur C. militaris
Menurut Holliday, dkk (2005), jamur C. militaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Klass : Ascomycetes Ordo : Hypocreales Famili : Clavicipitaceae Genus : Cordyceps Spesies : C. militaris Fries.
(23)
Cordyceps sp. adalah genus jamur ascomycetes (jamur kantung) yang mencakup sekitar 750 spesies. Semua jenis Cordyceps adalah endoparasitoid, terutama pada serangga, sehingga mereka disebut sebagai jamur entomopatogen. Jamur ini bersifat soil borne karena infeksi mulai terjadi pada saat larva turun ke tanah untuk berkepompong (Wibowo dkk, 1994).
Pada awal ditemukannya, tampak struktur stromata yang timbul dari badan ulat api. Stromata merupakan jalinan hifa yang membentuk tangkai, dimana pada bagian fertile disebut peritesia yang mengandung askus dan askospora. Ukuran stromata 8 – 70 × 1.5 – 6 mm, peritesium 500 – 720 × 300 – 480 μm, askus 300 – 510 × 3.5 – 5 μm, askospora 280 – 390 × 1 μm, askospora mempunyai banyak septa, ukuran spora 2 – 4.5 × 1 – 1.5 μm, dan warna koloni kuning keputih-putihan (Kuo, 2006).
Gambar 6 : Jamur C. militaris pada media PDA (a. Koloni jamur C. militaris putih)
Stroma dan sinemata Cordyceps berasal dari endosklerotium dan biasanya keluar dari mulut dan anus serangga dan dapat berkembang dengan bantuan cahaya. Stroma dan sinemata terdiri dari bundel-bundel yang tersusun rapi dan membentuk garis-garis membujur atau terdiri dari hifa yang saling berjalin dan
(24)
peritesia yang berkembang semakin ke atas. Struktur badan buahnya dapat mencapai panjang kira-kira 30 cm, dan bewarna kuning, jingga, merah, cokelat, kuning tua, abu-abu, hijau, atau hitam. Peritesia mengandung askus yang panjang dan sempit dengan askospora yang multisepta yang dapat berubah bentuk menjadi semakin besar dalam satu bagian sel tersebut (Tanada dan Harry, 1993).
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan C. militaris
Hasil penelitian di Balai Penelitian Marihat menunjukkan bahwa pada kondisi kelembapan yang cukup perkembangan Cordyceps dari mumifikasi sampai terjadinya emisi askospora sekitar 24 hari. Keadaan yang sedikit gelap akan berpengaruh terhadap evolusi stromata tetapi cahaya akan merangsang keluarnya peritesia. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan stromata berkisar antara 2 – 4 minggu setelah inokulasi (Wibowo dkk, 1994).
Media yang dipakai untuk menumbuhkan jamur entomopatogen sangat menentukan laju pembentukan koloni dan jumlah konidia selama pertumbuhan. Jumlah konidia akan menentukan keefektifan jamur entomopatogen dalam mengendalikan serangga. Jamur entomopatogen membutuhkan media dengan kandungan gula yang tinggi di samping protein. Media dengan kadar gula yang tinggi akan meningkatkan virulensi jamur entomopatogen. Media dari jagung manis atau jagung lokal + gula 1% menghasilkan jumlah konidia dan persentase daya kecambah konidia yang lebih tinggi dibandingkan media yang lain (Prayogo dkk, 2006).
Mekanisme Infeksi Jamur C. militaris
Askospora yang berada pada integument dari larva dan pupa melakukan penetrasi melalui pembuluh, dan mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa
(25)
lapisan kitin dari larva maupun pupa tersebut. Setelah infeksi, muncul badan hifa berbentuk silindris pada haemocoel pupa, kemudian badan hifa meningkat dan menyebar pada tubuh serangga (Schgal dan Sagar, 2006).
Gejala Serangan Jamur C.militaris
C. militaris dapat menyerang larva instar akhir maupun kepompong yang
ditandai dengan munculnya miselium berwarna putih dan mengalami mumifikasi. Kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mumifikasi), berwarna krem sampai coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh kepompong di dalam kokon. Miselium berkembang keluar dinding kokon dan terjadi diferensiasi membentuk rizomorf dengan beberapa cabang, berwarna merah muda. Ujung – ujung rizomorf berdiferensiasi membentuk badan buah berisi peritesia dengan askus dan askospora. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan berkepompong, tetapi lebih banyak pada fase kepompong. Pada kondisi lapangan,
C. militaris tumbuh baik pada tempat-tempat lembab di sekitar piringan kelapa sawit dan di gawangan. Menurut hasil penelitian kepompong terinfeksi cukup tinggi dan bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan media terutama kelembapan (Purba dkk, 1989).
(26)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Dilaksanakan mulai bulan Februari sampai selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah, air, jamur entomopatogen C. militaris, tandan kosong kelapa sawit, larva O. rhinoceros
instar ke 3, alkohol, aquadest, jagung halus, dan bahan pendukung lainnya.
Alat-alat yang digunakan adalah stoples plastik, kain kasa, kertas label, tisu, karet gelang, mikroskop, gelas ukur, petridis, timbangan, Haemocytometer, jarum ose, bunsen, cling wrap, aluminium foil, erlenmeyer, objek glass, autoclave, pisau, plastik kecil, alat tulis, dan alat-alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial, dengan perlakuan:
A₀ : Tanpa Perlakuan (Kontrol)
A₁ : Diaplikasikan jamur C.militaris pada 20 gr media jagung / stoples A₂ : Diaplikasikan jamur C.militaris pada 25 gr media jagung / stoples
(27)
A₃ : Diaplikasikan jamur C.militaris pada 30 gr media jagung / stoples Keterangan : Setiap stoples terdapat 5 larva O. rhinoceros instar ke-3 (umur
larva 60 – 165 hari).
Masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ulangan, dengan rumus: (t-1) (r-1) ≥ 15
(4-1) (r-1) ≥ 15 3 (r-1) ≥ 15 3 r – 3 ≥ 15 3 r ≥ 18 r ≥ 6
Jumlah Perlakuan : 4 Perlakuan Jumlah ulangan : 6 Ulangan
Jumlah unit Percobaan : 24 Unit Percobaan
Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi + βj + ∑ij
Yij = Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j. µ = Nilai tengah umum
αi = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i βj = Nilai pengamatan pengaruh kelompok ke-j
∑ij = Efek eror karena pengaruh perlakuan pada taraf ke-i dan peda ulangan ke-j
Apabila hasil analisa sidik ragam menunjukkan nilai berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan.
(28)
Persiapan Penelitian
a. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Media PDA digunakan untuk mengembangbiakkan jamur entomopatogen. Media ini dibuat dengan cara: kentang dikupas dan dicuci bersih lalu ditimbang 250 gr, dipotong dadu berukuran 1 – 2 cm, kemudian kentang dimasak dengan aquades 500 ml selama 30 menit, lalu disaring ekstraknya dengan kain muslin sampai volume 500 ml. Kemudian dextrose dimasukkan sebanyak 20 gr dan agar sebanyak 20 gr ke dalam beaker glass, ditambahkan aquades kedalamnya sebanyak 500 ml, aduk sampai merata. Masukkan ekstrak kentang yang telah disaring tadi (500 ml) kedalam laruran dextrose + agar, aduk hingga homogen dan dididihkan selama 30 menit. Setelah itu masukkan ke dalam Erlenmeyer masing – masing 200 ml. Selanjutnya Erlenmeyer ditutup dengan kapas steril dan aluminium foil lalu balut dengan cling wrap atau isolasi. Selanjutnya masukkan ke dalam autoclave untuk disterilkan selama 30 menit dengan suhu 1210C pada tekanan 1,5 atm.
b. Pembuatan Media Jagung
Media jagung digunakan untuk perbanyakan jamur entomopatogen setelah terlebih dahulu dibiakkan pada media PDA. Media jagung digunakan untuk mempermudah aplikasi jamur entomopatogen (yaitu dengan menaburkan media jagung yang telah ditumbuhi jamur entomopatogen, dimana dosis media jagung yang digunakan sesuai dengan perlakuan masing-masing). Media jagung ini dibuat dengan cara: merendam jagung selama satu jam, kemudian membuang
(29)
jagung yang mengapung. Setelah itu jagung ditimbang dan dimasukkan ke dalam plastik. Jagung yang telah terbungkus sesuai dosis perlakuan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam autoclave untuk disterilkan selama 30 menit dengan suhu 1210C pada tekanan 1,5 atm.
c. Penyediaan Jamur Entomopatogen
Jamur C.militaris yang digunakan diperoleh dari Bahlias Reseach Station Lonsum. Dimana jamur tersebut telah tersedia dalam bentuk biakan murni, yang kemudian akan dibiakkan lagi guna perbanyakan.
d. Persiapan Media Perlakuan
Wadah media perlakuan yang digunakan berupa stoples, dimana tinggi stoples tersebut adalah 12.5 cm, diameter 13.5 cm dan volume stoples 1788.32 cm3 (π r 2 x t). Stoples kemudian diisi dengan makanan larva O. rhinoceros yang berupa tandan kosong kelapa sawit yang diambil dari lapangan. Dimana sebelumnya media makanan (tandan kosong kelapa sawit) tersebut telah disterilkan dengan cara direbus selama satu jam. Setelah itu media makanan (tandan kosong kelapa sawit yang telah steril) dimasukkan kedalam stoples, dengan tinggi media makanan dalam stoples adalah 5 cm dan volume media makanan adalah 715.33 cm3 (π r 2 x t). Media tersebut disediakan sebanyak 24 stoples. Bersama dengan stoples disediakan juga kain kasa dan karet gelang yang digunakan untuk menutup bagian atas stoples.
(30)
e. Penyediaan Larva Serangga Uji
Larva O. rhinoceros yang digunakan jumlahnya sebanyak 120 larva instar ke-3 yang sehat. Kemudian larva dimasukkan ke dalam stoples, dimana tiap stoples berisi 5 larva. Sebagai makanannya dimasukkan juga tandan kosong kelapa sawit yang telah disterilkan sebelumnya, dimasukkan ke stoples 1 hari sebelum larva dimasukkan ke dalam stoples. Setelah itu stoples ditutup dengan kain kasa.
Pengaplikasian
Pengaplikasian jamur C.militaris dilakukan dengan cara menaburkan jamur yang telah tumbuh pada media jagung kemudian dicampurkan dengan media makan larva O.rhinoceros, dimana dosis yang digunakan sesuai dengan perlakuan masing-masing. Aplikasi jamur entomopatogen ini dilakukan hanya satu kali saja pada media makan larva O. rhinoceros yaitu satu hari sebelum larva dimasukkan ke dalam media yang telah disediakan. Pengaplikasian jamur pada media makan dikarenakan cara jamur entomopatogen memasuki tubuh serangga inang lalu menginfeksinya melalui dua cara, yaitu yang pertama ketika serangga inang menelan individual patogen selama proses makan (passive entry), dan yang kedua ketika patogen melakukan penetrasi langsung ke kutikula serangga (active entry) (Priyanti, 2009).
(31)
Peubah Pengamatan
a. Persentase Mortalitas Larva
Pengamatan mortalitas larva dilakukan setiap hari setelah aplikasi. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati dan kemudian dihitung mortalitas larva. Persentase mortalitas larva dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P = x100%
b a
a +
Keterangan:
P = Persentase mortalitas larva a = Jumlah larva yang mati
b = Jumlah larva yang masih hidup
b. Jumlah Larva Yang Menjadi Pupa
Pengamatan perubahan larva instar III menjadi pupa dilakukan setiap hari dengan menghitung jumlah larva yang menjadi pupa pada setiap stoples pengamatan.
(32)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Mortalitas Larva O. rhinoceros (%)
Data pengamatan persentase mortalitas larva O. rhinoceros akibat aplikasi jamur entomopatogen C. militaris dari hasil analisis sidik ragam, dapat dilihat bahwa perlakuan aplikasi jamur pada pengamatan 3 – 7 hari setelah aplikasi berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva O. rhinoceros. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur terhadap mortalitas larva
O. rhinoceros (%) pada pengamatan 3 – 7 Hari Setelah Aplikasi.
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan 3 hari setelah aplikasi mortalitas larva O. rhinoceros tertinggi terdapat pada perlakuan A3 (diaplikasikan
jamur C. militaris pada 30 gr media jagung) yaitu sebesar 13,33%. Pada pengamatan 7 hari setelah aplikasi, mortalitas larva O. rhinoceros tertinggi terdapat pada perlakuan A3 (diaplikasikan jamur C. militaris pada 30 gr media
jagung) sebesar 60% dan terendah pada perlakuan A1 (diaplikasikan jamur
C. militaris pada 20 gr media jagung) sebesar 23,33%. Hal ini menunjukkan bahwa jamur C. militaris kurang efektif digunakan untuk mengendalikan larva
Perlakuan Hari Setelah Aplikasi
III IV V VI VII
A0 0,00b 0,00b 0,00b 0,00d 0,00d
A1 0,00b 3,33b 16,67b 23,33c 23,33c
A2 0,00b 6,67b 20,00b 33,33b 33,33b
(33)
O. rhinoceros. Biasanya jamur entomopatogen bersifat spesifik inang, maksudnya jamur tersebut akan lebih efektif dalam mematikan hama jika hama itu adalah inang sasarannya. Diketahui bahwa jamur C. militaris spesifik inang terhadap hama ulat api. Hal ini sesuai dengan literatur Prayogo (2006) yang menyatakan bahwa jenis hama yang menyerang tanaman akan menentukan keefektifan cendawan entomopatogen karena setiap jenis cendawan entomopatogen mempunyai inang yang spesifik, walaupun ada pula yang mempunyai kisaran inang cukup luas.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan 3-7 hari setelah aplikasi mortalitas larva O. rhinoceros pada perlakuan A1 (diaplikasikan jamur C. militaris
pada 20 gr media jagung) menunjukkan bahwa mortalitas larva O. rhinoceros
kurang efektif . Hal ini disebabkan karena umumnya jamur C. militaris paling efektif untuk membunuh ulat api (Setothosea asigna ). Hal ini sesuai dengan pernyataan Diyasti (2012) yang menyatakan bahwa Cordyceps dengan spesifik spesies Cordyceps aff. militaris dapat digunakan sebagai agens pengendalian hayati terhadap ulat api (Setothosea asigna) pada tanaman kelapa sawit. Penggunaan Jamur C. militaris Pada Ulat Api Setothosea asigna (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit menunjukkan persentase mortalitas hama ulat api sebesar 100% terdapat pada perlakuan C. militaris dari lapangan dengan dosis 20 g/100 ml air/m2 pH 6,5 dan perlakuan C. militaris media jagung giling dengan dosis 20 g/100 ml air/m2 pada pH 6,5.
Dari tabel dapat dilihat bahwa jamur C. militaris kurang efektif untuk pengendalian O. rhinoceros dengan dosis yang rendah tetapi dapat digunakan untuk pengendalian O. rhinoceros karena mortalitas pada perlakuan A3
(34)
(diaplikasikan jamur C. militaris pada 30 gr media jagung) adalah sebesar 60%. Pada pengamatan ini tubuh larva yang telah terinfeksi jamur C. militaris
dipenuhi oleh masa miselium dari jamur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonimous (2012) yang menyatakan bahwa Pada awalny melekat pada kutikula, selanjutnya spora berkecambah melakukan penetrasi terhadap kutikula dan masuk ke hemosoel. Cendawan akan bereproduksi di dalamnya dan membentSerangga akan mati, sedangkan cendawan akan melanjutkan siklus hidupnya dalam fase saprob. Setelah tubuh serangga inang dipenuhi oleh massa seper
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa jamur C. militaris kurang efektif. Hal ini dikarenakan jamur memiliki inang yang lebih spesifik yaitu hama dari ordo lepidoptera. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hosang (1990), semua patogen serangga mempunyai spesifik sebaran inang yang mana mereka bisa survive dan berproduksi. Beberapa patogen dapat mempunyai inang yang sangat spesifik dan ada juga mempunyai sebaran inang yang luas. Sebaran inang ini penting dalam introduksi patogen tertentu ke habitat baru. Dalam Direktorat Perlindungan Perkebunan (2011) juga menyatakan bahwa Cordyceps dapat menginfeksi serangga dari ordo Orthoptera, Isoptera, Hemiptera, Coleoptera, dan Diptera, serta lebih spesifik pada larva dan pupa ordo Lepidoptera.
Pada penelitian yang dilakukan larva serangga uji (larva O. rhinoceros) yang digunakan adalah larva instar akhir (larva instar 3), karena jamur C. militaris hanya dapat menginfeksi hama dalam stadia kepompong ataupun stadia larva instar akhir. Larva instar akhir yang terinfeksi juga akan mengalami mumifikasi
(35)
dan setelah beberapa hari akan tumbuh koloni jamur bewarna putih disekitar tubuh larva tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purba dkk (1986) yang menyatakan bahwa jamur C. militaris dapat menyerang larva instar akhir maupun pupa yang ditandai dengan munculnya miselium berwarna putih dan mengalami mumifikasi.
Rataan mortalitas larva O. rhinoceros akibat aplikasi jamur entomopatogen C. militaris pada setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 8: Grafik garis pengaruh aplikasi jamur entomopatogen terhadap mortalitas larva O. rhinoceros (%)pada setiap waktu pengamatan.
Jumlah Larva Menjadi Pupa(Ekor)
Data pengamatan jumlah larva menjadi pupa O. rhinoceros akibat aplikasi jamur entomopatogen C. militaris dari hasil analisis sidik ragam, dapat dilihat bahwa perlakuan aplikasi jamur pada pengamatan 3 – 7 hari setelah aplikasi berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva O. rhinoceros. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 1.
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 M o rt a lit a s O . r hi noc er os Pengamatan A3 A2 A1 A0
III IV V VI VII
: 25 grC. militaris
: Kontrol
: 15 gr C. militaris
(36)
Tabel 1. Beda uji rataan pengaruh aplikasi jamur terhadap jumlah larva menjadi pupa O. rhinoceros (%) pada pengamatan 3 – 7 Hari Setelah Aplikasi.
Perlakuan Jumlah Pupa (ekor)
A0 30
A1 18
A2 20
A3 12
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan 3 hari setelah larva menjadi pupa O. rhinoceros tertinggi terdapat pada perlakuan A0 (kontrol) yaitu
sebesar 30 ekor dan terendah terdapat pada perlakuan A3 sebanyak 12 ekor. Hal
ini menunjukkan bahwa pada perlakuan A0 (kontrol) larva O. rhinoceros tidak
diaplikasikan C. militaris tidak menunjukkan adanya gejala serangan jamur sehingga larva dapat berkembang dengan baik sampai menjadi pupa. Pada perlakuan A3, larva menjadi pupa sebanyak 12 ekor menunjukkan bahwa C.
militaris mampu menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa yang memang sesuai dengan mekanisme dari jamur C. militaris. Pada larva instar 3 yang terserang, terdapat kumpulan hifa dari C. militaris yang berwarna putih menutupi seluruh larva O. rhinoceros sehingga larva megalami mumifikasi. Hal ini sesuai dengan literatur (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2011) yang menyatakan bahwa Cordyceps menempel pada tubuh larva/pupa. Askospora cendawan yang berada pada integument larva/pupa melakukan penetrasi melalui pembuluh dan
(37)
badan hifa keluar dan menyebar pada tubuh serangga. Kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mumifikasi), warnanya krem sampai cokelat muda. Selanjutnya miselium yang kompak dan berwarna putih membalut tubuh kepompong di dalam kokon. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan berkepompong, tetapi lebih banyak pada fase kepompong.
Rataan mortalitas larva O. rhinoceros akibat aplikasi jamur entomopatogen C. militaris pada setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 9: Grafik garis pengaruh aplikasi jamur entomopatogen terhadap jumlah larva menjadi pupa O. rhinoceros (%) pada setiap waktu
pengamatan.
0 5 10 15 20 25 30 35
A0 A1 A2 A3
Ju
ml
a
h
P
u
p
a
(38)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase mortalitas larva tertinggi akibat aplikasi jamur C. militaris pada pengamatan 7 hsa adalah pada perlakuan A3 (diaplikasikan pada 30 gr media
jagung)sebesar 60.00 % dan terendah pada perlakuan A1 (diaplikasikan pada
20 gr media jagung) sebesar 23.33 %.
2. Jumlah larva O. rhinoeros menjadi pupa (ekor) yang tertinggi terdapat pada A0 (kontrol) sebanyak 30 ekor dan yang terendah pada perlakuan A3
sebanyak 12 ekor.
3. Larva yang terinfeksi jamur C. militaris di sekitar tubuhnya akan muncul koloni jamur bewarna putih dan mengalami mumifikasi.
4. C. militaris hanya dapat menginfeksi hama dalam stadia kepompong ataupun
stadia larva instar akhir.
5. Jamur C.militaris melakukan penetrasi langsung ke kutikula larva O. rhinoceros (active entry) dan selama proses makan (passive entry).
Saran
Perlu diadakan penelitian lanjutan uji patogenitas jamur C. militaris
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2012. Cendawan Entomopatogen. Diunduh dari Tanggal 20 April 2012.
Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian, 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. http//www. Google.com. Diakses tanggal 11 Januari 2012. Chandrika, M. 2005. Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros). Diunduh dari
April 2011.
Darmadi, Didi. 2008. Hama dan Penyakit Penting Kelapa Sawit.http//www. Google.com. Diakses tanggal 11 Januari 2012.
Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2011. Cordyceps, “Aneh Tapi Nyata” Sebagai Agens Hayati. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jendral Perkebunan. http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan. Diakses pada tanggal 20 April 2012.
Diyasti, F. 2012. Cordyceps, “Aneh Tapi Nyata ” Sebagai Agens Hayati
.
Direktorat Perlindungan Perkebunan. Di Diakses Pada Tanggal 20 April 2012.Holliday, J., M. Cleaver, dan S. P. Wasser, 2005. Cordyceps. Encyclopedia of Dietary Supplements, November 2005. pp. 1-13.
Hosang, M. L., 1990. Pengendalian Hayati O. rhinoceros dengan M.anisopliae
dalam Prossiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. 375 hal.
Kalshoven, L.G.E., 1981. The Pest Of Crop In Indonesia. Revised And Translated By Vader Laan. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.
Kuo, M., 2006. Cordiceps militaris. Retrived From The Mushroom Expert.com.Website:http//www.mushroomexpert.com/cordyceps_militari s.html. Diakses tanggal 25 Juli 2010.
Kusnaedi, 1997. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta. Pohan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis dari
(40)
Prawirosukarto, S, Aini, Ginting dan Papierok. 1996. Pengembangan
Cordyceps militaris Untuk Pengendalian UPDKS. Jurnal Penelitian Kelapa sawit Indonesia. Medan.
Prawirosukarto, S., Y.P. Rocetha., U. Condro., dan Susanto., 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. PPKS, Medan.
Prayogo, Y., 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entonopatogen Untuk Mengandalikan Hama Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2):47-54. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, Malang.
Purba, S., A. Sipayung dan R. Desmier de Chenon, 1989. Kemungkinan Pengendalian Serangga Hama Pada Tanaman Kelapa Sawit Secara hayati. Biological Control Posibilities Of Insect Pest Of Oil Palm. Prosiding Temu Ilmu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia Cabang Sumatera Utara-Aceh. Pusat Penelitian Marihat, pematang Siantar. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2012. Pengendalian O. rhinoceros. http//www.
Google.com. Diakses tanggal 12 Januari 2012.
Santoso, U. 2012. Jurnal Lingkungan Hidup. Kaskusbet.com/sbobet/jurnal-air-kelapa-bagi-lingkungan. Diakses pada tanggal 16 Januari 2012.
Schgal, A.K and A. Sagar., 2006. In Vitro Isolation And Influence Of Nutrional Conditions On The Mycelia Growth Of The Enthomopathogenic And Medicinal Fungus Cordyceps militaris. Plant Pathology Journal 5 (3): 315-32.
Suhardiyono, L., 1988. Tanaman Kelapa. Budidaya dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tanada, Y and Harry, K.K., 1993. Insect Pathology. Academic Press, inc., New York.
Umiarsih, 2011. Hama Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros L.) pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Di Indonesia.
Wibowo, H., A. Sipayung, dan R. Desimer De Chenon, 1994. Teknik perbanyakan cendawan Cordycep sp. Untuk pengendalian Setothosea asigna Moore (Lepidoptera; Limacodidae). Buletin PPKS 1994, Vol. 2, Juli-September 1994, pp. 147-154.
(41)
BAGAN PENELITIAN
Keterangan :
A0 : Tanpa Perlakuan (Kontrol)
A1 : Diaplikasikan jamur C.militaris pada 20 gr media jagung/ stoples
A2 : Diaplikasikan jamur C.militaris pada 25 gr media jagung/ stoples
A3 : Diaplikasikan jamur C.militaris pada 30 gr media jagung/ stoples
A1
A0 A3
A0 A1
A0 A3 A0 A1
A2 A3
A0 A1
A2
A2
A2
A3
A2 A1
A3 A2
A3
(42)
Lampiran 2. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%)
1HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Rataan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A2 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A3 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 Total 27,04 27,04 27,04 27,04 27,04 27,04 162,24
Rataan 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 548,37 182,79 5,00 tn 3,29 2,49
Galat 15 548,37 36,56
Total 23 0,00
KK = #NUM! FK = 1096,74
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata
(43)
Lampiran 3. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%)
2HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A3 20,00 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 40,00 6,67 Total 20,00 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 40,00
Rataan 5,00 0,00 5,00 0,00 0,00 0,00 1,67
Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A2 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A3 26,57 6,76 26,57 6,76 6,76 6,76 80,1701 13,36 Total 46,85 27,04 46,85 27,04 27,04 27,04 201,85
Rataan 11,71 6,76 11,71 6,76 6,76 6,76 8,41
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 1143,00 381,00 13,48 tn 3,29 2,49
Galat 15 423,90 28,26
Total 23 719,11
KK = #NUM! FK = 1697,64
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata
(44)
Uji Jarak Duncan
SY 1,66 -5,00 -5,25 -5,40 7,83
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 5,00 5,25 5,40 5,50
Perlakuan A0 A2 A1 A3
Rataan 0,00 0,00 0,00 13,33 a
(45)
Lampiran 4. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%)
3HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A3 60,00 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 80,00 13,33 Total 60,00 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 80,00
Rataan 15,00 0,00 5,00 0,00 0,00 0,00 3,33
Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A2 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A3 50,77 6,76 26,57 6,76 6,76 6,76 104,37 17,40 Total 71,05 27,04 46,85 27,04 27,04 27,04 226,05
Rataan 17,76 6,76 11,71 6,76 6,76 6,76 9,42
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 1828,12 609,37 27,60 * 3,29 2,49
Galat 15 331,19 22,08
Total 23 2159,31
KK = 49,89% FK = 2129,17
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata
(46)
Uji Jarak Duncan
SY 1,66 -5,00 -5,25 -5,40 7,83
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 5,00 5,25 5,40 5,50
Perlakuan A0 A2 A1 A3
Rataan 0,00 0,00 0,00 13,33 A
(47)
Lampiran 5. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%) 4HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20,00 3,33 A2 0,00 20,00 20,00 0,00 0,00 0,00 40,00 6,67 A3 80,00 0,00 80,00 0,00 0,00 0,00 160,00 26,67 Total 80,00 40,00 100,00 0,00 0,00 0,00 220,00
Rataan 20,00 10,00 25,00 0,00 0,00 0,00 9,17
Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 6,76 26,57 6,76 6,76 6,76 6,76 60,37 10,06 A2 6,76 26,57 26,57 6,76 6,76 6,76 80,17 13,36 A3 63,43 6,76 63,43 6,76 6,76 6,76 153,91 25,65 Total 83,71 66,65 103,52 27,04 27,04 27,04 335,01
Rataan 20,93 16,66 25,88 6,76 6,76 6,76 13,96
Daftar Sidik Ragam
SK Db JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 4174,96 1391,65 9,57 * 3,29 2,49
Galat 15 2182,21 145,48
Total 23 6357,16
KK = 86,41% FK = 4676,18
Keterangan: ** = Sangat Nyata * = Nyata
(48)
Uji Jarak Duncan
SY 4,26 -12,84 -10,14 -7,19 12,55
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 12,84 13,48 13,86 14,12
Perlakuan A0 A1 A2 A3
Rataan 0,00 3,33 6,67 26,67 A
(49)
Lampiran 6. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%) 5HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 0,00 40,00 60,00 0,00 0,00 0,00 100,00 16,67 A2 0,00 40,00 60,00 20,00 0,00 0,00 120,00 20,00 A3 100,00 60,00 100,00 60,00 0,00 0,00 320,00 53,33 Total 100,00 140,00 220,00 80,00 0,00 0,00 540,00
Rataan 25,00 35,00 55,00 20,00 0,00 0,00 22,50
Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 6,76 39,23 50,77 6,76 6,76 6,76 117,04 19,51 A2 6,76 39,23 50,77 26,57 6,76 6,76 136,85 22,81 A3 90,00 6,76 90,00 6,76 6,76 6,76 207,04 34,51 Total 110,28 91,98 198,30 46,84505 27,04 27,04 501,49
Rataan 27,57 23,00 49,57 11,71126 6,76 6,76 20,90
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 8755,27 2918,42 6,55 ** 3,29 2,49
Galat 15 6681,76 445,45
Total 23 15437,03
KK = 101,01% FK = 10478,64
Keterangan: ** = Sangat Nyata * = Nyata
(50)
Uji Jarak Duncan
SY 7,46 -22,46 -6,91 -4,25 28,63
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 22,46 23,58 24,25 24,70
Perlakuan A0 A1 A2 A3
Rataan 0,00 16,67 20,00 53,33 a
(51)
Lampiran 7. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%) 6HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 20,00 60,00 60,00 0,00 0,00 0,00 140,00 23,33 A2 20,00 60,00 60,00 60,00 0,00 0,00 200,00 33,33 A3 100,00 80,00 100,00 60,00 0,00 0,00 340,00 56,67 Total 140,00 200,00 220,00 120,00 0,00 0,00 680,00
Rataan 35,00 50,00 55,00 30,00 0,00 0,00 28,33
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 17089,18 5696,39 81,22 ** 3,29 2,49
Galat 15 1052,02 70,13
Total 23 18141,21
KK = 31,49%
FK = 16975,45
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata
tn = Tidak Nyata Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 26,57 50,77 50,77 6,76 6,76 6,76 148,38 24,73 A2 26,57 50,77 50,77 6,76 6,76 6,76 148,38 24,73 A3 90,00 63,43 90,00 50,77 0,00 6,76 300,96 50,16 Total 149,89 171,73 198,30 71,05 20,28 27,04 638,29
(52)
Uji Jarak Duncan
SY 2,96 -8,91 13,98 23,71 46,87
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 8,91 9,36 9,62 9,80
Perlakuan A0 A1 A2 A3
Rataan 0,00 23,33 33,33 56,67 A b
c d
(53)
Lampiran 8. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%) 7HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 20,00 60,00 60,00 0,00 0,00 0,00 140,00 23,33 A2 20,00 60,00 60,00 60,00 0,00 0,00 200,00 33,33 A3 100,00 100,00 100,00 60,00 0,00 0,00 360,00 60,00 Total 140,00 220,00 220,00 120,00 0,00 0,00 700,00
Rataan 35,00 55,00 55,00 30,00 0,00 0,00 29,17
Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 26,57 50,77 50,77 6,76 6,76 6,76 148,38 24,73 A2 26,57 50,77 50,77 6,76 6,76 6,76 148,38 24,73 A3 90,00 90,00 90,00 50,77 0,00 6,76 327,53 54,59 Total 149,89 198,30 198,30 71,05 20,28 27,04 664,85
Rataan 37,47 49,57 49,57 17,76 5,07 6,76 27,70
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 19820,75 6606,92 103,88 ** 3,29 2,49
Galat 15 954,05 63,60
Total 23 20774,80
KK = 28,79% FK = 18417,87
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata
(54)
Uji Jarak Duncan
SY 2,82 -8,49 14,42 24,17 50,67
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 8,49 8,91 9,16 9,33
Perlakuan A0 A1 A2 A3
Rataan 0,00 23,33 33,33 60,00 A b
c d
(55)
(56)
(57)
(1)
Uji Jarak Duncan
SY 2,96 -8,91 13,98 23,71 46,87
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 8,91 9,36 9,62 9,80
Perlakuan A0 A1 A2 A3
Rataan 0,00 23,33 33,33 56,67 A b
c d
(2)
Lampiran 8. Data Pengamatan Mortalitas Larva Kumbang Badak (O. rhinoceros L.) (%) 7HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A1 20,00 60,00 60,00 0,00 0,00 0,00 140,00 23,33 A2 20,00 60,00 60,00 60,00 0,00 0,00 200,00 33,33 A3 100,00 100,00 100,00 60,00 0,00 0,00 360,00 60,00 Total 140,00 220,00 220,00 120,00 0,00 0,00 700,00
Rataan 35,00 55,00 55,00 30,00 0,00 0,00 29,17
Transformasi Data
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV V VI
A0 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 6,76 40,56 6,76 A1 26,57 50,77 50,77 6,76 6,76 6,76 148,38 24,73 A2 26,57 50,77 50,77 6,76 6,76 6,76 148,38 24,73 A3 90,00 90,00 90,00 50,77 0,00 6,76 327,53 54,59 Total 149,89 198,30 198,30 71,05 20,28 27,04 664,85
Rataan 37,47 49,57 49,57 17,76 5,07 6,76 27,70
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,5 F0,1
Perlakuan 3 19820,75 6606,92 103,88 ** 3,29 2,49
Galat 15 954,05 63,60
Total 23 20774,80
KK = 28,79%
(3)
Uji Jarak Duncan
SY 2,82 -8,49 14,42 24,17 50,67
P 2 3 4 5
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 LSR 0,05 8,49 8,91 9,16 9,33
Perlakuan A0 A1 A2 A3
Rataan 0,00 23,33 33,33 60,00 A b
c d
(4)
(5)
(6)