Uji Daya Predasi Beberapa Predator Terhadap Larva Dan Imago Hama Perusak Pucuk Kelapa Brontispa longissima Gestro

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa merupakan bagian dari kehidupan karena semua bagian tanaman
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Di
samping itu, arti penting kelapa bagi masyarakat juga tercermin dari luasnya areal
perkebunan rakyat yang mencapai 98% dari 3,74 juta ha dan melibatkan lebih dari
tiga juta rumah tangga petani. Pengusahaan kelapa juga membuka tambahan
kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping
yang sangat beragam (Prastowo, 2007).
Luas areal tanaman kelapa rakyat di Indonesia pada tahun 2007 mencapai
3.786.063 ha dengan produksi 3.176.078 ton kopra dan tersebar di 33 provinsi
(Direktorat Jenderal Perkebunan 2008). Indonesia merupakan negara produsen
kelapa/kopra terbesar kedua dunia setelah Filipina. Arti penting kelapa bagi
masyarakat juga tercermin dari luasnya areal perkebunan rakyat yang mencapai
98% dari 3,89 juta ha total areal kelapa serta melibatkan lebih dari 7,13 juta
rumah tangga petani. Ekspor komoditas kelapa mencapai US$ 288,47 juta dengan
volume 724,160 ton pada tahun 2004 (Effendi, 2008)
Semakin tinggi kebutuhan manusia, maka kebutuhan kelapa (kopra)
semakin meningkat. Namun tidak terjadi keseimbangan, dimana setiap tahun
kebutuhan kelapa semakin meningkat, sedangkan produksi kelapa menurun. Hal

ini disebabkan karena: (1) Rata–rata tanaman melewati umur produktif (60 tahun
ke atas), (2) Perlakuan budidaya sangat minim, baik pemeliharaan, pemupukan,
maupun pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit dan (3) adanya

Universitas Sumatera Utara

serangan

hama/penyakit

yang

tidak

berkesudahan,

walaupun

usaha


pemberantasannya telah dilaksanakan secara intensif (Ibrahim, 2010).
Berbagai

jenis

hama

Oryctes rhinoceros, Brontispa

menyerang

tanaman kelapa

longissima, Sexava

antara lain

sp, Artona catoxantha,

Setora nitens, dan Plesispa reichei. B. longissima merupakan salah satu hama

yang dahulunya hanya tersebar di beberapa daerah tertentu, namun tahun - tahun
terakhir ini telah menyebar luas di berbagai daerah yang sebelumnya tidak
mengalami masalah dengan hama ini (Sutra dkk, 2011).
Hasil pengamatan di beberapa lokasi sekitar kota Medan dan Kabupaten
Deli Serdang antara lain di Desa Cinta Damai, Sei Sikambing, Kelambir Lima,
Patumbak, Percut Sei Tuan dan daerah lainnya ditemukan banyak pohon kelapa
muda maupun tua milik rakyat terserang hama B. longissima. Selain itu serangan
juga ditemukan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing
Natal, dan Dairi B. longissima menyerang kelapa pada semua tingkat umur
tanaman (Siahaan dan Syahnen, 2010).
Serangan hama Brontispa longissima pada tanaman kelapa dan palma lain
seperti kelapa sawit, pinang, nipa dan palma hias perlu dikenali untuk
menghindari kerusakan dan kehilangan hasil yang bisa mencapai 50% serta
kematian
jalan

tanaman

masuk


muda.

pelepah

Kumbang

muda

yang

mulai
belum

menyerang pucuk
terbuka

penuh.

melalui
Kumbang


tersebut bisa ditemukan pada bagian dalam lipatan pinak daun atau di antara
pinak-pinak daun dan menggerek lapisan epidermis sehingga menimbulkan
bercak-bercak

cokelat

memanjang

dalam

suatu

garis

lurus

(BPPP, 2012)

Universitas Sumatera Utara


Pengunaan musuh alami untuk mengendalikan hama tidak memberikan
dampak

yang

merugikan

baik

terhadap

manusia

maupun

lingkungan.

Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh
alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati

dilatar belakangi oleh pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang
pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh
alami yang terdiri dari parasitoid, entomopatogen dan predator merupakan
pengendali populasi serangga yang efektif karena sifat pengaturannya yang
tergantung kepadatan (Adnan dan Handayani, 2010).
Pengendalian

biologis

berhasil

yang

dilakukan

oleh

predator

dapat menentukan agens pengendali biologi yang berhasil adalah pengendalian

yang mengimplikasikan bahwa rata-rata kepadatan populasi hama dibawah
ambang ekonomi dan variabilitas temporal

kepadatan hama cukup

rendah

(Murdoch, 1990). Kemampuan predator dalam mengendalikan mangsanya
ditentukan

oleh

karakteristik

pada

komponen-komponen

predasi.


