Kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur ST. Vincentius Sedayu tahun ajaran 2016/2017.

(1)

i

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI

DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Progam Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Monica Alusiana Karisa Putri NIM: 121124004

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

ii S K R I P S I

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI

DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh:

Monica Alusiana Karisa Putri NIM: 121124004

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing


(3)

iii S K R I P S I

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI

DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Monica Alusiana Karisa Putri NIM: 121124004

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 27 Februari 2017

Dan dinyatakan memenuhi syarat SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda tangan

Ketua :Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ. ... Sekertaris : Y. Kristianto, SFK, M.Pd. ... Anggota : 1. Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ, M.Ed. ... 2. F. X. Dapiyanta, SFK, M.Pd ... 3. Dr. I.L. Madya Utama, SJ. ...

Yogyakarta, 27 Februari 2017 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Dekan,


(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada: Kedua Orang Tuaku

Bapakku, Aloysius Sunarta dan Mamaku, Anastasia Sulastri Adikku Tercinta

Bripda. Robertus Bima Adhi Nugraha Nenekku Tersayang

Maria Poniyem Pawiro Diharja Penyemangat dan Kekasihku Bripda. Yohanes Prasetyo Nugroho

Sahabat Seperjuanganku

Heronimus Galih Priambada, Sheilla Putri Nur Sagita, Andreas Sigit Kurniawan, dan Lidya Putri Herawati

Teman-temanku

Teman-teman Seperjuangan Angkatan 2012 & Mas Drajad Aji Y.

Progam Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberikan pengalaman terindah di dalam hidupku.


(5)

v MOTTO

“Iman Bukan Keyakinan Badai Pasti Berlalu, tapi Percaya Tuhan Selalu Besertamu.”

(Christoper Tapi Heru)

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta,

menerima dan setiap orang yang mencari, mendapatdan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.”

(Mat 7: 7-8)

Memayu Hayuning Diri, Memayu Hayuning Kulawarga, Memayu Hayuning Sesami, Memayu Hayuning Bawana.


(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan kesungguhan bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Februari 2017 Penulis


(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma: Nama : Monica Alusiana Karisa Putri

Nomor Mahasiswa : 121124004

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 27 Februari 2017 Yang menyatakan,


(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017.” Penulis memilih judul ini berdasarkan kesan pada saat PPL PAK SD dan PPL PAK Menengah terhadap kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik terutama dalam kegiatan belajar mengajar yang terkadang membuat siswa kurang termotivasi untuk belajar. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki tugas untuk mewartakan Kabar Gembira kepada siswanya, maka dibutuhkan kemampuan melakukan komunikasi interpersonal yang memadai. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para guru Pendidikan Agama Katolik seringkali kurang dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya.

Persoalan pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah sejauh mana kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Menanggapi persoalan tersebut, penulis menjelaskan pengertian komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik, pengertian motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik, dan hubungan antara keduanya melalui kajian pustaka. Kajian pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni pandangan para ahli. Skripsi ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penulis mengumpulkan data dengan trianggulasi tehnik yaitu dengan: wawancara dengan seorang guru Pendidikan Agama Katolik dan 5 orang siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu, observasi komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa, dan dengan kuesioner yang dibagikan kepada siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu sudah melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya, namun komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik masih harus ditingkatkan lagi supaya setiap siswa semakin bersemangat untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik.

Kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh untuk meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Kemampuan komunikasi interpersonal guru membuat guru Pendidikan Agama Katolik dapat mengenal siswanya lebih mendalam sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar Pendidikan Agama Katolik. Penulis memberikan sumbangan pemikiran berupa kegiatan lokakarya demi meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik. Dengan demikian, para guru dapat menentukan tindakan yang hendak dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonalnya sebagai seorang guru yang bertugas mewartakan Kabar Gembira kepada siswanya.


(9)

ix ABSTRACT

This thesis is entitled as “THE INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION TEACHER AND ITS AFFECTION TOWARDS MOTIVATION TO LEARN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL’S STUDENTS BATCH 2016/2017”. The writer decides to choose this title based on the impression of joining PPL PAK SD and PPL PAK PM towards interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teacher, especially in teaching and learning activities which sometimes make the students bored and less enthusiastic to learn. Catholic Religious Education teacher has a responsibility to proclaim The Good News to the students. In that matter, the teacher needs an adequate interpersonal communication. However, the reality shows that Catholic Religious Education teachers are often lack of doing the interpersonal communication with their students.

The main issue that is discussed in this thesis is how far Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication skill affects motivation to learn Catholic Religious Education for the students. In order to respond the issue, the writer elaborates the definition of Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication, the definition of Catholic Religious Education’s learning motivation, and the relation between both definitions through literature review. The literature review is conducted by qualitative approach with descriptive method. The writer gathers the data with triangulation techniques, which are: an interview with a Catholic Religious Education teacher and five seventh grader students at Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School; an observation about Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication and the students’ motivation to learn Catholic Religious Education’s subject; and a questionnaire that is distributed to the seventh grade students of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School. The result shows that Catholic Religious Education teacher of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School has done interpersonal communication with the students, however the teacher’s interpersonal communication should be improved, so that every student will be more enthusiastic to learn Catholic Religious Education’s subject.

Interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teacher affects in order to improve students’ motivation to learn Catholic Religious Education’s subject. Catholoc Religious Education teacher’s interpersonal communication skill can be used to get to know the students more intimately, so that the students will be more motivated to learn Catholic Religious Education’s subject. In the thesis, the writer gives suggestionto conduct a workshop in order to improve interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teachers. Therefore, the teachers are able to decide the appropriate action to improve their interpersonal communication skill as a teacher who proclaim The Good News towards their students.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena telah membimbing, menguatkan, dan menerangi penulis dengan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS TAHUN AJARAN 2016/2017. Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para guru, terutama guru Pendidikan Agama Katolik untuk dapat meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guna meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat pendampingan, dukungan, bimbingan, motivasi, dan doa dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M. Ed., selaku dosen utama yang telah mendampingi, menuntun, mengembangkan ide, memberikan motivasi dengan penuh kasih dan kesabaran.

2. F. X. Dapiyanta, SFK., M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji yang telah memberikan perhatian, memberikan semangat, dan memberikan masukan demi penyelesaian skripsi ini.


(11)

xi

3. Dr. I. L. Madya Utama, SJ selaku dosen penguji yang telah memberikan semangat dan memberikan masukan demi penyelesaian skripsi ini.

4. Segenap staf dosen Prodi PAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis selama belajar sampai terselesaikannya skripsi ini.

5. Segenap staf sekretariat, perpustakaan Prodi PAK, dan seluruh karyawan yang telah mendukung penulis selama penulis belajar.

6. Celsius Suhartanta, S. Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu yang telah memberikan ijin dan mendukung penulis untuk dapat menjalankan penelitian di sekolah.

7. B. Budi Harsiwiyanti, S. Ag., selaku guru Pendidikan Agama Katolik di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu yang telah membantu, mendukung, dan mendoakan penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh siswa-siswi kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner dalam penelitian.

9. Kedua orang tuaku dan adikku atas segala motivasi, doa, dan semua dukungan yang membuatku terus bersemangat dalam belajar hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Yohanes Prasetyo Nugroho yang telah membantuku, mendukungku, dan selalu mendoakan aku hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku seperjuangan yaitu: Lidya Putri Herawati, Heronimus Galih Priyambada, Sheilla Putri Nur Sagita, dan Andreas Sigit Kurniawan


(12)

xii

atas motivasi, bantuan, doa, dan semua dukungan sehingga aku dapat menyelesaikan studiku di Prodi PAK.

12.Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari keterbatasan pengalaman dan pengetahuan dalam menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para membaca yang bersifat membangun. Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 10 Februari 2017

Penulis


(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI BELAJAR 11 A. Komunikasi Interpersonal ... 12

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 12

a. Pengertian Komunikasi ... 12

b. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 14

2. Pendekatan Komunikasi Interpersonal ... 15

a. Pendekatan Dialogis ... 16

b. Pendekatan Sharing Pengalaman Hidup ... 17

c. Pendekatan Persuasif ... 19


(14)

xiv

4. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 23

5. Sikap yang Mendukung Komunikasi Interpersonal ... 25

6. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik . 26 a. Guru ... 28

b. Guru Pendidikan Agama Katolik ... 29

c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik ... 31

B. Motivasi Belajar ... 33

1. Pengertian Motivasi Belajar ... 33

a. Pengertian Motivasi ... 33

b. Pengertian Motivasi Belajar ... 34

2. Motivasi Belajar Berdasarkan Sifatnya ... 34

a. Motivasi Ekstrinsik ... 34

b. Motivasi Intrinsik ... 35

3. Fungsi Motivasi dalam Belajar ... 37

4. Pentingnya Motivasi Belajar dalam Mempelajari Pendidikan Agama Katolik... 38

C. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa ... 40

BAB III GAMBARAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU ... 46

A. Gambaran Umum SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu .... 47

1. Sejarah SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 48

2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

a. Visi SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

b. Misi SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

c. Tujuan SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 50

3. Gambaran Lingkungan SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 51


(15)

xv

a. Lingkungan Fisik ... 51

b. Lingkungan Administratif Sekolah ... 53

c. Lingkungan Akademis ... 56

d. Lingkungan Sosial ... 58

4. Gambaran Guru SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu .. 59

5. Gambaran Siswa SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu . 61 B. Penelitian tentang Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 62

1. Latar Belakang Penelitian ... 62

2. Variabel Penelitian ... 65

3. Definisi Konseptual ... 66

4. Tujuan Penelitian ... 66

5. Jenis Penelitian ... 67

6. Responden Penelitian ... 68

7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 69

8. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data 69 a. Wawancara ... 71

b. Observasi ... 71

c. Kuesioner ... 73

9. Kisi-kisi ... 75

C. Laporan Penelitian Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 80

1. Laporan Hasil Wawancara ... 81

2. Laporan Hasil Observasi ... 91

3. Laporan Hasil Kuesioner ... 96

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 109

1. Gambaran Sejauh Mana Guru Pendidikan Agama Katolik Telah Melakukan Komunikasi Interpersonal dengan Siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 110


(16)

xvi

2. Gambaran Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII di SMP Pangudi

Luhur St. Vincentius Sedayu ... 113

3. Gambaran Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi Kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ... 116

E. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 118

BAB IV UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA ... 121

A. Pentingnya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Rangka Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Para Siswa... 122

B. Usulan Program Lokakarya untuk MGMP Pendidikan Agama Katolik di Kabupaten Bantul ... 125

C. Rincian Usulan Program Lokakarya ... 131

BAB V PENUTUP ... 151

A. Kesimpulan ... 151

B. Saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 157

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Surat Keterangan Sudah Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Jadwal Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Panduan Pertanyaan Wawancara untuk Guru Pendidikan Agama Katolik ... (5)

Lampiran 5: Panduan Pertanyaan Wawancara untuk Siswa ... (7)

Lampiran 6: Panduan Observasi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran ... (9)

Lampiran 7: Panduan Observasi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Saat Jam Pelajaran ... (10)

Lampiran 8: Panduan Observasi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Para Siswa ... (11)


(17)

xvii

Lampiran 9: Kuesioner ... (12)

Lampiran 10: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Guru Pendidikan Agama Katolik ... (16)

Lampiran 11: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 1 .... (21)

Lampiran 12: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 2 .... (24)

Lampiran 13: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 3 .... (27)

Lampiran 14: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 4 .... (30)

Lampiran 15: Transkrip Wawancara Penelitian dengan Siswa 5 .... (33)

Lampiran 16: Hasil Observasi Behavioral Checklist I: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran 1 ... (36)

Lampiran 17: Hasil Observasi Behavioral Checklist I: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik di Luar Jam Pelajaran 2 ... (37)

Lampiran 18: Hasil Observasi Behavioral Checklist II: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Saat Jam Pelajaran 1 ... (38)

Lampiran 19: Hasil Observasi Behavioral Checklist II: Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Saat Jam Pelajaran 2 ... (39)

Lampiran 20: Hasil Observasi Behavioral Checklist III: Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII C ... (40)

Lampiran 21: Hasil Observasi Behavioral Checklist III: Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas VII A ... (41)

Lampiran 22: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII A ... (42)

Lampiran 23: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII B ... (43)

Lampiran 24: Hasil Kuesioner Siswa Kelas VII C ... (44)

Lampiran 25: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII A/No 6 ... (45)

Lampiran 26: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII A/No 11 ... (48)

Lampiran 27: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII B/No 5 ... (51)

Lampiran 28: Contoh Hasil Kuesioner Kelas VII B/No 21 ... (54)


(18)

xviii

Lampiran 30: Transkrip Wawancara dengan Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur St. Vincetius Sedayu Saat Observasi Sekolah ... (60)


(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1: A-A Procedure ... 21 Tabel 2: Kisi-kisi Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik ... 85 Tabel 3: Kisi-kisi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik ... 91 Tabel 4: Kuesioner I: Hasil Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama

Katolik... 94 Tabel 8: Kuesioner II: Hasil Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik... 102 Tabel 9: Susunan Acara Lokakarya Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik Guna Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa ... 127


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah sebagai lembaga formal pendidikan di Indonesia mengacu pada UU No. 20 tahun 2003. Dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yang membantu setiap siswanya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara utuh.

Kegiatan utama yang diselenggarakan di sekolah adalah belajar. Hamzah (2006: 11) menjelaskan arti belajar sebagai suatu usaha yang dilakukan para pembelajar untuk memperoleh tingkah laku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri. Maka, diharapkan apabila siswa belajar dengan baik di sekolah, ia dapat berkembang secara utuh baik itu dari segi kognitif, segi afektif, segi psikomotorik, maupun segi spiritual. Usaha untuk mencapai tujuan belajar tidak dapat lepas dari peran guru, oleh karena itu guru harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa.

Pada dasarnya proses belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang yang bersangkutan. Kompri (2015: 231) mengutip pandangan Hamalik yang


(21)

mengungkapkan bahwa siswa tidak bersemangat belajar jika tidak termotivasi untuk belajar. Siswa tidak dapat dipaksa untuk belajar. Artinya, untuk dapat belajar, setiap siswa haruslah memiliki keinginan untuk belajar. Siswa harus memiliki motivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual yang peranannya khas dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan bersemangat untuk belajar. Oleh karena itu, motivasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses belajar seseorang. Seorang siswa dapat belajar secara efisien jika siswa memiliki motivasi untuk belajar. Motivasi belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun yang berasal dari luar dirinya.

Moh. Uzer (1989: 29) mengatakan bahwa siswa saat melakukan kegiatan belajar dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Uzer motivasi intrinsik adalah keinginan siswa untuk belajar yang berasal dari dalam diri sendiri tanpa paksaan dan dorongan dari orang lain, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah keinginan siswa untuk belajar sebagai akibat pengaruh dari luar yaitu karena adanya ajakan maupun suruhan. Siswa akan belajar dengan baik apabila motivasi belajar yang timbul dari dalam dan luar harus berjalan dengan seimbang dan saling melengkapi sehingga motivasi siswa untuk belajar dan kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan.

Motivasi belajar menurut Samana (1994: 70) adalah “alasan, pertimbangan, dan dorongan yang menjadikan seseorang berkegiatan belajar.” Berdasarkan pengalaman melaksanakan PPL di sekolah penulis sebagai calon guru Pendidikan


(22)

Agama Katolik melihat bahwa motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik cenderung masih rendah dibandingkan dengan motivasi untuk mempelajari mata pelajaran lainnya. Rendahnya motivasi untuk mengikuti pelajaran maupun mempelajari pendidikan Agama Katolik disebabkan banyak faktor baik faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa.

Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah diduga faktor dari dalam diri siswa yang menyebabkan rendahnya motivasi untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah siswa mengganggap bahwa pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional lebih penting dibandingkan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik sehingga siswa cenderung meremehkan. Siswa sering kali belum mengetahui tujuan atau manfaat dari mempelajari pelajaran Pendidikan Agama Katolik, atau siswa sedang sakit sehingga tidak bersemangat dalam belajar. Faktor lain dari dalam diri siswa yang mempengaruhi rendahnya motivasi belajar adalah siswa bersikap pasif sehingga saat tidak bisa memahami pelajaran, siswa tidak mau bertanya dan membuat semakin banyak pengetahuan tertinggal. Banyak faktor dari dalam diri siswa yang membuat siswa merasa kurang termotivasi untuk belajar, maka di sinilah tugas seorang guru untuk membantu siswa termotivasi untuk belajar dengan lebih baik.

Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah diduga salah satu faktor dari luar diri siswa yang menyebabkan rendahnya motivasi siswa untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah dari faktor guru. Hal ini bisa terjadi karena guru Pendidikan Agama Katolik hanya berpedoman pada teori sehingga pelajaran cenderung jatuh kepada teori-teori


(23)

semata. Guru sering kali kurang kreatif dalam menyajikan pelajaran sehingga membuat siswa merasa bosan. Guru tidak secara jelas menyampaikan tujuan belajar. Sering kali, guru belum bisa membangun suasana belajar yang menyenangkan. Guru juga sering bersikap kurang menyenangkan dan kurang bersemangat, contohnya: guru tidak ramah dan juga volume suara guru terlalu kecil. Guru juga sering kali kurang memiliki empati pada setiap siswa.

Dari pengalaman penulis pada saat PPL PAK SD maupun PAK Menengah diduga faktor dari sisi guru yang lainnya adalah guru belum mampu melakukan komunikasi interpersonal secara baik dengan setiap siswanya sehingga cenderung guru yang lebih aktif dalam berbicara yang membuat siswa kurang memiliki kesempatan untuk berpendapat atau mengungkapkan perasaannya. Guru juga sering kali belum bisa untuk mendengarkan siswa baik itu: pertanyaan, pernyataan, maupun pengalaman yang dialami siswa. Guru sering kali kurang sabar dalam menjawab pertanyaan siswa. Pelajaran Pendidikan Agama Katolik akan menjadi kurang mengesankan apabila guru belum bisa mengkomunikasikan pengalaman atau pergulatan hidupnya dalam terang iman akan Yesus Kristus. Guru yang belum bisa mengkomunikasikan atau membagikan pengalaman hidupnya akan kasih Allah kepada siswanya akan membuat pelajaran Pendidikan Agama Katolik menjadi teori-teori semata, tanpa adanya keteladanan iman dalam hidup konkret. Seluruh faktor eksternal dari sisi guru Pendidikan Agama Katolik ini sangat berpengaruh pada motivasi belajar siswa.

Idealnya melalui Pendidikan Agama Katolik siswa dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa dalam iman akan Yesus Kristus. Maka,


(24)

untuk mencapai tujuan ini dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik sangat diperlukan adanya motivasi belajar dari diri siswa supaya mereka bersemangat dalam mengenal Yesus Kristus dan berkomitmen setia kepada Tuhan Yesus Kristus, dan siap terlibat aktif dalam mewujudkan nilai-nilai cinta kasih di tengah masyarakat. Namun, ketika siswa kurang bersemangat dalam belajar maka di sinilah peran seorang guru Pendidikan Agama Katolik untuk memotivasi siswa. Moh. Uzer (1989: 24) menjelaskan mengenai tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga siswa bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar.

Motivasi belajar merupakan hal utama yang harus dimiliki siswa karena dengan motivasi belajar siswa tergerak untuk semangat dalam belajar Pendidikan Agama Katolik dan demi mewujudnyatakan tujuan UU No 20 tahun 2003 tentang pembentukan manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tanpa adanya motivasi belajar pada diri siswa, maka siswa tidak akan optimal dalam melakukan aktivitas belajar. Tujuan dari pendidikan akan tercapai bila setiap siswa memiliki motivasi intrinsik. Namun, bagi siswa yang kurang memiliki motivasi intrinsik, peran guru dalam memberikan motivasi ekstrinsik sangatlah dibutuhkan. Salah satu cara yang dapat diterapkan guru dalam rangka memotivasi siswa secara ekstrinsik yaitu dengan mengusahakan komunikasi interpersonal yang efektif.

Kesuksesan berjalannya Pendidikan Agama Katolik di sekolah salah satunya sangat bergantung pada kualitas guru Pendidikan Agama Katolik. Inti dari pelajaran yang disampaikan guru Pendidikan Agama Katolik kepada siswa adalah pewartaan Yesus Kristus yang seharusnya dilaksanakan tidak hanya dengan


(25)

kata-kata, melainkan juga dengan tindakan yang dijiwai oleh Roh Ilahi (Komisi Pendidikan KWI, 1991: 25). Tindakan yang dapat dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik dalam meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik bagi siswa adalah dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan siswa.

Komunikasi interpersonal digambarkan sebagai komunikasi yang dekat dan mendalam yang dapat membantu orang lain untuk memperbaiki sikap menjadi lebih baik menuju perubahan citra diri yang lebih baik pula. Komunikasi yang dekat dan mendalam dilakukan supaya antara komunikator dan komunikan dapat saling memahami dan berbagi mengenai apa yang menjadi harapannya (Ruben, Brent D & Lea P. Stewart, 2013: 268). Komunikasi interpersonal akan mempererat hubungan antara guru dengan siswa yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, baik pada saat di dalam maupun di luar kelas.

Proses pembelajaran memerlukan sebuah komunikasi yang mampu mendorong serta mengarahkan siswa pada tujuan pembelajaran. Karena itu, perlu menciptakan komunikasi yang mampu merangsang siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian, seorang guru Pendidikan Agama Katolik mempunyai peranan memotivasi siswa dalam belajar dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan para siswa secara lebih personal dan mendalam.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh guru dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengajak dan mempengaruhi siswa untuk lebih bersemangat dalam belajar termasuk saat belajar Pendidikan Agama Katolik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi


(26)

Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017.”

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan apa pengaruhnya bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik?

2. Bagaimana gambaran komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu?

3. Usaha apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik.

2. Untuk mengetahui gambaran komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu.


(27)

3. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik.

D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoretis:

a. Hasil penulisan ini, diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan gagasan bagi peningkatan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik pada jenjang pendidikan SMP, sehingga diharapkan para guru Pendidikan Agama Katolik dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran tersebut. b. Memberikan sumbangan alternatif tentang pengaruh kemampuan komunikasi

interpersonal guru terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik. 2. Manfaat Praktis:

Melalui penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap guru dalam memotivasi siswa agar serius dalam mempelajari Pendidikan Agama Katolik.

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif dipilih untuk menjelaskan pengertian komunikasi interpersonal guru dan pengaruhnya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Herdiansyah (2012: 13) menjelaskan pendekatan kualitatif berorientasi pada situasi alamiah sehingga peneliti tidak memanipulasi latar penelitian atau peneliti tidak memberikan treatment apapun. Penulis dalam


(28)

mengumpulkan data akan menggunakan trianggulasi tehnik dengan wawancara, observasi, dan menyebarkan kuesioner untuk para siswa. Wawancara akan dilaksanakan dengan guru dan beberapa siswa guna mengetahui bagaimana komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa dan bagaimana motivasi belajar siswa berdasarkan fakta dan situasi yang ada di lapangan. Penulis juga akan melakukan observasi terkait dengan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik saat jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran, serta mengobservasi mengenai motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa. Kuesioner akan dibagikan kepada siswa gunanya untuk melengkapi dan melakukan cross check data hasil wawancara dan observasi. Hasil penelitian akan dibahas dan dijelaskan. Pada bagian akhir, penulis akan memberikan sumbangan berdasarkan hasil dari kajian pustaka dan hasil dari penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai tulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Dalam bab ini, penulis akan menuliskan mengenai tinjauan pustaka yang berisikan pengertian komunikasi interpersonal dan sejauh mana komunikasi interpersonal berpengaruh bagi motivasi belajar.


(29)

BAB III : Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai gambaran komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dengan siswa dan gambaran motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik pada siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu.

BAB IV : Dalam bab ini penulis akan menyampaikan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik.


(30)

BAB II

KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI BELAJAR

Pada bab sebelumnya, penulis telah menyampaikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Dalam Bab ini penulis akan menindaklanjuti dengan memberikan gambaran mengenai komunikasi interpersonal dan motivasi belajar siswa secara lebih mendalam. Bab ini berisi kajian pustaka mengenai komunikasi interpersonal, motivasi belajar siswa dari teori dan pendapat para ahli, dan memaparkan komunikasi interpersonal dan pengaruhnya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

Bab II ini menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antarpribadi yang sering dilakukan dengan frekuensinya cukup tinggi dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi interpersonal merupakan interaksi antarpribadi yang memandang orang lain sebagai subjek sehingga tercipta rasa saling menerima dan saling menghargai. Komunikasi interpersonal memberikan jawaban pada kebutuhan manusia yaitu dengan saling memberikan kasih sayang dan perhatian. Pada bagian pertama bab ini penulis akan membahas mengenai komunikasi interpersonal secara umum dilanjutkan dengan komunikasi interpersonal dalam konteks guru Pendidikan Agama Katolik yang meliputi pemahaman yang menguraikan pengertian komunikasi dan pengertian komunikasi interpersonal, pendekatan komunikasi interpersonal, ciri-ciri komunikasi


(31)

interpersonal, tujuan komunikasi interpersonal, sikap yang mendukung komunikasi interpersonal, dan komunikasi interpersonal bagi guru Pendidikan Agama Katolik. Bagian kedua akan menguraikan mengenai pengertian motivasi dan motivasi belajar, motivasi belajar berdasarkan sifatnya, fungsi motivasi belajar dalam pelajaran, dan pentingnya motivasi belajar dalam mempelajari Pendidikan Agama Katolik. Bagian ketiga atau bagian terahir penulis akan menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar Pendidikan Agama Katolik.

A. Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi

Riswandi (2009:1-2) juga menjelaskan etimologi kata komunikasi yang berasal dari bahasa Inggris yaitu communication yang berarti “berbagi atau menjadi milik bersama.” Untuk melengkapi definisi komunikasi, Riswandi juga mengutip pandangan beberapa ahli antara lain Bernard Berelson & Gary A. Steiner yang menjelaskan komunikasi sebagai “suatu proses penyampaian informasi, gagasan, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka, dan lain-lain.” Dari kedua ahli tersebut, penulis memahami komunikasi sebagai suatu proses memberitahukan dan berbagi informasi, gagasan, maupun keahlian yang disampaikan dengan menggunakan


(32)

kata-kata, gambar, angka, maupun simbol supaya dapat dipahami atau dimengerti oleh orang lain.

Tubbs L., Steward & Sylvia Moss (2001: 4-5) menjelaskan komunikasi sebagai proses berbagi pengalaman. Dalam proses berbagai pengalaman terdapat pelaku komunikasi yaitu komunikator sebagai orang yang bersedia menyampaikan pengalaman dan komunikan yaitu orang yang berperan sebagai pendengar. Komunikasi sebagai proses berbagi perngalaman antara komunikator dengan komunikan dilakukan supaya komunikan dapat memahami pengalaman yang disampaikan oleh komunikator.

Burhan Bungin (2006: 57) menjelaskan arti komunikasi sebagai proses seorang komunikan memaknai informasi, sikap, dan perilaku dari komunikator yang disampaikan dalam bentuk pengetahuan, gerak-gerik (gesture), perilaku, maupun perasaan. Dari pengetahuan, gerak-gerik (gesture), perilaku, maupun perasaan maka komunikan dapat memberikan reaksi balik atas apa yang telah didengarnya berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya.

Komunikasi dapat disimpulkan sebagai tindakan komunikator memberitahukan dan berbagi pengalaman, perasaan, informasi, gagasan, maupun keahlian yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata, gambar, angka, maupun simbol yang lainnya kepada komunikan yang kemudian akan dipahami dan dimaknai oleh komunikan. Reaksi akan diberikan komunikan setelah ia dapat memahami dan memaknai hal yang telah disampaikan oleh komunikator berdasarkan pengalamannya.


(33)

b. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Suranto (2011: 3-4) menjelaskan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan secara tatap muka mengungkapkan pesan secara verbal (menggunakan kata-kata) ataupun non verbal (gesture, seperti: melambaikan tangan, tersenyum, dan lain sebagainya) dan bersifat dua arah. Supratiknya (2012: 38) menjelaskan komunikasi yang bersifat dua arah sebagai komunikasi di mana pengirim pesan terbuka dalam menerima umpan balik atau tanggapan dari penerima pesan sehingga kedua pihak dapat saling memahami dengan baik. Komunikasi interpersonal bersifat dua arah ditandai dengan antara pengirim pesan dan penerima pesan memiliki kedudukan yang sama sebagai subjek sehingga tercipta rasa saling diterima, suasana saling terbuka, saling menghargai, dan saling mendengarkan.

Komunikasi interpersonal menurut Suranto (2011: 4-5) bersifat dua arah yang ditandai adanya reaksi langsung dari komunikan. Adanya reaksi langsung dari komunikan sebagai gambaran adanya dialog yang bertujuan untuk berbagi informasi. Informasi yang dikomunikasikan oleh komunikator kepada komunikan maupun sebaliknya akan saling memperkaya pengetahuan kedua belah pihak. Komunikasi interpersonal juga bertujuan untuk saling berbagi perasaan diawali dengan menunjukkan perasaan saling percaya, terbuka, dan jujur.

Brent D. Ruben & Lea P. Stewart (2013: 268) menjelaskan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang dekat dan mendalam untuk membantu orang lain dalam memperbaiki sikap yang kurang baik menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tujuan memperbaiki sikap adalah untuk mengubah citra diri menjadi


(34)

pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Komunikasi interpersonal yang dilakukan antara komunikator dan komunikan yang bertujuan untuk dapat saling memahami dan berbagi apa yang menjadi harapan mereka. Apabila komunikasi interpersonal antara komunikator dan komunikan diawali dengan saling memahami secara dekat dan mendalam maka keduanya dapat saling membantu dalam mewujudkan harapan yang ingin dicapai.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara dua orang atau lebih yang memiliki kedudukan sama sebagai subjek. Komunikasi interpersonal dilakukan secara verbal atau dengan kata-kata, maupun non verbal atau dengan bahasa tubuh (gesture). Komunikasi bersifat dua arah sering disebut sebagai dialog. Komunikasi interpersonal sebagai wujud sebuah hubungan pribadi manusia yang paling erat, mendekatkan, mendalam, dan pribadi memungkinkan para pelaku untuk dapat saling berbagi pengalaman, informasi, maupun perasaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal ini akan terbuka untuk saling menerima, menghargai, dan mendengarkan apa yang menjadi harapan satu sama lain serta bersama-sama saling membantu untuk mewujudkan harapan yang dicita-citakan.

2. Pendekatan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal memiliki beberapa pendekatan. Pendekatan inilah yang nantinya akan mempengaruhi proses komunikasi interpersonal itu sendiri. Terdapat tiga pendekatan dalam melakukan komunikasi interpersonal yaitu:


(35)

a. Pendekatan Dialogis

Suranto (2011: 114) menjelaskan pendekatan dialogis dalam komunikasi interpersonal memiliki ciri adanya percakapan atau dialog untuk saling berbagi informasi sehingga antara para pelaku komunikasi interpersonal berada dalam posisi yang sejajar. Pendekatan dialogis memungkinkan pihak-pihak yang melakukan komunikasi interpersonal bersedia untuk mengubah pandangannya karena adanya rasa saling terbuka, saling menghargai, dan saling percaya untuk menerima gagasan maupun ide dari teman bicaranya.

Yusup Pawit (1990: 10) mengungkapkan bahwa “proses belajar adalah suatu proses komunikasi.” Lebih lanjut, Pawit menjelaskan bahwa adanya komunikasi yang bersifat dua arah yang berarti para pelaku komunikasi memiliki kedudukan yang sama. Komunikator dan komunikan bebas mengemukakan gagasan mereka dalam suasana yang bebas dan netral. Pawit mengutip pandangan Berlo yang menjelaskan mengenai proses belajar sebagai proses komunikasi dalam konteks personal. Proses belajar dapat terjadi apabila ada umpan balik secara berkelanjutan dari komunikan kepada komunikator dan dari komunikator kepada komunikan.

Pendekatan Dialogis

Keterangan Singkat: Su = Sumber M = Media Sa = Sasaran


(36)

Gambar di atas menunjukkan gambaran proses komunikasi interpersonal dengan pendekatan dialogis antara guru dengan siswa yang diawali dari sumber yaitu guru sebagai komunikator dengan media ataupun tanpa media menyampaikan pesan kepada sasaran yaitu siswa dan terjadi umpan balik dari siswa kepada guru. Proses komunikasi interpersonal dengan pendekatan dialogis ini terjadi secara berkesinambungan dan dapat menimbulkan perubahan dalam segi kognitif, afektif, dan psikomotorik baik itu siswa maupun guru.

b. Pendekatan Sharing Pengalaman Hidup

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antarpribadi. Agus M. Hardjana (2009: 107-109) menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antarpribadi dapat menggunakan pendekatan sharing pengalaman hidup. Pendekatan sharing pengalaman hidup memungkinkan pribadi-pribadi yang terlibat dalam komunikasi dapat saling bertukar pengalaman hidup (life experience) dan tujuannya adalah untuk saling memperkaya pengalaman hidup pribadi. Dalam pendekatan sharing pengalaman hidup dibagi menjadi empat tahapan, yaitu:

1) Tahap Pertama dari Mulut ke Mulut

Komunikasi pada tahap mulut ke mulut adalah bersifat dangkal dan sekedar dilakukan untuk memenuhi kebiasaan sopan santun. Komunikasi dari mulut ke mulut biasanya dilakukan oleh orang yang belum sangat kenal satu sama lain. Pada komunikasi tahap mulut ke mulut, terkadang orang bertanya hanyalah untuk basa-basi.


(37)

2) Tahap Kedua dari Kepala ke Kepala

Komunikasi dari kepala ke kepala menunjukkan saling bertukar pikiran, gagasan, maupun ide. Komunikasi dari kepala ke kepala ini sering disebut sebagai komunikasi dari otak ke otak sehingga dalam komunikasi ini perasaan tidak menjadi bahan sharing. Komunikasi dari kepala ke kepala biasanya dilakukan antarkenalan ataupun dengan teman. Komunikasi dari kepala ke kepala biasanya digunakan mengungkapkan ide-ide, gagasan, maupun pendapat.

3) Tahap Ketiga dari Hati ke Hati

Komunikasi dari hati ke hati berlangsung ketika orang yang terlibat dalam komunikasi saling berbagi perasaan. Hal yang dibicarakan dalam komunikasi hati ke hati adalah mengenai masalah atau keprihatinan, kekhawatiran, kegembiraan, harapan, bahkan cita-cita. Dalam komunikasi hati ke hati ini, para pelakunya saling terbuka untuk menyampaikan perasaan mereka karena adanya sikap saling percaya dan saling mendukung. Komunikasi dari hati ke hati biasa dilakukan bersama sahabat atau dengan orang yang dianggap dekat dan dapat dipercaya. 4) Tahap Keempat dari Iman ke Iman

Komunikasi dari iman ke iman menggambarkan para pelakunya untuk saling berbagi pengalaman hidup mengenai apa yang telah dialami, apa yang dirasakan, dan hikmah apa yang dapat dipetik dari pengalaman itu. Komunikasi dari iman ke iman mengungkapkan pandangan hidup, keyakinan, dan iman.

Tahap komunikasi interpersonal dari iman ke iman inilah yang menjadi pokok dalam menjalin komunikasi interpersonal antarpribadi guru Pendidikan Agama Katolik dengan siswanya untuk memaknai berbagai pengalaman hidup.


(38)

Tahap komunikasi dari iman ke iman memberikan kesempatan bagi guru maupun siswa untuk saling berbagi pengalaman hidup berdasarkan iman akan Yesus Kristus.

c. Pendekatan Persuasif

Pendekatan persuasif menurut Suranto (2011: 116) dilakukan dengan cara membujuk atau memberikan dorongan yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengubah sikap dan tingkah laku berlandaskan kerelaan dan dengan senang hati. Tujuan utama pendekatan persuasif adalah untuk mengubah sikap maupun mempengaruhi orang lain dengan gagasan yang dikehendaki komunikator dengan cara membujuk ataupun meyakinkan komunikan. Dalam pendekatan ini komunikator berusaha meyakinkan komunikan bahwa ide komunikator sangat masuk akal dan memberikan manfaat bagi komunikan. Pendekatan persuasif ini akan membuat komunikan merasa seolah-olah dalam melakukan perubahan baik itu sikap maupun gagasan berdasarkan kemauannya sendiri, tanpa paksaan. Suranto (2011: 117) menjelaskan prosedur pendekatan persuasif dengan menggunakan A-A procedure atau from attention to action procedure, melalui formula AIDDA yang berarti dari Attention (perhatian), Interest (Minat), Desire (hasrat), Descision (Keputusan), dan Action (Tindakan).

Tabel 1 A-A Procedure

Fase Tujuan


(39)

Interest Membangun minat komunikan dengan menjelaskan manfaat yang sesuai dengan logika maupun emosinya. Desire Menunjukkan keinginan atau hasrat dengan menunjukkan

bahwa ide yang dikemukakan sebagai solusi yang baik bagi komunikan.

Decision Mempersilahkan komunikan untuk mengambil keputusan terhadap solusi rasional untuk menyelesaikan masalah. Action Membangkitkan keinginan yang kuat dalam diri

komunikan untuk mengambil tindakan.

3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal

Julia T. Wood (2013: 23-28) mengungkapkan mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal yang dipandang sebagai sebuah proses transaksi yang berkelanjutan. Komunikasi interpersonal memiliki enam ciri yaitu:

a. Selektif

Selektif dalam komunikasi interpersonal berarti bahwa seseorang tidak mungkin dapat menjalin komunikasi yang akrab dengan semua orang. Seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan dekat dan mendalam hanya kepada orang yang dapat dipercaya dengannya sehingga seseorang tidak ragu untuk membuka diri seutuhnya dengan orang yang ia kenal dengan baik dan mendalam. b. Unik

Komunikasi interpersonal sangat unik karena setiap pribadi manusia adalah unik sehingga setiap orang memiliki ciri khas yang berbeda-beda termasuk dalam


(40)

menjalin keakraban dengan orang lain. Komunikasi Interpersonal melibatkan orang-orang yang memiliki keunikan dan saling mengenal secara dekat serta mendalam sehingga masing-masing orang dapat berkomunikasi secara unik sesuai pribadi yang diajak berkomunikasi.

c. Prosesual

Komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah proses yang berkelanjutan, saling terkait, dan selalu berkembang dari masa ke masa. Komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah proses yang berkelanjutan maka segala yang telah diucapkan atau dikomunikasikan sudah menjadi bagian dari proses komunikasi yang kata-katanya tidak dapat ditarik kembali sehingga dibutuhkan etika dan tanggung jawab dalam melakukan komunikasi dengan orang lain.

d. Transaksional

Komunikasi interpersonal melibatkan minimal dua orang atau lebih untuk saling menyampaikan pesan, gagasan, maupun perasaannya. Transaksional dalam proses komunikasi interpersonal ditandai dengan adanya umpan balik dari penerima pesan baik itu berupa pesan verbal maupun non verbal.

e. Pengetahuan personal

Komunikator dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan komunikan saling mendapatkan pengetahuan personal yang semakin lama dan semakin mendalam dalam mengenal orang lain. Melalui komunikasi interpersonal, baik itu komunikator maupun komunikan dapat semakin memahami pikiran dan perasaan orang lain secara mendalam sehingga tercipta suasana


(41)

komunikasi yang nyaman dilandasi kepercayaan yang baik. Komunikasi interpersonal memungkinkan orang lain dapat memahami diri kita lebih baik dibandingkan dengan diri kita sendiri. Komunikasi interpersonal membuka pemahaman tentang kepribadian orang lain karena melibatkan unsur kepercayaan dan kedalaman relasi.

f. Menciptakan makna

Inti dalam melakukan komunikasi interpersonal adalah untuk berbagi makna dan informasi. Seseorang yang berkomunikasi dengan orang lain akan menciptakan makna sebagai hasil dari tanggapan berupa kata-kata maupun perilaku (gesture) orang yang diajak berkomunikasi.

Melalui komunikasi interpersonal, komunikator dalam menyampaikan pesannya kepada komunikan akan membuat komunikan mampu memaknai baik itu isi pesan dari komunikator maupun memaknai hubungan yaitu apakah pesan yang disampaikan komunikator menunjukkan adanya komunikasi yang sejajar atau seimbang. Contohnya: Seorang ibu berkata kepada anaknya, “bersihkan kamarmu sekarang!” Hal ini menunjukkan hubungan yang timpang karena posisi seorang ibu yang berhak untuk memerintahkan anaknya, tetapi ketika ibu berkata kepada anaknya, “dapatkah kamu membersihkan kamarmu?” Maka komunikasi yang terjadi akan lebih positif dan seimbang. Pemaknaan isi dalam komunikasi interpersonal hanya berisi sejauh mana komunikan memahami informasi yang disampaikan komunikator, sedangkan pemaknaan yang lebih mendalam adalah pada tingkatan relasi karena membuat komunikan merasa lebih dihargai.


(42)

4. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Suranto mengungkapkan tujuh tujuan komunikasi interpersonal (2011: 19-22), yaitu untuk:

a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain

Berkomunikasi dengan menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar, dan lain sebagainya, yang menunjukkan adanya perhatian. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kesan dingin ataupun tertutup. Memberikan perhatian seperti ini terkadang hanya untuk dapat lebih dekat dengan orang lain dan sebagai pembuka pembicaraan menuju topik yang lebih serius atau pembicaraan inti.

b. Menemukan diri sendiri

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk mengetahui dan mengenali karakteristik diri berdasarkan informasi dari orang lain. Seseorang yang terlibat dalam proses komunikasi interpersonal akan belajar untuk mengenali diri sendiri maupun orang lain karena tidak mudah bagi seseorang untuk melihat kesalahan yang dilakukannya, namun sangat mudah bagi seseorang menemukan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Maka, seseorang yang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain akan mendapatkan informasi maupun masukan dari orang lain untuk dapat semakin mengenal dirinya dengan lebih mendalam baik itu mengenai sifat, bakat, kesalahan yang dilakukannya, dan lain sebagainya. c. Menemukan dunia luar

Komunikasi interpersonal dapat membuat pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mendapatkan informasi yang penting dan belum diketahuinya.


(43)

Informasi ini didapat sebagai hasil dari melakukan komunikasi dengan orang lain. Jadi, dengan melakukan komunikasi interpersonal, orang akan memperoleh informasi yang baru untuk diketahui hingga pada akhirnya ia dapat menemukan keadaan dunia luar yang sebelumnya tidak diketahuinya. Komunikasi adalah “jendela dunia” karena melalui berkomunikasi orang akan mengetahui dunia luar yang baru dan lebih luas.

d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis

Membangun dan memelihara hubungan baik adalah kebutuhan manusia karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan perlu bekerja sama dengan orang lain. Hubungan baik yang terbangun dan terpelihara akan menumbuhkan kerja sama yang baik. Apabila kerja sama dapat tumbuh dengan baik maka kegiatan sehari-hari dapat dilaksanakan semakin lancar. Jadi, setiap orang dalam hidupnya sehari-hari telah menggunakan banyak waktunya untuk melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain untuk dapat saling memahami dan bekerja sama demi terbangun dan terpeliharanya hubungan antarpribadi yang harmonis.

e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

Komunikasi interpersonal adalah proses seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain untuk memberitahu maupun untuk mengungkapkan pendapat supaya orang lain bersedia untuk mengubah sikap dan tingkah lakunya dari yang belum sesuai dengan nilai dan norma menjadi sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Pada dasarnya proses komunikasi sebagai sebuah pengalaman yang akan memberikan makna bagi proses perkembangan pribadi ke arah yang lebih baik


(44)

ditandai dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku supaya semakin sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.

f. Menghilangkan kerungian akibat dari salah komunikasi

Komunikasi interpersonal memungkinkan adanya pendekatan secara langsung sehingga memungkinkan terjadinya umpan balik lebih cepat dan dapat mengurangi terjadinya kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Pendekatan secara langsung dapat membuat komunikator dan komunikan dapat lebih cepat mengklarifikasi apabila terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

g. Memberikan bantuan konseling

Banyak orang dalam berbagai profesi sering bertindak sebagai konselor dalam komunikasi interpersonal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti seseorang yang menceritakan masalahnya kepada orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan bantuan pemikiran ataupun solusi dari orang lain. Konsultasi adalah kegiatan strategis untuk menjalankan komunikasi interpersonal untuk memberikan bantuan dan bimbingan. Komunikasi intepersonal sangat sering dilaksanakan oleh banyak orang dalam berbagai profesi untuk memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami masalah.

5. Sikap yang Mendukung Komunikasi Interpersonal

Suranto mengungkapkan pandangan Devito (2011: 82-84) mengenai lima sikap yang mendukung terjadinya komunikasi interpersonal, yaitu:


(45)

a. Keterbukaan

Keterbukaan sebagai sikap menerima masukan dari orang lain dan berkenan untuk menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Keterbukaan dipandang sebagai kesediaan untuk membuka diri dalam mengungkapkan informasi dengan jujur sesuai dengan asas kepatutan dan mampu merespon orang lain dengan jujur. Keterbukaan dalam komunikasi interpersonal sangatlah penting karena dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan berlangsung transparan, dua arah, dan dapat diterima semua pihak yang berkomunikasi. Komunikasi interpersonal yang terbuka menunjukkan kejujuran dan kejujuran akan menimbulkan sikap saling mempercayai (trust) dari semua pihak yang berkomunikasi.

b. Empati

Empati diartikan sebagai ikut merasakan. Berempati dengan seseorang berarti ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut. Dalam berempati seseorang dapat memahami perasaan orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, dan dapat memahami suatu persoalan dari sudut pandang orang lain melalui kaca mata orang lain. Empati akan muncul apabila seseorang mampu mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain dan berusaha untuk memahami orang lain. Empati juga menjadi filter agar orang tidak mudah untuk menyalahkan orang lain. Dengan berempati orang akan memahami orang lain tidak semata-mata dari sudut pandang diri sendiri melainkan dari sudut pandang orang lain. Hakikat empati adalah usaha masing-masing pihak untuk ikut


(46)

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan dapat memahami orang lain, baik itu: pendapat, sikap, maupun perilakunya.

c. Dukungan

Dukungan meliputi tiga hal: Pertama, descriptiveness dipahami sebagai lingkungan yang tidak mengevaluasi. Lingkungan yang tidak mengevaluasi menjadikan orang bebas dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga orang tidak malu dan tidak akan merasa dirinya menjadi bahan kritikan terus-menerus. Kedua, spontaneity merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara spontan. Ketiga profesionalisme adalah kemampuan untuk berfikir secara terbuka, mampu menerima pandangan yang berasal dari orang lain dan bersedia untuk mengubah dirinya apabila perubahan itu dipandang perlu.

d. Sikap Positif

Sikap positif yang dimaksud orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal haruslah sama-sama memiliki perasaan dan pikiran positif tanpa prasangka atau curiga. Sikap positif dalam berkomunikasi interpersonal ditunjukkan dengan berbagai macam sikap, yaitu: menghargai orang lain, berpikiran positif terhadap orang lain, meyakini pentingnya orang lain, memberikan pujian dan penghargaan, dan berkomitmen menjalin kerja sama. e. Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan (equality) adalah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kedudukan yang sama dalam berkomunikasi, sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan. Kesetaraan dalam berkomunikasi interpersonal berupa pengakuan, kesadaran, dan kerelaan untuk menempatkan diri setara dengan mitra


(47)

komunikasi. Sikap yang menunjukkan kesetaraan adalah menunjukkan kerendahan hati, tidak memaksakan kehendak, saling memerlukan, dan adanya komunikasi yang akrab dan nyaman.

6. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik a. Guru

Kompri (2015: 30-31) mengutip pandangan Nawawi mengenai pengertian guru sebagai orang dewasa yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan pendidikan maka guru juga disebut sebagai tenaga pendidik di sekolah. Moh. Uzer (1991: 4) berpendapat bahwa guru memiliki tugas: mendidik yaitu meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar yang berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan melatih yang berarti mengembangkan keterampilan yang dimiliki siswa. Selain tugas utamanya untuk mendidik siswa guru juga memiliki peranan menjadi orang tua bagi siswa di sekolah.

Guru sebagai orang tua bagi siswanya berarti bahwa guru bertanggung jawab pada siswanya untuk menjadi teladan dan panutan. Hal itu senada dengan pandangan Ki Hajar Dewantara yang menjelaskan bahwa guru memberikan teladan dan panutan bagi siswa dan masyarakat dengan semboyan “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti peran guru di depan memberikan teladan, di tengah-tengah untuk membangun, dan di belakang untuk memberikan dorongan dan motivasi bagi siswanya.


(48)

Guru adalah tenaga pendidik di sekolah yang memiliki tugas mendidik, mengajar, dan melatih siswanya. Guru juga berperan sebagai orang tua bagi siswa ketika di sekolah. Guru juga harus berkepribadian mantab, setia pada panggilannya, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Guru Pendidikan Agama Katolik

Mintara (2009: xix-xxi) mengutip pandangan Parker J. Palmer yang menjelaskan sosok guru sebagai orang yang mengajarkan mengenai dirinya sendiri, mengenai hidupnya sendiri. Guru memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai, dan kerohanian yang dimilikinya. Mintara kemudian menjelaskan bahwa guru Kristiani memiliki tugas mencerdaskan siswa serta bertugas untuk membimbing siswa dalam meneladan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Guru Sejati.

Jayusdi dalam buku Belajar dari Muridku (Bimas Katolik DIY Kementrian Agama RI, 2014: 77) mengatakan bahwa “satu teladan lebih berharga daripada seribu teori. Hanya dengan membangun diri secara utuh, seorang guru akan dapat benar-benar digugu dan ditiru.” Guru yang mampu bersikap baik akan menjadi inspirasi bagi siswa untuk bersikap baik pula, karena bagi siswa akan lebih mudah mengingat salah satu keteladanan yang ditunjukkan oleh guru dibandingkan dengan seribu teori yang diajarkannya.

Yulia Sri Prihartini (2013b: 12-14) menjelaskan bahwa menjadi guru adalah cara mulia untuk merealisasikan iman dan pengabdian hidup bagi masa depan siswa yang lebih baik. Tugas guru adalah menjala hati siswanya untuk menghayati


(49)

dan memperjuangkan nilai keutamaan hidup agar hidup setiap siswa memiliki kelimpahan berkat dan dapat meraih kebahagiaan. Guru haruslah memiliki komitmen untuk belajar bersama-sama dengan siswa dalam menghayati nilai-nilai keutamaan hidup.

Guru Pendidikan Agama Katolik adalah orang yang beriman Kristiani, yang mengkomunikasikan kepada para siswanya mengenai pengetahuan iman, hidupnya sendiri, kebaikan, kebenaran, dan kerohanian yang diteladaninya berlandaskan pada Yesus Kristus. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki tanggung jawab untuk membimbing siswa menjadi semakin mengenal dan semakin beriman pada Yesus Kristus untuk menuju pada kepenuhan iman.

Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik (KWI, 1991: 73) mengatakan bahwa:

Pendidikan agama harus diarahkan menuju pengudusan pribadi maupun kerasulan karena itu merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam panggilan Kristen. Pendidikan untuk tugas kerasulan berarti pendidikan manusia tertentu secara bulat, yang disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan kodrati setiap pribadi.

Sesuai dengan Ajaran Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik maka tugas seorang guru Pendidikan Agama Katolik adalah membantu siswa menjadi pribadi yang semakin beriman kepada Yesus Kristus dan mengarahkan siswa untuk menjadi pewarta Kabar Gembira bagi dunia. Maka, guru Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik dalam mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik hendaknya dapat menyesuaikan pewartaannya dengan kemampuan dan keterbatasan siswanya.


(50)

c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik

Samana (1994: 31) mengungkapkan bahwa dasar seluruh kecakapan keguruan adalah kecakapan komunikasi secara pribadi atau secara personal antara guru dengan siswa. Inilah yang disebut sebagai komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa, karena komunikasi interpersonal menurut Suranto (2011: 3-4) diartikan sebagai komunikasi antarpribadi secara tatap muka yang memungkinkan setiap penerima pesan mendapat reaksi langsung orang lain secara verbal maupun secara non verbal.

Kecakapan yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan Agama Katolik adalah kecakapan untuk melakukan komunikasi interpersonal atau komunikasi antara pribadi guru dengan siswa. Peran guru Pendidikan Agama Katolik adalah menjadi pewarta iman bagi siswanya, maka guru haruslah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga segala yang diwartakannya dapat dipahami dan diterima oleh siswanya dan dapat membawa siswanya semakin mengenal dan beriman pada Yesus Kristus.

Luk 9: 48 menjadi dasar dan inspirasi bagi guru Pendidikan Agama Katolik dalam menjalin komunikasi interpersonal dengan siswanya yaitu: “barang siapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku, dan barang siapa menyambut Dia yang menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.” Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya berlandaskan Luk 9: 48 yang menunjukkan bahwa sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik dalam menyambut siswa hendaknya sama seperti menyambut Yesus Kristus sendiri. Guru menerima siswa sebagai anugerah dari


(51)

Tuhan yang harus dihargai dan dikasihi yang didasari dengan sikap terbuka. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah pelayanan kepada siswa untuk memberikan perhatian dan kasih.

Yulia Sri Prihartini (2013b: 50) mengemukakan pendapatnya mengenai guru dalam membangun relasi yang baik dengan siswanya diawali dengan kesediaan untuk membuka hati terhadap orang lain. Maka, guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi antarpribadi yang baik dengan siswa diawali dengan kesediaan membuka hati untuk menerima siswanya sebagai subjek yang harus dihargai dan dikasihi sehingga guru dapat membagikan pengalaman hidupnya berdasarkan Sang Inspirasi yaitu Yesus Kristus.

Widi Nugraha (2013: 71) mengutip pandangan Mintara mengungkapkan bahwa “mengajar pada dasarnya adalah membagikan dari kedalaman hati apa pun yang menjadi pengalaman dan nilai-nilai keutamaan yang dihayati.” Maka, guru dalam mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik diwujudkan dengan cara mengkomunikasikan secara terbuka dan dari hati yang terdalam mengenai pengalaman hidupnya yang berdasarkan pada keutamaan nilai-nilai Kristiani untuk membantu siswa dalam memaknai hidup yang bersumber pada kasih Allah untuk sampai pada keutuhan pribadi. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi antarpribadi diwarnai cinta kasih, kesabaran, dan kebijaksanaan.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik apabila menggunakan pendekatan dialogis maka akan terjadi dialog antara guru dengan siswa. Rouel Howe (1962: 105-106) menjelaskan pendekatan dialogis


(52)

membuat komunikasi yang terjalin akan membawa kebenaran dan cinta kasih yang diawali dengan memberikan respon secara jujur. Bahkan Rouel menjelaskan jika komunikasi antarpribadi manusia tidak akan bisa terjadi tanpa adanya komunikasi dengan Tuhan. Jadi, untuk dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya, seorang guru Pendidikan Agama Katolik juga harus mencintai Tuhan terlebih dahulu supaya dapat benar-benar mencintai dan mengenal siswanya sehingga komunikasi interpersonal yang terjadi antara guru dengan siswa sebagai komunikasi untuk dapat semakin mengenal kasih Allah.

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi

Moh Uzer (1989: 24) menjelaskan motivasi sebagai daya dari dalam diri seseorang yang mendorongnya dalam melakukan perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Senada dengan Moh. Uzer, Muh. Ali (1987: 15) menjelaskan motivasi sebagai “dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu.” Rooijakkers (1980: 16) melengkapi pengertian motivasi sebagai keinginan untuk mencapai suatu hal tertentu.

Motivasi adalah keinginan, daya, dorongan, perbuatan atau tingkah laku seseorang untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan. Dengan adanya motivasi maka seseorang akan berusaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan motivasilah yang dapat menggerakkan seseorang untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.


(53)

b. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi sangat diperlukan oleh siswa dalam menjalani proses pendidikan. Kompri (2015: 231) mengutip pandangan Hamalik yang mengungkapkan bahwa siswa tidak akan pernah belajar jika tidak termotivasi untuk belajar. Hal ini berarti setiap siswa harus memiliki keinginan untuk belajar. Siswa harus memiliki motivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar. Seorang siswa akan belajar apabila ia merasa jika hal yang perlu dipelajari menyentuh kebutuhannya, namun apabila tidak menyentuh kebutuhannya maka ia tidak akan tertarik untuk mempelajarinya.

Samana (1994: 70) juga menjelaskan arti motivasi belajar sebagai “alasan, pertimbangan, dan dorongan yang menjadikan seseorang berkegiatan belajar.” Jadi, motivasi belajar adalah keinginan, dorongan, pertimbangan, dan alasan yang membuat siswa tekun belajar. Hakikat motivasi belajar menurut Hamzah (2007: 23) adalah dorongan internal dan eksternal pada perilaku siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa unsur yang mendukung proses belajarnya. Motivasi belajar memiliki peranan yang besar dalam keberhasilan seseorang dalam proses belajarnya maka guru harus mampu menumbuhkan motivasi belajar siswanya.

2. Motivasi Belajar Berdasarkan Sifatnya a. Motivasi Ekstrinsik

Kompri (2015: 232) mengungkapkan bahwa motivasi ekstrinsik yaitu dorongan untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan sesuatu yang lain.


(54)

Motivasi eksrinsik biasanya dipengaruhi oleh imbalan dan hukuman. Moh. Uzer (1989: 24) melengkapi, motivasi ekstrinsik ada karena adanya ajakan maupun suruhan. Heinz Kock (1979: 70) menjelaskan bahwa siswa belajar supaya mendapatkan imbalan nilai yang baik, menghindari hukuman,dan siswa juga belajar untuk menyenangkan orang tua, guru, ataupun temannya.

Heinz Kock (1979: 71) mengungkapkan bahwa motivasi ekstrinsik itu penting karena setiap orang memerlukan dorongan dari luar untuk mencapai tujuan apapun. Lebih lanjut ia mengatakan, jika orang dewasa masih memerlukan motivasi ekstrinsik, maka siswa sebagai pribadi yang sedang berkembang juga sangat membutuhkannya. Menurut Kock, motivasi intrinsik lebih berharga dibanding motivasi eksrinsik karena dengan motivasi intrinsik berarti keinginan belajar berasal dari dalam diri sendiri.

Kenyataannya, dalam proses pembelajaran tidak semua siswa memiliki motivasi intrinsik untuk mempelajari suatu hal sehingga peran guru sangat perlu untuk mengajak siswa bersemangat dalam belajar. Maka, seorang guru akan mengajak siswanya bersemangat untuk belajar dengan memotivasi siswa secara ekstrinsik.

b. Motivasi Intrinsik

Moh. Uzer (1989: 24) menjelaskan bahwa motivasi instrinsik muncul dari dalam diri sendiri tanpa paksaan dan dorongan dari orang lain. Heinz Kock (1979: 70) menjelaskan motivasi intrinsik sebagai “dorongan untuk mencapai tujuan-tujuan yang terletak di dalam perbuatan belajar.” Lebih lanjut, Kompri (2015:


(55)

232) mengungkapkan bahwa motivasi instrinsik yaitu motivasi dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu hal demi mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Kompri terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:

1) Seorang siswa dalam melakukan sesuatu berdasarkan kemauannya sendiri bukan karena imbalan. Siswa akan menjadi lebih termotivasi untuk belajar karena siswa memiliki peluang dan pilihan untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.

2) Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu untuk berkonsentrasi penuh pada saat melakukan aktivitas memecahkan masalah dengan tingkat kesulitan menengah atau masalah yang tidak terlalu sulit dan tidak juga terlalu mudah untuk dipecahkan.

Kock (1979: 71) menjelaskan peran guru dalam memotivasi siswa secara intrinsik dengan cara menciptakan suasana belajar di dalam kelas yang membuat semua siswa sungguh-sungguh memiliki keinginan untuk belajar didasari rasa ingin tahu. Keinginan belajar siswa yang muncul dari dalam dirinya sendiri bertujuan untuk mengetahui, menambah wawasan, dan meningkatkan kemampuannya. Maka, sangat penting bagi guru untuk berusaha menumbuhkan motivasi belajar siswa secara intrinsik supaya siswa menjadi senang belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, sangat penting bagi guru untuk dapat membangun motivasi belajar intrinsik bagi setiap siswanya karena motivasi intrinsik lebih berharga dibanding motivasi ekstrinsik sehingga keinginan untuk belajar muncul dari dalam diri siswa sendiri bukan karena paksaan. Konsekuensi bagi guru untuk dapat membangun motivasi belajar siswa secara intrinsik adalah


(56)

guru harus mampu membangun keteladanan, kompeten, cakap, bersemangat, dan mencintai profesinya.

3. Fungsi Motivasi Belajar dalam Proses Belajar Mengajar Hamzah (2006: 27-29) menyebutkan tiga fungsi motivasi belajar: a. Fungsi Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran

Motivasi belajar berfungsi dalam penguatan belajar. Bila seorang siswa yang sedang belajar dihadapkan pada suatu permasalahan yang memerlukan pemecahan, maka siswa akan menemukan pemecahan masalah melalui hal-hal yang pernah dialaminya. Maka, seorang guru perlu memahami situasi siswa agar guru dapat membantu siswa dalam belajar. Guru tidak cukup hanya memberitahukan sumber-sumber yang harus dipelajari, melainkan lebih penting bagi guru untuk mengaitkan isi pelajaran dengan pengalaman hidup siswa.

b. Fungsi Motivasi dalam Memperjelas Tujuan Belajar

Fungsi motivasi belajar dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan pemaknaan belajar bagi siswa. Seorang siswa akan tertarik untuk belajar apabila hal yang dipelajarinya dapat dirasakan manfaatnya bagi siswa sendiri. Dari manfaat yang pernah dialami siswa maka semakin hari siswa akan semakin termotivasi untuk belajar.

c. Motivasi Menentukan Ketekunan Belajar

Seorang siswa yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha untuk mempelajarinya dengan baik dan tekun dengan harapan akan memperoleh hasil yang baik. Siswa yang tidak memiliki motivasi untuk belajar tidak akan


(1)

(2)

(60)

Lampiran 30: Transkrip Wawancara dengan Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Saat Observasi Sekolah

Transkrip Wawancara dengan Kepala Sekolah

SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Sabtu, 29 Oktober 2016

Penulis : Bagaimana sejarah berdirinya Yayasan Pangudi Luhur? Visi, Misi, dan Tujuan Yayasan Pangudi Luhur?

Kepala Sekolah

: Untuk data mengenai sejarah, visi, misi, tujuan dari Yayasan Pangudi Luhur dan SMP Pangudi Luhur Sedayu dapat dilihat di website

http://www.smpplsedayu.pangudiluhur.org

Penulis : Prestasi apa saja yang pernah didapat oleh siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Sedayu?

Kepala Sekolah

: Siswa-siswi kami pernah menjuarai berbagai lomba baik itu: lomba gerak jalan putra, lomba gerak jalan putri, festival band, lomba band Santa Maria Cup, lomba futsal Sang Timur Cup, lomba sekolah sehat tingkat Kabupaten Bantul, lomba vocal group tingkat DIT, dan lomba vocal group tingkat DIY-Jawa Tengah.

Penulis : Apakah ada kegiatan retret atau rekoleksi bagi guru SMP Pangudi Luhur Sedayu?

Kepala Sekolah

: Biasanya yang kegiatan retret yang diikuti guru-guru SMP Pangudi Luhur Sedayu diadakan oleh Yayasan Pangudi Luhur DIY setiap dua tahun sekali bersama seluruh guru SMP Yayasan Pangudi Luhur DIY.

Penulis : Apakah ada kegiatan retret atau rekoleksi bagi siswa SMP Pangudi Luhur Sedayu? Jika ada berapa kali dalam 1 tahun dan biasanya diadakan di bulan apa?

Kepala Sekolah

: Kegiatan rekoleksi biasanya diadakan bagi seluruh siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Sedayu kelas VII dan kelas VIII setiap satu tahun sekali pada semester genap, sedangkan untuk kegiatan retret untuk siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Sedayu kelas IX diadakan satu tahun sekali pada semester genap dan bertujuan untuk mempersiapkan para siswa kelas IX dalam menghadapi Ujian Nasional (UN). Penulis : Apakah di SMP Pangudi Luhur Sedayu, ada renungan

setiap hari? Jika ada siapa bertugas yang mengisi renungan pagi?

Kepala Sekolah

: Setiap pagi sebelum mulai pelajaran diadakan kegiatan renungan pagi dengan membacakan teks Kitab Suci kemudian dilanjutkan dengan membaca renungan dan ditutup dengan doa pagi. Biasanya yang mengisi renungan


(3)

(61)

pagi adalah siswa dan dibacakan secara sentral kemudian disalurkan ke seluruh kelas menggunakan speaker. Kegiatan berikutnya setelah renungan pagi diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang tujuannya untuk menumbuhkan nasionalisme bagi seluruh siswa dan guru. Penulis : Apakah SMP Pangudi Luhur Sedayu rutin mengadakan

Misa? Jika iya, dalam satu tahun diadakan berapa kali? Kepala

Sekolah

: Sekolah kami rutin mengadakan Misa. Misa diadakan pada awal tahun ajaran baru, pada saat akhir tahun, dan pada saat pesta nama santo pelindung.

Penulis : Kurikulum apa yang digunakan oleh SMP Pangudi Luhur Sedayu?

Kepala Sekolah

: SMP Pangudi Luhur Sedayu pada tahun ajaran 2016/2017 untuk kelas VII menggunakan Kurikulum 2013 dan untuk kelas VIII dan IX menggunakan kurikulum KTSP.

Penulis : Apa saja tugas guru di SMP Pangudi Luhur Sedayu ini? Kepala

Sekolah

: Tugas guru di SMP Pangudi Luhur Sedayu adalah mempersiapkan bahan ajar berupa RPP supaya ketika pembelajaran di dalam kelas dapat berjalan dengan baik dan lancar. Guru juga bertugas untuk memberikan ulangan, tugas, maupun PR kepada siswa. Dari hasil ulangan bagi siswa yang belum memenuhi KKM atau Kriteria Ketuntasan Minimal maka harus mengikuti remidi, sedangkan untuk siswa yang nilainya sudah di atas KKM akan mengikuti pengayaan.

Penulis : Bagaimana relasi antar warga SMP Pangudi Luhur Sedayu?

Kepala Sekolah

: Relasi antar warga sekolah terjalin dengan baik dan penuh rasa kekeluargaan baik itu antara guru dengan siswa, guru dengan sesama guru, guru dengan kepala sekolah, dan semuanya penuh rasa saling menghargai.

Penulis : Bagaimana hubungan antara warga SMP Pangudi Luhur Sedayu dengan warga masyarakat di sekitar sekolah? Kepala

Sekolah

: Hubungan warga sekolah dengan masyarakat sangat baik, bahkan masyarakat dapat meminjam aula sekolah untuk berbagai kegiatan, seperti: Natalan bersama, Paskah bersama, ibadat, dan lain sebagainya. Para warga sekolah juga mengikuti kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dan sekitar sekolah demi kenyamanan bersama. Yang pasti kami saling menghargai, menerima, dan menghormati.

Penulis : Kegiatan apa saja yang diikuti oleh para guru SMP Pangudi Luhur Sedayu di luar kegiatan yang diadakan sekolah?

Kepala Sekolah

: Guru-guru SMP Pangudi Luhur Sedayu mengikuti berbagai kegiatan seperti MGMP atau Musyawarah Guru


(4)

(62)

Mata Pelajaran tingkat Kabupaten Bantul dan bertujuan unutk meningkatkan relasi antar guru mata pelajaran dalam satu kabupaten maupun untuk saling bertukar informasi mengenai administrasi atau pembaharuan dalam hal mengajar. Guru-guru kelas VII juga mengikuti workshop Kurikulum 2013 supaya dapat menerapkan Kurikulum 2013 sesuai dengan harapan pemerintah.

Penulis : Kegiatan ekstrakurikuler apa saja yang ada di SMP Pangudi Luhur Sedayu?

Kepala Sekolah

: Kegiatan pengembangan bakat yang ada di SMP Pangudi Luhur Sedayu meliputi: sepak bola, paduan suara, basket, dan pramuka.

penulis : Bagaimana cara yang diterapkan oleh SMP Pangudi Luhur dalam mendidik kedisiplinan siswa?

Kepala Sekolah

: Caranya dengan mensosialisasikan peraturan sekolah kepada siswa, sekolah juga memiliki buku yang berisi peraturan sekolah beserta pointnya sehingga bagi siswa yang melanggar peraturan akan dikenai sanksi berupa point, seminggu sekali wali kelas juga bertugas untuk mengadakan rekap mengenai kemajuan kelas.


(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU TAHUN AJARAN 2016/2017.” Penulis memilih judul ini berdasarkan kesan pada saat PPL PAK SD dan PPL PAK Menengah terhadap kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik terutama dalam kegiatan belajar mengajar yang terkadang membuat siswa kurang termotivasi untuk belajar. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki tugas untuk mewartakan Kabar Gembira kepada siswanya, maka dibutuhkan kemampuan melakukan komunikasi interpersonal yang memadai. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para guru Pendidikan Agama Katolik seringkali kurang dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya.

Persoalan pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah sejauh mana kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh bagi motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Menanggapi persoalan tersebut, penulis menjelaskan pengertian komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik, pengertian motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik, dan hubungan antara keduanya melalui kajian pustaka. Kajian pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni pandangan para ahli. Skripsi ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penulis mengumpulkan data dengan trianggulasi tehnik yaitu dengan: wawancara dengan seorang guru Pendidikan Agama Katolik dan 5 orang siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu, observasi komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa, dan dengan kuesioner yang dibagikan kepada siswa kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu sudah melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya, namun komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik masih harus ditingkatkan lagi supaya setiap siswa semakin bersemangat untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik.

Kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh untuk meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik para siswa. Kemampuan komunikasi interpersonal guru membuat guru Pendidikan Agama Katolik dapat mengenal siswanya lebih mendalam sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar Pendidikan Agama Katolik. Penulis memberikan sumbangan pemikiran berupa kegiatan lokakarya demi meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik. Dengan demikian, para guru dapat menentukan tindakan yang hendak dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonalnya sebagai seorang guru yang bertugas mewartakan Kabar Gembira kepada siswanya.


(6)

ABSTRACT

This thesis is entitled as “THE INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION TEACHER AND ITS AFFECTION TOWARDS MOTIVATION TO LEARN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL’S STUDENTS BATCH 2016/2017”. The writer decides to choose this title based on the impression of joining PPL PAK SD and PPL PAK PM towards interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teacher, especially in teaching and learning activities which sometimes make the students bored and less enthusiastic to learn. Catholic Religious Education teacher has a responsibility to proclaim The Good News to the students. In that matter, the teacher needs an adequate interpersonal communication. However, the reality shows that Catholic Religious Education teachers are often lack of doing the interpersonal communication with their students.

The main issue that is discussed in this thesis is how far Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication skill affects motivation to learn Catholic Religious Education for the students. In order to respond the issue, the writer elaborates the definition of Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication, the definition of Catholic Religious Education’s learning motivation, and the relation between both definitions through literature review. The literature review is conducted by qualitative approach with descriptive method. The writer gathers the data with triangulation techniques, which are: an interview with a Catholic Religious Education teacher and five seventh grader students at Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School; an observation about Catholic Religious Education teacher’s interpersonal communication and the students’ motivation to learn Catholic Religious Education’s subject; and a questionnaire that is distributed to the seventh grade students of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School. The result shows that Catholic Religious Education teacher of Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu Junior High School has done interpersonal communication with the students, however the teacher’s interpersonal communication should be improved, so that every student will be more enthusiastic to learn Catholic Religious Education’s subject.

Interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teacher affects in order to improve students’ motivation to learn Catholic Religious Education’s subject. Catholoc Religious Education teacher’s interpersonal communication skill can be used to get to know the students more intimately, so that the students will be more motivated to learn Catholic Religious Education’s subject. In the thesis, the writer gives suggestionto conduct a workshop in order to improve interpersonal communication skill of Catholic Religious Education teachers. Therefore, the teachers are able to decide the appropriate action to improve their interpersonal communication skill as a teacher who proclaim The Good News towards their students.