Holling (1961) mengemukakan bahwa komponen-komponen predasi diantaranya
adalah

kepadatan

mangsa,

kepadatan

predator,

karakteristik

lingkungan

seperti jumlah dan jenis makanan alternatif, karakteristik mangsa seperti
mekanisme pertahanan diri dan karakteristik predator seperti teknik menyerang
mangsanya keseimbangan kepadatan populasi mangsa yang rendah dan stabil
(Adnan, 2008).
Kompleks


musuh

alami

hama

Brontispa

longissima

Gestro.

(Coloptera: Chrysomelidae), keanekaragaman hayati dan komposisi arthropoda
telah dipelajari pada ekosistem kelapa di Desa Toboli, Pelawa, Bambalemo,

Universitas Sumatera Utara

Lemusa, Olo Baru dan Olaya, Kecamatan Parigi Provinsi Sulawesi Tengah dari
bulan November 2007 sampai dengan Februari 2008. Daun pucuk yang terserang

diambil dari 10 pohon pada setiap desa secara acak dengan metode transek pada
setiap jarak 30 m. Musuh alami yang ditemukan dikelompokkan sebagai predator,
parasitoid dan entomopatogen. Musuh alami yang potensial, yaitu predator
cocopet Chelisoches morio
(Hymenoptera:

Formicidae)

Ferrier (Dermaptera: Chelisochidae), semut
parasitoid

Tetrastichus

brontispae

Ferries

(Hymenoptera: Eulopidae) dan cendawan Metarhizium anisopliae var. anisopliae
(Moniliales: Hypomycetes) sebagai entomopatogen pada larva, pupa dan imago
(Lumentut, 2007).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa persentase kerusakan tanaman akibat
penggerek batang akan berkurang dengan pelepasan predator cecopet. Pelepasan
cecopet 1.000 ekor/ha dan 5.000 ekor/ha pada 10 MST mengurangi kerusakan
tanaman berturut-turut 25,58% dan 14,68% berbeda nyata dengan kontrol
(37,57%). Sementara pelepasan cecopet 10.000 ekor/ha dan 20.000 ekor/ha dapat
menekan kerusakan tanaman menjadi berturut-turut 2,72% dan 3,22%.
Kencenderungan yang sama terlihat pula pada pelepasan predator 12 MST dimana
perlakuan 1.000 ekor/ha dan 5.000 ekor/ha kerusakan tanaman oleh penggerek
batang berturut-turut 35,64% dan 24,68% berbeda nyata dengan kontrol (47,57%),
sementara perlakuan 10.000 ekor/ha dan 20.000 ekor/ha kerusakan tanaman akibat
penggerek batang menurun berturut 4,22% dan 4,58% (Adnan, 2008).
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa penyediaan serangga
uji dilakukan dengan mengambil serangga uji yaitu larva dan imago kemudian
dipelihara dalam stoples dengan diameter 20 cm dan tinggi 20 cm. Sebagai

Universitas Sumatera Utara

makanannya dimasukkan janur kelapa muda yang diambil tengahnya dengan
panjang 15 cm dan di tutup dengan kain muslin. Jumlah larva dan imago yang
dimasukkan dalam stoples masing – masing 10 ekor (Mandarina, 2008).
Dikarenakan semakin berkembangnya pengendalian biologis terutama
menggunakan predator dalam mengendalikan Brontispa longissima Gestro maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai uji daya predasi beberapa
predator terhadap larva

dan imago hama

perusak

pucuk kelapa Brontispa

longissima Gestro (Coleoptera : Chrysomelidae) di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui daya predasi beberapa predator terhadap larva dan
imago

hama

perusak

pucuk

kelapa

Brontispa

longissima Gestro.

(Coleoptera : Chrysomelidae) di laboratorium.
Hipotesis Penelitian
Adanya perbedaan daya predasi antara cecopet (Forficula auricularia L.)
dan semut hitam (Dolichoderus thoracicus SMITH.) terhadap larva dan imago
hama perusak pucuk kelapa (Brontispa longissima Gestro.).
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara